Cecillia Wirawanty
(102011187 F8)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna no. 6, Jakarta 11510
email: cecil_veriicancy@yahoo.com
Pendahuluan
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu thalassa yang berarti laut. Yang dimaksud
laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini mula-mula ditemukan di sekitar Laut
Tengah. Thalassemia merupakan kelainan genetik yang ditandai oleh penurunan atau tidak
adanya sintesis satu atau beberapa rantai polipeptida globin. Talasemia merupakan kelainan
genetic dari sintesis hemoglobin. Kelainan ini diklasifikasikan berdasarkan apakah kerusakan
terjadi pada produksi rantai globin alpha atau beta. Status karier memberi perlindungan
terhadap malaria falciparum yang juga menjelaskan penyebaran geografis penyakit ini.
Sindrom talasemia akibat tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai polipeptida globin
bergabung membentuk hemoglobin. Sindrom alpha-talasemia biasanya disebabkan oleh
delesi satu gen globin atau lebih. Beta-talasemia dapat juga karena delesi gen, tetapi lebih
lazim merupakan akibat kelainan pembacaan atau pemrosesan DNA.1
Ruang lingkup bahasan tulisan ini adalah mengenai anamesis yang tepat, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, gejala klinis, prognosis, epidemiologi, etiologi, pengobatan
dan patogenesis Thalasemia pada anak.
Isi
Skenario 9
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ke puskesmaas dengan keluhan utama
pucat sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan disertai mudah lelah dan lesu. Riwayat demam dan
pendarahan tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan denyut nadi 130x/menit, TD
80/50mmHg, sklera dan kulit ikterik (+), konjungtiva anemis (+), splenomegali (+).
Rumusan Masalah :
Laki-laki 6 tahun pucat sejak 3 hari disertai mudah lelah dan lesu.
1
Hipotesis :
Mind Map :
Manifestasi
dan
komplikasi
Terapi:
Medicamentosa
Non
medicamentosa
Prognos
is
Anamnesi
s
Etiologi
PF
Pemeriksa
an
WD
PP
Sasaran Belajar :
1. Mengetahui cara pemeriksaan dan anamnesis yang tepat.
2. Mengetahui penyakit-penyakit lain yang berkaitan dengan gejala yang sama.
3. Mengetahui epidiologi, patogenesis, patofisiologi, gejala dan komplikasi penyakit.
I. Anamnesis
Secara umum anamesis yang tepat adalah sebagai berikut:
A. Identitas pasien
Meliputi :
1) Nama lengkap
2) Jenis kelamin
3) Tempat/tanggal lahir
4) Alamat
5) Umur
6) Agama
7) Suku bangsa
8) Status perkawinan
9) Pendidikan
10) Pekerjaan
B. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan pasien yang membawa
pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Keluhan dalam skenario ini adalah
laki-laki 6 tahun pucat sejak 3 hari.2
C. Keluhan Tambahan
yang
V. Epidemiologi
Insiden talasemia sangat bervariasi sesuai dengan kelompok etnik. Ciri bawaan alphatalasemia paling banyak di Asia tenggara, 2-7% neonatus kulit hitam Amerika, dan sedikit
pada daerah Mediterania. Sedangkan insiden talasemia beta-talasemia melebihi 5% pada
daerah tertentu di Italia, Yunani, Sardinia, Sisilia, India dan Asia tenggara dan sekitar
0,8% pada kulit hitam Amerika.1
VI.
Etiologi
Kelainan hematologik akibat pengurangan ringan sintesis rantai-globin yang
ditemukan pada talasemia heterozigot (trait) biasanya terbatas pada hipokromia,
mikrositosis, dan anemia ringan. Pengurangan sintesis globin yang lebih berat ditemukan
pada homozigor atau heteroziot kombinasi yang disertai dengan hemolisis dan anemia
berat. Hemolisis merupakan akibat ketidak seimbangan dalam sintesis dua tipe rantai
globin mayor alpha dan beta. Hangguan sintesis salah satu tipe rantai globin membatasi
pembentukan tetramen hemoglobin yang memerlukan rantai tersebut. 5,6
Alfa Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal
membawa 1 gen).
Sindrom thalassemia- disebabkan oleh delesi pada gen globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan
mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari
kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 6,7
6
2.
Beta Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. Thalassemia disebabkan oleh mutasi pada gen globin pada sisi pendek kromosom 11. 6,7
1. Thalassemia o
Pada thalassemia o, tidak ada mRNA yang mengkode rantai sehingga tidak
dihasilkan rantai yang berfungsi dalam pembentukan HbA. Bayi baru lahir dengan
7
thalasemia mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya
menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi
dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak segera ditangani dengan
baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi. (Kapita selekta
kedokteran).
2. Thalassemia +
Pada thalassemia +, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun
hanya sedikit sehingga rantai dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun
hanya sedikit.6
VII. Patofisiologi
Produksi terus menerus tipe rantai globin lain pada kecepatan normal
mengakibatkan kelebihan rantai globin yang tidak mampu berperan dalam
pembentukan tetramer normal karena tidak ada mitra yang cocok. Sehingga salah satu
rantai globin kurang diproduksi. Rantai globin yang tidak dikombinasi tersebut
dengan mudah mengendap di dinding eritrosit, membentuk benda inklusi yang tidak
larut dan menyebabkan gambatan anemia hipokrom. Pada beta-talasemia, inklusi
rantai alpha4 yang berlebihan terbentuk dengan sangat cepat selama maturasi eritoid
sehingga hemolysis cepat terjadi dalam sumsum tulang sebelum pelepasan retikulosit
ke dalam sirkulasi. Pada alpha-talasemua, tetramer rantai beta (beta4 atau hemoglobin
H) mengendap lebih lambat sesudah eritrosit meninggalkan sumsum tulang. Bila
terbentuk, benda inklusi hemoglobin H dengan cepat diambil dari eritrosit oleh sel
retikuloendotelial limpa, mengakibatkan kerusakan membrane, fragmentasi, dan
akhirnya hemolisis. 3,6
VIII.
Manifestasi klinis
Talasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan dibidang klinis sesuai dengan
gejala klinis yang didapat, yaitu :
1. mayor (homozigot)
pada mayor biasanya didapat gejala-gejala klinik seperti muka mongoloid,
pertumbuhan bada yang kurang sempurna, pembesaran hati dan atau limpa,
perubahan-perubahan tulang, anemia hipokrom, kelainan morfologi eritrosit
disertai dengan kelainan resistensi osmotic eritrosit Anemia berat menjadi nyata
pada umur 3-6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
8
Pembesaran hati dan limfa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra medular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah
berupa detormitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat tranfuse darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka
mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal dan
zigomantion serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. Gejala lain yang
tampak ialah lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat
badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat tranfuse darah
kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan
kulit. 5,7
2.Thalasemia Intermedia
Keadaan klinis lebih baik dan gejala lebih ringan daripada thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 10,09/dl). Gejala detormitas tulang,
hepatomegali dan spienomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran
kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa. 6
3.Thalasemia Minor atau trait (pembawa sifat)
Pada trait umumnya tidak dijumpai klinik yang khas. Adakalanya dijumpai
kelainan morfologi eritrosit dan perubahan pada resistensi osmotic eritrosit.
Gambaran klinis dari penyakit talasemia beta atau HbE menyerupai talasemia
mayor. 6
IX. Komplikasi
Komplikasi alpha talasemia trait tidak membutuhkan masukan besi. Mikrositik
anemia ringan dikarenakan defisiensi besi. Orang dengan penyakit hemobglobin H
bisa memperburuk keadaan anemianya.
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma
yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.5-7
Wanita hamil dengan janin hidropik alpha-talasemia bisa menaikan komplikasi
kehamila, terutama toxemia dan pendarahan postpartum. 8
9
X. Treatment
1. Medica mentosa
1. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.
2. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek
khelasi besi.
3. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
4. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah.6,9
2. Non-medica mentosa
1. Edukasi. Karena penyakit ini harus membutuhkan terapi transfusi darah seumur
hidup dan memakan obat secara teratur.
2. Transfusi darah, diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
3. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa
terlalu besar sehingga resiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
4. Tranplantasi sumsum tulang untuk anak yang sudah berumur di atas 16 tahun. Di
indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karna biayanya sangat mahal dan sarananya
belum memadai.5-8
XI. Pencegahan
1.
Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan untuk mencegah perkawinan diantara pasien
10
Daftar pustaka
11
3. Kosasih EN, Kosasih AS. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Edisi 2.
Jakarta: Karisma; 2008.h.97-117.
4. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2008.h.195203.
5. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta:
EGC; 2007.h.1295-1334.
6. Hassan M Yaish, MD. Pediatric Thalassemia. Edisi April 2013. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview, 12 April 2014.
7. Long SS. Difteri. Dalam: Behrman RE et all. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi
15. Jakarta: Penerbit EGC.2012.h.955-9.
8. Meredante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial. Edisi 6. Singapore: Saunders Elsevier; 2011.h.601-24.
9. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR Current Diagnosis &
Treatment in Pediatrics. 18 edition. United States: Mc Graw Hill; 2007h.842-9.
12