Anda di halaman 1dari 12

Thalassemia pada Anak

Cecillia Wirawanty
(102011187 F8)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna no. 6, Jakarta 11510
email: cecil_veriicancy@yahoo.com
Pendahuluan
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu thalassa yang berarti laut. Yang dimaksud
laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini mula-mula ditemukan di sekitar Laut
Tengah. Thalassemia merupakan kelainan genetik yang ditandai oleh penurunan atau tidak
adanya sintesis satu atau beberapa rantai polipeptida globin. Talasemia merupakan kelainan
genetic dari sintesis hemoglobin. Kelainan ini diklasifikasikan berdasarkan apakah kerusakan
terjadi pada produksi rantai globin alpha atau beta. Status karier memberi perlindungan
terhadap malaria falciparum yang juga menjelaskan penyebaran geografis penyakit ini.
Sindrom talasemia akibat tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai polipeptida globin
bergabung membentuk hemoglobin. Sindrom alpha-talasemia biasanya disebabkan oleh
delesi satu gen globin atau lebih. Beta-talasemia dapat juga karena delesi gen, tetapi lebih
lazim merupakan akibat kelainan pembacaan atau pemrosesan DNA.1
Ruang lingkup bahasan tulisan ini adalah mengenai anamesis yang tepat, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, gejala klinis, prognosis, epidemiologi, etiologi, pengobatan
dan patogenesis Thalasemia pada anak.
Isi
Skenario 9
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ke puskesmaas dengan keluhan utama
pucat sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan disertai mudah lelah dan lesu. Riwayat demam dan
pendarahan tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan denyut nadi 130x/menit, TD
80/50mmHg, sklera dan kulit ikterik (+), konjungtiva anemis (+), splenomegali (+).
Rumusan Masalah :
Laki-laki 6 tahun pucat sejak 3 hari disertai mudah lelah dan lesu.
1

Hipotesis :
Mind Map :
Manifestasi
dan
komplikasi

Terapi:
Medicamentosa
Non
medicamentosa

Prognos
is
Anamnesi
s

Laki-laki 6 tahun pucat sejak 3 hari


Patogenes
is

disertai mudah lelah dan lesu

Etiologi

PF
Pemeriksa
an

WD

PP

Sasaran Belajar :
1. Mengetahui cara pemeriksaan dan anamnesis yang tepat.
2. Mengetahui penyakit-penyakit lain yang berkaitan dengan gejala yang sama.
3. Mengetahui epidiologi, patogenesis, patofisiologi, gejala dan komplikasi penyakit.
I. Anamnesis
Secara umum anamesis yang tepat adalah sebagai berikut:
A. Identitas pasien
Meliputi :
1) Nama lengkap
2) Jenis kelamin
3) Tempat/tanggal lahir
4) Alamat
5) Umur
6) Agama
7) Suku bangsa
8) Status perkawinan
9) Pendidikan
10) Pekerjaan
B. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan pasien yang membawa
pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Keluhan dalam skenario ini adalah
laki-laki 6 tahun pucat sejak 3 hari.2
C. Keluhan Tambahan

Keluhan tambahan merupakan keluhan yang dirasakan pasien tetapi bukan


keluhan yang membawa pasien pergi kedokter melainkan pemberat keluhan pertama.
Pada kasus ini adalah pasien mudah lelah dan lesu.2
D. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.
Dalam melakukan anamnesis harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai
berikut.
1) Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
2) Sifat dan beratnya serangan
3) Lokalisasi dan penyebarannya
4) Hubungan dengan waktu
5) Hubungan dengan aktivitas
6) Keluhan-keluhan yang menyeretai serangan.
7) Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah bebeerapa kali berulang.
8) Faktor resiko dan pencetus serangan, temasuk faktor-faktor

yang

memperberat atau meringankan serangan.


9) Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekatu yang menderita keluhan yang
sama.
10) Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu,
11) Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala
sisa.
12) Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang
telah diminum oleh pasien, juga tindakan medik lain yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita. Setelah data terkumpul, usahakan
untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis diferensial, dengan
menanyakan tanda- tanda positif dan tanda-tanda negatif dari diagnosis yang
paling mungkin. 2
II. Pemeriksaan
1. Tanda-tanda Vital
Meliputi:
1. Suhu
Suhu tubuh normal adalah sekitar 36-37,4o C.
2. Tekanan darah
Tekanan darah seseorang diukur dengan cara menggunakan alat
sfigmomanometer.
3. Denyut Nadi
Denyut nadi dapat diperiksa di arteri radialis. Caranya adalah dengan
menekan secara lembut arteri radialis di bagian ujung distal tulang
radius dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah. Palpasi arteri
karotis memberikan informasi yang lebih banyak mengenai sifat
3

denyut nadi. Pada beberapa tahap pemeriksaan, denyut nadi perifer


lainnya harus diperiksa, seperti arteri karotis, arteri brachial, arteri
popliteal, arteri dorsalis pedis, dan arteri femoral.
4. Frekuensi Nadi
Pada keadaan yang cepat adalah 100-150 kali per menit, contohnya
dapat terjadi pada aktivitas fisik, gagal jantung, demam anemia berat
dan perdarahan akut. Pada keadaan lambat, denyut nadi adalah sebesar
50 kali per menit.
5. Irama Denyut Nadi
Ditentukan apakah iramanya teratur atau tidak teratur dengan
kecepatan detak jantung di apeks ditentukan dan dibandingkan dengan
denyut nadi di pergelangan tangan. Denyut nadi di pergelangan tangan
bila lebih lambat dibandingkan di apeks berarti adanya defisit denyut
nadi.
6. Frekuensi pernapasan
Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan seorang dewasa adalah 1520 kali per menit.2
2. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
Yang paling terlihat adalah penurunan hematokrit dan hemoglobin
dalam darah.
2. Radiologi
Terlihat gambaran osteoporosis dengan pelebaran tulang. Itu
dikarenakan sumsum tulang yang hiperaktif karena hemoglobin yang tidak
dapat mengikat oksigen dengan baik.
3. elektorforesis Hb (mementukan kuantitas kadar HbA2 dan HbF
salah satu metode mendeteksi jenis Hb dan variannya adalah dengan
elektroforesis pada cellulose acetate strip dengan pH larutan yang berbedabeda, pH larutan yang biasa digunakan adalah dengan pH 8,4-8,6 (alkali) dan
pH 6,0 (asam).3
4. pemeriksaan sumsum tulang
untuk melihat rasio seri eritrosit M:E . akan meninggi pada leukemia
dan menurun pada gambaran hyperplasia sistem eritrosit yag bersifat
megaloblastik atau normoblastik (thalassemia). Normal pada umumnya atau
pada penderita myeloma multiple dan anemia aplastic. 3
III. Differential Diagnosis
Diagnosis banding untuk skenario diatas:
1. Anemia defisiensi besi
4

Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik


hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin. Defisiensi besi
merupakan penyebab penyebab utama di dunia dan terutama sering dijumpai para
perempuan usia subur, disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan
peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. 3
Penyebab defisiensi besi anatara lain karena asupan besi yang tidak cukup
missal pada bayi-bayi yang hanya diberi diet susu saja selama 12-24 bulan dan pada
individu yang vegetarian ketat. Gangguan absorbs setelah gastrektomi dan kehilangan
darah menetap seperti pada pendarahan saluran cerna lambat akibat polip, neoplasma,
gastritis, varises esophagus, ingesti aspirin dan hemoroid. 3
Pada saat persediaan besi berkurang, maka lebih banyak besi diabsorbsi dari
diet. Besi yang diingesti diubah menjadi besi ferro di dalam lambung dan duodenum
serta di absorbs dari duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh
transferrin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat
penyimpanan di jaringan. 3,4
Keadaan dimana sering didapat anemia difesiensi besi : 4
1. umur 6-24 bulan karena besi simpanan berkurang
2. terutama pada bayi premature dan pemasukan yang tidak adekuat
3. kehamilan, terutama apabila makanan kurang mengandung besi
4. diet yang tidak adekuat/ memadai
5. kehilangan darah
Adanya gambaran mikrositik hipokromik pada sediaan apus darah tepi
biasanya merupakan bukti yang memadai untuk memulai terapi percobaan zat besi per
oral.
2. Anemia hemolitik ec defisiensi enzim G6PD
defisiensi ini lebih sering terjadi pada pria. Gen yang bertanggung jawab
terletak di kromosom X. Wanita yang terkena umumnya heterozigot. Krisis dengan
anemia hemolitik dicetuskan karena obat dan zat kimiawi. Defisiensi enzim ini
memiliki banyak varian yang masing-masing mempunyai distribusi geografis
tersendiri. Bentuk yang terdapat pada Negro Amerika menyebabkan hemolisis jika
individu tersebut terpapar dengan obat antimalaria dan obat lain. Varian mediteranian
dan oriental sering timbul pada masa neonatus dengan gejala ikterus akibat hemolisis
berlebihan dan mungkin memerlukan transfusi tukar. Keadaan ini juga disebut drug
sensitive. Fava beans yang tertelan diketahui memberi resiko pada anak dengan
defisiensi enzim ini. Pasien difensiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase harus
mendapat daftar obat yang harus dihindari.4
IV. Working diagnosis
5

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien tersebut mengalami


Thalasemia.

