Anda di halaman 1dari 43

TUBERKULOSIS PADA

PENDERITA HIV
Pembimbing :

dr. Adria Rusli, Sp. P


dr. Titi Sundari, Sp.P

Penyusun

: Wenyanti

(406091048)
Laura

(406100045)

Fakultas Kedokteran Universitas


Tarumanagara
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso

PENDAHULUAN
salah satu masalah utama kesehatan
masyarakat (Indonesia dan negara berkembang
lainnya)
Tuberkulosis (TB)
penyakit infeksi
kronik yang disebabkan oleh Basil Tahan
Asam (BTA) Mycobacterium tuberculosis
paru & ekstra paru
kegagalan pengobatan o.k minum obat
tidak teratur
DOTS

HIV (Human Immunodeficiency Virus)


AIDS
{ menyerang sel darah putih yang bernama sel
CD4
merusak sistem kekebalan tubuh manusia }

imunitas
resiko dan derajat keparahan
infeksi oportunistik & keganasan

Faktor Resiko HIV

darah
cairan tubuh lain
hubungan sexual
penggunaan jarum suntik
transmisi perinatal
menyusui

penyakit TB

dengan masuknya HIV/AIDS

Kombinasi TB dengan HIV/AIDS

Menurut WHO, infeksi HIV terbukti :


- orang yang terinfeksi M.tuberculosis TB
- resiko perubahan TB laten TB aktif
- kekambuhan TB
- menyulitkan diagnosis TB.

Koinfeksi HIV-TB menyulitkan penatalaksanaan TB

gambaran

klinis atipik
sensitivitas pemeriksaan dahak
frekuensi alergi obat
resistensi OAT
angka kematian akibat infeksi lain selama
pasien dalam pengobatan TB.

TB penyebab morbiditas & mortalitas utama pada ODHA

EPIDEMIOLOGI
TB paru paling tinggi dijumpai India, China, dan
Indonesia (urutan ke-3)
[ kelompok masyarakat dengan sosio ekonomi yang
rendah ]
Menurut laporan WHO,Tahun 2004 HIV telah menginfeksi
lebih dari 40 juta penduduk seantero bumi dengan kasus
baru tiap tahunnya 4,9 juta dan telah menimbulkan
kematian 3,1 juta jiwa (Afrika tertinggi)
Menurut catatan hingga 31 Maret 2006 jumlah kumulatif
kasus HIV/AIDS di seluruh indonsia ialah HIV 4332, AIDS
5822, semuanya 10.154.
[Kasus HIV/AIDS yang terbanyak di DKI Jakarta 3601,
peringkat II Papua 1633, peringkat III Jawa Timur
1031 ]
Kenaikan jumlah pasien TB akibat meningkatnya jumlah
seropositif HIV telah dilaporkan terjadi di berbagai
Negara, termasuk Negara maju seperti Amerika Serikat &
Negara-negara sedang berkembang Republik Tanzania,
Uganda, Ziare, dan Brunei.

World Health Organization (WHO)


memperkirakan bahwa hingga tahun 1997 +
31 juta orang penderita HIV & hampir 12 juta
orang diantaranya juga terinfeksi
tuberkulosis (TB)

Penderita HIV paling banyak dijumpai di Sub


Sahara Afrika ( 20,8 juta penderita) 67 juta penderita diantaranya disertai dengan
infeksi TB

Setelah Afrika maka Asia merupakan daerah


terbesar kedua untuk penderita HIV dimana
diperkirakan ada 6 juta penderita dan 2 juta
penderita diantaranya disertai dengan
infeksi TB.

DIAGNOSIS TB
PADA PENDERITA HIV
Diperlukan langkah-langkah berupa :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang, berupa:
bakteriologik, radiologik.
4. Pemeriksaan sediaan langsung BTA (basil
tahan asam) sangat penting untuk
diagnosis.

MEKANISME TERJADINYA TB
PADA HIV
1.

Reaktivasi
Dalam perjalanan penyakit infeksi
HIV, maka nilai CD4 akan turun.
Penurunan ini ternyata berakibat
reaktivasi dari kuman TB yang
dorman.

2.

Adanya infeksi paru yang progresif

3.

Terinfeksi kuman TB

TB PARU

Anamnesis:
batuk lebih dari 3 minggu (gej. Utama)

Gejala sistemik

Gejala Respiratorik

demam
lesu
berat badan turun
keringat malam.
banyak dahak
batuk darah atau ada darah didahak
nyeri dada
sesak napas

Riwayat : bekas TB, kontak TB, th/ OAT,


imunisasi BCG, pemakaian NAZA

Pemeriksaan fisik:

luas dan kelainan struktur paru

awal penyakit tidak didapati


kelainan.

Namun dapat juga ditemukan antara lain :


tanda-tanda penarikan paru (atelektasis),
diafragma, dan mediastinum.
terdengar suara napas bronchial,
amforik,
basah

suara napas melemah, dan ronki

Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan bakteriologik (Sputum BTA)
Pasien dengan dahak positif adalah pasien
dengan:
a. Pemeriksaan dahak sekurang-kurangnya 2
sediaan positif secara mikroskopik
b. Pemeriksaan dahak 1 sediaan positif
secara mikroskopik dengan gambaran
radiologik yang sesuai
c. Pemeriksaan dahak 1 sediaan positif
secara mikroskopik dan biakan positif

2. Pemeriksaan radiologik
Tujuan:
- diagnosis ( hanya bila BTA )
- luasnya kerusakan paru
- kemajuan pengobatan
Gambaran TB pada infeksi HIV dini :
- infiltrat di lobus atas
- beberapa kavitas
- efusi pleura unilateral.
Pada infeksi HIV lanjut, ditemukan gambaran
atipik (TB primer), yaitu
- infiltrate di lobus bawah paru
- bentuk milier atau infiltrate difus
- adenopati di hilus atau paratrakeal.

3. Pemeriksaan penunjang lainnya


a. Uji tuberculin
- Disuntikkan 0,1 cc dari standar
tuberculin 1:10.000/STU PPD-S
secara intrakutan.
- Menurut WHO, pembacaan setelah
48-72 jam.
- Kriteria tuberculin positif pada
pasien HIV indurasi > 5 mm.

b. Kultur/ biakan bakteri


Spesimen yang diperiksa umumnya dahak.
c. Hitung limfosit T helper (CD4)
- pada ODHA, pemeriksaan CD4 dilakukan
untuk:
* memulai terapi ARV
* Memantau hasil pengobatan
- Menurut WHO, jumlah limfosit total 1200
sel/mm3 sebanding dengan CD4 200 sel/mm3.
- Hitung limfosit CD4 > 200 sel/mm 3:
TB ekstrapulmoner jarang ditemukan,
Hitung limfosit CD4 < 200 sel/mm3:
TB ekstrapulmoner sering ditemukan.

d. Pemeriksaan histopatologi jaringan


- Spesimen histopatologi jaringan
melalui biopsy paru dengan TBLB
TTB, biopsy paru terbuka, atau
pleura
- Hasil positif TB granuloma
perkijuan

atau
biopsy

dengan

e.PCR ( Polymerase Chain Reaction)


f. BACTEC ( Becton Dickinson Diagnostic Instrument System)
g. ELISA ( Enzym Linked Immunosorbent Assay)
h. MYCODOT

TB MILIER
Anamnesis:
Batuk

Nafsu makan berkurang


Sesak napas
Demam
Gejala lain yang berhubungan dengan

organ yang terkena

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum buruk, suhu meningkat, sesak napas.
Gejala lain yang berhubungan dengan organ yang terkena,
yaitu pembesaran hati, limpa, kaku kuduk, dan koroid
tuberkel (patognomonik TB milier pada anak-anak)
Pemeriksaan Penunjang
Rontgen toraks: bercak-bercak milier
BTA pada cairan tubuh

