I. DEFINISI
Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul,
dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah
sekitarnya.
Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun karena olah raga. Biasanya benda-benda yang sering
menyebabkan trauma tumpul berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis meja, shuttlecock dan lain sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat
counter coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang bersebrangan sehingga jika tekanan benda
mengenai bola mata akan diteruskan sampai dengan makula.
II. ETIOLOGI
Penyebab dari trauma ini adalah :
1.
2.
Benda tumpul,
Benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara
III. PATOFISIOLOGI
Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga
mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan
menimbulkan kekuatan hidralis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi
ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior
sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam
beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih
kembali.
IV. KLASIFIKASI
Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1.
2.
Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan
pada dinding bola mata
Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi pada jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya
sampai ke bola mata.
Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan
robekan jaringan. Menurut Duke-Elder, kontusio dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata, dari palpebra
sampai dengan saraf optikus.
V. GAMBARAN KLINIS
Tanda dan Gejala
Mata merah
Rasa sakit
Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO).
Penglihatan kabur
Penurunan visus
Infeksi konjunctiva
Pada anak-anak sering terjadi somnolen
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam
bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
Penatalaksanaan
Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya untuk memudahkan absorpsidarah
dapat dilakukan kompres hangat
3.Konjungtiva
Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya
tidak memerlukan terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga makular. Bila terdapat
perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera.
Gambaran klinis
Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtivanya.
Penatalaksanaan
Pada edem konjung tiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selapt lendir konjungtiva. Pada edem
konjungtiva yang berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.
4. Sklera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah,
dan pergerakan bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjad karena trauma langsung mngenai sklera
sampai perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung.
5. Koroid dan korpus vitreus
Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat
(contra- coup) sehingga dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan
menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di subretindan suprakoroid. Akibat perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud,
dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera
Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering
terjadi pada membran Bruch. Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid.
6.Kornea
Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema interstisial adalah edema yang terjadi di substania
propria yang membentuk kekeruhan seperti cincin dengan batas tegas berdiameter 2 3 mm. Lipatan membrana Bowman membentuk membran
seperti lattice. Membrana descement bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak sebagai kekeruhan yang berbentuk benang.
Bila endotel robek maka akan terjadi inhibisi humor aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema. Bila robekan endotel
kornea ini kecil, maka kornea akan jernih kembali dalam beberapa hari tanpa terapi.
Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh adanya segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea
dapat terjadi di setiap lapisan kornea secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang menyebabkan perforasi.
Gambaranklinis
Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang
dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hiertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam hipertonik 2 8%, glukosa 40% dan larutan
albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata maka dapat diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa kontak lembek untuk
menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan.
a. Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat mengakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.
Gambaran klinis
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair,
fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh.
Pada
korne
akan
terlihat
adanya
defek
efitel
kornea
yang
bila
diberi
fuorosein
akan
berwarna
hijau.
Penatalaksanaan
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal
diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel.
Epitel yan terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas
seperti neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid tetes
Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida.
Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa diberikan bebat tekan pada pasien minimal 24 jam.
b. Erosi kornea rekuren
Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak metaherpetik. Epitel akan sukar menutup
dikarenakan terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea sebagai sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea.
Penatalaksanaan
Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk membentuk membran
basal
kornea.
Pemberian siklopegik bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi gejala radang uvea yang mungkn timbul.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat pertumbuhan epitel baru dan mencegah infeksi skunder.
Dapat digunakan lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren pada kornea dengan maksud untuk mempertahankan epitel berada
ditempatnya
7. Iris dan Korpus Siliaris
Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan
segera diikuti dengan iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat
menetap bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu dengan kacamata.
Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan
hiperemia. Eksudasi kadang-kadang hebat sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat melalui
deposit-deposit pigmen hemosiderin. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat menyebabkan terkumpulnya darah di kamera
okuli
anterior,
yang
disebut
hifema.
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak
sudut kamar okuli anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera
anterior,
mengotori
permukaan
dalam
kornea.
Tanda
dan
gejala
hifema,
antara
lain:
- Pandangan mata kabur
- Penglihatan sangat menurun
- Kadang kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis
Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya
ablasi retina. Seperti adanya retinitis sanata, miopia dan proses degenerasi retina lainnya.
