POA New
POA New
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam melaksanakan fungsinya, Puskesmas memiliki enam pokok
program dasar. Salah satu program pokok puskesmas adalah upaya pencegahan
dan pemberantasan penyakit menular, termasuk pencegahan dan penularan
penyakit Tuberkulosis (TB) Paru. TB paru merupakan masalah global, menurut
laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, bila dilihat dari jumlah
penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.
Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan
strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000
strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK terutama Puskesmas
yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Fakta menunjukkan bahwa
TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia, antara
lain :
1. Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia
setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.
2. Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan
bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
1.4 Manfaat
Dalam penulisan Plan of Action ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi kepada pihak Puskesmas dalam melaksanakan upaya peningkatan
penemuan pasien baru BTA positif (Case Detection Rate = CDR) di wilayah kerja
Puskesmas Tarakan. Selain itu proses penulisan Plan of Action ini dapat menjadi
bahan pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis dalam menganalisa
permasalahan dan memberikan solusi pada permasalahan yang ditemui di
Puskesmas Tarakan.
BAB II
GAMBARAN UMUM
PUSKESMAS TARAKAN
2.1 Sejarah Puskesmas
Puskesmas Tarakan terletak di Kelurahan Butung Kecamatan Wajo
Kota Makassar yaitu tepatnya di jalan kodingareng lr 181 No 5 Kelurahan
Mampu Kecamatan Wajo. Oleh karena terletak di bagian dari Jalan Tarakan
tersebutlah maka nama puskesmas diberikan dengan nama yang sama yaitu
Puskesmas Tarakan. Luas wilayah Puskesmas Tarakan yaitu 1,75 km2 yang
meliputi 4 Kelurahan, yaitu :
2.3 Demografi
Jumlah penduduk yang menjadi tanggung jawab wilayah Puskesmas Tarakan
selama tahun 2014 beserta distribusi kependudukan menurut kelurahan dan
jenis kelamin sebagai berikut:
No
Kelurahan
Laki - Laki
Perempuan
Total
Malimongan
Tua
1944
2910
4854
Malimongan
1758
2636
4394
Butung
904
1356
2261
Mampu
1282
1924
3206
Jumlah
5888
8832
14715
Jumlah
Aula
Ruang Kartu
Ruang Apotik
Ruang Laboratorium
Ruang UGD
10
11
Ruang KIA
12
Ruang Imunisasi / KB
13
Dapur
14
WC
2.5 Ketenagaan
Jenis Tenaga
Jumlah
Dokter Umum
Dokter Gigi
Bidan
Perawat
Perawat Gigi
Sanitarian
Pelaksana Gizi
Laboran
Asisten Apoteker
10
Tenaga Teknis
Jumlah
21
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Pedagang
1601
PNS
901
Pegawai Swasta
3632
Buruh harian
622
ABRI
477
Lain lain
1911
Jumlah
10120
WMM
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
UNIT KESEHATAN
UNIT
JARINGAN PELAYANAN
UNIT PKM
KELILING
UNIT BIDAN
UPAYA PROMOSI
KESEHATAN
UPAYA KESLING
UPAYA KIA DAN KB
UPAYA PERBAIKAN GIZI
UPAYA P2M / PTM
LOKET
APOTIK
UNIT KESEHATAN
PERORANGAN
UPAYA
PENGOBATAN
RAWAT JALAN
UGD
Kepala
Puskesmas
Dr. Hj. May
Kepala
Happy
Puskesmas
Dr. Hj. May
Happy
10
BAB lll
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Tuberkulosis
3.1.1. Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti otak,
tulang, usus dan kelenjar limfe.
3.1.2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus
TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per
100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu
350 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortalitas sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi
11
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang
cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia, tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu di antara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia.
Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit tuberkulosis di seluruh
dunia
12
3.1.3 Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.
Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan
tidak berkapsul. Ukuran panjang sekitar 1 4 m dan lebar 0,3 0,6 m.
Mycobacterium terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun
utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat, complex waxes, trehalosa
dimicolat dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain
yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri bersifat tahan asam. Kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama
selama beberapa tahun.
3.1.4 Patogenesiss
a) Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan akan bersarang
di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonia yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin akan timbul di bagian
mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama sama dengan limfangitis regional
13
disebut dengan kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
dari dibawah ini:
1.
2.
3.
kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan
cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis. Penyebaran ini
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya misalnya tulang, ginjal,
adrenal, genital dan sebagainya.
b) Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15 40 tahun. Tuberkulosis post
primer dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus
superior maupun lobus inferior. Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang
pneumoni kecil, yang akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:
1.
14
2.
penyebukan
jaringan
fibrosis.
Selanjutnya
akan
terjadi
15
2.
16
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Suara nafas bronkial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah
c) Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu
Pagi Sewaktu (SPS):
S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
17
P (pagi)
d) Pemeriksaan Radiologis
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun
pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan
indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB
paru BTA positif.
18
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotik non OAT.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotoraks, pleuritis eksudatif,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptosis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif akan tampak bayangan
berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior
lobus bawah, ditemukan kavitas atau bayangan bercak milier. Pada lesi TB inaktif
tampak gambaran fibrotik, kalsifikasi dan penebalan pleura.
19
20
21
3.1.7. Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT).
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah yang cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi
Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
22
Sifat
23
Batuk darah
2.
Pneumotoraks
3.
4.
Gagal nafas
5.
Gagal jantung
6.
Efusi pleura
terbaik
(best
practice),
dan
hasil
implementasi
program
Komitmen politisi.
2.
3.
4.
25
5.
26
3.3.2 Faktor Budaya, Dana dan Kemitraan dalam Penemuan Pasien Baru TB
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa gejala penyakit tuberkulosis
karena penyakit kutukan, termakan racun atau kena guna-guna oleh perbuatan
27
28
Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % )
kemungkinan disebabkan :
Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi
kriteria suspek, atau
29
30
31
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan
wawancara dengan pimpinan puskesmas, pemegang program, dan orang orang
yang menjalankan program serta analisis laporan tahunan puskesmas Tarakan
tahun 2014. Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di puskesmas
Tarakan adalah :
1. Rendahnya penemuan kasus baru TB Paru BTA positif (Case Detection Rate
= CDR) di wilayah kerja Puskesmas Tarakan.
Penemuan kasus baru TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Tarakan
merupakan salah satu usaha untuk menanggulangi permasalahan TB karena
dengan menemukan penderita TB dapat dilakukan berbagai upaya
penanganan yang optimal. Di Puskesmas Tarakan pencapaian penemuan
pasien baru BTA positif (Case Detection Rate = CDR) tahun 2013 mencapai
50% tentunya masih kurang dari target yang ditetapkan yaitu 80%.
2. Belum tercapainya target N/S
Berdasarkan data tahun 2014, angka N/S baru mencapai
50%
32
pihak ibu pasien yang seringkali lupa membawa anaknya untuk imunisasi,
baik dikarenakan lupa ataupun dengan alasan kesibukan. Meskipun begitu,
tetap perlu ditingkatkan upaya promotif pada posyandu, puskel serta Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) di wilayah kerja puskesmas Tarakan
Data pada tahun 2014 menunjukkan beberapa penyakit yang masuk ke
dalam 10 penyakit terbanyak berdasarkan jumlah kunjungan di puskesmas
Tarakan tersebut berupa common cold, ISPA, Hipertensi, Dermatitis, Infeksi Kulit
dan jaringan, Dyspepsia, Gangguan jaringan lunak, DM, Artritis dan Gout. Dari
data 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Tarakan masih didominasi oleh jenis
Penyakit
Degenerati
serta
Penyakit
Tidak
Menular
(PTM).
