Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes


aegypty masih merupakan masalah kesehatan penting di dunia. Di Indonesia, demam
berdarah dengue mulai dikenal pertama kali pada tahun 1968 di DKI Jakarta dan
Surabaya, dan terus menyebar ke seluruh tiga puluh tiga propinsi di Indonesia. Pola
epidemiologi infeksi dengue mengalami perubahan dari tahun ke tahun, jumlah kasus
memuncak setiap siklus 10 tahunan. Dari tahun 1968-2008 angka kesakitan demam
berdarah dengue terus meningkat. Pada tahun 2008 didapatkan angka kesakitan
58,85/100.000 penduduk. Empat serotipe penyebab virus dengue, yaitu DEN 1, 2, 3,
dan 4. Semua serotipe virus dengue ditemukan di Indonesia, namun serotipe virus
DEN-3 masih dominan menyebabkan kasus dengue yang berat dan fatal.1
Angka kejadian DBD pada tahun 2011 di wilayah propinsi Sulawesi Utara
khususnya Kota Manado sebesar 156 kasus dari total 1485 kasus di seluruh wilayah
propinsi Sulut. Kasus demam berdarah dengue di Sulawesi Utara pada tahun 2011
menunjukan bahwa kota Manado menempati posisi teratas dengan jumlah 156 kasus,
diikuti oleh Kotamobagu 151 kasus, Kabupaten

Minahasa Utara 120 kasus,

Kabupaten Kepulauan sangihe 120 kasus, Kabupaten minahasa 116 kasus, Kota
Tomohon 107 kasus, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan 106 kasus, Kabupaten
Minahasa Selatan 98 kasus, Kota Bitung 91 kasus, Kabupaten Bolaang Mongondow
utara 76 kasus, Kabupaten Bolaang Mongondow 74 kasus, Kabupaten Sitaro 63

Kasus, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur 45 kasus, dan Kabupaten Talaud 44


kasus.2
Berdasarkan sumber yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Manado,
tercatat bahwa angka kasus demam berdarah terjadi di semua Kecamatan yang ada di
Kota Manado. Kasus tertinggi terjadi di kecamatan Malalayang, diikuti berturut-turut
Kecamatan Tikala, Wanea, Mapanget, Sario, Tuminting, Singkil, dan Bunaken. Pada
tahun 2012 Kecamatan Malalayang merupakan wilayah tertinggi pertama kasus
demam berdarah dengue dengan jumlah kasus 103.2
Angka kematian menurun dengan stabil dari 41% pada tahun 1968 menjadi
kurang dari 2% sejak tahun 2000, dan pada tahun 2008 angka kematian menurun
menjadi 0,86%. Namun, angka kematian akibat SSD yang disertai dengan perdarahan
gastrointestinal hebat dan ensefalopati masih tetap tinggi. Patogenesis utama yang
menyebabkan kematian pada hampir seluruh pasien DBD adalah syok akibat
kebocoran plasma. Rampengan pada tahun 1986 melaporkan kejadian syok di
Manado sebesar 60% dari seluruh pasien DBD dengan angka kematian 6,6%.
Prevalensi syok 16%-40% pada hampir di seluruh rumah sakit di Indonesia dengan
angka kematian 5,7%-50% pada tahun 1996.Penanganan yang tepat dan sedini
mungkin terhadap pasien presyok dan syok merupakan faktor penting yang
menentukan hasil pengobatan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor risiko kematian. Penelitian yang dilakukan di India
menyebutkan bahwa faktor syok refrakter berat,disseminated intravascular
coagulation (DIC), acute respiratory distress syndrome (ARDS), gagal hati,
manifestasi neurologis merupakan penyebab kematian pada DSS. Dhoria dkk pada
2

tahun 2008 menunjukan bahwa refractory shock dan aktivitas koagulasi berhubungan
dengan kematian pada pasien DSS. Penelitian kohort retrospektif Pangribuan dkk
pada pasien SSD sesuai kriteria WHO 1997 yang dirawat di Instalasi Kesehatan
Anak RSUP Dr. Sardjito dari januari 2006 juli 2012 ditemukan bahwa manajemen
cairan sebelum masuk rumah sakit rujukan yang tidak adekuat, perdarahan mayor dan
prolonged shock merupakan faktor prognosis independen kematian pada anak dengan
SSD.3
Berikut ini akan dilaporkan suatu kasus, seorang anak perempuan dengan
DBD derajat III, dirawat di Ruang Perawatan Intensif E BLU RSU Prof. Dr.R.D.
Kandou Manado sejak tanggal 13 Februari 2016.

BAB II
LAPORAN KASUS

Nama

: An A. K.

Jenis kelamin

: Perempuan

Tanggal lahir/umur

: 9 Agustus 2007/ 8 tahun 3 bulan

Lahir di

: Rumah

Berat badan lahir

: 3300 gram

Partus secara

: Spontan letak belakang kepala oleh bidan

Kebangsaan

: Indonesia

Suku bangsa

: Minahasa

Nama Ibu/umur

: Ny. A.K/43 tahun (Perkawinan I)

Pekerjaan ibu

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Ibu

: SMP

Nama Ayah/umur

: Tn J.K/46 tahun (Perkawinan I)