Gambaran klinis
Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada
pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok.
Penatalaksanaan
Ablasi
retina
ditangani
dengan
melakukan
pembedahan
oleh
dokter
mata.
Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi pada mata yang memang telah mengalami degenerasi
sebelumnya, sehingga trauma yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora
serata sering terjadi pada kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai dengan ablasio retina.
Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi akibat:
- Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat rupture
- Perdarahan koroid dan eksudasi
- Robekan retina dan koroid
- Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus.
- Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus.
11. Nervus Optikus
Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus optik berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil
atrofi. Keadaan ini sering disertai pula dengan kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan konkusio yang hebat juga mengakibatkan
nervus optikus terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa diakibatkan karena trauma tumpul.
Gambaran klinis
Penderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan.
Penatalaksanaan
Penderita perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya akibatkan ruptur atau avulsi nervus optikus yang
biasanya disertai kerusakan mata berat.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan paska-cedera bertujuan menilai ketajaman visus dan sebagai prosedur diagnostik, antara lain:
1. Kartu snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin terganggu akibat kerusakan kornea, aqueus humor, iris dan retina.
2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glukoma.
3.
Pengukuran
tonografi
:
mengkaji
tekanan
intra
okuler
(
TIO
)
normal
12-25
mmHg.
4. Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila TIO normal atau
meningkat ringan.
5. Pemerikasaan oftalmoskopi dan teknik imaging lainnya (USG, CT-scan, x-ray): mengkaji struktur internal okuler, edema retine,
bentuk
pupil
dan
kornea.
6.
Darah
lengkap,
laju
sedimentasi
LED
:
menunjukkan
anemia
sistemik/infeksi.
7. Tes toleransi glokosa : menentukan adanya /kontrol diabetes
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium (tes fungsi hati, prothombin, trombosit dan waktu perdarahan)
- Pemeriksaan visus
- Pemeriksaan lampu celah
- Pemeriksaaan goneoskopi (untuk mencari pembuluh darah yang rusak dan resesif sudut)
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Trauma Tumpul Bola Mata
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus
dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena
kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas
dan pakai pelindung pada mata. Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum.
Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara
transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi
yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang diberikan ke mata
yang cedera harus steril.
Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi
bedah segera. Namun, setiap cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan
sekunder
dan
glaukoma
memerlukan
perhatian
yang
serius,
yaitu
pada
kasus
hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena
akan menghilang sendiri dalam beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilangkan nyeri,
dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat penyerapan darah. Pada laserasi kornea , diperbaiki dengan
jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari
24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi
mekanis atau vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara
sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula, robekan besar di retina, dan pembentukan
membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan
sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau
bercak
darah
di
kornea
akibat
pigmentasi
hemosiderin.
Penanganan
hifema,
yaitu
:
1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.
2.Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.
3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60 diberi koagulasi.
4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).
5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.
6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang
7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder,
hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.
8. Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.
9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5 hari.
10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.
11.
Viskoelastik
dilakukan
dengan
Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila:
membuat
insisi
pada
bagian
limbus.
- Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila terjadi penjepitan
- Enoftalmos 2 mm atau lebih
- Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar akan menyebabkan enoftalmos.
Penundaan pembedahan selama 1 2 minggu membantu menilai apakah diplopia dapat menghilang sendiri tanpa intervensi.
Penundaan lebih lama menurunkan kemungkinan keberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya sikatrik. Perbaikan secara
bedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau transkonjungtiva. Periorbita diinsisi dan diangkat untuk memperlihatkan tempat fraktur
di dinding medial dan dasar. Jaringan yang mengalami herniasi ditarik kembali ke dalam orbita, dan defek ditutup dengan implan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bruce, Chris, dan Anthony. 2006. Lecture Notes : Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Penerbit Erlangga.
2.
Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti et al. 2005. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius
3.
4.
5.
Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke VI 1993
Prihatno AS. Cedera Mata. 2007 (Diakses dari website www.medicastore.com, pada tanggal 8 Desember 2010)