LIMFADENITIS TB
Anamnesa: satu atau lebih benjolan t.u leher
(awal tidak ada nyeri tekan) disertai gejala
klinis yang mendukung
Pemeriksaan Fisik pada pembesaran KGB:
Berdiameter > 4 cm atau membesar dengan cepat
Asimetris
Nyeri, berfluktuasi
Ada tanda-tanda lain yang jelas (seperti
demam, keringat malam, berat badan menurun)
Rontgen toraks: limfadenopati di hilus atau
mediastinum.
DD/ PGL (persistent generalized lymphadenopathy )
Biopsi jarum halus + (th/ OAT) / - (biopsi
kelenjar)

EFUSI PLEURA TB
Anamnesis: sesak napas, nyeri dada, dan demam tinggi
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi: paru sisi yang sakit lebih besar dan
pergerakannya berkurang
Perkusi: pekak
Auskultasi: suara napas melemah sampai hilang
Rontgen: bayangan homogen pada sisi yang sakit
dengan batas cairan yang jelas
Pungsi aspirasi:
Cairan yang dikeluarkan dilihat secara makroskopik
(test Rivalta, analisis cairan pleura, px. BTA /
kultur resistensi)
Pengeluaran cairan disarankan tidak lebih dari 1500
cc

MENINGITIS TB
Anamnesis:
sakit kepala
penurunan kesadaran yang progresif
pasien tidak dapat menundukkan kepala
Pemeriksaan fisik: kaku kuduk, tanda kernig
Pemeriksaan penunjang: pungsi lumbal, hasil:

Cairan jernih / santokrom

Sel leukosit meningkat (+5000 sel/mm3)t.u


limfosit, protein meningkat, glukosa menurun.
KI : gangguan fokus neurologik / oedem papil
CT Scan otak

EFUSI PERIKARDIUM TB
Anamnesis: lemah, pusing, nyeri dada, napas
pendek, batuk, nyeri hipokondrium kanan, dan
kaki bengkak
Pemeriksaan fisik: Takikardia, hipotensi, pulsus
paradoksus, JVP meningkat, irama apeks tak
teraba, suara jantung tak terdengar, friction
rub, dan tanda-tanda gagal jantung kanan
(asites, edema tungkai)
Pemeriksaan penunjang:
Radiologik: pembesaran jantung sedangkan
lapangan paru jernih; terdapat cairan pleura.
EKG: takikardia, perubahan gelombang ST dan T,
kompleks QRS voltase rendah
Ekokardiografi

DIAGNOSIS TB EKSTRAPULMONAL LAINNYA

Lokasi

Gejala klinis

Diagnosis

Spinal

Nyeri punggung, gibus,


nyeri radikuler, abses psoas,
kompresi medula spinalis

Foto sinar X (foto polos)


Biopsi jaringan

Tulang

Osteomielitis kronik

Biopsi jaringan

Sendi perifer

Monoartritis

Foto sinar X (foto polos)


Biopsi cairan sendi

Usus

Diare, massa di perut

Barium sinar X

Hati

Nyeri/massa di perut
kwadran atas kanan
Sering BAK, disuria,
hematuria, nyeri/bengkak di
punggung.

USG
Biopsi
Steril piuria
Diakan urin
Pielogram intravena

Kelenjar adrenal

Gambaran hipoadrenalin
(hipotensi, Na rendah, K
meningkat/normal, urea
tinggi, glukosa rendah)

Foto sinar X (foto polos)


USG

Infeksi saluran napas atas

Suara serak, nyeri telinga,


bengkak dan sakit

Saluran genital wanita

Infertilitas, infeksi panggul,


kehamilan ektopik

Saluran genital laki-laki

Epididimidis

Ginjal dan saluran kemih

Biasanya komplikasi penyakit


paru
Pemeriksaan panggul
Foto sinar X saluran genital
Biopsi jaringan
Seringkali terjadi akibat TB
ginjal/saluran kemih

DIAGNOSIS TB PADA ANAK DENGAN HIV


Bayi yang dilahirkan oleh ibu hamil dengan HIV(+)
harus segera diperiksa status infeksi HIV-nya.
Pemeriksaan dilakukan segera setelah lahir:
Bila HIV (-) bayi dinyatakan tidak terinfeksi HIV
dan ibunya dianjurkan untuk tidak menyusuinya.
Bila kemudian ternyata ibunya tetap menyusui
bayi yang status HIV-nya (-)
bayi diperiksa lagi Bila HIV (-)
diulang 3 bulan
bila hasilnya negatif lagi kemudian
pemeriksaan masih diulang 6 bulan
Bila HIV (+) PCR atau pemeriksaan HIV ulangan pada
waktu bayi berumur 18 bulan Bila HIV (+) dengan
pemeriksaan PCR, maka ASI diteruskan.

Menegakkan diagnosis TB pada anak dengan


HIV/AIDS lebih sulit daripada keadaan tanpa
HIV/AIDS. Hal ini disebabkan:

Beberapa penyakit, termasuk TB, memberikan


gambaran klinis yang sama pada pasien
HIV/AIDS

Interpretasi tes tuberkulin sangat


bergantung pada sistem imunitas anak.

PERJALANAN PENYAKIT PADA


HIV :

Transmisi virus

Infeksi HIV primer ( sindrom retroviral akut ) 2-6


minggu

Serokonversi

Infeksi kronik asimptomatik

AIDS ( CD4 <200/mm3 ), infeksi oportunistik

Infeksi HIV lanjut ( CD4<50/mm3)

PEMERIKSAAN ODHA DEWASA

SARANA

Layanan VCT
Layanan konseling kepatuhan
Layanan medis
Layanan laboratorium
Ketersediaan ARV dan obat infeksi oportunistik

PENILAIAN KLINIS

Penggalian riwayat penyakit


Pemeriksaan fisis lengkap
Pemeberiksaan laboratorium rutin
Hitung TLC dan bila mungkin px .CD4

STADIUM KLINIS
PENILAIAN IMUNOLOGI
JUMLAH LIMFOSIT TOTAL

INDIKASI TES DARAH HIV


Kombinasi dari A dan B (1 dari kelompok A dan 1 dari B)

A.

Berat badan turun drastis


TB paru
Sariawan/stomatitis berulang
Sarkoma kaposi

B.

Riwayat perilaku risiko tinggi


Pengguna NAZA suntikan
Homoseksual
Waria
Pekerja seks
Pramuria panti pijat

STADIUM KLINIS HIV MENURUT


WHO
Stadium 1

Stadium 2
simptomatis, aktivitas
normal
BB menurun <10% dari BB
semula
Kelainan kulit dan mukosa
ringan seperti dermatitis
seboroik, Papular Prurutic
Eruption (PPE), infeksi
jamur kuku, ulkus oral yang
rekuren, cheilitis angularis
Herpes zoster dalam 5 tahun
terakhir

ISPA, seperti sinusitis


bakterial

Asimptomatis

limfadenopati generalisata persisten

aktivitas normal

STADIUM KLINIS HIV MENURUT


WHO
Stadium 3

selama 1 bulan terakhir tinggal di


tempat tidur <50%
BB menurun >10% dari BB
semula
Diare kronis yang tidak diketahui
penyebabnya > 1 bulan
Demam tanpa sebab yang jelas >
1 bulan (intermiten atau konstan)
Kandidiasis oral
Hairy leukoplakia oral
TB paru dalam 1 tahun
terakhir
Infeksi bakteri berat (pneumonia)
Angiomatosis basiler
Herpes zoster yang berkomplikasi