V. Epidemiologi
Insiden talasemia sangat bervariasi sesuai dengan kelompok etnik. Ciri bawaan alphatalasemia paling banyak di Asia tenggara, 2-7% neonatus kulit hitam Amerika, dan sedikit
pada daerah Mediterania. Sedangkan insiden talasemia beta-talasemia melebihi 5% pada
daerah tertentu di Italia, Yunani, Sardinia, Sisilia, India dan Asia tenggara dan sekitar
0,8% pada kulit hitam Amerika.1

VI.

Etiologi
Kelainan hematologik akibat pengurangan ringan sintesis rantai-globin yang
ditemukan pada talasemia heterozigot (trait) biasanya terbatas pada hipokromia,
mikrositosis, dan anemia ringan. Pengurangan sintesis globin yang lebih berat ditemukan
pada homozigor atau heteroziot kombinasi yang disertai dengan hemolisis dan anemia
berat. Hemolisis merupakan akibat ketidak seimbangan dalam sintesis dua tipe rantai
globin mayor alpha dan beta. Hangguan sintesis salah satu tipe rantai globin membatasi
pembentukan tetramen hemoglobin yang memerlukan rantai tersebut. 5,6

Secara molekuler thalasemia dibedakan atas : 6,7


1.

Alfa Thalasemia (melibatkan rantai alfa)

Alfa Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal
membawa 1 gen).
Sindrom thalassemia- disebabkan oleh delesi pada gen globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan
mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari
kondisi normal.

Faktor delesi terhadap empat gen globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 6,7
6

1. Delesi (penghapusan) pada satu rantai (Silent Carrier/ -Thalassemia Trait 2)


Gangguan pada satu rantai globin sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena
thalassemia.
2. Delesi pada dua rantai (-Thalassemia Trait 1) Pada tingkatan ini terjadi
penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan
seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV
60-75 fl.
3. Delesi pada tiga rantai (HbH disease) Delesi pada tiga rantai ini disebut
juga sebagai HbH disease (4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer,
basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah
banyak karena tidak terbentuknya rantai sehingga rantai tidak memiliki pasangan
dan kemudian membentuk tetramer dari rantai sendiri (4). Dengan banyak
terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga
dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa
dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl. 6,7
4. Delesi pada empat rantai (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi pada empat rantai ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat
banyak Hb Barts (4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai
sehingga rantai membentuk tetramer sendiri menjadi 4. Manifestasi klinis dapat
berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6
g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan
tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati
beberapa jam setelah kelahirannya. 6,7

2.

Beta Thalasemia (melibatkan rantai beta)

Beta Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. Thalassemia disebabkan oleh mutasi pada gen globin pada sisi pendek kromosom 11. 6,7
1. Thalassemia o
Pada thalassemia o, tidak ada mRNA yang mengkode rantai sehingga tidak
dihasilkan rantai yang berfungsi dalam pembentukan HbA. Bayi baru lahir dengan
7

thalasemia mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya
menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi
dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak segera ditangani dengan
baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi. (Kapita selekta
kedokteran).
2. Thalassemia +
Pada thalassemia +, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun
hanya sedikit sehingga rantai dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun
hanya sedikit.6
VII. Patofisiologi
Produksi terus menerus tipe rantai globin lain pada kecepatan normal
mengakibatkan kelebihan rantai globin yang tidak mampu berperan dalam
pembentukan tetramer normal karena tidak ada mitra yang cocok. Sehingga salah satu
rantai globin kurang diproduksi. Rantai globin yang tidak dikombinasi tersebut
dengan mudah mengendap di dinding eritrosit, membentuk benda inklusi yang tidak
larut dan menyebabkan gambatan anemia hipokrom. Pada beta-talasemia, inklusi
rantai alpha4 yang berlebihan terbentuk dengan sangat cepat selama maturasi eritoid
sehingga hemolysis cepat terjadi dalam sumsum tulang sebelum pelepasan retikulosit
ke dalam sirkulasi. Pada alpha-talasemua, tetramer rantai beta (beta4 atau hemoglobin
H) mengendap lebih lambat sesudah eritrosit meninggalkan sumsum tulang. Bila
terbentuk, benda inklusi hemoglobin H dengan cepat diambil dari eritrosit oleh sel
retikuloendotelial limpa, mengakibatkan kerusakan membrane, fragmentasi, dan
akhirnya hemolisis. 3,6
VIII.

Manifestasi klinis
Talasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan dibidang klinis sesuai dengan
gejala klinis yang didapat, yaitu :
1. mayor (homozigot)
pada mayor biasanya didapat gejala-gejala klinik seperti muka mongoloid,
pertumbuhan bada yang kurang sempurna, pembesaran hati dan atau limpa,
perubahan-perubahan tulang, anemia hipokrom, kelainan morfologi eritrosit
disertai dengan kelainan resistensi osmotic eritrosit Anemia berat menjadi nyata
pada umur 3-6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
8

Pembesaran hati dan limfa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra medular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah
berupa detormitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat tranfuse darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka
mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal dan
zigomantion serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. Gejala lain yang
tampak ialah lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat
badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat tranfuse darah
kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan
kulit. 5,7
2.Thalasemia Intermedia
Keadaan klinis lebih baik dan gejala lebih ringan daripada thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 10,09/dl). Gejala detormitas tulang,
hepatomegali dan spienomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran
kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa. 6
3.Thalasemia Minor atau trait (pembawa sifat)
Pada trait umumnya tidak dijumpai klinik yang khas. Adakalanya dijumpai
kelainan morfologi eritrosit dan perubahan pada resistensi osmotic eritrosit.
Gambaran klinis dari penyakit talasemia beta atau HbE menyerupai talasemia
mayor. 6
IX. Komplikasi
Komplikasi alpha talasemia trait tidak membutuhkan masukan besi. Mikrositik
anemia ringan dikarenakan defisiensi besi. Orang dengan penyakit hemobglobin H
bisa memperburuk keadaan anemianya.
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma
yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.5-7
Wanita hamil dengan janin hidropik alpha-talasemia bisa menaikan komplikasi
kehamila, terutama toxemia dan pendarahan postpartum. 8
9

X. Treatment
1. Medica mentosa
1. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.
2. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek
khelasi besi.
3. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
4. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah.6,9
2. Non-medica mentosa
1. Edukasi. Karena penyakit ini harus membutuhkan terapi transfusi darah seumur
hidup dan memakan obat secara teratur.
2. Transfusi darah, diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
3. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa
terlalu besar sehingga resiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
4. Tranplantasi sumsum tulang untuk anak yang sudah berumur di atas 16 tahun. Di
indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karna biayanya sangat mahal dan sarananya
belum memadai.5-8

XI. Pencegahan

1.
Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan untuk mencegah perkawinan diantara pasien
10

thalassemia agar tidak mendapat keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2


heterozigot (carier) menghasilkanketurunan : 25 % thalassemia (homozigot), 50 %
carrier (heterozigot) dan 25 % normal.9
2.
Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalh inseminasi buatan dengan sperma
berasal dari donor yang bebas dari thalassemia. Kelahiran kasusu homozigot dapat
terhindar, tetapi 50% dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya
normal.9
XII. Prognosis
Prognosis bergantung kepada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Kondisi
klinis penderita sangat bervariasi dari ringan bahkan asimptomatik hingga berat dan
mengancam jiwa. Bayi dengan thalassemia mayor kebanyakan lahir mati atau lahir
hidup dan meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfuse
darah biasanya hanya bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena
penimbunan besi.8,9
XIII. Kesimpulan

Talasemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif


menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit
thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan
yang disebut talasemia minor atau talasemia trait hingga yang paling berat yang
disebut talasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang
tuanya yang mengidap penyakit talasemia, sedangkan bentuk homozigot
diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit talasemia.

Daftar pustaka

1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005.h.256-61.


2. Gleadle J. At a glance. Edisi ke-1. Jakarta: Erlangga; 2005.h.10-34.

11

3. Kosasih EN, Kosasih AS. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Edisi 2.
Jakarta: Karisma; 2008.h.97-117.
4. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2008.h.195203.
5. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta:
EGC; 2007.h.1295-1334.
6. Hassan M Yaish, MD. Pediatric Thalassemia. Edisi April 2013. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview, 12 April 2014.
7. Long SS. Difteri. Dalam: Behrman RE et all. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi
15. Jakarta: Penerbit EGC.2012.h.955-9.
8. Meredante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial. Edisi 6. Singapore: Saunders Elsevier; 2011.h.601-24.
9. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR Current Diagnosis &
Treatment in Pediatrics. 18 edition. United States: Mc Graw Hill; 2007h.842-9.

12

Anda mungkin juga menyukai