Anda di halaman 1dari 6

Center for Disease Control and Prevention

Snook table
menggunakan metodologi psikofisik dan memberikan informasi penting tentang
kemampuan dan keterbatasan pekerja dan desain manual handling untuk
mengurangi kecacatan pada low back (pinggang)
Beban kerja merupakan konsekuensi dari kegiatan yang diberikan kepada pekerja.
Aktivitas pekerja pada dasarnya dapat dibedakan antara aktivitas fisik dan aktivitas
mental. Dalam prakteknya beban kerja yang dijumpai merupakan kombinasi antara
beban kerja fisik dan beban keja mental. Menurut Henry R.Jex (1988), beban kerja
mental merupakan selisih antara tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan
kapasitas maksimum beban mental seseorang dalam kondisi termotivasi.
Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengukuran
secara objektif dapat dilakukan dengan beberapa anggota tubuh antara lain kedipan
mata, flicker test dan pengukuran asam saliva. Sedangkan untuk pengukuran
subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan metode NASA-TLX, Subjective
Workload Assessment Technique (SWAT), Harper Qoorper Rating (HQR), dan Task
Difficulty Scale. Pengukuran beban kerja mental secara subjektif merupakan teknik
pengukuran yang paling banyak digunakan karena mempunyai tingkat validitas yang
tinggi dan bersifat langsung dibandingkan dengan pengukuran lain.

Beban

kerja

oleh

karena

faktor

eksternal

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh
pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri,
organisasi dan lingkungan kerja, ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor.

Tugas-tugas yang dilakukan baik yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja,
sikap kerja, beban yang diangkat-angkut, peralatan, sarana informasi dll.
Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental, seperti tingkat kesulitan
pekerjaan, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dll.

Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja, seperti lamanya


waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, model struktur
organisasi, sistem pelimpahan tugas dan wewenang, dll.

Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja


adalah;
lingkungan kerja fisik, seperti intensitas penerangan, kebisingan, temperatur
ruangan,
getaran,
dll.
lingkungan kerja kimiawi, seperti debu, gas-gas pencemar udara, uap logam,
dll.
lingkungan kerja biologis, seperti bakteri, virus, jamur, parasit dll.
lingkungan kerja psikologis, seperti pemilihan dan penempatan tenaga kerja,
hubungan antara pekerja dengan pekerja, atasan dan bawahan, dll.

Beban

kerja

oleh

karena

faktor

internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri
sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut
dikenal sebagai strain. Berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif
maupun subjektif. Penilaian secara objektif, yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis.
Sedangkan penilaian subjektif dapat dilakukan secara subjektif berkaitan erat
dengan harapan, keinginan, kepuasan dll. Secara lebih ringkas faktor internal
meliputi; faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status
gizi), faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan dll.).
Noise / Kebisingan
Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan (KepMenLH No.48 Tahun 1996) atau semua suara yang
tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat
kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran
(KepMenNaker
No.51
Tahun
1999).
Kebisingan merupakan faktor penting dalam perancangan pabrik karena kebisingan
tidak sekedar menimbulkan rasa tidak nyaman namun juga dapat menimbulkan efek
serius bagi kesehatan manusia. Kebisingan dapat mengurangi kemampuan
pendengaran manusia secara gradual pada level tertentu dapat menimbulkan
hilangnya kemampuan pendengaran secara permanen. Selain gangguan
pendengaran, kebisingan dapat menimbulkan stres pada sistem kerja jantung dan
peredaran darah serta pada sistem sirkulasi udara dan pernapasan.
Pengendalian kebisingan ialah suatu hal yang wajib diterapkan dalam suatu pabrik