Pekerjaan Ayah

: Petani

Pendidikan Ayah

: SMP

Alamat

: Tewesan jaga I

Rujukan Dari

: RSUD Amurang, Minahasa Selatan

Tanggal MRS

: 13 Februari 2016

Jam

: 19.00 WITA

Anamnesis: diberikan oleh ibu penderita


Pasien merupakan anak ke 4 dari 4 bersaudara
Family tree

Anak

Umur

Kesehatan

Laki - laki

23 tahun

sehat

Laki- laki

18 tahun

sehat

Laki - laki

10 tahun

sehat

Perempuan

8 tahun

penderita

Keluhan Utama: Kaki dan tangan dingin sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
Kaki tangan penderita teraba dingin sejak 9 jam sebelum masuk rumah
sakit. Demam dialami penderita sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan tinggi pada perabaan, turun dengan obat penurun panas, namun tidak

sampai normal kemudian naik kembali. Demam tidak disertai dengan menggigil
ataupun kejang.
Penderita juga mengalami mimisan 10 jam sebelum masuk rumah sakit. Penderita
mengeluh nyeri perut sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit dan muntah frekuensi
1 kali, volume 1/4 gelas aqua berisi cairan dan sisa makanan.
Selain itu penderita juga mengeluh nyeri kepala sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit, terutama jika penderita sedang demam tinggi. BAB dan BAK biasa,
batuk dan beringus tidak dialami oleh penderita.Penderita merupakan rujukan dari
RSUD Amurang dengan diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) derajat III.
Anamnesis Antenatal
ANC teratur sebanyak 8x kali di Puskemas, Suntik TT sebanyak 2 kali, Selama hamil
ibu sehat.
Penyakit yang pernah dialami
Morbili

: -

Varicella

: -

Pertusis

: -

Diarrhea

: -

Cacing

: -

Batuk/pilek

: +

Kepandaian / kemajuan bayi :


Pertama kali membalik

: 3 bulan

Pertama kali tengkurap

: 4 bulan

Pertama kali duduk

: 6 bulan
6

Pertama kali merangkak

: 8 bulan

Pertama kali berdiri

: 9 bulan

Pertama kali berjalan

: 12 bulan

Pertama kali tertawa

: 3 bulan

Pertama kali berceloteh

: 4 bulan

Pertama kali memanggil mama: 8 bulan


Pertama kali memanggil papa : 8 bulan
Anamnesis makanan terperinci sejak bayi sampai sekarang
ASI

: Lahir - 18 bulan

PASI

: 6 bulan 18 bulan

Bubur susu

: 6 bulan 8 bulan

Bubur saring : 8 bulan 10 bulan


Bubur halus

: 10 bulan 18 bulan

Nasi lembek : 18 bulan 24 bulan


Nasi

: 2 tahun sekarang

Riwayat Imunisasi
JenisImunisasi
BCG
Polio
DTP
Campak
Hepatitis B

I
+
+
+
+
+

Dasar
II

III

Ulangan
II

+
+

+
+

Anamnesis Keluarga

III

1. Riwayat Keluarga
Dalam keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini
2. Keadaan Sosial, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan
Penderita tinggal di rumah permanen, beratap seng, berdinding beton dan
berlantai tegel. Jumlah kamar 3buah dihuni oleh 6 orang, 4 orang dewasa dan 2
anak-anak.WC/ kamar mandi di dalam rumah. Sumber air minum dari Air sumur.
Sumber penerangan listrik dari PLN. Penanganan sampah dengan cara dibuang.
Pemeriksaan Fisik
BB

: 21 kg

Keadaan Umum

: Tampak sakit berat Kesadaran

Status Gizi

: Kurang

Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu badan

: 80/60 mmHg
: 120x/m (regular, kecil, tidak kuat angkat)
: 30x/menit
: 37,70 C

KEPALA:Bentuk

: Mesocephal

TB

: 127 cm

Rambut

: Hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: Exopthalmus / Enopthalmus : -/-

: CM

Tekanan Bola Mata

: Normal pada perabaan

Konjungtiva

: Anemis (-)

Sklera

: Ikterik (-)

Refleks Kornea

: Normal

Pupil

: Bulat, isokor, 3mm/3mm

Refleks cahaya

: +/+

Lensa

: Jernih

Fundus/Visus

: Tidak di evaluasi
8

Gerakan bola mata

: Normal ke segala arah

Telinga: Sekret -/Hidung

: Mimisan (-) secret (-)

Mulut

: Bibir

: Sianosis (-)

Lidah

: beslag (-)

Gigi

: Caries (-)

Selaput Mulut

: Mukosa mulut basah

Gusi

: Perdarahan (-)

Bau Pernapasan

: Foetor (-)

Tenggorokan : Tonsil

: T1-T1 hiperemis (-)

Faring
Leher

Thorax

: Hiperemis (-)

: Trakea

Paru-Paru

: Letak di tengah

Kelenjar

: Pembesaran KGB (-)

Kaku kuduk

: (-)

Bentuk : simetris
Rachitic Rosary : (-)

Xiphosternum: (-)

Ruang Intercostal: Normal

Harrisons groove: (-)

Precordial Bulging: (-)

Pernapasan Paradoksal: (-)

Inspeksi

: Simetris, retraksi (-)

Palpasi

: Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi

: Sonor kiri = kanan

Auskultasi

: Sp Bronkovesikuler, Rhonki /-, Wheezing -/9

Jantung

Detak jantung : 120 x/m


Iktus kordis

: Tidak Tampak

Batas kiri

: Linea Midclavicularis Sinistra

Batas kanan

: Linea Parasternalis Dextra

Batas atas

: ICS II-III

Bunyi jantung apeks: M1>M2


Bunyi jantung aorta: A1>A2
Bunyi jantung pulmo: P1<P2
Bising: (-)
Abdomen

: Cembung, lemas, bising usus (+) normal


Ascites (-)
Hepar : 2-2cm bac

Genitalia

: Perempuan, normal

Kelenjar

: Pembesaran KGB (-)