Stadium 4
berbaring

di tempat tidur selama 1 bulan


terakhir > 50%
HIV wasting syndrome (BB turun 10% +
diare kronik >1bulan atau demam > 1 bulan
yang tidak disebabkan penyakit lain)
Pneumonia pneumocystis (PCP)
Toksoplasmosis pada otak
Kriptosporidosis, Microsporidiosis dengan diare
> 1 bulan
Kriptokokosis ekstra paru
Cytomegalovirus (CMV) pada 1 organ selain
hati, limpa, kelenjar getah bening (mis:retinitis)
Herpes simplex virus (HSV) mukokutaneus >1
bulan
Kandidiasis esophagus, trakea, bronkus atau
paru-paru
Mikobakteriosis atipik disseminate atau di paru
Septikemi salmonella non tifoid
TB ekstra paru
Limfoma
Sarkoma Kaposi

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


OAT lini pertama :

Rimfapisin,
Isoniazid (INH),
Pirazinamid,

Ethambuthol

Streptomisin

OAT lini kedua :

Rifabutin

Kanamisin

Etionamid

Kapreomisin

Sikloserin

PAS

Kuinolon

Nama Obat
1. Isoniazid (INH)

2. Rifampisin

3. Etambutol

4. Pirazinamid

5. Streptomisin

Efek samping

Neuritis perifer
Ikterus
Hipersensitivitas
Lain-lain:
mulut
kering,
nyeri
methemoglobulinemia, tinitus, retensi urin.

Ikterus
Flu like syndrome
Sindrom redman
Lain lain : nyeri epigastrik, reaksi hipersensitivitas, supresi
imunitas

Neuritis optik
Goul (pirai)
Lain lain : gatal, nyeri sendi, nyeri epigastrik, malaise, sakit
kepala, bingung, halusinasi

Gangguan hati
Gout (pirai)
Lain lain : artralgia, anoreksia, mual muntah, disuria,
malaise, demam

Reaksi hipersensitivitas
Mempengaruhi Nn craniales VII, dapat menimbulkan vertigo
dan tuli
Menurunkan fungsi ginjal

epigastrik,

Dosis yang
dianjurkan
Obat

Dosis
(mg/
kgBB
/hari)

Haria
n
(mg/k
gBB/
hari)

Interm
itten
(mg/k
gBB/k
ali)

Dosis (mg) / berat badan


(kg)
Dosis
maks
(mg)

<40

40-60

>60

8-12

10

10

600

300

450

600

4-6

10

300

150

300

450

20-30

25

35

750

1000

1000

15-20

15

30

750

1000

1500

15-18

15

15

Sesuai
BB

750

1000

1000

Penderita dengan usia > 60 tahun mungkin tidak bisa menerima streptomisin dengan dosis
lebih dari 500 mg 750 mg
Intermitten : 3 kali/minggu
R=rifampisin, H=INH, Z=pirazinamid, E=etambutol, S=streptomisin, BB=berat badan.

Kategori Pengobatan
TB

Klasifikasi dan Tipe


Penderita TB
Kasus baru BTA (+)

Fase Intensif (tiap hari


atau 3x/minggu)
2 HRZE*

4 H3R3*

Kasus baru BTA (-),

2 HRZE

4 HR

2 HRZE

6 HE

2 HRZES/ 1 HRZE*
2 HRZES/ 1HRZE

5 H3R3E3*
5 HRE

Kasus baru BTA (-)

2 HRZ*

4 H3R3*

Ro (+), sakit ringan

2 HRZ

6 HE

Kasus TB
ekstrapulmonal ringan

2 HRZ

4 HR

Kasus kronik

Rujuk ke spesialis untuk memakai obat sekunder

Kasus baru pada TB


ekstrapulmonal yang
berat

III
IV

Fase lanjutan

Ro (+) dengan kelainan


parenkim paru yang
luas/sakit berat

II

Paduan Obat Alternatif

Pasien:
Kambuh (relaps)
Gagal (failure)
Putus berobat
default)