Untuk
33
d. Nilai 4 = Murah
e. Nilai 5 = Sangat murah
4. Kemungkinan meningkatkan mutu
a. Nilai 1 = Sangat rendah
b. Nilai 2 = Rendah
c. Nilai 3 = Sedang
d. Nilai 4 = Tinggi
Nilai 5 = Sangat tinggi
Cakupan Selisih
%
91,2 %
8,8 %
50 %
15 %
97,7 %
2,3 %
98 %
2%
98 %
2%
65 %
35
98 %
2%
campak
KRITERIA A
BESAR MASALAH
Penilaian besar masalah dengan menggunakan interval menggunakan rumus sebagai
berikut :
Kelas N = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 6
= 1 + 3,3 (0,77)
= 1 + 2,541
= 3,541
=4
Interval = (nilai tertinggi nilai terendah)
Jumlah kelas
= (15 2)
4
= 3,25
No
2
3
Masalah
Nilai
7,5
10
2,5
36
5
6
Belum
tercapainya
target imunisasi DPTHB 3
Belum
tercapainya
target imunisasi Polio 4
Belum
tercapainya
target imunisasi Campak
2,5
2,5
2,5
KRITERIA B
KEGAWATAN MASALAH
No
1
2
3
4
5
6
Masalah kesehatan di
Kegawatan
PKM Tarakan
Rendahnya penemuan pasien
5
baru BTA positif (Case
Detection Rate = CDR) di
Wilayah kerja Puskesmas
Tarakan
Belum tercapainya target N/S
2
Belum tercapainya target
4
imunisasi BCG
Belum tercapainya target
4
imunisasi DPT-HB 3
Belum tercapainya target
4
imunisasi Polio 4
Belum tercapainya target
4
imunisasi Campak
Tingkat
urgensi
5
Biaya yang
dikeluarkan
3
Nilai
2
4
4
3
8
11
11
11
11
13
KRITERIA C
KEMUDAHAN PENANGGULANGAN
NO
Masalah di PKM Tarakan
1 Rendahnya penemuan pasien baru BTA positif
(Case Detection Rate = CDR) di Wilayah kerja
Puskesmas Tarakan
2 Belum tercapainya target N/S
Kemudahan Penanggulangan
4
37
3
4
5
6
4
4
4
4
KRITERIA D
PEARL FAKTOR
Tabel 4.1 : Penilaian PEARL Faktor
No
1
P
1
E
1
A
1
R
1
L
1
Nilai
1
Masalah
Rendahnya penemuan pasien baru BTA
positif (Case Detection Rate = CDR) di
Wilayah kerja Puskesmas Tarakan
Belum tercapainya target N/S.
38
Berdasarkan prioritas masalah dan diskusi lebih lanjut dengan kepala dan staf
puskesmas, maka yang menjadi prioritas utama adalah Rendahnya penemuan pasien
baru BTA positif (Case Detection Rate = CDR) di Wilayah kerja Puskesmas Tarakan
pada tahun 2014. Oleh karena itu kami mengangkat masalah Upaya peningkatan
penemuan pasien baru BTA positif (Case Detection Rate = CDR) di Wilayah kerja
Puskesmas Tarakan sebagai topik POA.
4.3
No
Faktor
Penyebab
Masalah
Tolok Ukur
Keterangan
Manusia
Kader P2 TB
Wawancara
dengan
penanggungjawab
program P2TB
Terdapat 87 orang
kader aktif yang
tersebar di 16
Posyandu yang ada di
wilayah kerja
Puskesmas Tarakan.
Namun tidak ada
kader yang secara
khusus bertanggung
jawab terhadap P2TB.
Masyarakat
Belum optimalnya
tingkat
pengetahuan PMO
di masyarakat
tentang TB paru di
Puskesmas.
Wawancara
dengan
masyarakat di
posyandu serta
hasil pembagian
quisioner
terhadap 10
penderita yang
masih berobat.
Faktor
Penyebab
Masalah
No
Tolok Ukur
Dari 10 kuisioner
yang disebarkan,
didapatkan tingkat
pengetahuan PMO di
masyarakat tentang
pelayanan
pemeriksaan dan
pengobatan penyakit
TB Paru belum cukup
tinggi sehingga
efektifitas PMO
belum optimal
Keterangan
39
Material
Kurangnya
pemanfaatan media
informasi seperti
papan informasi,
poster, pamflet, dan
leaflet tentang
penyakit TB paru
di tempat-tempat
umum.
Wawancara
dengan
penanggungjawab
program P2TB
dan
penanggungjawab
program promkes
serta wawancara
dengan
masyarakat
setempat.
Kurang
dimanfaatkannya
papan pengumuman
baik itu di puskesmas
ataupun di posyandu
serta di tempat-tempat
umum untuk
menginformasikan
kepada masyarakat
tentang pentingnya
mengetahui gejala
penyakit TB paru dan
berobat ke pusat
pelayanan kesehatan
yang ada.
Kurangnya alokasi
dana pemerintah
untuk pelaksanaan
kegiatan penemuan
dini kasus baru TB.
Sumber dana
puskesmas.
Pengoptimalan dana
pemerintah yang
khusus untuk TB ini
sangat diharapkan
untuk mempermudah
kerja petugas dan
kader dalam
penemuan kasus baru
TB Paru.
Kurangnya sarana
di laboratorium
yang ada di
puskesmas.
Laboratorium
puskesmas.
Puskesmas Tarakan
tidak memiliki sarana
yang cukup dalam
pemeriksaan labor,
seperti penyedian pot
yang kurang,
sehingga sputum
hanya bisa diperiksa
satu kali.
40
No
Masalah
Tolok ukur
Keterangan
Kurangnya
penyuluhan luar
gedung mengenai
pentingnya
pemeriksaan
penunjang TB
sebelum dan
sesudah OAT, serta
bagaiman cara
pengambilan
sampel dahak yang
benar.
Wawancara
dengan
penanggung
jawab program P2
TB.
Penyuluhan seputar
TB Paru dan
pengobatannya masih
sangat minim dan
informasi yang
diberikan oleh kader
saat posyandu tidak
optimal.
Kurangnya
pelaporan dari
pusat pelayanan
kesehatan lain yang
menangani pasien
TB paru kepada
puskesmas.
Wawancara
dengan
penanggungjawab
program P2TB.
Kebanyakan layanan
kesehatan lain yang
menangani penderita
TB paru tidak
melaporkan ke
puskesmas.
Pemeriksaan dahak
mikroskopis tidak
dilakukan dengan
metode SPS
Wawancara
denganpenanggun
gjawab program
P2TB.
Pemeriksaan dahak
dilakukan hanya
sekali yaitu ketika
pasien datang ke
puskesmas dengan
gejala TB. Sedangkan
pemeriksaan Pagi dan
Sewaktu tidak
dilakukan.
Masalah
Tolak ukur
Keterangan
No
1
Faktor
Penyebab
Metode
Faktor
penyebab
Lingkungan
Adanya stigma di
masyarakat bahwa
TB paru adalah
Wawancara
dengan
masyarakat dan
Dari 10 kuisioner
yang disebarkan,
didapatkan masih ada
41
penyakit yang
memalukan
penyebaran
kuesioner
masyarakat yang
merasa malu dan
tidak ingin diketahui
orang lain apabila
menderita penyakit
TB
42
tahun 2011
Manusia
Kader P2 TB
Tidakadanyakader yang yang bertanggung
jawab terhadap P2TB sehinggatidak
optimalnya penemuan kasus di lapangan.
Masyarakat
Masih rendahnya pengetahuan PMO di
masyarakat tentang penanganan TB di
puskesmas
Material
Kurangnya pemanfaatan media informasi
seperti papan informasi, poster, pamflet,
dan leaflet tentang penyakit TB paru di
tempat-tempat umum.
Kurang optimalnya alokasi dana
pemerintah untuk pelaksanaan kegiatan
penemuan dini kasus baru TB
Kurangny sarana di laboratorium yang
ada di Puskesmas.
Metode
Kurangnya penyuluhan luar gedung
mengenai pemeriksaan penunjang
TB Paru, cara pengambilan sampel
dahak yang benar.
Kurangnya pelaporan dari layanan
kesehatan lain yang menangani
pasien TB Paru kepada Puskesmas.
Rendahnya
penemuan kasus
baru TB Paru di
Wilayah kerja
Puskesmas
Ambacang Kuranji
Lingkungan
Adanyastigma di masyarakat bahwa
TB adalah penyakit yang memalukan
Untuk memecahkan berbagai masalah yang berasal dari berbagai bidang yang
menyangkut peningkatan pencapaian CDR TB paru di Puskesmas Tarakan maka perlu
diadakan suatu penanganan yang meliputi beberapa tahap antara lain sebagai berikut:
4.4.1 Tahap Persiapan
Tahap pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data, berupa data cakupan
Case Detection Rate, jumlah kader tiap posyandu, dan jumlah bidan serta dokter
praktek swasta di wilayah kerja Puskesmas Tarakan. Data ini didapatkan dari laporan
promkes dan P2TB. Data aparatur dan tokoh masyarakat masing-masing kelurahan
juga dibutuhkan, yang bisa didapatkan dari kantor lurah pada keempat kelurahan di
wilayah kerja Tarakan.
Setelah data didapatkan, dilakukan diskusi dengan pimpinan puskesmas
tentang program-program yang akan dilakukan. Selanjutnya dilakukan koordinasi
dengan pemegang program dan pegawai puskesmas.
4.4.2 Tahap Pelaksanaan
a. Pembinaan Kader Plus
a. Tujuan
1. Menbentuk kader yang bertanggung jawab atas penemuan kasus TB.
2. Menbentuk kader yang bertanggung jawab atas pendataan kasus TB dari bidan
dan dokter praktek swasta serta berkoordinasi dengan P2TB dan kesling dalam
melakukan penjaringan kontak di lingkungan sekitar penderita TB.
b. Sasaran
Minimal 1 kader dari masing-masing posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Tarakan.
c. Target
Terbentuk dan dilatihnya Kader Plus dari masing-masing kelurahan.
d. Pelaksanaan
44
Mengadakan pemilihan kader P2TB yang diberi pelatihan selama 2 hari. Kader ini
nantinya bertanggungjawab atas penemuan kasus TB di kelurahan masing-masing.
Tiap penemuan satu kasus, kader akan diberi reward lalu ikut turun ke lapangan
b.
c. Pelaksanaan
Penyuluhan tentang TB, mulai dari gejala-gejala TB hingga penatalaksanannya.
Mengadakan sesi tanya jawab bersama pemateri dan berbagi pengalaman bersama
narasumber penderita TB.
Melakukan penggalangan dana melalui sponsor, relawan dan partisipan untuk dana
Kas TB.
Mengadakan pelantikan Kader Plus secara resmi sekaligus sosialisasinya kepada
masyarakat.
d. Penggalangan Dana Kas TB
a. Tujuan
Mengumpulkan dana untuk Kas TB; yaitu kas yang digunakan untuk hal-hal yang
berkaitan dengan TB,seperti reward kader dan penyediaan sarana laboratorium yang
masih kurang berupa pot sputum.
b. Sasaran
Sponsor, partisipan, relawan.
c. Target
Mendapatkan dana Kas TB untuk reward Kader Plus serta sarana laboratorium.
4.4.3 Tahap Lanjutan
a. Melakukan penjaringan kontak TB
a. Tujuan
Terjaringnya pasien TB dari kontak pasien TB dengan BTA+
b. Sasaran
Kontak serumah pasien TB dengan BTA +
c. Target
Terlaksananya penjaringan kontak dari setiap pasien TB dengan BTA+
d. Pelaksanaan
Petugas pemberantasan penyakit TB (P2TB) dan petugas Kesehatan Lingkungan
melakukan pemeriksaan terhadap kontak serumah setiap pasien TB dengan BTA+
yang didapatkan di puskesmas.
46
47
48
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pencapaian Puskesmas Tarakan untuk indikator Case Detection Rate (CDR) TB paru
pada tahun 2014 yaitu 91,2% yang tentunya masih belum memenuhi target yang ditetapkan
yaitu 100%.
Hal-hal yang dapat menyebabkan Case Detection Rate (CDR) TB paru belum
mencapai target adalah tidak adanya kader yang khusus untuk program P2TB sehingga tidak
optimalnya penemuan kasus P2TB di lapangan, masih rendahnya pengetahuan dan kemauan
masyarakat agar segera mendatangi petugas kesehatan untuk memeriksakan diri sesegera
mungkin apabila memiliki gejala TB.
Kurangnya penyuluhan di dalam dan di luar puskesmas mengenai penyakit TB Paru
khususnya mengenai cara pengambilan sampel dahak yang benar juga berpengaruh terhadap
hasil pemeriksaan. Selain itu, dokter di balai pengobatan lebih sering merujuk pasien yang
dicurigai menderita TB ke layanan kesehatan lain daripada ke laboratorium puskesmas. Hal
yang seperti ini tidak didukung dengan kerjasama lintas program yang baik antara petugas
pencatatan dan pelaporan P2TB dengan layanan kesehatan rujukan, sehingga banyak kasus
yang tidak terdata dengan baik dalam pencatatan dan pelaporan kasus TB Paru di Puskesmas
Tarakan.
Di puskesmas Tarakan terlihat kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan
informasi, poster, pamflet, dan leaflet tentang penyakit TB paru. Hal ini didukung dengan
hasil survey yang telah dilakukan bahwa masyarakat lebih banyak mendapatkan informasi
tentang TB Paru melalui iklan di televisi daripada promosi kesehatan yang langsung
49
dilakukan oleh petugas puskesmas, yang pada akhirnya akan mengurangi pengetahuan
masyarakat tentang penyakit, pemeriksaan dan pengobatan TB Paru.
5.2 Saran
Promosi kesehatan :
1. Melakukan pembinaan Kader Plus, yaitu kader yang bertanggungjawab dalam
penemuan kasus TB di kelurahan masing-masing dan pendataan kasus TB dari
bidan dan dokter praktek swasta,bekerjasama dengan kepala
puskesmas dan
petugas P2TB.
2. Melakukan penempelan poster dan penyebaran pamphlet mengenai TB di tempattempat umum, seperti pada papan pengumuman mesjid, sekolah-sekolah, balai
pemuda dan pasar, bekerjasama dengan organisasi mahasiswa
3. Penyuluhan tentang TB dengan menghadirkan penderita TB yang sedang
menjalani pengobatan dan yang telah sembuh, untuk selanjutnya bisa bekerja
Lingkungan
Kepala Puskesmas :
1. Melakukan penggalangan dana untuk kas TB; yaitu kas yang digunakan untuk
hal-hal yang berkaitan dengan TB,seperti reward kader, penyediaan sarana
laboratorium yang masih kurang berupa pot sputum.
2. Sosialisasi SOP pemeriksaan dahak mikroskopis kasus TB Paru pada petugas
puskesmas
Petugas bagian inventaris
1. Membuat surat permintaan peralatan puskesmas berupa pot sputum ke Dinas
Kesehatan Kota, bekerjasama dengan petugas laboratorium
50
DAFTAR PUSTAKA
Paru dengan
Arief TQ, M. 2003. Metodologi Penelitian dan Kesehatan. CSGF (The Community
ofSelf Help Group Forum). Surakarta. p:53
51
Bahar, Asril. 2003. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
pp:821-822
Bau Intang. 2004. Evaluasi Faktor Penentu Kepatuhan Pengobatan TB Paru Minum
Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Maluku Tenggara.
Yogyakarta:UGM. Thesis.
Djoerban, Z. 2005. Tuberkulosis Kedaruratan Global. Disampaikan dalam Forum
Jurnalis Koalisi untuk Indonesia Sehat (Kuis). Jakarta. Departemen Kesehatan .1999.
Departemen Kesehatan: Gerakan Terpadu Nasional Penganggulangan Tuberculosis.
Disampaikan pada Seminar Sehari TB Paru dalam Rangka Peringatan Hari TB Sedunia
ke 117. Jakarta.
Departemen Kesehatan .2000. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta: Depkes RI. pp:7-41
Departemen Kesehatan. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Departemen Kesehatan: Jakarta.
Departemen Kesehatan .2004. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan: Riset
operasional intensifikasi pemberantasan penyakit menular Tahun 1998/1999-2003.
Departemen Kesehatan. Jakarta.
Departemen Kesehatan 2007. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. 2nd ed.
DepkesRI:Jakarta. p:3.
Fadul,M. 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Penderita Penyakit
Tuberkulosis setelah Pengobatan Jangka Pendek (6 bulan) di Kabupaten
Cumba Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta. Thesis.
Jawetz, Melnick, Adfcerg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. 23rd ed. Jakarta:
Erlangga.p:325
Haditono, S.R. Psikologi Perkembangan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
2001.
Hood Alsagaff, H. Abdul Mukty. 2008. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. 5th ed.
Airlangga University Press: Surabaya. p: 73
I Wayan Triana Suryanata. 2000. Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit TB Paru di
Kab. Timur Tengah Selatan. Yogyakarta:UGM. Thesis.
Kusbiyantoro. 2002. Perbandingan Efektivitas Kader Kesehatan dan Tokoh Masyarakat
Sebagai Pengawas Minum Obat Terhadap Kepatuhan Minum Obat dan
Konversi Dahak Penderita Tuberkulosis Paru di Kabupaten Kebumen.
Pascasarjana UGM. Yogyakarta. Thesis.
Laporan Monitoring Evaluasi Puskesmas Tarakan Tahun 2014
52
53
54