Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
1.
Pengertian
Hordeolum adalah peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal dua bentuk
hordeolum internum dan eksternum. Hordolum eksternum merupakan infeksi pada
SOP ............................................... I 1
kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom
yang terletak di dalam tarsus.
2.
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana hordeolum
3.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
4.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
5. Alat dan bahan
1..Senter
2. Lup
6. Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan kelopak yang bengkak disertai rasa sakit.
Gejala utama hordeolum adalah kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan
mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan, serta perasaan tidak nyaman dan sensasi
terbakar pada kelopak mata
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Diagnosis Banding
a. Selulitis preseptal
b. Kalazion
c. Granuloma piogenik
Komplikasi
a. Selulitis palpebra.
b. Abses palpebra.
SOP ............................................... I 2
Kriteria rujukan
a. Bila tidak memberikan respon dengan pengobatan konservatif.
b. Hordeolum berulang.
Sarana Prasarana
Peralatan bedah minor
SOP ............................................... I 3
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam
7.
Bagan Alir
-
8. Unit terkait
-
9. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
10. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
SOP ............................................... I 4
BLEFARITIS
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
11.
Pengertian
Blefaritis adalah radang pada tepi kelopak mata (margo palpebra) dapat
SOP ............................................... I 5
disertai terbentuknya ulkus/ tukak pada tepi kelopak mata, serta dapat
melibatkan folikel rambut.
12.
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana blefaritis
13.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
14.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
15.Alat dan bahan
1..Senter
2. Lup
16. Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan gatal pada tepi kelopak mata. Dapat disertai
keluhan lain berupa merasa ada sesuatu di kelopak mata, panas pada tepi
kelopak mata dan kadang-kadang disertai rontok bulu mata. Selama tidur,
sekresi mata mengering sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.
Faktor Risiko
a. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.
b. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih.
c. Kesehatan atau daya tahan tubuh yang menurun.
Komplikasi
a. Blefarokonjungtivitis
b. Madarosis
SOP ............................................... I 6
c. Trikiasis
Kriteria Rujukan
Apabila tidak membaik dengan pengobatan optimal.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, namun hal ini tergantung dari kondisi
pasien, ada/tidaknya komplikasi, serta pengobatannya.
17.
Bagan Alir
-
19. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
20. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
SOP ............................................... I 7
SOP ............................................... I 8
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
21.
Pengertian
SOP ............................................... I 9
Mata Kering / Dry Eye adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan
konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya produksi komponen air mata (musin,
akueous, dan lipid).
22.
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana mata kering / dry eye
23.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
24.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
25.Alat dan bahan
1..Senter
2. Lup
26. Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan mata terasa gatal, seperti berpasir. Keluhan
dapat disertai sensasi terbakar, merah, dan perih.
Faktor Risiko
a. Usia, makin lanjut usia semakin tinggi angka kejadiannya.
b. Penggunaan komputer dalam waktu lama.
c. Penyakit sistemik, seperti: sindrom Sjogren, sklerosis sistemik progresif,
sarkoidosis, leukimia, limfoma, amiloidosis, hemokromatosis.
d. Penggunaan lensa kontak.
Komplikasi
a. Keratitis
b. Penipisan kornea
c. Infeksi sekunder oleh bakteri
d. Neovaskularisasi kornea
SOP ............................................... I 10
Kriteria rujukan
Dilakukan rujukan ke spesialis mata jika timbul komplikasi.
Prognosis
Prognosis pada umumnya adalah bonam, terkendali dengan pengobatan air
mata buatan.
27.
Bagan Alir
-
29. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
30. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
SOP ............................................... I 11
KONJUNGTIVITIS
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
31.
Pengertian
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme
(virus, bakteri), iritasi atau reaksi alergi.
SOP ............................................... I 12
32.
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana konjungtivitis
33.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
34.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
35.Alat dan bahan
1..Senter
2. Lup
3. Snellen chart
4. Oftalmoskop
36. Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan mata merah, rasa mengganjal, gatal dan berair,
kadang disertai sekret. Umumnya tanpa disertai penurunan tajam penglihatan.
Faktor Risiko
a. Daya tahan tubuh yang menurun
b. Adanya riwayat atopi
c. Penggunaan kontak lens dengan perawatan yang tidak baik
d. Higiene personal yang buruk
SOP ............................................... I 13
Klasifikasi Konjungtivitis
a. Konjungtivitis bakterial
Konjungtiva hiperemis, secret purulent atau mukopurulen dapat disertai
membrane atau pseudomembran di konjungtiva tarsal.
b. Konjungtivitis viral
Konjungtiva hiperemis, secret umumnya mukoserous, dan pembesaran
kelenjar preaurikular
c. Konjungtivitis alergi
Konjungtiva hiperemis, riwayat atopi atau alergi, dan keluhan gatal.
Komplikasi
Keratokonjuntivitis
SOP ............................................... I 14
37.
Bagan Alir
-
39. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
40. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
SOP ............................................... I 15
RABUN SENJA
COLOUR VISION DEFICIENCY
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
SOP ............................................... I 16
41.
Pengertian
Buta senja/ rabun senja disebut juga nyctalopia atau hemarolopia adalah
ketidakmampuan untuk melihat dengan baik pada malam hari atau pada
keadaan gelap. Kondisi ini lebih merupakan gejala dari kelainan yang
mendasari. Hal ini terjadi karena kelainan sel batang retina untuk penglihatan
gelap.
42.
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana rabun senja.
43.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
44.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
45.Alat dan bahan
1..Senter
2. Lup
3. Snellen chart
4. Oftalmoskop
46. Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Penglihatan menurun pada malam hari atau pada keadaan gelap, sulit
beradaptasi pada cahaya yang redup.
Faktor Risiko
a. Defisiensi vitamin A
b. Retinitis pigmentosa
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan.
Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Prognosis
Untuk quo ad vitam dan sanationam umumnya bonam, namun
fungsionam dapat dubia ad bonam karena terganggunya fungsi
Penglihatan.
47.
Bagan Alir
-
49. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
50. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
SOP ............................................... I 18
PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
OTHER SPECIFIED DISORDERS OF EYE AND ADNEXA
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
51.
Pengertian
SOP ............................................... I 19
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana perdarahan subkonjungtiva..
53.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
54.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
55.Alat dan bahan
1..Senter
2. Lup
3. Snellen chart
4. Oftalmoskop
56. Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhanadanya darah pada sklera atau mata
Berwarna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal).
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan
perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
Kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.
Faktor Risiko
a. Hipertensi
b. Trauma tumpul atau tajam
c. Penggunaan obat pengencer darah
d. Benda asing
e. Konjungtivitis
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Kriteria rujukan
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika
ditemukan penurunan visus.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, namun hal ini tergantung dari kondisi
pasien, ada/tidaknya komplikasi, serta pengobatannya.
57.
Bagan Alir
-
SOP ............................................... I 21
59. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
60. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
SOP ............................................... I 22
OTITIS EKSTERNA
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
61.
Pengertian
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan
SOP ............................................... I 23
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana otitis eksterna
63.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
64.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
65.Alat dan bahan
1. Lampu kepala
2. Corong telinga
3. Aplikator kapas
4. Otoskop
66. Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan rasa sakit pada telinga, terutama bila
Daun telinga disentuh dan waktu mengunyah. Namun pada pasien
Dengan otomikosis biasanya datang dengan keluhan rasa gatal yang
hebat dan rasa penuh pada liang telinga. Rasa sakit di dalam telinga bisa
bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak enak sedikit, perasaan
penuh di dalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga rasa sakit yang
hebat, serta berdenyut. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan
yang umum pada tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering
mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri tekan daun telinga. Kurang
pendengaran mungkin terjadi pada otitis eksterna disebabkan edema
kulit liang telinga, sekret yang serous atau purulen, penebalan kulit yang
progresif pada otitis eksterna yang lama sehingga sering menyumbat
Lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif.
Faktor Risiko
a. Lingkungan yang panas dan lembab
b. Berenang
c. Membersihkan telinga secara berlebihan, seperti dengan cotton bud
ataupun benda lainnya
d. Kebiasaan memasukkan air ke dalam telinga
e. Penyakit sistemik diabetes
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan sediaan langsung jamur dengan KOH untuk otomikosis
SOP ............................................... I 25
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella zoster. Virus ini
menyerang satu atau lebih dermatom saraf kranial.
Diagnosis Banding
a. Otitis eksternanekrotik
b. Perikondritis yang berulang
c. Kondritis
d. Dermatitis, seperti psoriasis dan dermatitis seboroika.
Komplikasi
Infeksi kronik liang telinga jika pengobatan tidak adekuat dapat terjadi
stenosis atau penyempitan liang telinga karena terbentuk jaringan parut
SOP ............................................... I 26
Kriteria Rujukan
a. Pada kasus herpes zoster otikus
b. Kasus otitis eksterna nekrotikan
Prognosis
Prognosis tergantung dari perjalanan penyakit, ada/tidaknya komplikasi,
penyakit yang mendasarinya serta pengobatan lanjutannya.
67.
Bagan Alir
-
69. Dokumen
Terkait
SOP ............................................... I 27
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
SERUMEN PROP
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
SOP ............................................... I 28
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
71.
Pengertian
Serumen adalah sekret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit
yang terlepas dan partikel debu yang terdapat pada bagian kartilaginosa
liang telinga. Bila serumen ini berlebihan maka dapat membentuk gumpalan
yang menumpuk di liang telinga, dikenal dengan serumen prop.
72.
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana serumen prop.
73.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
74.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
75.Alat dan bahan
1. Lampu kepala
2. Spekulum telinga
3. Otoskop
4. Serumen hook
5. Aplikator kapas
6. Cairan irigasi telinga
7. Irigator telinga (Spoit 20 - 50 cc + cateter wing needle)
76. Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan pendengaran yang berkurang disertai
rasa penuh pada telinga. Impaksi/gumpalan serumen yang menumpuk di
liang telinga menyebabkan rasa penuh dengan penurunan pendengaran
(tuli konduktif). Terutama bila telinga masuk air (sewaktu mandi atau
berenang), serumen mengembang sehingga menimbulkan rasa tertekan
dan gangguan pendengaran semakin dirasakan sangat mengganggu.
Beberapa pasien mengeluhkan adanya vertigo atau tinitus. Rasa nyeri
timbul apabila serumen keras membatu dan menekandinding liang
telinga.
Faktor Risiko
a. Dermatitis kronik liang telinga luar
SOP ............................................... I 29
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang khas
Diagnosis Banding
Benda asing di liang telinga
Komplikasi
Trauma pada liang telinga dan atau membran timpani saat mengeluarkan
Serumen
SOP ............................................... I 30
Kriteria rujukan : -
Prognosis
Prognosis penyakit ini adalah bonam karena jarang menimbulkan kondisi
klinis berat
.
77.
Bagan Alir
-
SOP ............................................... I 31
79. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
80. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
OTITIS MEDIA
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
SOP ............................................... I 32
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
81.
Pengertian
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang
terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.
82.
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana otitis media.
83.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
84.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
85.Alat dan bahan
1. Lampu kepala
2. Spekulum telinga
3. Aplikator kapas
4. Otoskop
86. Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan yang bergantung pada stadium OMA
yang terjadi. Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam
telinga dan demam serta ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Anak juga
gelisah, sulit tidur, tiba - tiba menjerit waktu tidur, bila demam tinggi sering
diikuti diare dan kejang-kejang. Kadang-kadang anak memegang telinga
yang sakit. Pada stadium supurasi pasien tampak sangat sakit, dan
demam, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Bila terjadi ruptur
membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh
turun, dan anak tertidur tenang. Pada anak yang lebih besar atau
dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran dan rasa
penuh dalam telinga.
SOP ............................................... I 33
Faktor Risiko
a. Bayi dan anak
b. Infeksi saluran napas berulang
c. Bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif
Pemeriksaan Penunjang : -
SOP ............................................... I 34
b. Stadium Hiperemis
Tampak pembuluh darah melebar di membran timpani sehingga
membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang
Terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
dilihat.
c. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum
timpani yang menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke
arah telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, dan demam, serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Bila tidak dilakukan insisi
(miringotomi) pada stadium ini, kemungkinan besar membran timpani
akan ruptur dan keluar nanah ke liang telinga luar. Dan bila ruptur,
maka lubang tempat ruptur (perforasi) kadang tidak menutup kembali
terutama pada anak usia lebih dari 12 tahun atau dewasa.
d. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika
atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran
timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga
luar.
e. Stadium Resolusi
Diagnosis Banding
a. Otitis media serosa akut
b. Otitis eksterna
Komplikasi
a. Otitis Media Supuratif Kronik
b. Abses sub-periosteal
c. Mastoiditis akut
SOP ............................................... I 35
SOP ............................................... I 36
Kriteria Rujukan
a. Jika indikasi miringotomi.
b. Bila membran tymphani tidak menutup kembali setelah 3 bulan.
Prognosis
Prognosis quo ad fungsionam dan sanationam adalah dubia ad bonam
Jika pengobatan adekuat. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
Kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.
OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang
keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala
sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani
Tanpa terjadinya perforasi.
87.
Bagan Alir
-
SOP ............................................... I 37
89. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
90. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
HIPERTENSI ESENSIAL
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
SOP ............................................... I 38
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
91.
Pengertian
Hipertensi adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg.
92.
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana hipertensi esensial.
93.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
94.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
95.Alat dan bahan
a. Laboratorium untuk melakukan pemeriksaan urinalisis, glukometer dan
profil lipid.
b. EKG.
c. Radiologi.
d. Obat-obat antihipertensi..
96. Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Mulai dari tidak bergejala sampai dengan bergejala.
SOP ............................................... I 39
Faktor Risiko
Faktor risiko dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu kelompok yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Hal yang tidak dapat
dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin, riwayat hipertensi dan penyakit
Kardiovaskular dalam keluarga.
Hal yang dapat dimodifikasi, yaitu:
a. Riwayat pola makan (konsumsi garam berlebihan).
b. Konsumsi alkohol berlebihan.
c. Aktivitas fisik kurang.
d. Kebiasaan merokok.
e. Obesitas.
f. Dislipidemia.
g. Diabetus Melitus.
h. Psikososial dan stres.
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis (proteinuri atau albuminuria), tes gula darah, tes kolesterol
(profil lipid), ureum kreatinin, funduskopi, EKG dan foto thoraks.
SOP ............................................... I 40
Diagnosis Banding
a. Proses akibat white coat hypertension.
b. Proses akibat obat.
c. Nyeri akibat tekanan intraserebral.
d. Ensefalitis.
SOP ............................................... I 41
Komplikasi
SOP ............................................... I 42
Kriteria rujukan
a. Hipertensi dengan komplikasi.
b. Resistensi hipertensi.
c. Krisis hipertensi (hipertensi emergensi dan urgensi).
Prognosis
Prognosis umumnya bonam apabila terkontrol.
97.
Bagan Alir
SOP ............................................... I 43
99. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
100. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
SOP ............................................... I 44
SOP ............................................... I 45
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
101.
Pengertian
SOP ............................................... I 46
Rhinitis akut adalah peradangan pada mukosa hidung yang berlangsung akut (< 12
minggu).
102.
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana rhinitis akut.
103.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
104.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
105.
106.
Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan keluar ingus dari hidung (rinorea), hidung
tersumbat disertai rasa panas dan gatal pada hidung.
a. Rhinitis simpleks: gejala berupa rasa panas di daerah belakang hidung
pada awalnya, lalu segera diikuti dengan hidung tersumbat, rinore, dan
bersin yang berulang-ulang. Pasien merasa dingin, dan terdapat
Demam ringan. Pada infeksi bakteri ingus menjadi mukopurulen,
Biasanya diikuti juga dengan gejala sistemik seperti demam, malaise
dan sakit kepala.
b. Rhinitis influenza: gejala sistemik umumnya lebih berat disertai sakit
pada otot.
c. Rhinitis eksantematous: gejala terjadi sebelum tanda karakteristik atau
ruam muncul.
d. Rhinitis iritan: gejala berupa ingus yang sangat banyak dan bersin.
e. Rhinitis difteria: gejala berupa demam, toksemia, terdapat limfadenitis,
dan mungkin ada paralisis otot pernafasan.
Faktor Risiko
a. Penurunan daya tahan tubuh.
b. Paparan debu, asap atau gas yang bersifat iritatif.
SOP ............................................... I 47
2.
Rhinitis Influenza
Virus influenza A, B atau C berperan dalam penyakit ini. Tanda dan
gejalanya mirip dengan common cold. Komplikasi berhubungan
dengan infeksi bakteri sering terjadi.
3.
Rhinitis Eksantematous
Morbili, varisela, variola, dan pertusis, sering berhubungan dengan
rhinitis, di mana didahului dengan eksantema sekitar 2-3 hari.
Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering dijumpai dan lebih
berat.
b. Rhinitis Bakteri
1. Infeksi non spesifik
Rhinitis Bakteri Primer. Infeksi ini tampak pada anak dan biasanya
akibat dari infeksi pneumococcus, streptococcus atau staphylococcus.
Membran putih keabu-abuan yang lengket dapat terbentuk di rongga
hidung, dan apabila diangkat dapat menyebabkan pendarahan /
epistaksis. Rhinitis Bakteri Sekunder merupakan akibat dari infeksi bakteri pada
rhinitis viral akut.
2.Rhinitis Difteri
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Rhinitis
SOP ............................................... I 48
difteri dapat berbentuk akut atau kronik dan bersifat primer pada
hidung atau sekunder pada tenggorokan. Dugaan adanya rhinitis
difteri harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi
yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan karena
cakupan program imunisasi yang semakin meningkat.
c. Rhinitis Iritan
Tipe rhinitis akut ini disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas yang
bersifat iritatif seperti ammonia, formalin, gas asam dan lain-lain. Selain
itu, dapat juga disebabkan oleh trauma yang mengenai mukosa hidung
selama masa manipulasi intranasal, contohnya pada pengangkatan
corpus alienum. Pada rhinitis iritan terdapat reaksi yang terjadi segera
yang disebut dengan immediate catarrhal reaction bersamaan dengan
bersin, rinore, dan hidung tersumbat. Gejalanya dapat sembuh cepat
dengan menghilangkan faktor penyebab atau dapat menetap selama
beberapa hari jika epitel hidung telah rusak. Pemulihan akan
bergantung pada kerusakan epitel dan infeksi yang terjadi.
Diagnosis Banding
a. Rhinitis alergi pada serangan akut
b. Rhinitis vasomotor pada serangan akut
Komplikasi
a. Otitis media akut.
b. Sinusitis paranasalis.
c. Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti laring,
tracheobronchitis, pneumonia.
SOP ............................................... I 49
Kriteria Rujukan
Pasien dengan rhinitis difteri.
Prognosis
Prognosis umumnya bonam. Pada rhinitis difteri, prognosis dapat menjadi
Dubia.
107.
Bagan Alir
-
108.
Unit terkait
SOP ............................................... I 50
109. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
110. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
SOP ............................................... I 51
FARINGITIS
SOP
No. Dokumen
: 01.SOP/MED/429.114.35/2016
No. Revisi
: 01
Tanggal Terbit
: 20 Januari 2016
Halaman
: 1/2
PUSKESMAS
SEMPU
SOP ............................................... I 52
Hadi Kusairi,SKM
NIP 19640705 198801 1 004
111.
Pengertian
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus
(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.
112.
Tujuan
Sebagai acuan petugas dalam penerapan langkah-langkah untuk proses diagnosis
dan tatalaksana faringitis
113.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas No....................
114.
Referensi
Buku, PMK, KMK, dll
115.
116.
Prosedur
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan, sakit jika menelan dan
Batuk. Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada
mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis
menunjukkan tanda dan gejala umum seperti lemas, anorexia, demam,
suara serak, kaku dan sakit pada otot leher. Gejala khas berdasarkan
jenisnya, yaitu :
a. Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): diawali dengan gejala
rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain
demam disertai rinorea dan mual.
b. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam
dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
c. Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
d. Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
SOP ............................................... I 53
Faktor Risiko
a. Paparan udara yang dingin.
b. Menurunnya daya tahan tubuh.
c. Konsumsi makanan yang kurang gizi.
d. Iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, makanan, refluks asam
lambung, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring.
SOP ............................................... I 54
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap.
b. Terinfeksi jamur, menggunakan slide dengan pewarnaan KOH.
c. Pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan gram.
Klasifikasi faringitis
a. Faringitis Akut
1. Faringitis Viral
Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus, Epstein Barr Virus
(EBV), virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus, dan lain-lain.
Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama
pada anak.
2. Faringitis Bakterial
Infeksi grup A stereptokokus beta hemolitikus merupakan penyebab
faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).
Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat
diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :
Demam
Anterior Cervical lymphadenopathy
Eksudat tonsil
Tidak adanya batuk
Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor 1. Bila skor 0-1 maka
pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group
A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi
SOP ............................................... I 55
SOP ............................................... I 56
a. Istirahat cukup
b. Minum air putih yang cukup
c. Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur
antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut. Pada faringitis fungal
diberikan Nystatin 100.000-400.000 IU, 2 x/hari. Untuk faringitis kronik
hiperplastik terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan
memakai zat kimia larutan nitras argentin 25%.
d. Untuk infeksi virus, dapat diberikan anti virus metisoprinol
(isoprenosine) dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari
pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50 mg/kgBB
dibagi dalam 4-6 x/hari.
e. Untuk faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya
streptococcus group A, diberikan antibiotik Penicillin G Benzatin 50.000
U/kgBB/IM dosis tunggal bila pasien tidak alergi penisilin, atau
Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 x/hari selama 10 hari dan pada
dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari, atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari.
f. Pada faringitis gonorea, dapat diberikan sefalosporin generasi ke-3,
seperti Ceftriakson 2 gr IV/IM single dose.
g. Pada faringitis kronik hiperplastik, penyakit hidung dan sinus paranasal
harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada
rhinitis atrofi. Sedangkan, pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan
kaustik 1 x/hari selama 3-5 hari.
h. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.
i. Selain antibiotik, kortikosteroid juga diberikan untuk menekan reaksi
inflamasi sehingga mempercepat perbaikan klinis. Steroid yang
diberikan dapat berupa deksametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama 3
hari dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 x/hari
selama 3 hari.
Konseling dan Edukasi
Memberitahu pasien dan keluarga untuk:
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan
olahraga teratur.
b. Berhenti merokok bagi anggota keluarga yang merokok.
c. Menghindari makan makanan yang dapat mengiritasi tenggorok.
d. Selalu menjaga kebersihan mulut
e. Mencuci tangan secara teratur
Pemeriksaan penunjang lanjutan (bila diperlukan)
a. Kultur resistensi dari swab tenggorok.
b. GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi
SOP ............................................... I 57
Bagan Alir
-
118.
Unit terkait
119. Dokumen
Terkait
Buku, PMK, KMK, dll
120. Rekaman historis perubahan
No
Yang diubah
Isi Perubahan
Tanggal mulai
diberlakukan
SOP ............................................... I 58