(after

REGIMEN OAT PADA


GANGGUAN FUNGSI LIVER
Jenis regimen

Pilihan

Regimen tanpa INH

R/Z/E selama 6 bulan

Regimen tanpa pirazinamid

R/H/E selama 2 bulan, selanjutnya


R/H selama 7 bulan

R/kuinolon/ aminoglikosid selama


Regimen untuk gangguan fungsi 18 bulan, atau
liver berat
S/E, kuinolon atau obat lini ke-2
lain selama 18-24 bulan

Efek Samping

Kemungkinan Obat Penyebab

Penatalaksanaan

Minor
Anoreksia, nausea, abdominal pain

Rifampisin

Teruskan OAT, cek dosis. Obat diberikan


malam sebelum tidur

Nyeri sendi

Pirazinamid

Aspirin

Rasa terbakar di kaki

Isoniazid

Urine orange/merah

Rifampisin

Mayor
Gatal, skin rash

Tioacetazon, streptomisin

Piridoksin 100 mg
Penyuluhan

Stop OAT, setelah timbul gatal beri terapi


simtomatik dan teruskan obat, bila timbul skin
rash stop OAT

Ketulian

Streptomisin

Stop streptomisin, ganti ethambutol

Dizziness (vertigo dan nistagmus)

Streptomisin

Stop streptomisin, ganti ethambutol

Jaundice

Muntah dan confuse (drug induced acute


failure)

Kebanyakan OAT (terutama INH, Rifampisin,


Pirazinamid)

Kebanyakan OAT

Stop OAT, singkirkan etiologi lain, bila klinis


positif (ikterik, mual, muntah) stop OAT. Bila
klinis (-) periksa :
bilirubin > 2x stop OAT
transaminase > 5x stop OAT
transaminase > 3x, gejala (+) stop OAT
transaminase < 5x, gejala (-) OAT
diteruskan
Observasi ketat
Stop OAT

Gangguan penglihatan

Ethambutol

Stop ethambutol

Syok, purpura, gagal ginjal akut

Rifampisin

Stop rifampisin

OBAT ARV
Mekanisme kerja: menekan replikasi virus
HIV dalam sel limfosit CD4

Golongan nucleoside reverse


transcriptase inhibitor

Golongan nucleotide reverse


transcriptase inhibitor

Golongan non-nucleoside reverse


transcriptase inhibitor

Golongan protease inhibitor

Nama dagang

Nama Generik

Golongan

Sediaan

Dosis (perhari)

Zidovex
Retrovir
Adovi
Avirzid

Zidovudin
(ZDV, AZT)

NsRTI

Kapsul
100 mg

2x300 mg, atau 2 x 250 mg


(dosis alternatif)

Videx

Didanosin (ddI)

NsRTI

Tablet kunyah: 100 mg

>60 kg: 2x200 mg, atau


1x400 mg
<60 kg: 2x125 mg, atau
1x250 mg

Stavex Zerit

Stavudin (d4T)

NsRTI

Kapsul: 30 mg, 40 mg

>60 kg: 2x40 mg


<60 kg: 2x30 mg

Lamivox 3TC

Lamivudin (3TC)

NsRTI

Tablet 150 mg Lar.oral 10 2x150 mg


mg/ml
<50 kg: 2 mg/kg, 2x/hari

Nevirapin (NVP)

NNRTI

Tablet 200 mg

1x200 mg selama 14 hari,


dilanjutkan 2x200 mg

Stocrin, sustiva

Efavirenz
EFZ)

NNRTI

Kapsul 200 mg

1x600 mg, malam

Norvir

Ritonavir

PI

Kapsul 100 mg Lar. Oral


2x100 mg
80 mg/ml

Nelvex Viracept

Nelfinavir (NFV)

PI

Tablet 250 mg

Viramune Nevirex

(EFV,

2x1250 mg

Zidovex-L (Duviral)

Tablet,
kandungan:
Zidovudin
300
mg, 2x1 tablet
lamivudin 150 mg

Zidovex-LN

Tablet,
kandungan:
zidovudin
300
mg, 2x1 tablet
nevirapin 200 mg

REGIMEN PENGOBATAN ARV


zidovudin dan lamivudin (ZDV/3TC)
dikombinasikan obat golongan
non- nukleosida yaitu nevirapin (NVP),
efavirenz (EFZ), atau nelvinafir (NFV)
Kombinasi zidovudin dan lamivudin
(ZDV/3TC) dapat diganti dengan :
Stavudin dan lamivudin (d4T/3TC)
Zidovudin dan didanosin (ZDV/ddI),
atau
Didanosin dan lamivudin (ddI/3TC),
atau
Stavudin dan didanosin (d4T/ddI)

PEDOMAN PEMBERIAN ARV PADA KOINFEKSI TB-HIV

Kondisi

Rekomendasi

TB paru, CD4 < 200 sel/mm3, atau Mulai terapi OAT.


TBC ekstrapulmonal
Segera mulai terapi ARV jika
toleransi terhadap OAT telah
tercapai.
TB paru, CD4 200-350 sel/mm3, Mulai terapi OAT.
atau hitung limfosit total < 1200
Terapi ARV dimulai setelah 2
sel/mm3
bulan
TB paru, CD4 > 350 sel/mm3, atau Mulai terapi TB.
hitung limfosit total > 1200/mm3
Jika memungkinkan monitor
hitung CD4. Mulai ARV sesuai

EVALUASI PENGOBATAN TB-HIV


TB
Evaluasi klinis:

HIV
Evaluasi klinis:

Anamnesis dan pemeriksaan


fisik.

Setiap 2 minggu pada 1


bulan pertama pengobatan
untuk mengidentifikasi ada
tidaknya alergi terhadap
nevirapin

Selanjutnya dilakukan
setiap bulan untuk
melihat respons
pengobatan, ada tidaknya
efek samping obat serta
ada tidaknya komplikasi
penyakit.

Selanjutnya dilakukan
setiap 1 bulan untuk
melihat respons
pengobatan, ada tidaknya
efek samping obat,
misalnya anemia, serta ada
tidaknya komplikasi
penyakit.

Evaluasi juga meliputi


keteraturan berobat.

Evaluasi juga meliput


keteraturan berobat
(adherence).

Anamnesis dan pemeriksaan


fisik.

Setiap 2 minggu pada 1


bulan pertama pengobatan
untuk menilai toleransi
terhadap pengobatan

Evaluasi Lab:

Untuk mendeteksi ada tidaknya


konversi dahak dari BTA positif
menjadi BTA negatif
Evaluasi px . Mikroskopik
Setelah 2 bulan pengobatan
atau setelah fase intensif

HIV

TB

1 bulan sebelum akhir


pengobatan

Evaluasi Lab:

setiap bulan yaitu untuk


pemeriksaan Hb, leukosit,
trombosit, sediaan apus,
dan jumlah limfosit

CD4 dan viral load setiap


3-6 bulan bila memungkinkan

Bila ada indikasi dilakukan


pemeriksaan fungsi hati,
ginjal, lipid dan gula
darah.

Pada akhir pengobatan

Bila ada fasilitas biakan


dilakukan pemeriksaan biakan;
sebelum pengobatan (terutama
kasus kategori II), setelah fase
intensif ( terutama yang tidak
terjadi konversi), dan pada
akhir pengobatan.

Evaluasi Radiologik

Menilai respons pengobatan TB


Kemunngkinan kelainan paru non-TB
(pneumonia, PCP)
Evaluasi Rontgen thoraks

Setelah

2 bulan pengobatan
Pada akhir pengobatan

TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai