Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Ileus obstruktivus merupakan suatu kelainan dimana terjadinya hambatan dan


atau gangguan pada pasase usus. Obstruksi usus dapat bersifat mekanis atau non mekanis.
Penyebab obstruksi mekanis pada lumen dibagi menjadi (1) lesi ekstrinsik pada usus,
misalnya adherent bands, hernia interna dan eksterna, (2) lesi intrinsik pada dinding usus,
misalnya, divertikulitis, karsinoma, enteritis regional, dan (3) obstruksi lumen, misalnya,
obstruksi batu empedu, intususepsi. Sedangkan penyebab obstruksi non mekanis berasal
dari gangguan neuromuskuler yang menyebabkan ileus adinamik atau dinamik. Meskipun
demikian, secara klinis yang paling bermanfaat adalah mempertimbangkan apakah
mekanisme obstruktif melibatkan usus halus atau usus besar, karena penyebab, gejala,
dan pengobatannya berbeda.
Usus halus terlibat 60-80% kasus obstruksi intestinal. Diagnosis obstruksi
intestinal tergantung 3 standar klasik yaitu anamnesis, pemeriksan fisik yang teliti dan
pemeriksaan penunjang dimana radiologi adalah yang paling penting.
Akurasi klinik yang tinggi dalam mendiagnosa obstruksi mekanis usus halus yaitu
ditemukannya nyeri kolik abdomen, distensi usus, vomitus, dan obstipasi yang terjadi
bersamaan dengan ditemukannya distensi usus halus di atas obstruksi, multiple air fluid
level, penurunan udara dan fekal material pada foto polos.
Pemerikaan radiologis yang diperlukan sebagai penunjang diagnosis adanya
obstruksi adalah foto polos abdomen 3 posisi dan colon in loop, dimana dari pemeriksaan
tersebut dapat membantu menetukan letak obstruksi dan penyebabnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Anatomi & fisiologi usus halus dan kolon.


Usus halus berukuran panjang kurang lebih 5 meter, membentang dari
fleksura duodenojejunal, sampai valvula ileocaecal. Organ ini terletak intra
peritoneal, menggantung pada mesenterium, dan dihubungkan oleh mesenterium ke
dinding belakang abdomen, yang memungkinkan usus halus dapat bergerak bebas.
Selain itu, suplai darah dari dan ke usus halus juga melalui mesenterium.
Duaperlima proksimal disebut jejenum, dan tigaperlima distalnya disebut ileum.
Normalnya, usus halus berada dalam kondisi kolaps atau setengah kolaps.
Jejenum dapat mengembang, maksimal 4 cm, dan ileum maksimal 3 cm. Terdapat
valvula coniventes setebal 2 mm, yang berbentuk sirkuler mengelilingi dinding usus
halus.
Kolon berturut-turut dari proksimal ke distal, terdiri dari sekum, kolon
asenden, kolon tranversa, kolon desenden, dan kolon sigmoid.. Panjang kolon
kurang lebih satu setengah meter, dengan diameter tranversa normalnya 4 sampai 6
cm, dan dapat berdilatasi maksimal sampai 9 cm. Sekum, kolon asenden dan kolon
desenden terletak retroperitoneal, terfiksasi di dinding belakang abdomen.
Sedangkan kolon tranversa dan sigmoid terletak intra peritoneum, menggantung
pada mesenterium, seperti usus halus. Batas antara kolon dan ileum adalah valvula
ileocaecal, dan batas kolon dengan rektum adalah rektosigmoid junction, setinggi
vertebrae sakral III.
Kolon memiliki otot-otot sirkular, dan otot-otot longitudinal. Pada kolon
terdapat taenia koli, yang merupakan otot longitudinal, yang membentuk haustra
koli.
Baik pada jejenum maupun ileum, sudah tidak terjadi proses pencernaan,
baik mekanik ataupun kimiawi. Makanan yang sudah dalam bentuk cheme hanya
lewat saja melalui jejunum. Ileum merupakan tempat penyerapan zat-zat yang telah
dicerna secara mekanik dan kimiawi mulai dari mulut sampai duodenum. Kolon
berfungsi memadatkan cheme yang berasal dari usus halus menjadi massa faeces

yang semi solid dengan menyerap air. Kolon dapat menyerap 7 liter air perhari.
Seseorang dengan kolostomi akan mengeksresikan 600 ml air perhari.
B.