Lien: tidak teraba

Anggota Gerak : Akral Dingin, CRT > 2 , sianosis (-)


Tulang

: Deformitas (-)

Otot

: Eutoni

Refleks

: Refleks Fisiologis +/+, Refleks Patologis : -/-

KULIT
Warna
: Sawo matang
Efloresensi : (-)
Pigmentasi : (-)
Jaringan parut: (-)
Lapisan lemak: Cukup
Lain-lain
: (-)

Turgor
Tonus
Oedema

10

: Kembali cepat
: Eutoni
: (-)

RESUME
Seorang anak perempuan 8 tahun 3 bulan, BB 21 kg, TB 127 cm, MRS tanggal 13
Februari jam 17.30 WITA dengan keluhan Demam sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit. Kaki dan tangan dingin sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit.
Mimisan, muntah bercampur sisa makanan frekuensi 1 kali dan nyeri perut sejak 10
jam sebelum masuk rumah sakit. Selain itu nyeri kepala juga dikeluhkan 5 hari
SMRS terutama jika demam tinggi.

Keadaan Umum

: Tampak sakit berat

Kesadaran

: CM

BB

: 21 kg

TB

: 127 cm

Status Gizi

: Kurang

TD

: 80/60 mmHg

RR

: 30 x/menit

Nadi

: 120 x/menit (lemah, tak kuat angkat)

SB

: 37,7oC

Kepala

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)

Thoraks

: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

Cor

: Bunyi jantung S1-S2, bising (-)

Pulmo

: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) Normal


Hepar: 2-2 cm BAC lien: tidak teraba
11

Ekstremitas

: Akral dingin, CRT>2

Hasil Laboratorium 13/02/2016:


Hematokrit

: 48,5 %

Hb

: 10,9 g/dl

Eritrosit

: 3,89 juta/mm3

Leukosit

: 4000/mm3

Trombosit

: 33000/mm3

Hasil Uji Serologi


Anti-Dengue (IgM, IgG, rapid-qualitative)

IgM : Negatif (-)


IgG : Positif (+)

Diagnosis

: Demam Berdarah Dengue derajat III + gizi kurang

Terapi

: - O2 1-2 liter/menit
-

IVFD RL 20cc/kgBB secepatnya = 420 cc secepatnya bisa


diberikan sebanyak 3 kali(sudah diberikan 2 kali di RSUD
Amurang) selanjutnya sesuai protokol

Inj. Ceftriakson 2 x 1gr iv (skin test)


- Paracetamol 3x 250 mg

PCV / 4 jam
Diuresis/jam
Observasi ketat tanda-tanda vital / jam
Oralit ad libitum

12

Tanggal 13 Februari 2016, Jam: 16.00 WITA (IRDA)


S

: Kaki dan tangan dingin (+), demam (+)

: KU

: Tampak sakit

Kesadaran

: CM

TD

: 80/60 mmHg

RR

: 30 x/menit

Nadi

: 120 x/menit (lemah, tak kuat angkat)

SB

: 37,7oC

PCV

: 48%

Kepala

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)

Thoraks

: Simetris, retraksi (-)


Cor: bising (-)
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) Normal


Hepar: 2-2 cm BAC lien: tidak teraba

Ekstremitas : Akral dingin, CRT>2


A

: DBD derajat III + Gizi kurang

O21-2 liter/menit

IVFD RL 20ml/kgBB/secepatnya = 420 cc secepatnya (sudah


diberikan 2 kali di RS Amurang)

Inj. Ceftriakson 2 x 1 gr iv (skin test) (1)

Paracetamol 3 x 250 mg (k/p)


13

Rencana

PCV / 4 jam
Diuresis/jam
Observasi ketat tanda-tanda vital/jam
MRS RPI

: Periksa DL, Diff count, SGOT,SGPT, IgG, IgM anti dengue,Crossmatch

Tanggal 13 Februari 2016, Jam: 16.30 WITA (IRDA)


S

: Kaki tangan dingin (+), demam (-)

: KU
TD

: Tampak sakit berat

Kesadaran

: CM

: 90/50 mmHg

RR

:28x/menit

SB

: 37,2oC

Nadi : 100 x/menit


PCV : 32%
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2
Pemeriksaan fisik lain sesuai status quo
A

: DBD derajat III + Gizi kurang

: - IVFD FFP 10 cc/kgBB/Jam = 210 cc/jam


- Terapi lain lanjut

Tanggal 13 Februari 2016, jam 17:30 WITA (RPI)


S

: Kaki tangan dingin (-), demam (-), nyeri perut (-), sesak(-)

: KU

: Tampak sakit

Kesadaran

: CM

TD

: 100/60 mmHg

RR

:28x/menit

SB

: 36,5oC

Nadi : 100 x/menit

14

Kepala

: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), PCH (-)

Thoraks

: Simetris, retraksi (-)


Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal


Hepar: 2-2 cm bac

Lien: tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2


Hasil Laboratorium:
-

Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
SGOT
SGPT
IgG
IgM

: 4.000/mm3
: 3,89 juta/mm3
: 10,9g/dl
: 31,5%
: 33.000/mm3
: 68 U/L
: 20 U/L
: Positif (+)
: Negatif (-)

: DBD derajat III dalam terapi 1 jam+ Gizi kurang

: - O2 1-2 liter/menit
- IVFD RL 10cc/kg/jam = 210 cc/jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
- Paracetamol 3 x 250 mg (k/p)
- PCV / 4 jam
- Balans Diuresis / jam
- Vital sign / jam
- Oralit ad Lib

Tanggal 13 Februari 2016, Jam 18.30 WITA


15

: Kaki tangan dingin (-), demam (-), nyeri perut (-), sesak(-)

: KU

: Tampak sakit

Kesadaran: CM

TD

: 110/70 mmHg

RR

: 24x/menit

SB

: 36,5oC

Nadi : 88x/menit
Kepala

: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), PCH (-)

Thoraks

: Simetris, retraksi (-)


Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal


Hepar: 2-2 cm bac

Lien: tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2


A

: DBD derajat III (SSD) terapi 2 jam + Gizi kurang

: - O2 1-2 liter/menit
- IVFD RL 10cc/KgBB/Jam = 210 cc/ jam
- Terapi lain lanjut

Tanggal 13 Februari 2016, Jam 19.30 WITA


S

: Kaki tangan dingin (-), demam (-), nyeri perut (-), sesak(-)

: KU
TD

: tampak sakit

Kesadaran: CM

: 110/70 mmHg

RR

: 24x/menit

SB

: 36,5oC

Nadi : 88x/menit
Kepala

: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), PCH (-)

Thoraks

: Simetris, retraksi (-)


Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/16

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal


Hepar: 2-2 cm bac

Lien : tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2


A

: DBD derajat III (SSD) terapi 3 jam + Gizi kurang

: - O2 1-2 liter/menit
- IVFD RL 10cc/KgBB/Jam = 210 cc/ jam
- terapi lain lanjut

Tanggal 13 Februari 2016, Jam 20.30 WITA


S

: Kaki tangan dingin (-), demam (-), nyeri perut (-), sesak(-)

: KU
TD

: tampak sakit

Kesadaran : CM

: 110/70 mmHg

RR

: 24x/menit

SB

: 36,5oC

Nadi : 88x/menit (kuat angkat)


Kepala

: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), PCH (-)

Thoraks

: Simetris, retraksi (-)


Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal


Hepar: 2-2 cm bac

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2


PCV

: 34 %

: DBD derajat III terapi 4 jam + Gizi kurang

: - O21-2 liter/menit
- IVFD RL 7cc/kg/jam = 147 cc/jam
17

Lien : tidak teraba

- terapi lain lanjut

Tanggal 14 Februari 2016, Jam 00.30 WITA


S

: Kaki tangan dingin (-), demam (-), nyeri perut (-),sesak (-)

: KU

: Tampak sakit

Kesadaran : CM

TD

: 90/60 mmHg

RR

: 24 x/menit

Nadi : 80x/m (kuat angkat)

SB

: 36,5oC

PF lain status quo


PCV : 32%
A

: DBD derajat III dalam terapi 8 jam + Gizi kurang

: - O21-2 liter/menit
- IVFD RL 5cc/kg/jam = 105 cc/jam
- Terapi lain lanjut

Tanggal 14 Februari 2016, Jam : 04.30 WITA


S

: Kaki tangan dingin (-), nyeri perut (+) hilang timbul , sesak (-)

: KU

: Tampak sakit

Kesadaran : CM

TD

: 110/60 mmHg

RR

: 24 x/menit

SB

: 36,5 oC

Nadi : 80x/menit (kuat angkat)


PF lain status quo
Hasil Lab : PCV 32%
A

: DBD derajat III dalam terapi 12 jam + Gizi kurang

: - O21-2 liter/menit
18

- IVFD RL 3 cc/ kgBB/jam= 63 cc/jam


- Terapi lain lanjut
Tanggal 14 Februari 2016, Jam 08.30 WITA
S

: Kaki tangan dingin (-), demam (-), nyeri perut (-), sesak (-)

: KU

: Tampak sakit

TD

: 90/60 mmHg

Kesadaran : CM

Nadi : 84x/m

RR

: 24x/menit

SB

: 36,5oC

PCV : 33 %
Kepala

: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), PCH (-)

Thoraks

: Simetris, retraksi (-)


Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal


Hepar: 2-2 cm bac

Lien : tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2


A

: DBD derajat III dalam terapi 16 jam + Gizi kurang

: - O2 2 liter/menit
- IVFD RL 3cc/kgBB/jam = 63 cc/jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr iv (2)
- Paracetamol 3 x 250 mg (k/p)
- PCV/4 jam
- Diuresis & Vital Sign/jam

Rencana : Periksa DL, DC, Na, K, Cl, Ca, Albumin, protein total.