yang menghasilkan kebisingan pada level tertentu. Namun, pengendalian kebisingan


tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perancangan pabrik,
yaitu faktor kelayakan ekonomi, kemudahan operasi alat, kemudahan maintenance,
dan
faktor
safety.
Permasalahan yang berkaitan dengan kebisingan dapat dikendalikan dengan
melakukan pendekatan sistematik dimana sistem perpindahan semua suara dipecah
menjadi tiga elemen yaitu sumber suara, jalur transmisi suara, dan penerima akhir.
Metode yang umumnya digunakan untuk mengendalikan kebisingan dengan dengan
mengendalikan sumber suara antara lain ialah menggunakan peralatan kebisingan
rendah, menghilangkan sumber kebisingan, melengkapi alat dengan insulasi,
silencer, dan vibration damper. Jalur transmisi suara juga dapat dimodifikasi agar
kebisingan berkurang. Hal itu dapat dilakukan dengan cara pengadaan penghalang
dan absorpsi oleh peredam. Kebisingan juga dapat dikendalikan dengan
memodifikasi elemen penerima akhir. Hal itu dapat dilakukan dengan improvisasi
sistem operasi, improvisasi pola kerja, dan pengunaan pelindung pendengaran
Illumination atau pencahayaan merupakan bagian dari ergonomi yang sangat
penting. Cahaya sendiri merupakan radiasi elektromagnetik pada panjang
gelombang tertentu dimana manusia dapat melihatnya dan diterima oleh mata
sebagai warna. Jadi yang terpengaruh oleh pencahayaan yang baik atau buruk
adalah mata sebagai indera penglihatan manusia yang terdiri dari bagian-bagian
optik
yang
bekerja
berdasar
cahaya.
Sumber cahaya sendiri ada dua jenis yakni cahaya alami dan cahaya buatan.
Cahaya matahari merupakan sumber utama cahaya alami. Sedangkan cahaya
buatan dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah incandescent light (cahaya
pijar), contohnya adalah lampu tradisional. Jenis kedua adalah fluorescent tube,
contohnya adalah lampu listrik. Terdapat perbedaan antara tiga sumber cahaya yakni
cahaya matahari, incandescent light, dan fluorescent tube. Dalam hal jumlah radiasi
yang dihasilkan, cahaya matahari menghasilkan radiasi sama dengan spektrum
gelombang yang terlihat, incandescent light menghasilkan lebih banyak radiasi,
fluorescent tube menghasilkan radiasi tidak sama rata dengan spektrum. Selain itu
karena komposisi spektrum yang berbeda-beda dari masing-masing sumber cahaya
maka warna yang ditimbulkan dari masing-masing sumber cahaya bisa berbeda.
Waktu pencahayaan juga memiliki pengaruh. Saat sumber menghasilkan cahaya
dengan laju rendah, 10 20 kali per detik, maka akan menghasilkan cahaya
berkelap-kelip. Jika laju dinaikkan maka kelap-kelip cahaya semakin berkurang dan
kemunculan
cahaya
semakin
stabil.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pencahayaan di lingkungan kerja adalah
tingkat/jumlah cahaya (biasa dalam lux), arah cahaya, dan glare (tingkat kesilauan)
terdiri dari disabiliy glare (glare yang mengurangi penglihatan) dan discomfort glare
(glare yang menyakitkan mata sekaligus mengurangi penglihatan).
Thermal environment juga merupakan bagian dalam ergonomi. Suhu dan ruangan
yang cocok dan nyaman sangat penting agar kita merasa nyaman terutama saat
bekerja atau beraktivitas. Suhu atau temperatur yang cocok dan nyaman adalah
berkisar antara 20-22C pada saat musim dingin dan 20-24C pada saat musim
panas. Di Indonesia sendiri yang hanya memiliki dua musim, suhu yang cocok atau
nyaman bisa dikatakan hampir sama dengan suhu yang telah disebutkan. Jika
suhunya lebih tinggi dari suhu tersebut maka kita bisa menjadi cepat lelah dan
mengantuk, sedangkan suhu yang lebih rendah bisa menyebabkan kegelisahan dan
berkurangnya
perhatian.

Tingkat respek dan toleransi manusia terhadap thermal environment tergantung


pada beberapa faktor yakni kondisi fisik, umur, jenis kelamin, lemak dalam tubuh,
dan
konsumsi
alkohol.
Ketidaknyamanan menyangkut thermal environment dapat menimbulkan stress.
Terdapat dua macam stress. Pertama heat stress (akibat suhu yang tinggi) dan cold
stress (akibat suhu yang rendah). Heat stress dapat menimbulkan efek fisik
diantaranya efek terhadap sistem kardiovaskular, keluarnya keringat, penyakit akibat
panas (heat illnes) diantaranya heat rash (timbul bintik), heat cramps (kejang), heat
exhaustion (kelelahan) dan heat stroke. Sedangkan cold stress dapat menimbulkan
efek fisik diantaranya vasoconstriction, menggigil, luka akibat cold stress seperti
frostbite (radang dingin) dan dive reflex (pelemahan denyut jantung akibat dingin dan
pernapasan
terhenti).
Karena suhu atau temperatur sangat berpengaruh terutama terhadap performa saat
bekerja atau beraktivitas maka suhu atau temperatur tempat atau ruang harus
diperhatikan, dijaga, dan dibuat supaya nyaman tergantung faktor-faktor dan kondisi
tempat atau ruangan tersebut.

Environmental factors
Air temperature
This is the temperature of the air surrounding the body. It is usually given in degrees Celsius
(C).

Radiant temperature
Thermal radiation is the heat that radiates from a warm object. Radiant heat may be present if
there are heat sources in an environment.
Radiant temperature has a greater influence than air temperature on how we lose or gain
heat to the environment.
Examples of radiant heat sources include: the sun; fire; electric fires; ovens; kiln walls;
cookers; dryers; hot surfaces and machinery, molten metals etc.

Air velocity
This describes the speed of air moving across the employee and may help cool them if the air
is cooler than the environment.
Air velocity is an important factor in thermal comfort for example:

still or stagnant air in indoor environments that are artificially


heated may cause people to feel stuffy. It may also lead to a buildup in odour

moving air in warm or humid conditions can increase heat loss


through convection without any change in air temperature
physical activity also increases air movement, so air velocity
may be corrected to account for a person's level of physical
activity
small air movements in cool or cold environments may be
perceived as a draught as people are particularly sensitive to
these movements
Humidity
If water is heated and it evaporates to the surrounding environment, the resulting amount of
water in the air will provide humidity.
Relative humidity is the ratio between the actual amount of water vapour in the air and the
maximum amount of water vapour that the air can hold at that air temperature.
Relative humidity between 40% and 70% does not have a major impact on thermal comfort.
In workplaces which are not air conditioned, or where the weather conditions outdoors may
influence the indoor thermal environment, relative humidity may be higher than 70%. Humidity
in indoor environments can vary greatly, and may be dependent on whether there are drying
processes (paper mills, laundry etc) where steam is given off.
High humidity environments have a lot of vapour in the air, which prevents the evaporation of
sweat from the skin. In hot environments, humidity is important because less sweat
evaporates when humidity is high (80%+). The evaporation of sweat is the main method of
heat reduction.
When non-breathable vapour-impermeable personal protective equipment (PPE) is worn, the
humidity inside the garment increases as the wearer sweats because the sweat cannot
evaporate. If an employee is wearing this type of PPE (eg asbestos or chemical protection
suits etc) the humidity within the PPE will be high.

Personal factors
Clothing insulation
Thermal comfort is very much dependent on the insulating effect of clothing on the wearer.
Wearing too much clothing or PPE may be a primary cause of heat stress even if the
environment is not considered warm or hot.
If clothing does not provide enough insulation, the wearer may be at risk from cold injuries
such as frostbite or hypothermia in cold conditions.

Clothing is both a potential cause of thermal discomfort as well as a control for it as we adapt
to the climate in which we work. You may add layers of clothing if you feel cold, or remove
layers of clothing if you feel warm. Many companies inhibit this ability for employees to make
reasonable adaptations to their clothing as they require them to wear a specific uniform or
PPE.
It is important to identify how the clothing contributes to thermal comfort or discomfort. By
periodically evaluating the level of protection provided by existing PPE and evaluating newer
types of PPE you may be able to improve the level of thermal comfort.

Work rate/metabolic heat


The more physical work we do, the more heat we produce. The more heat we produce, the
more heat needs to be lost so we dont overheat. The impact of metabolic rate on thermal
comfort is critical.
A persons physical characteristics should always be borne in mind when considering their
thermal comfort, as factors such as their size and weight, age, fitness level and sex can all
have an impact on how they feel, even if other factors such as air temperature, humidity and
air velocity are all constant.

Anda mungkin juga menyukai