Etiologi, klasifikasi dan patofisiologi ileus obstruktif.


1. Etiologi dan klasifikasi
Obstruksi usus dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi
obstruksi mekanis dan nonmekanis (akibat gangguan neuromuskular yang
mengakibatkan ileus dinamis atau adinamis). Obstruksi mekanis seterusnya
dibagi menjadi lesi ekstrinsik atau diluar dari usus (contoh: adhesi, hernia
eksterna dan interna), lesi intrinsik usus (contoh: divertikulitis, karsinoma dan
enteritis regional) dan obturasi lumen usus. (contoh: obstruksi batu empedu dan
intususepsi).1 Seterusnya harus diperhatikan apakah obstruksi tersebut suatu
obstruksi komplit atau inkomplit dan apakah kelainan dan perubahan-perubahan
kebiasaan dan gejala serta tanda-tanda yang diderita pasien sudah berlangsung
lama atau relatif masih baru. Namun suatu suatu obstruksi inkomplit tidak dapat
dikatakan suatu obstruksi subakut.2 Ada penulis yang mengklasifikasi obstruksi
sebagai obstruksi sederhana dan obstruksi closed loop (suatu obstruksi
dimana terjadi oklusi pada kedua ujung lumen usus oleh satu mekanisme
penyebab seperti pada hernia dan adhesi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh
darah yang terjepit sehingga terjadi iskemik yang akan berakhir denga nekrosis
atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh
toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi gejala
obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. 3 Adhesi dan
hernia eksterna merupakan penyebab paling sering dari obstruksi pada usus
halus sekitar 70 hingga 75% dari semua kasus obstruksi usus halus.1
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, adesi (perlekatan), dan
volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor
atau askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.3
Penyebab obstruksi kolon yang paling sering adalah karsinoma, terutama
pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Obstruksi dapat pula disebabkan

oleh divertikulitis, striktura rektum, stenosis anus, volvulus sigmoid, dan


penyakit Hirschsprung.2
2. Patofisiologi
Distensi usus disebabkan oleh akumulasi gas/udara dan cairan pada
segmen usus yang mengalami obstruksi dan yang berada proksimal dari segmen
tersebut. 70 hingga 80% dari udara yang terkumpul merupakan udara yang
ditelan dan karena mayoritas udara yang ditelan adalah nitrogen maka tidak
diserap oleh usus. Akumulasi cairan proksimal dari segmen yang mengalami
obstruksi bukan hanya dari cairan yang diminum, saliva ysng ditelan, cairan
lambung, dan sekresi pankreas serta sistem biliari tetapi juga akibat gangguan
dari transpor normal natrium dan air. Selama 12 hingga 24 jam pertama
obstruksi, terjadi penurunan bermakna dari fluks natrium dari lumen ke darah
(sistemik) dan ini menyebabkan retensi cairan/air dalam lumen usus. Setelah 24
jam terjadi intravasasi natrium dan cairan ke dalam lumen usus yang lebih
memperberat distensi dan kehilangan cairan (dehidrasi). Sebagai akibat dari
distensi, terjadi penekanan pembuluh darah dan ini dapat menyebabkan nekrosis
usus selain dari suatu strangulasi, namun hal ini jaran pada usus halus. 1 Jika
terjadi gangguan pasokan darah pada usus, (apapun penyebabnya) selanjutnya
akan terjadi invasi dari bakteri usus, dan seterusnya peritonitis dan segala
komplikasi yang menyertainya. Distensi sendiri dapat mengakibatkan elevasi
diafragma, restriksi pernafasan dan atelektasis. Pembuluh darah balik (vena
cava inferior) juga dapat terjadi pembendungan. Muntah, akumulasi cairan
dalam lumen usus, sekuestrasi cairan kedalam dinding usus yang sudah
mengalami edema akibat dari pembuluh darah balik yang terbendung semuanya
akan mengakibatkan kehilangan cairan (dehidrasi). Kehilangan cairan
(dehidrasi) dan elektrolit dapat menjadi parah dan jika tidak segera dipulihkan
kembali dapat mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi, hipovolemi,
insufisiensi ginjal, renjatan (syok) dan kematian.
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pada obstruksi usus halus, karena
pada obstruksi kolon, kecuali pada volvulus tidak pernah terjadi strangulasi.
Kolon merupakan alat penyimpanan feses, sehingga secara relatif fungsi kolon