19

Tanggal 14 Februari 2016, Jam 12.30 WITA


S

: Kaki tangan dingin (-), demam (-), sesak (-), nyeri perut (-)

: KU

: Tampak sakit

Kesadaran : CM

TD

: 90/60 mmHg

RR

: 28 x/menit

SB

: 36,7 oC

Nadi : 80x/m
PF lain status quo
PCV = 32%
A

: DBD derajat III dalam terapi 20 jam + Gizi kurang

: - O2 2 liter/menit
- IVFD RL 3cc/KgBB/Jam= 63cc/jam
- Terapi lain lanjut

Tanggal 14 Februari 2016, Jam 16.30 WITA


S

: Nyeri perut (-), sesak (-), demam (-), Perdarahan (-)

: KU

: tampak sakit

Kesadaran : CM

TD

: 90/60 mmHg

RR

Nadi : 86x/m

SB

: 28 x/menit
: 36,2 oC

PCV : 34%
PF lain status quo
Hasil Laboratorium:
-

Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit

: 5.300/mm3
: 3,63 juta/mm3
: 10 g/dl
: 28,5%
: 36.000/mm3

- Na/K/Cl
: 141/4,44/104,1
- Globulin
: 2,32
- Protein total : 5,31
- Albumin
: 2,9

20

Ur
Cr

: 16 U/L
: 0,4 U/L

: DBD derajat III dalam terapi 24jam + Gizi Kurang

: - O2 2 liter/menit (k/p)
- IVFD RL 8 gtt/menit
- Terapi lain lanjut

Tanggal 14 Februari 2016, Jam 20.30 WITA


S

: Nyeri perut (-), sesak (-), demam (-), Perdarahan (-)

: KU

: tampak sakit

Kesadaran : CM

TD

: 90/60 mmHg

RR

: 28 x/menit

SB

: 36,6 oC

Nadi : 90x/m
PCV : 34 %
PF lain status quo
A

: DBD derajat III dalam terapi 28 jam + Gizi Kurang

: - IVFD RL 8 gtt/menit
- Terapi lain lanjut

Tanggal 15 Februari 2016, Jam 16.00 WITA


S

: Kaki tangan dingin (-), nyeri perut (-), sesak (-), demam (-)

: KU

: Tampak sakit

TD

: 90/60 mmHg

Kesadaran : CM

Nadi : 80x/menit

21

RR

: 24x/menit

SB

: 36,5oC

PCV : 34 %
Kepala

: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), PCH (-)

Thoraks

: Simetris, retraksi (-)


Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) normal


Hepar: 2-2 cm bac

Lien : tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2


A

: DBD derajat III dengan dalam terapi 48 jam + Gizi kurang

:- IVFD RL 8 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr iv (3)
- Paracetamol 3 x 250 mg (k/p)
- Oralit ad Lib

Rencana : Pindah Ruangan

22

BAB III
PEMBAHASAN

Kasus ini membahas seorang anak perempuan umur 8 tahun 3 bulan, berat
badan 21 kg, didiagnosis dengan demam berdarah dengue, didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Demam berdarah dengue
(DBD) atau dengue haemorrhagic fever.
Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering
mematikan, disebabkan oleh virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang disebarkan
oleh nyamuk Aedes aegypti yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari
penderita DBD lainya, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan
pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein.13,14
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan demam terus-menerus sejak 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik perdarahan spontan berupa
mimisan serta didapati tanda kebocoran plasma pada pemeriksaan penunjang
didapatkan peningkatan hematokrit 48%. Serta adanya trombositopenia 33.000/mm 3,
Pada uji serologis ditemukan IgG anti dengue (+) dan IgM anti dengue (-). Hal ini
sesuai dengan kepustakaan, dimana kriteria diagnosis demam berdarah dibagi
menjadi kriteria diagnosis klinis dan kriteria diagnosis laboratoris.14,15
Diagnosis klinis demam berdarah dengue:15

Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus

23

Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epitaksis,


perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet

positif.
Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital, gangguan pencernaan, nyeri
perut.
Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah.
Hepatomegali
Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala :
- Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur
- Ditemukan adanya efusi pleura
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
Trombositopenia <100.000/mm3
Demam disertai dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti perembesan

plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.15


Tabel 1.Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 201114
Deraja
DBD

t
I

Tanda dan gejala


Demam

dan

II

(uji

plasma
Derajat

manifestasi Trombositopenia

bendung (<100.000/mm3)
Peningkatan hematokrit 20%
positif) dan tanda perembesan
DBD

perdarahan

Laboratorium

perdarahan Trombositopenia

spontan

DBD

III

(<100.000/mm3)
Peningkatan hematokrit 20%

Derajat I atau II + kegagalan Trombositopenia


sirkulasi (nadi lemah, tekanan (<100.000/mm3)

24

nadi 20mmHg, hipotensi, Peningkatan hematokrit 20%


DBD

IV

gelisah, diuresis menurun


Syok hebat dengan tekanan Trombositopenia
darah dan nadi yang tidak (<100.000/mm3)
Peningkatan hematokrit 20%
terdeteksi

Laboratorium

pada

DBD

akan

ditemukan

trombositopenia

dan

hemokonsentrasi. Penurunan jumlah trombosit <100.000/ L biasa ditemukan pada


hari ke tiga sampai hari ke 8 saat sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematoktrit. Penurunan nilai trombosit yang
disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit untuk DBD, kedua
hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu
diketahui nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh
perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis.
Hipoproteinemia akibat kebocoran plasma biasa ditemukan.16,17
Berdasarkan kriteria klasifikasi WHO 2011 di atas maka pasien ini termasuk
klasifikasi DBD derajat III. Adanya hipovolemik menyebabkan tubuh melakukan
mekanisme kompensasi melalui jalur neurohumoral agar tidak terjadi hiperfusi pada
organ vital. Sistem kardiovaskuler mempertahankan isi sekuncup, laju jantung dan
vasokonstriksi perifer. Apabila perembesan plasma terus berlangsung atau pengobatan
tidak adekuat, kompensasi dilakukan dengan mempertahankan sirkulasi ke organ vital
dengan mengurangi sirkulasi ke daerah perifer. Secara klinis ditemukan ekstremitas
teraba dingin dan lembab, kulit tubuh menjadi berbecak-becak, pengisian waktu

25

kapiler memanjang lebih dari dua detik.

Dengan adanya vasokonstriksi perifer,

terjadi peningkatan resistensi perifer sehingga tekanan diastolik meningkat sedang


tekanan sistolik tetap sehingga nadi akan menyempit kurang dari 20 mmHg. Pada
tahap ini sistem pernapasan melakukan kompensasi berupa quite tachypnea (takipnea
tanpa peningkatan kerja otot pernapasan ).15,16
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan dengan hasil IgG (+) dan IgM (-)
yang menunjukkan bahwa pasien ini terkena infeksi sekunder DBD. Berdasarkan
kepustakaan, untuk dapat membuktikan etiologi DBD dapat dilakukan serologi anti
Ig-G dan Ig-M. Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari ke lima
setelah onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun
hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi Ig-G lebih rendah dibandingkan
IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi. Sedangkan pada infeksi
sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum
atau bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi
sekunder.4,5
Pada pasien ini dilakukan loading RL 20 ml/kgBB/jam secepatnya dan
terdapat perbaikan sirkulasi yakni tekanan darah naik, frekuensi nadi teraba cukup,
akral hangat, tidak pucat, dan diuresis dicatat.Kemudian cairan RL di kurangi menjadi
10 ml/kgBB/jam. Setelah dievaluasi dan terjadi perbaikan, pemberian cairan
diberikan 7ml/kgBB/jam, kemudian dikurangi lagi 5ml/kgBB dan kemudian
diberikan 3ml/kgBB/jam. Selain cairan pasien ini juga di berikan oksigen 2 - 4 liter
per menit dan diberikan terapi simptomatik yakni inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr iv dan inj.
26

Berdasarkan kepustakaan, syok pada demam berdarah dengue merupakan syok


hipovolemik akibat terjadi perembesan plasma, fase awal berupa syok terkompensasi
dan fase selanjutnya fase dekompensasi. Diagnosis dini syok terkompensasi disertai
dengan pengobatan yang cepat dan tepat mempunyai prognosis yang jauh lebih baik
dibandingkan apabila pasien sudah jatuh ke dalam fase syok dekompensasi. Pasien
yang mengalami syok terkompensasi harus segera mendapat pengobatan sebagai
berikut: 15

SSD
Oksigenasi (berikan O2 2-4 L/menit)
Penggantian volume plasma segera
(cairan kristaloid isotonis) Ringer Laktat
10-20 mL/kgBB dalam waktu 1 jam
27

Ya

Syok teratasi

Tidak

IVFD 10 mL/kgBB, 1-2 jam


Periksa A,B,C,S : Ht, gas
darah, glukos darah,
kalsium, perdarahan.
Koreksi bila ditemukan
segera asidosi,
hipoglisemia, hipokalsemia

Tanda vital stabil turunkan IVFD


Bertahap 7, 5 , 3dan 1,5 mL/kgBB/jam

Ht Meningkat

Bolus kedua kristaloid


Stop IVFD maksimal 48 jam
Setelah syok teratasi

Ht Menurun

Perdarahan

Atau koloid 10-20 mL/kgBB


Waktu 10-20 menit
Tidak

jelas
Bila tidak teratasi koloid
10-20 mL/kgBB dalam 10-20

Transfusi
darah

Menit, jika syok menetap


Dianjurkan transfusi darah

Berikan terapi oksigen 2-4 L/menit

Berikan resusitasi cairan kristaloid isotonic intravena dengan jumlah cairan 10-20
mL/kgBB dalam waktu 1 jam. Periksa hematokrit.

Bila syok teratasi berikan cairan dengan dosis 10 mL/kgBB/jam selama 1-2 jam.

28

Bila keadaan sirkulasi tetap stabil jumlah cairan dikurangi secara bertahap
menjadi 7, 5, 3, 1 mL/kgBB/jam. Pertimbangkan untuk mengurangi cairan yang
diberikan secara intravena bila masukan cairan melalui oral sudah membaik.
Pada pasien ini terlihat tanda perbaikan yaitu intake yang membaik, suhu badan

yang normal, Buang air besar normal, serta sudah tidak mengeluh nyeri perut dan
nyeri kepala. Hal ini sesuai dengan kepustakaan, tata laksana pada fase pemulihan
(recovery phase)16

Fase pemulihan ditandai dengan perbaikan klinis, nafsu makan membaik, dan

secara umum tampak membaik.


Status hemodinamika dan perfusi perifer yang baik perlu dipantau dengan baik.
Didapatkan penurunan kadar hematokrit ke kadar basal dan volume urin yang

cukup.
Pemberian cairan intravena tidak boleh dilanjutkan lagi untuk mencegah
kelebihan cairan karena pada fase pemulihan cairan dari ekstravaskular kembali

masuk ke rongga intravaskular.


Pada pasien dengan efusi pleura yang luas dan asites, pada fase pemulihan mudah
terjadi kelebihan cairan, maka dapat diberikan furosemid untuk mengurangi udem
paru. Apabila efusi pleura hanya sedikit dan keadaan umum anak baik, tidak perlu

diberikan diuretika karena akan direabsorbsi spontan.


Mungkin terjadi hipokalemia yang disebabkan oleh stres dan diuresis, perlu

segera dikoreksi dengan pemberian buah yang kaya kalium atau suplemen.
Tidak jarang dijumpai bradikardia, maka perlu pemantauan untuk terjadinya
penyulit yang jarang yaitu heart blocker atau ventricular premature contraction

Tanda-tanda penyembuhan16

Frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi napas stabil

29

Suhu badan normal


Tidak dijumpai perdarahan baik eksternal maupun internal
Nafsu makan membaik
Tidak dijumpai muntah maupun nyeri perut
Volume urin cukup
Kadar hematokrit stabil pada kadar basal
Ruam konvalesens, ditemukan pada 20%-30% kasus.
Perbaikan klinis yang jelas
Jumlah urin cukup
Pasien telah memenuhi kriteria pindah dari ruang perawatan intensif selama 2

hari perawatan dimana pasien tidak terdapat tanda-tanda syok, tidak demam minimal
24 jam tanpa terapi antipiretik, nafsu makan membaik, perbaikan klinis yang jelas,
tidak tampak distres pernapasan yang disebabkan efusi pleura atau asites. Kriteria
pulang rawat 10,19

Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik


Nafsu makan membaik
Perbaikan 2-3 hari setelah syok teratasi
Tidak tampak distres pernapasan yang disebabkan efusi pleura atau asites
Jumlah trombosit >50.000/mm3. Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien
boleh pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas yang memudahkan untuk
mengalami trauma selama 1-2 minggu (sampai trombosit normal). Pada umumnya
apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain yang menyertai (misalnya idiopatik
trombositopenia purpura=ITP), trombosit akan kembali ke kadar normal dalam
waktu 3-5 hari.
Pada kasus ini tidak ditemukan adanya komplikasi dari demam berdarah

dengue. Berdasarkan kepustakaan, beberapa komplikasi Demam Berdarah Dengue,


yaitu sebagai berikut. 19

30

Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.

Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal


akut.

Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma

Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan


hebat (DIC, kegagalan organ multipel)

Hipoglikemia/hiperglikemia,hiponatremia,

hipokalsemia

akibat

syok

berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai


Prognosis pada penderita ini, Dubia ad bonam bila diagnosis cepat dan terapi
adekuat.
Nasihat kepada orang tua untuk pasien rawat jalan:2

Anak harus istirahat


Cukup minum selain air putih dapat diberikan susu, jus buah, cairan elektrolit, air

tajin. Cukup minum ditandai dengan frekuensi buang air kecil setiap 4-6 jam.
Parasetamol 10 mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu >380C dengan interval 4-6

jam, hindari pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan kompres hangat.


Pasien rawat jalan harus kembali berobat setiap hari dan dinilai oleh petugas
kesehatan sampai melewati fase kritis, mengenai : pola demam, jumlah cairan
yang masuk dan keluar (misalnya muntah, buang air kecil) tanda-tanda

perembesan plasma dan perdarahan, serta pemeriksaan darah perifer lengkap.


Pasien harus segera dibawa ke RS jika ditemukan 1 atau lebih keadaan berikut :
Pada saat suhu turun keadaan anak memburuk, nyeri perut hebat, muntah terusmenerus, tangan dan kaki dingin dan lembab, letargi atau gelisah/rewel, anak

31

tampak lemas, perdarahan (misalnya BAB berwarna hitam atau muntah hitam),
sesak napas, tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam, atau kejang).
Selain DBD derajat III, pasien juga di diagnosis dengan gizi kurang.
Diagnosis masalah nutrisi pada pasien adalah hasil pengkajian/evaluasi status nutrisi
tentang bagaimana status gizi (seluruh fisik) pasien dan tentang status nutrien
tertentu. Masalah nutrisi tersebut dapat berkaitan dengan gangguan proses
pencernaan, metabolisme, ekskresi nutrien pada berbagai penyakit. Masalah tersebut
mungkin saja telah terjadi sebelum pasien dimasukan ke rumah sakit atau dapat
timbul pada saat pasien sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Masalah tersebut
dapat terjadi karena kekurangan zat gizi, dimulai dari tingkat deplesi, berlanjut
menjadi nyata sebagai defisiensi. Sebaliknya dapat juga terjadi kelebihan masukan
gizi, dari tingkat awal kelebihan sampai menjadi tingkat keracunan (toksisitas).
Pengkajian status nutrisi di klinik berbeda dengan di masyarakat, karena
meliputi 4 cara pengkajian yaitu pemeriksaan klinis, analisis diet, pemeriksaan
antropometris dan pemeriksaan laboratorium. Dalam praktik sehari-hari umumnya
status gizi ditentukan berdasarkan pemeriksaan klinis dan antropometris. Prinsip
penentuan status gizi dengan pemeriksaan antropometris adalah menentukan proporsi
berat badan menurut panjang/tinggi badan, bukan berat badan menurut umur atau
tinggi menurut umur. Ada berapa grafik yang digunakan sebagai rujukan dalam
menentukan status gizi secara antropometris antara lain CDC 200 dan WHO 2006.
WHO merekomendasikan penggunaan grafik pertumbuhan The WHO Multicentre
Growth Reference Study (MGRS) 2006 sebagai standar rujukan karena merupakan
hasil dari pengamatan jangka panjang anak-anak dari beberapa negara di empat benua
32

yang asupan nutrisi serta lingkungannya ideal untuk tumbuh kembang. Berdasarkan
grafik tersebut status gizi diklasifikasikan. Kelemahan dari grafik WHO 2006 tersebut
adalah tidak tersedianya grafik BB menurut TB sesudah usia 5 tahun. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka direkomendasikan menggunakan perhitungan
persentasi berat badan (BB) actual terhadap BB ideal. Berat badan ideal ditentukan
dengan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Plot BB dan PB/TB aktual pada grafik BB menurut Umur dan Jenis
Kelamin dan PB/TB menurut Umur dan Jenis Kelamin.
2. Tentukan height-age (umur tinggi badan) dengan menarik garis horizontal
dari PB/TB aktual sehingga memotong persentil 50 th atau median grafik
tersebut. Umur tempat titik potong tersebut disebut sebagai height age
yang berarti sebenarnya PB/TB anak tersebut ideal untuk usia tersebut,
Height age dapat lebih muda atau lebih tua daripada usia aktual.
Selanjutnya tentukan BB ideal dari height age tersebut, yaitu persentil ke-50
atau median BB menurut umur dan jenis kelamin untuk umur PB/TB.
Status gizi diperoleh dengan perhitungan persentase BB aktual terhadap BB
ideal, selanjutnya diklasifikasikan menurut Waterlow 1972, sbb:

Obesitas
Gizi lebih (0verweight)
Gizi cukup
Gizi kurang
Gizi buruk

>120%
>110-120%
110-90%
70-90%
<70%

Pasien berumur 8 tahun 3 bulan dengan BB 21 Kg dan TB 127 Cm setelah mengikuti


panduan teori diatas didapatkan status gizi pasien berada di gizi kurang yaitu 84%.

33

Sehingga dibutuhkan konsultasi dari bagian gizi seperti seperti penentuan kebutuhan,
penentuan pemberian, penentuan jenis makanan, serta pemantauan dan evaluasi.20.21
.

34

DAFTAR PUSTAKA

1.

Karyanti MR, Hadinegoro SR, Warouw S. Perubahan Epidemiologi Demam


Berdarah Dengue di Indonesia. Sari Pediatri. 2009;Vol 10(6):424-32
2. Pongsilurang CM, Sapulete MR, Kaunang WJP. Pemetaan Kasus Demam
Berdarah Dengue di Kota Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik.
2015; Vol 3;2:1-10.

3.

Pangribuan A, Endy PP, Laksanawati IS. Faktor Prognosis Kematian Sindrom

4.
5.

Syok Dengue. Sari Pediatri. 2014;15(5):332-40.


Kalayanarooj S, Vangveeravong M, Vatcharasaevee V. Clinical Practice
Guidelines of Dengue/Dengue Hemorragic Fever Management for Asian

6.

Economic Community. Bangkok Medical Publisher, Thailand. 2014; 40-45.


Runtunuwu A. Studi Perbandingan Pengobatan Demam berdarah Dengue

7.

Derajat III dan Derajat IV. Sari Pediatri. 2007 Vol;8:3:42-46.


Ponsilarang CM, Sapulete MR, Kaunang WP. Pemetaan Kasus Demam
Berdarah Dengue di Kota Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik.

8.

2015. Vol 3:2.


Suhardiono. Faktor Resiko Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Demam

9.

Berdarah Dengue di Kelurahan Helvetia Tengah. Medan. 2008. Vol 1:2.


Infections cause by Arthropod _and Rodent _borne Viruses. Dalam : Braun
Wald, Fauci, Kasper, Hauser

Longo, Jameson, Loscalzo. Harrisons

Principles of internal medicine. 17th ed. USA : Mc Graw Hill Companies,


10.

2008.
Jontari H, Halim W. Demam Berdarah Dengue di Provinsi Sumatera Barat

11.

tahun 2009. Sumatera Barat. 2011. Vol 4;2:1-5.


Dengue Haemorragic Fever ; diagnosis, treatment, prevention dan control. 2 nd
edition. Geneva : World Health Organization.1997.
35

12.

Dharma R, Hadinegoro S, Priatni I. Disfungsi Endotel pada Demam Berdarah


Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. Vol

13.

10:1;17-23.
Hartoyo E. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada Anak. Sari

14.

Pediatri. Banjarmasin. 2008:10(3);145-150.


Amah D, Fitriany N. Faktor Iklim dan Angka Insiden Demam Berdarah
Dengue di Kabupaten Serang. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

15.

Jakarta. 2010. Vol 14:1;31-38.


Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak (edisi: 15, vol.

16.

2). Jakarta : EGC. 1134-1136.


Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan tata

17.

laksana infeksi virus dengue pada anak. IDAI. Jakarta:2014;37-69.


Soedarmo SSP, Herry G, Rezeki S. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. 2012.

18.

Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 155-181.


Harikushartono, Hidayah N, DarmowandowoW, Soegijanto S. Demam
Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosadan Penatalaksanaan.

19.

Jakarta:Salemba Medika; 2012.6-14


Hadinegoro, Rezeki S, Soegianto S, Soeroso T, Waryadi S. Tata Laksana
Demam

Berdarah

Dengue

di

Indonesia.

Jakarta:Ditjen

PPM&PL

20.

Depkes&Kesos R.I; 2011.


Karyanti MR. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue. PIT1.

21.

Jakarta:FKUI. 2015. 1-12.


Syarif DR, Nasar SS, Devaera Y, Tanjung CF. Asuhan Nutrisi Pediatrik
(Pediatric Nutrition Care). Cetakan Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;

22.

2011. h. 1-13.
Sjarif DR. Prinsip Asuhan Nutrisi pada Anak. Dalam:Sjarif DR, Endang DS,
Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Cetakan Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. h. 36-48.
36

37

Anda mungkin juga menyukai