Anda di halaman 1dari 8

BIOFISIKA 3

FISIKA INDERA
FISIKA OPTIK
Sistem lensa
Index bias
Refraksi mata
Tajam penglihatan (visus)
Akomodasi
Kelainan refraksi
FISIKA BUNYI
Bunyi dan faktor yang mempengaruhinya
Frequensi
Intensitas bunyi
Karakteristik bunyi
Efek dopler
FISIKA OPTIK
Sistem lensa

Mata memiliki seperangkat komponen optik yang mampu membiaskan sinar yang melaluinya.
Komponen optik tersebut adalah sistem lensa, terdiri atas kornea, anterior chamber, lensa, dan
posterior chamber. Pembiasan sistem lensa bersifat konvergen menuju ke retina. Konvergensi
pembiasan sistem lensa menjamin tajam pengihatan (visus) normal manusia.
Index bias
Konvergensi adalah proses pembiasan sinar yang memusat, dihasilkan dari sebuah sistem lensa
positif. Positif atau negatif merupakan ukuran indeksi bias (refraction index), yaitu rasio antara
kecepatan rambat cahaya melalui media hampa dibandingkan dengan kecepatan rambat cahaya
melalui media tertentu yang spesifik. Indeks bias dapat diilustraikan melalui persamaan berikut :
n = c/v

,dimana c adalah kecepatan rambat cahaya pada media hampa dan v adalah kecepatan
rambat cahaya pada media tertentu yang spesifik

Pembiasan terjadi ketika sinar melalui 2 atau lebih media dengan indeks bias yang berbeda.
Konvergensi terjadi bila sinar dari media yang memiliki kerapatan molekul lebih rendah melalui
media yang memiliki kerapatan molekul yang lebih tinggi, sehingga diperoleh sinar hasil
pembiasan yang cenderung dibelokan menuju garis median. Divergensi terjadi bila sinar dari
media yang memiliki kerapatan molekul lebih tinggi melalui media yang memiliki kerapatan molekul
yang lebih rendah, sehingga diperoleh sinar hasil pembiasan yang cenderung menjauhi garis
median. Data indeks bias setiap komponen sistem lensa dapat dilihat pada tabel berikut
System lensa

Kornea

1,37

Aqueous
humor
1,33

Korteks
lensa
1,38

Medulla
lensa
1,41

Vitreous
homor
1,33

Setiap perubahan indeks bias yang terjadi pada komponen system lensa mata menyebabkan
kelainan pembiasan (refraksi). Gangguan pembiasan menyebabkan sinar hasil refraksi tidak tepat
pada retina, sehingga menyebabkan tajam penglihatan (visus) mengalami penurunan. Gangguan
yang muncul dapat berupa penambahan dan pengurangan konvergensi system lensa. Contoh
kelainan yang menyebabkan perubahan system lensa mata antara lain : xerophthalmia pada
kornea, katarak pada korteks dan medulla lensa, dan galukoma pada anterior dan posterior
chamber.
Refraksi mata
Sistem lensa mata yang positif menyebabkan terkumpulnya sinar hasil pembiasan pada retina.
Posisi bintik kuning retina sendiri terletak pada garis median dari system lensa mata. Bila sinar
datang sejajar sumbu utama akan dibelokan melalui jari-jari lensa, sedangkan bila sinar datang
melalui pusat kelengkungan lensa akan diteruskan dan bila sinar datang dari arah selain itu akan
dibelokan sejajar sumbu utama.

Konvergensi tepat pada retina hanya diperoleh bila benda yang dilihat berada 6 meter atau lebih
jauhnya dari mata. Bila jarak benda kurang dari 6 meter, maka konvergensi berkurang dan
bayangan yang terbentuk tidak tepat pada retina. Jarak 6 meter adalah jari-jari kelengkungan lensa
mata, sehingga benda harus berada di ruang 3 agar bayangan yang terbentuk tepat pada retina.
Semakin jauh jarak benda, semakin jelas bayangan yang terbentuk.

Tajam penglihatan (visus)


Jarak 6 meter menjadi standar pengukuran tajam penglihatan. Tes tajam penglihatan (visus)
dilakukan pada jarak 6 meter dari Snellen chart. Hasil pemeriksaan visus normal adalah 6/6,
artinya benda yang seharusnya dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter, ternyata dapat
dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter. Bila hasil pemeriksaan menyatakan visus < 6/6, misal 4/6
atau 5/6, maka benda yang seharusnya dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter, ternyata
dapat dilihat dengan jelas pada jarak 4 dan 5 meter.

Akomodasi
Benda yang terletak pada jarak kurang dari 6 meter, maka perlu ada penambahan konvergensi
lensa. Akomodasi mata merupakan upaya penambahan konvergensi lensa agar mata tetap dapat
melihat benda yang jaraknya kurang dari 6 meter. Kemampuan akomodasi semakin berkurang
dengan bertambahnya umur. Hal ini terlihat dari ukuran titik dekat pada setiap kelompok umur
yang semakin bertambah. Titik dekat adalah jarak terdekat benda dari mata yang masih dapat
diidentifikasi dengan jelas.
Umur
Titik dekat

10
7

20
10

30
14

40
22

50
40

60
200

Akomodasi terjadi karena kontraksi dari m ciliaris yang memiliki origo pada lensa dan insersi pada
orbita. Kontraksi m ciliaris menarik orbita mendekat ke media sehingga jarak superior dengan
posterior orbita berkurang. Secara tidak langsung hal ini menyebabkan tekanan pada lensa mata
ke arah medial, sehingga menyebabkan kelengkungan lensa (terutama posterior) bertambah
cembung.

Akomodasi menyebabkan seakan-akan jarak benda bertambah, atau menjauh karena bagian
posterior lensa bertambah cembung ke dalam. Selain jarak benda, jari-jari dan diameter lensa juga
bertambah saat akomodasi. Efek samping lain yang muncul saat akomodasi adalah peningkatan
tekanan chamber, terutama posterior. Hal inilah yang menyebabkan munculnya rasa nyeri tumpul
(kemeng), ditambah dengan terbentuknya asam laktat dari kontraksi m ciliaris menyebabkan
akomodasi mata tak dapat dilakukan terlalu lama.

Kelainan refraksi
Kelainan refraksi mata dihasilkan dari penurunan dan penambahan konvergensi sistem lensa
mata. Secara umum dikenal 2 jenis kelainan dasar refraksi mata, yaitu hipermetropi dan miopi.
Pada miopi, refraksi sinar terlalu konvergen, sehingga bayangan terbentuk di depan retina.
Penderita miopi memiliki visus < 6/6 dan kesulitan melihat benda yang terletak jauh. Secara
prinsip, penderita miopi terlalu sering menggunakan akomodasi mata. M ciliaris menjadi lebih rigid,
tonusnya meningkat dan fleksibilitasnya menurun, sehingga lambat laun panjang m Ciliaris
semakin memendek. Selain itu, bentuk orbita dengan jarak superior dan inferior yang pendek
menyebabkan kecenderungan terjadinya miopi. Solusi bagi penderita miopi adalah mengurangi
konvergensi dengan menambahkan lensa cekung (minus) di depa mata.

Pada hipermetropi, refraksi sinar kurang konvergen, sehingga bayangan terbentuk di belakang
retina. Penderita hipermetropi memiliki visus normal, namun kesulitan melihat benda yang terletak
dekat. Secara prinsip, m. ciliaris penderita hipermetropi mengalami kelemahan karena proses
degenerasi, tonusnya menurun dan fleksibilitasnya meningkat, sehingga lambat laun panjang m
Ciliaris semakin memajang. Selain itu, bentuk orbita dengan jarak anterior dan posterior yang
pendek menyebabkan kecenderungan terjadinya hipermetropi. Solusi bagi penderita hipermetropi
adalah menambah konvergensi dengan menambahkan lensa cembung (plus) di depa mata.

FISIKA BUNYI

Bunyi dan faktor yang mempengaruhinya


Bunyi merupakan gelombang longitudinal yang dihantarkan melalui media padat, cair dan gas.
Suara adalah bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia. Sifat gelombang bunyi memiliki
arah ramabatan searah dengan arah getaran. Cepat rambat bunyi melalui media tertentu

bergantung pada akar kuadrat modulus bulk dibagi massa jenis. Pada suhu kamar cepat rambat
bunyi melalui udara 344 m/det. Pemanasan sampai dengan menyebabkan pemuaian berpengaruh
terhadap cepat rambat bunyi. Pemuaian menyebabkan penurunan massa jenis benda, sehingga
pada saat temperatur naik, cepat rambat bunyi meningkat.
Frekuensi
Jumlah getaran (vibrasi) dalam satu gelombang disebut dengan frekuensi. Satuan frekuensi
adalah Hertz (Hz). Besar frekunsi dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu
< 20 Hz disebut dengan infrasonik
20 20.000 Hz disebut dengan sonik
> 20.000 Hz disebut dengan ultrasonik
Telingan manusia dapat mendengar bunyi pada frekuensi sonik. Bunyi pada frekuensi ultrasonik
banyak dipakai dalam praktek Kedokteran untuk menegakan diagnosis, melakukan terapi dan
rehabilitasi. Pemanfaatan gelombang ultrasonik untuk diagnosis adalah penggunaan alat
ultrasonografi (USG). Ultrasonik juga digunakan untuk terapi panas (diathermi) pada penderita
kaku sendi dan memecahkan batu saluran kemih menggunakan teknologi ESWL.
Penggunaan USG pada pemeriksaan kehamilan merupakan standar emas dalam penegakan
diagnosis kebidanan. Pada trimester awal, ibu hamil harus mengisi vesika urinarianya secara
penuh sebelum dilakukan pemeriksaan USG. Urine dalam vesika urinaria merupakan jendela
akustik bagi gelombang ultrasonik yang dipancarkan oleh alat USG. Setelah trimester 2 dan 3,
prosedur mengisi vesika urinaria sebelum pemeriksaan USG berangsur tidak diperlukan karena
produksi cairam amnion sudah cukup menggantikan fungsi urine dalam vesika urinaria sebagai
jendela akustik.

Intensitas bunyi
Intensitas adalah besarnya daya per satuan luas. Intensitas bunyi memiliki skala desibel, diperoleh
dari logaritma perbandingan antara intensitas bunyi pada media tertentu (I) dengan intensitas
bunyi standar (Io). Intensitas bunyi standar adalah intensitas bunyi yang dapat didengar baik oleh
telinga manusia, yaitu sebesar 10 -12 watt/ m2

I = P/ r2
dB = 10 log (I/Io)
Daftar intensitas bunyi yang masih dapat didengarkan oleh manusia adalah sebagai berikut

Karakteristik bunyi
Gelombang bunyi yang mengenai suatu permukaan, seperti tubuh manusia dapat mengalami 3
kemungkinan, yaitu : dipantulkan, diserap atau diteruskan. Hal ini bergantung pada jenis
permukaan (media) dan ketebalanya. Semakin padat molekul penyusun media tersebut berpotensi
memantulkan gelombang bunyi. Semakin tebal permukaan media tersebut berpotensi lebih besar
menyerap bunyi tersebut.
Ukuran ketebalan media yang dibutuhkan untuk menurunkan intensitas bunyi hingga separuhnya
disebut dengan nilai paruh ketebalan jaringan. Berikut ini adalah nilai paruh dari beberapa jaringan
tubuh manusia ketika dilewati gelombang bunyi
bahan
otot
Lemak
otak
tulang

frekuensi
1
0,8
1
0,6

0,13
0,05
0,11
0,4

Nilai paruh
2,7
6,9
1,2
6,95

Efek dopler
Hukum dopler banyak diaplikasikan dalam praktek kedokteran. Dopler menjelaskan sebuah
fenomena peningkatan kuatnya bunyi berhubungan dengan jarak sumber bunyi dengan

pendengar. Bila salah satu atau kedua unsure, baik sumber bunyi maupun pnedengar mendekat,
maka bunyi akan terdengar menguat. Konsep Fisika lama, memperhitungkan aspek kecepatan
gerakan dan jarak, namun mengabaikan penyebab utama dari menguat dan melemahnya bunyi.
Saat pendengar dengan sumber bunyi mendekat, maka terjadi pemampatan gelombang yang
berakibat pada peningkatan frekunesi. Sebaliknya bila pendengar dan sumber bunyi menjauh,
maka terjadi regangan gelombang yang berakibat pada penurunan frekuensi. Kesimpulan yang
diperoleh adalah efek dopler disebabkan oleh peningkatan dan penurunan frekuensi. Dengan kata
lain, kuat lemahnya bunyi dipengaruhi oleh perubahan frekuensi dari gelombang bunyi, bukan
disebabkan oleh pergerakan sumber bunyi atau pendengar.

PUSTAKA
1. Waigh T. 2007. Aplied Biophysics: A molecular Aproach for Physical Scientis. Wiley and
Sons Ltd
2. Jackson M B. 2006. Molecular and Cellular Biophysics. Cambridge University Press.
3. Guyton & Hall. Medical Physiology
4. Cameron JR et al. Fisika Tubuh Manusia
5. Gabriel JF. Fisika Kedokteran
6. Bresnick S. Intisari Fisika
7. Gonick & Huffman. Kartun Fisika

Anda mungkin juga menyukai