sebagai alat penyerap sedikit sekali. Oleh karena itu kehilangan cairan dan
elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon1
Gejala klinis dan tanda ileus obstruktif tergantung pada kompetensi
valvula ileosekal. Bila katup ileosekal kompeten maka terjadi distensi kolon
berangsur-angsur sampai besar sekali, tidak ada refluks kedalam ileum, usus
halus mengalami distensi sedikit tetapi tidak menunjukkan gejala dan tanda
obstruksi. Sedangkan pada valvula ileosekal insufisien maka kolon berangsurangsur menjadi besar tetapi tidak sebesar pada katup ileosekal sufisien,
kemudian terjadi refluks dan distensi pada usus halus.
Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak mudah terjadi distensi
berlebihan atau ruptur. Dinding usus besar tipis, sehingga mudah mengalami
distensi, dinding sekum merupakan bagian kolon yang paling tipis, karena itu
dapat terjadi ruptur bila terlalu teregang. 3
C.

Diagnosis ileus obstruktif


Untuk menegakkan diagnosis ileus obstruktif dilakukan prosedur diagnostik
meliputi:
1. Anamnesis
Gejala permulaan ileus obstruktif adalah perubahan kebiasaan buang air
besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada
abdomen tengah. Namun nyeri terjadi secara paroksismal dan pasien nyaman
atau relatif tanpa keluhan pada interval diantara rasa nyeri. Selama perjalanan
penyakit nyeri dapat berkurang. Pasien dapat juga mengeluh tentang nyeri hebat
lokal/setempat/terfokus yang terjadi terus-terusan tanpa komponen kolik.
Pasien mengeluh muntah setiap kali selesai makan dan kadang muntah sewaktu
walaupun tanpa makan atau minum sesuatu. Muntah mengandung empedu dan
mukus dan kadang dapat sangat pekat dengan bau yang tidak enak (faekulen).
Fakta ini dapat memberi petunjuk letak dari obstruksi. Sering pasien mengeluh
cegukan (singultus). Akhirnya penderita mengeluh konstipasi absolut dengan
keinginan defekasi dan flatus. Kadang dapat disertai diare dan darah dalam
feses.

2. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut (distensi abdominal).Dapat
terlihat gambaran gelombang usus. Pada awal gangguan kadang distensi tidak
telalu jelas. Pada palpasi, nyeri tekan kadang tidak terlalu menonjol dan pasien
jarang menderita febris (suhu tubuh biasanya dibawah 37.8C. Pada kasus-kasus
tertentu dapat teraba massa pada regio tertentu abdomen dan ini mungkin dapat
membantu menentukan lokasi dari obstruksi. Pada perkusi akan terdapat suara
tympani yang meninggi pada hampir seluruh regio abdomen. Pekak sisi normal
dan tidak terdapat pekak alih. Auskultasi biasanya akan menemukan bising usus
frekuensi tinggi (borborigmi) yang meningkat terutama apabila pasien nyeri
(kolik). Namun kadang bising usus dapat menurun tetapi hal ini tidak
meniadakan diagnosis obstruksi ileus dan di sisi lain tidak dapat untuk
menegakkan diagnosis ileus paralitik.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorim tidak

dapat menentukan diagnosis. Terdapat

leukositosis dengan pergeseran ke kiri serta peningkatan serum amilase namun


hal ini tidak selalu ditemukan Perlu dilakukan foto polos abdomen sedapat
mungkin pada posisi tegak dengan sinar mendatar (dibahas pada bab tersendiri).
D.

Diagnosis radiologis ileus obstruktif 4


Pada kasus ileus obstruktif sebaiknya dilakukan foto polos abdomen dalam
3 posisi, yaitu tidur terlentang dengan arah sinar vertikal dan proyeksi sinar
anteroposterior, erect atau semi erect dengan arah sinar horizontal dan proyeksi
sinar anteroposterior, dan left lateral dekubitus (LLD) dengan arah sinar
horisontal dan proyeksi anteroposterior.
Pada pemeriksaan radiografi abdomen yang harus dinilai adalah:
1. Posisi supine meliputi:
Preperitoneal fat line kanan kiri
Garis psoas kanan kiri
Batu radioopaq, kalsifikasi, benda asing radioopaq

Kontur ginjal kanan kiri


Gambaran udara usus
Kesuraman yang dapat disebabkan oleh cairan diluar usus atau masa tumor
2. Posisi erect atau semi erect:
Gambaran udara cairan dalam usus / diluar usus
Gambaran udara bebas dibawah diafragma
Gambaran cairan di rongga pelvis / abdomen bawah
Posisi LLD didapat gambaran normal berupa gambaran udara bebas antara
hati dan dinding abdomen atau pelvis dengan dinding abdomen. Pemeriksaan
radiologi BNO dilanjutkan dengan pemeriksaan kontras, yaitu pemeriksaan colon
in loop dengan prosedur sebagai berikut:
1. Syarat utama
Syarat utama pada radiografik kontras ganda adalah bahwa kolon harus
bersih sama sekali dari kotoran. Untuk memperoleh hal itu haruslah selalu
diingat prinsip dasar persiapan penderita yaitu mengubah pola makan penderita
dengan makanan konsistensi lunak, rendah lemak, rendah serat, minum
sebanyak-banyaknya, pemberian pencahar.
2. Cara pemeriksaan
Media kontras yang sering digunakan adalah larutan barium sejumlah 600
800 ml.
Teknik pemeriksaan :
-

tahap pengisian: disini terjadi pengisian larutan barium


kedalam lumen kolon, biasanya dikatakan cukup bila sudah mencapai
flexura lienalis atau pertengahan kolon transversum.

tahap pelapisan: dengan menunggu 1 2 menit agar larutan


barium melapisi mukosa kolon

tahap pengosongan: setelah diyakini mukosa kolon terlapisi


sempurna, maka sisa larutan barium dalam lumen kolon perlu dibuang
sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali dengan cara memiringkan
penderita kekiri dan menegakkan meja pemeriksaan.

tahap pengembangan: disini dilakukan pemompaan udara


kedalam lumen kolon, usahakan jangan sampai overdistension.

tahap pemotretan: setelah seluruh kolon mengembang


sempurna, maka dilakukan pemotretan atau eksposur radiografik. Posisi
penderita pada saat pemotretan dan jumlah film yang dipakai tergantung
pada bentuk kolonnya dan/atau kelainan yang ditemukan. Umumnya
pemotretan dilakukan dengan metode lapangan terbatas (spot-view)
terhadap bagian-bagian tertentu kolon, dan lapangan menyeluruh
(overall-view) dari kolon.

Dianjurkan lama pemeriksaan tidak melebihi 5 menit, makin lama


pemeriksaan kemungkinan terjadinya kerak-kerak barium disepanjang kolon
makin besar.
Alat-alat yang dipakai adalah irigator plastik dengan balon dan pompa udara
terpasang yang sifatnya fleksibel, sehingga penderita tidak perlu
meninggalkan meja pemeriksaan pada tahap pengosongan.
Semua tahapan tersebut dilakukan dibawah kontrol fluoroskopi, diman
dapat mengetahui posisi akhir larutan kontras pada tahap pengisisan dan
menilai cukup tidaknya pengembangan kolon. Kelainan patologis dicari
dengan radiografi. Pemakaian spasmolitik dipertimbangkan bila penderita
sangat mules sehingga dikhawatirkan terjadi tumpah kembali (bocor) larutan
kontras per anum.
3. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi, yaitu:
Perforasi
Hal ini disebabkan karena pengisian larutan kontras secara mendadak dan
dengan tekanan yang tinggi, atau akibat pengembangan yang berlebihan.
Hati-hati pada penderita dengan riwayat tifus abdominalis, kolitis ulseratif,
divertikulosis, atau penyempitan lumen oleh karsinoma.
Refleks vagal
Hal ini disebabkan oleh pengembangan yang berlebihan, biasanya ditandai
pusing, keringat dingin, pandangan kabur, dan bradikardi.

E.

Pengelolaan dan prognosis ileus obstruktif


Pengelolaan ileus obstruktif yang penting adalah dekompresi usus. Langkah
selanjutnya adalah pengangkatan penyebab obstruksi yang terjadi. Jika obstruksi
disebabkan oleh suatu tumor atau keganasan, maka penanganan terhadap keganasan
itu merupakan kunci penanganan ileus obstruktifnya. Prognosis ileus obstruktif, jika
tidak ditangani secara medik, angka mortalitas yang terjadi adalah 60 %. Pada ileus
obstruktif yang disebabkan oleh tumor atau keganasan, prognosis tergantung
stadium dari tumor.

BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny.S

Umur

: 64 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Erowati Baru, RT 4 RW 8, Bulu Lor Semarang Utara.

Agama

: Islam

No. CM

: A 2733193

Tangal Masuk

: 11 Februari 2004

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan anak penderita pada tanggal 8 Maret 2004 dan catatan medik
penderita.
a. Keluhan Utama : Perut membesar
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
+ 3 bulan yang lalu penderita mengeluh seperti ada massa di dalam perut,
semakin lama semakin membesar. Pasien merasa nyeri hilang timbul, nyeri
seperti diremas-remas, nyeri berkurang dengan pemberian obat anti nyeri,
tidak dipengaruhi oleh posisi dan aktivitas. Tidak panas, muntah seperti yang
dimakan. Tidak sesak, BAB dan BAK dalam batas normal
+ 1 bulan yang lalu penderita berobat ke Rumah Sakit Tugu dan dirawat
inap selama 14 hari. Disana dilakukan endoskopi, USG perut, dinyatakan
tak ada kelainan, tapi keluhan tidak berkurang.
Kemudian penderita berobat ke pengobatan tradisional. Tidak juga ada
perbaikan, maka penderita di bawa ke RSDK dan penderita dirawat di bangsal

penyakit dalam. Kemudian pasien dipindah ke bangsal bedah dan diprogram


untuk dilakukan operasi.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita baru pertama kali sakit seperti ini. Riwayat penyakit tekanan darah
tinggi, kencing manis, dan penyakit jantung disangkal. Riwayat minum jamujamuan disangkal.

d. RiwayatPenyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini. Riwayat penyakit tekanan darah tinggi,
kencing manis, dan penyakit jantung dalam keluarga disangkal.
e. Riwayat.Sosial Ekonomi
Penderita adalah seorang janda, tinggal bersama dua orang anak yang sudah
mandiri semua. Penderita tidak bekerja. Biaya pengobatan ditanggung JPS.
Kesan sosial ekonomi : kurang.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 11 Februari 2004 pukul 07:00 WIB (bedasarkan catatan medik)
Keadaan umum : Kesadaran compos mentis
Tanda vital

: Tensi: 110/70 mmHg; Nadi : 100 x/mnt; RR: 20 x/mnt;


Suhu: 37C; BB: 40 kg; TB:150 cm.

Kepala

: turgor dahi cukup

Mata

: Konjungtiva palpebra pucat (+)/(+)

Mulut

: Bibir sianosis (-)

Leher

: Trakhea ditengah, pembesaran nnll (-)

Dada
Inspeksi

: Simetris statis dinamis

Palpasi

: Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskuitasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan : hantaran (-)/(-),


ronkhi, (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Jantung:

Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus kordis teraba di spatium intercosta V, linea

midclavicula Sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat


Perkusi

: Konfigurasi jantung dalam batas normal.

Auskultasi : Suara jantung I-1I murni bising(-), gallop(-)


Abdomen
Inspeksi

: Cembung, gambaran gerak usus (-), venektasi (+)

Auskultasi : bising usus (+) meningkat, metallic sound (+)


Perkusi

: Timpani(+), pekak sisi (+) meninggi, pekak alih (+),liver


span 10 cm, area Troube timpani

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar tak teraba, lien tak teraba.

Genitalia

: Perempuan, dalam batas normal.

Ekstremitas

:
Superior

Inferior

Akral dingin

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Edema

-/-

-/-

Capillary refill

<2

< 2

D. PEMERIKSAAN PENUJANG
11 Februari 2004
a. Pemeriksaan darah
Hb

: 11,8 g / dl

Ht

: 37,3 %

Eritrosit

: 4,61 juta/mm3

Leukosit

: 6.900 /mm3

Trombosit : 446.000 /mm3


MCV

: 80,8 fl

MCH

:25,6 pg

MCHC

:31,7 g/dl

Na

: 124 mmol/I

: 4,3 mmol/l

Cl

: 98 mmol/l

12 Februari 2004
a. Pemeriksaan darah
Hitung jenis
Eosinofil :1 %
Basofil

:0

Batang

:2%

Segmen

: 53 %

Limfosit

: 42 %

Monosit

: 2%

Gambaran darah tepi


Eritrosit

: anisositosis hipokromasi ringan

Trombosit : Normal
Leukosit : Normal
LED
1 jam

: 5 mm

2 jam

: 12 mm

Waktu protombin plasma > 120 det (kontrol 11,9 det)


Partial tromboplastik time : 70,6 det (kontrol 32.8 det)
Kimia darah
Protein total : 5.6 g/dl

Albumin : 3,1 gr/dl


Gamma Globulin T : 33 u/l
Bilirubin total : 0,83 mg/dl
Bilirubin direct : 0,29 mg/dl
Bilirubin indirect : 0,60 mg/dl
SGOT: 17 u/l
SGPT: 21u/l
Alkali fosfatase : 206 u/l

b. Pemeriksaan urin
Warna : kuning, jernih

Sedimen: -

pH

Epitel : > 100 /LPK

: 6,00

Protein : 25 mg/dL

Lekosit : 2/3 /LPB

Reduksi : -

Eritrosit : 2/4 /LPB

Bakteri : ++

16 Februari 2004
a. Pemeriksaan darah
Glukosa

: 95 mg/dl

Ureum

: 15 mg/dl

Creatinin

: 0,33 mg/dl

Hb

: 11,4 g / dl

Ht

: 32,7 %

Eritrosit

: 4,01 juta/mm3

Leukosit

: 9500 /mm3

Trombosit : 417000 /mm3


MCV

: 81,5 fl

MCH

: 28,4 pg

MCHC

: 38,4 g/dl

Na

: 127 mmol/I

: 3,0 mmol/l

Cl

: 103 mmol/l

Ca

: 2,04 mmol/l

Foto thorax AP/ lat (inspirasi kurang) tanggal 18 Februari 2004


Cor : CTR tidak bisa dinilai
Pulmo : Corakan vaskuler normal, tampak gambar linear opak pada bagian
lateral.
Diafragma dan kedua sinus baik
Tak tampak gambaran dekstruksi tulang
Kesan : suspek bronkopneumoni dekstra

Foto Colon in loop tanggal 14 Februari 2004


BNO : -

Tampak distensi usus yang masif pada usus halus, gambaran coil

spring,
herring bone.
-

Tampak kontras masuk mengisi rektum, kolon sigmoid, kolon


desenden, kolon transversa, dan kolon asenden.

Tampak kontras menyempit pada sepertiga proksimal kolon asenden,


kemudian mengisi lagi pada daerah distalnya.

Pada kolon asenden sepertiga proksimal tampak obstruksi, gambaran


napkin ring, dan dinding tampak ireguler (tipe anuler).

Kesan : -

Gambaran ileus obstruksi


Gambaran massa intra luminer pada kolon asenden sepertiga
proksimal

USG tanggal 18 Februari 2004

Hepar : Ukuran normal, permukaan rata, tepi tajam, struktur parenkim homogen,
vena hepatika tidak melebar,nodul (-)
Vesika felea : ukuran normal, dinding tak menebal, batu (-), sludge (-)
Duktus biliaris : tak melebar
Pankreas : ukuran normal, kalsifikasi (-)
Lien : ukuran nomal, struktur parenkim homogen, nodul (-), vena lienalis tidak
melebar
Ginjal ka/ki : ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, struktur parenkim
normal, sistem pelvikaliseal tidak melebar, batu (-)
Vesika urinaria : dinding tidak menebal, batu (-), massa (-)
Uterus : normal, tampak gambaran anechoic di cavum douglas
Dilatasi dari usus-usus
Kesan : - tak tampak gambaran metastase
- asites minimal
- dilatasi usus-usus
E. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Ileus obstruksi letak rendah
2. Massa intra luminer pada kolon asenden sepertiga proksimal

BAB IV
PEMBAHASAN
Secara klinis, ileus obtruktif yang terjadi pada penderita ini masih dapat
terkompensasi oleh tubuh, sehingga sulit dinilai. Dari anamnesis didapatkan bahwa
BAK pada penderita masih dalam batas normal. Kemudian dari pemeriksaan fisik
didapatkan, walaupun dinding abdomen sudah mencembung, namun masih
didapatkan bising usus. Artinya sistem traktus digestifus belum mengalami
penurunan fungsi yang berat.
Diagnosis adanya massa di regio abdomen pada pasien ini sebenarnya sudah
tampak pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis diketahui adanya
keluhan perut yang semakin membesar dalam dua bulan terakhir. Kemudian
ditambah pemeriksaan fisik abdomen, inspeksi didapatkan perut cembung, gambaran
gerak usus (-), venektasi (+). Auskultasi didapatkan bising usus (+)
meningkat,metalic sound (+). Perkusi d i d a p a t k a n suara timpani (+), PA (+), PS
(+) meningkat . Palpasi didapatkan supel, liver span 10 cm, lingkar perut 91 cm,
nyeri tekan (-), hepar tak teraba, lien tak teraba. Hal-hal tersebut memberikan
gambaran adanya overdistensi usus yang disebabkan oleh proses obstruksi dengan
kecurigaan adanya massa intra abdomen.
Pemeriksaan radiologis ( BNO dan Colon in Loop ) diperlukan untuk
menunjang diagnosis klinis. Secara radiologis, ileus didiagnosis dari temuan foto
polos abdomen, yang menunjukkan adanya distensi usus masif pada usus halus,
gambaran koil spring, dan herring bone.
Massa didiagnosis dari temuan foto kolon in loop, yang menunjukkan pada kolon
asenden sepertiga proximal tampak gambaran napkin ring, dan dinding kolon tampak
irreguler. Hal tersebut menunjukkan adanya massa intra luminer tipe anuler pada
kolon asenden sepertiga proximal.
Massa intra luminer di kolon asenden sepertiga proksimal tersebut dapat diduga
sebagai penyebab ileus obstruktif letak rendah yang terjadi.

BAB V
KESIMPULAN
Tulisan ini melaporkan seorang wanita umur 64 tahun dengan ileus obstruktif
letak rendah dan massa intra luminer pada kolon asenden sepertiga proksimal.
Diagnosis ileus obstruktif ditegakkan dengan adanya pemeriksaan klinis dan
untuk mengetahui letak serta etiologi dari obstruksi dilakukan pemeriksaan radiologi
dan didapatkan letak rendah dan massa intra luminer pada kolon asenden sepertiga
proksimal didapatkan dari hasil pemeriksaan radiologi yang menunjukkan distensi usus
yang masif pada usus halus, gambaran coil spring, dan herring bones. Pada kolon
asenden sepertiga distal tampak obstruksi, gambaran napkin ring, dan dinding tampak
ireguler.
Massa intra luminer di kolon asenden sepertiga distal tersebut dapat dicurigai
sebagai penyebab ileus obstruktif letak rendah yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai