Anda di halaman 1dari 2

NAMA

: LA ODE MUH. MAKMUN


KELAS
: XII. IPA 12
BAHASA INDONESIA CERPEN

HARUSKAH, KU PERGI SEKOLAH?


Di pagi yang cerah, jam dinding menujkan pukul 6.00 dengan semangat
penuh gelorah Gibran bangun dari tempat tidur yang empuk untuk bergegas ke
sekolah. Hangatnya matahari pagi menuntun Gibran menuju sekolah. Sekolah SD
Negeri 1 kebanggan.
Yah, Gibran adalah anak yang selalu bersemangat dan gembira pergi
sekolah. Di sekolah juga Ia merupakan murid yang pandai, pintar bergaul dan
bersahaja. Gibran anak SD yang dalam pikirannya hanya menuntut ilmu, karena
Gibran berpikir hanya inilah yang bisa ia lakukan untuk saat ini, yaitu pergi sekolah
dan menuntut ilmu sebanyak mungkin hingga ia bisa membahagiakan kedua
orangtuanya kelak ketika Gibran sudah dewasa.
Kriiingg.. bunyi bell sekolah memecah keheningan tanda waktu istrahat.
Gibran keluar dari kelasnya menuju sebuah kursi taman. Bocah yang sangat
periang dan bahagia itu tiba-tiba saja duduk termenung dan diam sendiri. Tidak ada
yang tahu apa yang dipikirkannya, apakah sebuah masalah serius hingga Gibran
seperti itu. Melihat sikap Gibran, Hafid dan Herman mendekatinnya untuk hendak
ajak bermaian. Gibran tahu ada yang mendekatinya, segera ia merubah wajahnya
menjadi berseri kembali dan berpura-bura membaca buku sambil tertawa. Akibat
tindakanya, Hafid dan Herman berbalik arah karena mereka berpikir Gibran baikbaik saja dan sedang sibuk sendiri.
Keesokan harinya, Gibran tidak masuk dan lusanya juga demikian. Apa yang
terjadi dengan Gibran? Bocah yang penuh semangat kesekolah, bocah yang
menganggap alpa merupakan alergi , sakit hanya diobati dengan belajar dan izin
tidak pernah diminta walau keluraganya berangakat keluar kota bahkan hari libur
ia datang ke sekolah, tiba - tiba sudah 2 hari ia tidak datang ke sekolah?.
Genap sudah hari ini hari ketujuh Gibran tidak pergi sekolah, Alhamdulillah
ke esokan paginya Gibran datang ke sekolah. Dengan wajah yang berseri seri
seperti dulu lagi, bahkan ia seolah olah terlihat tidak terjadi apa-apa dengannya
selama seminggu ini. Tiap kali ditanya kenapa tidak datang jawabnya selalu sama
ketiduran katanya. What? Seorang Gibran, ketiduran. Its impossible. Bocah yang
rajin, menuntut ilmu hanya prioritasnya dan selalu bangun subuh itu. Ketiduran dan
tidak kesekolah?,.
Semenjak hari itu, sifat Gibran berubah. Ternyata ini disebabkan karena
seminggu yang lalu, Ayah Gibran jatuh sakit dan ayahnya menyuruhnya untuk tidak
pergi sekolah dulu agar menemaninya. Tapi, Gibran tidak mau karena sikapnya
yang cinta akan sekolah. Kemudian setelah pulang dari sekolah Gibran baru
tersadar bahwa rumahnya kosong karena Ayahnya dibawa kerumah sakit. Saat
disana Gibran hanya bisa tertunduk menyesali perbuatannya dan tak akan
mengulanginya lagi.
Birunya langit telah berubah menjadi hitam pekat diiringi bunyi detik jam
dinding dengan perlahan menujukan jam 10.00. Gibran yang semenjak tadi
berbaring disamping Ayahnya yang tergelatak sakit bangun karena ada
pemeriksaan periodik dari rumah sakit. Suara tipis dan parau memukul gendang

telinga Gibran, nak, temani Ayah dulu yah?. Hanya anggukan kepala jawabnya.
Setelah ayah Gibran terlelap, Gibran kemudian membuka buku kecilnya dan
mendapati bahwa besok dan lusa ada ulangan. Gibran lalu gusar dan pamit pulang
kerumah untuk mempersiapkan diri untuk besok disekolah. Apalagi ditahunya
Ayahnya baik-baik saja maka dengan rileks hatinya pulang kerumah.
Alih-alih mau bangun subuh untuk belajar, tiba-tiba dari luar kamarnya
Gibran mendengar suara isak tangis dan haru biru menguasai rumahnya.
Dibukanya pintu kamar tersebut tepat di depan matanya Ayahnya terbaring
ditutupi sarung dari kaki hingga dileher, sudah tidak dapat mendengar, berbicara,
meliahat, dan merasakan lagi. Dalam hitunga sepermili detik tetesan air mata
Gibran jatuh kelantai tak bisa ditahan tak bisa dikendalikan hingga ia terjatuh
pingsan.
Setelah Gibran bangun, ia hanya mengurung dirinya dikamar sambil
merobek dan menginjak inajk buku pelajaranya. Sejenak ia tertunduk dan berpikir
bahwa ia suadh melakukan kesalah yang sangant fatal dengan meninggalka
Ayahny dirumah sakit hingga terjadi seperti ini. Dilihatnya pisau diatas lemari,
Gibran lalu mengambilnya dan dengan penuh emosi pisau itu dia genggam erat lalu
memberikan kepada tante yang mau potong bawang sembari membuka pintu.
Gibran sadar bahwa karena kemaunya yang tinggi untuk pergi sekolah untuk
menuntut ilmu hingga ia tidak bisa ada saat orang yang disayanginya
membutuhkannya. Selama 4-5 hari Gibran menyalahkan dirinya dan berpikir hingga
hal itu mendewasakanya bahwa segala sesuatu yang sudah terjadi dan merupakan
kehendak Allah kita harus Rida menerimanya. Gibran juga tahu bahwa Ia punya
cita-cita yang harus Ia raih dan cuma belajar dan berusaha jawabnya. Walaupun
setiap hari Gibran bangun pagi dan teringat akan kehilangan Ayahnya, Gibran tetap
pergi sekolah dengan wajah ceria dan semangat karena Gibran punya cita-cita.

SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai