DISUSUN OLEH:
FAUZAN LUTHFI AM
1307101030154
1. Pendahuluan
Kejadian luar biasa dalam kehidupaan dapat dialami oleh seseorang
mulai sejak dalam kandungan sampai akhir hayatnya. Peristiwa dalam hidup
dapat disebabkan alam dan peristiwa atau permasalahan yang ditimbulkan
oleh manusia sendiri. Semakin berat peristiwa yang dialami oleh seseorang,
semakin besar peluang orang tersebut mengalami gangguan stres pasca
trauma yang dikenal sebagai Post Traumatic Stress Disorders (PTSD).
Stres pasca trauma umumnya terjadi setelah seseorang mengalami,
menyaksikan trauma berat yang mengancam fisik maupun psikis. Trauma ini bisa
saja pengalaman dirawat di rumah sakit maupun akibat bencana. Banyaknya
peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di negara kita, seperti tsunami, gempa bumi,
gunung meletus dan banjir yang menimbulkan banyak korban baik harta atau jiwa
umumnya menimbulkan suatu trauma psikologis yang berat baik bagi korban atau
keluarganya. Trauma yang dialami tersebut merupakan faktor stresor yang berat,
sehingga dapat menyebabkan suatu keadaan PTSD, apabila orang tersebut tidak
dapat mengatasinya. Penderita PTSD tersebut mempunyai gambaran berupa
perasaan cemas berlebihan dan ketakutan bila orang tersebut teringat atau melalui
tempat peristiwa tersebut terjadi, disertai dengan ketegangan motorik,
hiperaktivitas otonom dan kewaspadaan berlebih. Tetapi untuk mendiagnosa
PTSD yang terpenting adalah suatu trauma fisik atau psikologis sebagai faktor
stresornya. Penanganan penderita PTSD harus diperhatikan secara serius karena
pengobatan tidak hanya pada keluhan fisik saja, tetapi juga terhadap
psikologisnya, yaitu untuk membantu penderita melupakan peristiwa tersebut dan
dapat melanjutkan kehidupannya. sehingga diharapkan penderita PTSD dapat
sembuh baik fisik maupun kejiwaannya.
Beberapa pasien perawatan intensif mengalami PTSD setelah trauma
tinggal di rumah sakit, dan ini adalah pemikiran yang akan diperburuk oleh
kenangan waktu mereka di unit perawatan intensif. Saat ini telah ditemukan
bahwa jika staf dan keluarga dekat membuat buku harian untuk pasien, yang
menampilkan informasi tentang tinggal pasien, keluarga dan perawat dengan
disertai foto, kejadian PTSD dapat dikurangi secara signifikan.
2. Definisi
Menurut American Psychological Assosiation, Post Traumatic Stress
Disorder adalah gangguan kecemasan yang dapat terbentuk dari sebuah peristiwa
atau pengalaman yang menakutkan/mengerikan, sulit dan tidak menyenangkan
dimana terdapat penganiayaan fisik atau perasaan terancam.
Peristiwa traumatis (traumatic experience) adalah peristiwa yang
menyakitkan yang menimbulkan efek psikologis dan fisiologis yang berat.
Peristiwa traumatis mencakup tragedi personal, seperti berada dalam kecelakaan
yang serius, menjadi korban kekerasan, atau mengalami peristiwa bencana yang
mengancam hidup. Peristiwa traumatis dapat terjadi dalam skala yang besar dan
dengan segera dapat mempengaruhi seseorang: misalnya, kebakaran, gempa bumi,
kerusuhan dan perang..
3. Etiologi
3.1 Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko PTSD. Memiliki kejadian traumatis yang
dialami, prediktor PTSD mencakup ancaman yang dirasakan terhadap nyawa,
berjenis kelamin perempuan, pemisahan dari orang tua dimasa kecil, riwayat
gangguan dalam keluarga, berbagai pengalaman traumatis sebelumnya dan
gangguan yang dialami sebelumnya (suatu gagguan anxietas atau depresi).
Memiliki intelegensi tinggi tampaknya menjadi faktor protektif, mungkin
karena hal itu diasosiasikan dengan keterampilan coping yang lebih baik.
Prevalensi PTSD juga meningkat sejalan dengan parahnya kejadian traumatik:
sebagai contoh, semakin tinggi pengalaman dalam pertempuran, semakin besar
resikonya. Diantara mereka yang memiliki riwayat gangguan dalam keluarga,
bahkan sedikit pengalaman pertempuran menyebabkan tingkat kejadian PTSD
yang tinggi.
Simtom-simtom
disosiatif
pada
saat
trauma
juga
meningkatkan
1.
Faktor yang sudah ada, seperti kontribusi genetis, jenis kelamin seperti;
para pria lebih berpeluang mengalami trauma ( seperti pertarungan ) sedangkan
para wanita lebih berpeluang mengalami PTSD.
2.
dan
sangat
menyakitkan
sehingga
secara
sadar
mereka
yang
dangkal,
ditunjukkan dengan
6. Penatalaksanaan
Ada 2 macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD,
yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi.
1.
Farmakoterapi
pengobatan
pasien
yang
sudah
dikenal.
Para
klinisi
Psikoterapis
Meskipun pengobatan dapat mengurangi gejala yang ada, hal yang naif
jika kita berfikir bahwa obat-obatan tersebut cukup untuk mengurangi tekanan
psikologis dan masalah interpersonal yang dialami oleh para penderita PTSD.
Konsekwensinya, para klinisi merekomendasikan psikoterapi berkelanjutan, tidak
hanya untuk mengatasi masalah emosional, namun juga untuk memonitor
bagaimana reaksi individu terhadap pengobatan medis.
a. Teknik menutup, seperti: terapi suportif dan management stress,
membantu klien mengemas rasa sakit yang disebabkan oleh trauma.
Mereka juga dapat membantu klien mengurangi stres secara lebih efektif
dan selama proses tersebut, menghilangkan beberapa masalah sekunder
yang disebabkan oleh gejala-gejala tersebut. Pada anxiety management,
terapis akan mengajarkan beberapa keterampilan untuk mengatasi gejala
PTSD dengan lebih baik.
b. Teknik tidak menutup, yang termasuk pengungkapan trauma, meliputi
treatment perilaku dengan cara imaginal flooding dan disentisasi sistemik.
Menghadapkan penderita PTSD dengan tanda-tanda yang membangkitkan
8
karena
tidak
hati-hati.
Tujuan
kognitif
terapi
adalah
untuk membantu
bisa
memperingan
beban
pikiran
dan
kejiwaan
yang
dan hal ini juga dilakukan sambil memandang jari-jari terapis yang
bergerak.
j. Pendekatan psikoanalisis. Pendekatan psikodinamika dari Horowitz
memiliki banyak persamaan dengan penanganan yang disebutkan diatas
karena dia mendorong pasien untuk membahas trauma dan memaparkan
diri mereka pada kejadian yang memicu PTSD. Namun Horowitz
menekankan cara trauma berinteraksi dengan kepribadian pratrauma
pasien, dan penanganan yang ditawarkanya juga memiliki banyak
persamaan dengan berbagai pendekatan psikoanlitik lain, termasuk
pembahasan mengenai pertahanan dan analisis reaksi transferensi oleh
pasien. Terapi kompleks ini memerlukan verifikasi empiris. Beberapa studi
terkendali yang dilakukan sejauh ini hanya memberikan sedikit dukungan
empiris terhadap efektifitasnya.
Dalam suatu analisis hasil 26 peneliti mengenai treatment terhadap
penderita PTSD, para peneliti membandingkan efektivitas bentuk-bentuk utama
psikoterapi terhadap lebih dari 1.500 pasien. Mereka menyimpulkan bahwa sekitar
65% dari pasien yang dirawat melalui psikoterapi PTSD dapat sembuh atau
mengalami perbaikan meskipun hampi setengah diantaranya terus mengalami sisa
gejala sebagai akibat dari pengunaan obat yang menetap selama bertahun-tahun
setelah treatment. Jelas telihat bahwa meskipun treatment dapat menjadi efektif,
tindak lanjut berkesinambungan diperlukan untuk membantu para klien menjaga
hasil yang dicapai selama masa teratment untuk jangka waktu yang lama.
11
KESIMPULAN
Post Traumatic Stress Disoreder (PTSD) merupakan ganguan kecemasan,
ketidak rentanan emosional yang berlangsung berkelanjutan terhadap suatu
kejadian traumatis. Peristiwa traumatis ( traumatic experience )adalah peristiwa
yang menyakitkan yang menimbulkan efek psikologis dan fisiologis yang
berat.peristiwa traumatis mencakup tragedi personal, seperti berada dalam
kecelakaan yang serius, menjadi korban kekerasan, atau mengalami peristiwa
bencana yang mengancam hidup.peristiwa traumatis dapat terjadi dalam skala
yang besar dan dengan segera dapat mempengaruhi seseorang: misalnya,
kebakaran, gempa bumi, kerusuhan dan perang.
Faktor
penyebab
PTSD
yaitu:
faktor-faktor
resiko,
faktor
12
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, 4th ed". Washington, DC
Davidson, C Gerald dkk. 2004. Psikologi Abnormal Edisi ke-9. Jakarta. Penerbit:
Rajawali Pers.
Maslim R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya Jakarta.
Naomi Breslau and James C. Anthony. 2007. Journal of Abnormal Psychology,
Vol. 116, No. 3, 607611
Nevid J.S, dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I. Edisi 5. Penerbit Erlangga :
Jakarta
Tomb, D. A. 2004. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta
Yusak, Ranimpi Yulius. 2002. Konflik Sosial dan Post-Traumatic Post Disorder
(Gangguan Stres Pasca Trauma). Universitas Kristen Satya Wacana.
Volume 18, Nomor 2, Januari 2003.
.
.
13