Anda di halaman 1dari 13

PERUBAHAN FUNGSIONAL NON-ANEMIA PADA DEFISIENSI BESI

Disamping pada hemoglobin, besi juga menjadi komponen penting dari


mioglobin dari berbagai macam enzim yang dibutuhkan dalam penyedian
energi dan transpor elektron. Oleh karena itu defisiensi besi di samping
menimbulkan anemia, juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif,
seperti misalnya pada (1) sistem neuromuskular yang mengakibatkan
gangguan kapasitas kerja; (2) gangguan terhadap proses mental dan
kecerdasan; (3) gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi; (4)
gangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Gangguan ini
dapat timbul pada anemia ringan atau bahkan sebelum anemia manifes.
Defisiensi besi menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim
sitokrom dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis
yang

berakibat

penumpukan

asam

laktat

sehingga

mempercepat

kelelahan otot. Defisiensi besi terbukti menurunkan kesegaran jasmani,


sedangkan pada buruh pemetik teh terbukti menurunkan produktivitas
kerja. Dampak negatif ini dapat dihilangkan jika diberikan preparat besi.
Defisiensi besi menimbulkan gangguan perkembangan kognitif dan
non-kognitif pada anak dan bayi sehingga dapat menurunkan kapasitas
belajar. Hal ini diperkirakan karena gangguan pada enzim aldehid
oksidase

yang

menyebabkan

penumpukan

serotonin,

serta

enzim

monoaminooksidase yang menyebabkan penumpukan katekolamin dalam


otak.
Pengaruh defisiensi besi terhadap infeksi masih kontroversial. Ada
yang berpendapat bahhwa defisiensi

besi menyebabkan berkurangnya

penyediaan besi pada bakteri sehingga menghambat pertumbuhan


bakteri yang berakibat pada ketahanan terhadap infeksi . Di pihak lain
besi

dibutuhkan

oleh

enzim

untuk

sintesis

DNA

dan

enzim

mieloperoksidase netrofil sehingga menurunkan imunitas selular.


Defisiensi besi dihubungkan dengan risiko prematuritas serta morbiditas
dan mortalitas fetomaternal. Ibu hamil yang menderita anemia diserta

peningkatan angka kematian maternal, lebih mudah terkena infeksi dan


sering mengalami gangguan partus.
GEJALA ANEMIA DEFISIENSI BESI
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan
besar, yaitu: gejala umum anemia. Gejala khas akibat defisiensi besi,
gejala penyakit dasar.
Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sindrom anemia (anemic
syndrome)

dijumpai

pada

anemia

defisiensi

besi

apabila

kadar

hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu,
cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada
anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahaan-lahan sering kali sindroma anemia lain yang penurunan
kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindroma
anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain yang
penurunan

kadar

hemoglobinnya

terjadi

lebih

cepat,

oleh

karena

mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baaik. Anemia


bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7 g/dl. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva
jaringan dibawah kuku.
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejalayang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada
anemia jenis lain adalah :

Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,


bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti

sendok
atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap

karena papil lidah menghilang.


Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan

Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring


Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak llazim, seperti
tanah liat, es lem, dan lain-lain.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly
adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik
mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfaagia.

Gejala Penyakit Dasar


Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia
akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak,
dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia
karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan
kebiasaan buang besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker
tersebut.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat
dijumpai adalah :
Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik
mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai
berat. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada
anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada
defisienssi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis ditandai
oleh peni ngkatan RDW ( red cell distribution width ). Dulu dianggap
pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia
akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis anemia ini
hasilnya sering tumpang tindih.
Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memakai angka <80 fl, tetapi
pada penelitian kasus ADB di bagian penyakit dalam FK UNUD Denpasar,
dijumpai bahwa titik pemilah < 78 fl memberi sensitivitas dan spesifitas

paling baik. Dijumpai juga bahwa pwnggabungan MCV, MCH, MCHC dan
RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit
sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.
Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer,
anisositosis, dan poikilositosis. Makin berat derajat anemia makin berat
derajat hipokromia. Derajat hiprokomia dan mikrositosis berbanding lurus
dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.

Jika terjadi

hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka sel tampak sebagai sebuah


cincin sehingga di sebut sel cincin (ring cell), atau memanjang seperti
elips, disebut sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadangkadang dijumpai sel target.
Leukosit

dan

trombosit

pada

umumnya

normal.

Tetapi

granulositopenia ringan dapat dijumpai pada ADB yang berlangsung lama.


Pada ADB karena cancing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis
dapat dijumpai pada ADB dengan episode perdarahan akut.
Konsentrasi Besi Serum Menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding
capacity) Meningkat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin
terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi serum
dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis ADB, kadar besi
serum menurun < 50 g/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >
350 g/dl, dan saturasi transferin < 16%, atau < 18%. Harus diingat bahwa
besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar, dengan kadar
puncak pada jam 8 sampai 10 pagi.
Feritin Serum Merupakan Indikator Cadangan Besi yang Sangat Baik,
Kecuali pada Keadaan Inflamasi dan Keganasan Tertentu. Titik pemilah
(cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka < 12 g/l, tetapi
ada juga yang memakai < 15 g/l. Untuk daerah tropik di mana angka
infeksi dan inflamasi masih tinggi, titik pemilah yang diajukan di negeri
barat tampaknya perlu dikoreksi. Pada suatu penelitian pada pasien
anemia di rumah sakit di bali ppemakaian feritin serum < 12 g/l dan <20
g/l memberikan sensitifitas dan spesitiffitas masing-masing 68% dan 98%

serta 68% dan 96%. Sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai pada
pemakaian feritin serum <40 mg/l, tanpa mengurangi spesifitas terlalu
banyak (92%). Hercberg untuk daerah tropik menganjurkan memakai
angka feritin serum , 20 mg/l. Sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika
terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas seperti arthritis rematoid, maka
feritin serum sampai dengan 50-60 g/l masih dapat menunjukkan adanya
defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk
diagnosis IDA yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di
klinik maupun dilapangan karena cukup riabel dan praktis, meskipun tidak
terlalu

sensitif.

Angka

feritin

serum

normal

tidak

selalu

dapat

menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum diatas 100


mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.
Protoporfirin merupakan bahan antara pada pembentukan heme. Apabila
sintesis

heme

terganggu,

misalnya

karena

defisiensi

besi,

maka

protoporfitin akan menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah


kurang dari 30 mg/dl. Untuk defisiensi besi protoporfirin bebas adalah
lebih dari 100 mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia
akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.
Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi.
Kadar normal dengan cara imunologi

4-9 g/L. Pengukuran reseptor

tranferin terutama dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia


akibat penyakit kronik. Akan lebih baik apabila dipalai rasio reseptor
transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan ADB dan
rasio < 1,5 sangat mungkin karena anemia akibat penyakit kronik.
Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai
sedang dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi
tak teratur. Normoblas ini disebu sebagai micronormoblast.
Pengecetan besi sumsum tulang dengan biru prusia (perls stain)
menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif).
Dalam keadaan normal 40 -60 % normoblast mengandung granula feritin
dalam sitoplasmanya, disebut sideroblas. Pada difisiensi besi maka

sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang


dianggap sebagai baku emas (gold standart) diagnosis defisiensi besi,
namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan
feritin serum yang lebih praktis.
Studi ferokinetik. Studi tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan
menggunakan zat radioaktif. Ada dua jenis studi ferokinetik yaitu plasma
iron transport rate (PIT) yang mengukur kecepatan besi meninggalkan
plasma, dan erytrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur
pergerakan besi dari sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar.
Secara praktis kedua pemeriksaan ini tidak banyak digunakan, hanya
dipakai untuk tujuan penelitian.
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisienssi
besi. Antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan semikuantitaatif, seperti misalnya teknik katokatz, pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake
atau barium inloop, dan lain lain, tergantung dari dugaan penyebab
defisiensi besi tersebut.
DIAGNOSIS
Untuk menengakkan diagnosis anemia defisiensi besi

harus dilakukan

anemnesis dan pemeriksaan fisis yang diteliti disertai pemeriksaan


laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap
pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria
yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah
memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahaap ketiga adalah
menentukan penyebab dari difesiensi besi yang terjadi.
Secara laboratoris untuk menengakkan diagnosis anemia defisiensi
besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia
defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut :

Anemia hipokromik miktositer pada hapusan darah tepi, atau MCV


<80 fl dan MCHC <31% dengan salah satu dari a,b,c, atau d.

Dua dari tiga parameter di bawah ini :


- Besi serum <50 mg/dl
- TIBC >350 mg/dl
- Saturasi transferin: <15%, atau
Feritin serum <20 mg/l, atau
Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain)

menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau


Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau perparat
besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar
hemoglobin lebih dari 2g/dl.

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab


defisiensi besi. Tahap ini sering merupakan proses yang rumit yang
memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang
sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang
membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar
20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.
Untuk

pasien

dewasa

fokus

utama

adalah

mencari

sumber

perdarahan. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti.


Pada perempuan masa reproduksi anamnesis tentang menstruasi
sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk
laki-laki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk
mencari

telur

cacing

tambang.

Tidak

cukup

hanya

dilakukan

pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin), tetapi


sebaiknya dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif, seperti misalnya
teknik Kato-Katz, untuk menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan
infeksi ringan tidaklah serta merta dapat dianggap sebagai penyebab
utama ADB, harus dicari penyebab lainnya. Tittik kritis cacing tambang
sebagai penyebab utama jika ditemukan telur per gram fese (TFG) atau
egg per gram faeces (EPG) >2000 pada perempuan dan >4000 pada
laki laki. Dalam suatu penelitian lapangan ditemukan hubungan yang

nyata antara derajat infeksi cacing tambang dengan cadangan besi


pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah pada perempuan.
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia
defisiensi besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang
berat (TFG >2000). Anemia akibat cacing tambang sering disertai
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada
pemeriksaan laboratorium di samping tanda-tanda defisiensi besi yang
disertai adanya eosinofilia. Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat
cacing tambang dijumpai pada 3,3% pasien infeksi cacing tambang
atau 12,2% dari 123 kasus anemia defisiensi besi yang dijumpai.
Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes
darah samar (occult blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi
dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah.

DIAGNOSIS DIEFERENSIAL
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik
lainnya seperti: anemia akibat penyakit kronik, thalasemia, anemia
sideroblasti. Cara membedakan keempat jenis anemia tersebut dapat
dilihat pada Tabel 3.
TERAPI

Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi.


Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah :
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya
pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan
menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka
anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberian prepart besi untuk mengannti kekurangan besi dalam
tubuh (iron replacement therapy) :
Terapi besi oral. Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh
karena efektif,murah dan aman. Preparat

yyang tersedia adalah

ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat pilihan pertama


oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3 x 200
mg. Setiap 200mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental.
Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50
mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali
normal.
Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate
dan ferrous succinate. Sedian ini harganya lebih mahal, tetapi
efektifitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas ferosus.
Terdapat

juga

bentuk

sediaan

enteric

coated

yang

dianggap

memberikan efek samping lebih rendah, tetapi dapat mengurangi


absorbsi besi.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi
efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah
makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat
diberikan saat makan atau setelah makan.
Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal
yang dijumpai pada 15 sampai 20%, yang sangat mengurangi
kepatuhan pasien.

Keluhan ini dapat bberupa mual,muntah, serta

konstipasi. Untuk meengurangi efek samping besi diberikan saat


makan atau dosis dikurangi menjadi 3 x 100 mg.

Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang


menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal
untuk

mengisi cadangan besi tubuh. Dosis

pemeliharaan yang

diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Hika tidak diberikan dosis
pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.
Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat
vitamin C, tetapi dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan
pemberian diet yang banyak mengandung hati dan daging yang
mengandung besi.
Terapi besi parenteral. Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi
mempunyai risiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena
risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu.
Indikasi pemberian besi parenteral adalah : (1) intoleransi terhadap
pemberian besi oral; (2) kepatuhan terhadap obat yang rendah; (3)
gangguan pencernaan seperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika
diberikan besi; (4) penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada
gastrektomi; (5) keadaan di mana kehilangan darah yang banyak
sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti
misalnya pada hereditary hemorrhagis teleangieectasia; (6) kebutuhan
besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trimester tiga atau sebelum operasi; (7) defisiensi besi fungsional
relatif akibat pemberian eritropeitin pada anemia gagal ginjal kronik
atau anemia akibat penyakit kronik
Preparat yang tersedia ialah iron dextran commplex (mengandung
50 mg besi/ml), iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru
adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebiiih aman. Besi
parenteral dapat diberikan secar intramuskulaar dalam atau intravena
pelan. Pemberian secara intramuskular dalam atau intravena pelan.
Pemberian

secara

intramuskular

memberikan

rasa

nyeri

dan

memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul
adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain

adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan
sinkop.
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar
hhemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis
yang diberikan dapat dihitung melalui rumus di bawah ini :
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000
mg
Dosis ini diberikan sekaligus atau untuk diberikan dalam beberapa kali
pemeberian.
c. Pengobatan lain
Diet : sebaiknya diberikan amakan bergizi dengan tinggi protein

terutama yang berasal dari protein hewani


Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg per harri untuk

meningkatkan absorpsi besi


Transfusi darah : ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi
pemebrian transfusi darah anemia kekurangan besi adalah :
- Adanya pennyakit jantung anemik dengan ancaman payah
-

jantung
Anemia simtomatik, misalny anemia dengan gejala pusing yang

sangat menyolok
Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat
seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.

Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cells) untuk
mengurangi

bahaya

overload.

Sebagai

premedikasi

dapat

dipertimbangkan pembberian furosemid intravena.

Respon terhadap terapi


Dalam pengobatab dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan
memberikan respons baik bila retikulosit naik pada minggu pertama,
mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal lagi setelah hari ke 14

diikuti kenaikan HB 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu,


hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika respons terhadap terapi baik, maka perlu dipikirkan :

Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum.


Dosis besi kurang
Masih ada perdarahann cukup banyak
Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, kerandangan

menahun atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat
Diagnosis defisiensi besi salah.
Jika dijumpai keadaan diatas, laukakn evaluasi kembali dan ambil
tindakan yang tepat.

PENCEGAHAN
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat
maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan
pencegahan tersebut dapat berupa :

Pendidikan kesehatan :
- Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban,
perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki
-

sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang


Penyuluhan gizi untuk menorong konsumsi makanan yang

membantu absorbsi besi


Pemberantasan infeksi cacing

tamabang

sebagai

sumber

perdarahan kronik paling yabg sering dijumpai di daerah tropik.


Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan

pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.


Sulpementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen
penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di
Indonesia diberikan pada

perempuan hamil dan anak balita

memakai pil besi dan folat.


Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi
pada bahan makan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur
tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

Anda mungkin juga menyukai

  • BARU
    BARU
    Dokumen4 halaman
    BARU
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tilik Penamaan
    Daftar Tilik Penamaan
    Dokumen1 halaman
    Daftar Tilik Penamaan
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tilik Penamaan
    Daftar Tilik Penamaan
    Dokumen1 halaman
    Daftar Tilik Penamaan
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Cara Akses To Online OptimaPrep
    Cara Akses To Online OptimaPrep
    Dokumen14 halaman
    Cara Akses To Online OptimaPrep
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • VARIABEL
    VARIABEL
    Dokumen1 halaman
    VARIABEL
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Ujian Kash
    Ujian Kash
    Dokumen20 halaman
    Ujian Kash
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • CBT 1 Juni
    CBT 1 Juni
    Dokumen40 halaman
    CBT 1 Juni
    Don Gibson
    Belum ada peringkat
  • Status Ujian Jiwa Stella
    Status Ujian Jiwa Stella
    Dokumen17 halaman
    Status Ujian Jiwa Stella
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • CBT 1 Juni
    CBT 1 Juni
    Dokumen40 halaman
    CBT 1 Juni
    Don Gibson
    Belum ada peringkat
  • ANEMIA
    ANEMIA
    Dokumen13 halaman
    ANEMIA
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Tugas DR Intan
    Tugas DR Intan
    Dokumen3 halaman
    Tugas DR Intan
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Suhendar Kesling
    Suhendar Kesling
    Dokumen525 halaman
    Suhendar Kesling
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Ambliop Itin
    Ambliop Itin
    Dokumen16 halaman
    Ambliop Itin
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Tirtajaya - Dokcil-Sdn Medankarya
    Tirtajaya - Dokcil-Sdn Medankarya
    Dokumen35 halaman
    Tirtajaya - Dokcil-Sdn Medankarya
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen52 halaman
    Refer at
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Ujian Kash
    Ujian Kash
    Dokumen20 halaman
    Ujian Kash
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Aaahal 18
    Aaahal 18
    Dokumen1 halaman
    Aaahal 18
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka Amc
    Tinjauan Pustaka Amc
    Dokumen20 halaman
    Tinjauan Pustaka Amc
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Aaahal 19
    Aaahal 19
    Dokumen1 halaman
    Aaahal 19
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Stella DT Gmo
    Stella DT Gmo
    Dokumen61 halaman
    Stella DT Gmo
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • 85 Ipd
    85 Ipd
    Dokumen17 halaman
    85 Ipd
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Morning Report 30 Juli 2015
    Morning Report 30 Juli 2015
    Dokumen46 halaman
    Morning Report 30 Juli 2015
    Gian Oktavianto
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen52 halaman
    Refer at
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Morning Report 13 Agusuts 2015
    Morning Report 13 Agusuts 2015
    Dokumen11 halaman
    Morning Report 13 Agusuts 2015
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Refarat Gangguan Panik Chandra
    Refarat Gangguan Panik Chandra
    Dokumen22 halaman
    Refarat Gangguan Panik Chandra
    chandra
    Belum ada peringkat
  • Case Skizo
    Case Skizo
    Dokumen17 halaman
    Case Skizo
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Penyakit Tiroid Mata
    Penyuluhan Penyakit Tiroid Mata
    Dokumen15 halaman
    Penyuluhan Penyakit Tiroid Mata
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • GK AMBANG
    GK AMBANG
    Dokumen16 halaman
    GK AMBANG
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat
  • Mini Icd X
    Mini Icd X
    Dokumen14 halaman
    Mini Icd X
    StellaKusumawardhani
    Belum ada peringkat