Anda di halaman 1dari 4

Masih banyak penderita gangguan jiwa berat yang tidak mendapat penanganan

secara medis atau yang drop out dari penanganan medis dikarenakan oleh
faktor-faktor seperti kekurangan biaya, rendahnya pengetahuan keluarga dan
masyarakat sekitar terkait dengan gejala gangguan jiwa, dan sebagainya.
Sehingga masih banyak penderita gangguan jiwa yang dipasung oleh anggota
keluarganya, agar tidak mencederai dirinya dan/atau menyakiti orang lain di
sekitarnya.

Program Indonesia Bebas Pasung 2014 saat ini direvisi menjadi Program
Indonesia Bebas Pasung 2019, sehingga Indonesia dalam menentukan
ketercapaian target masih ada 5 tahun lagi atau bahkan lebih cepat karena
proses ini masih berlangsung berkesinambungan dengan adanya komitmen dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan kota/kabupaten (Yud,
2014). Data Riskesdas 2013 berikut ini menunjukkan data persentase rumah
tangga yang memiliki anggota rumah tangga (ART) dengan gangguan jiwa berat
yang pernah dipasung di Indonesia sebesar 14,3 persen. Terdapat 1. 655 rumah
tangga (RT) yang memiliki keluarga yang menderita gangguan jiwa berat (tabel
1). Tindakan pemasungan berdasar wawancara dari riwayat mengalami
pemasungan yaitu pengalaman pemasungan selama hidup. Metode pemasungan
tidak terbatas pada pemasungan secara tradisional dengan menggunakan kayu
atau rantai pada kaki, tetapi juga tindakan pengekangan yang membatasi gerak,
pengisolasian, termasuk mengurung dan penelantaran, yang menyertai salah
satu metode pemasungan (Kementerian Kesehatan RI, 2013)

Beban yang ditanggung oleh keluarga yang hidup bersama penderita gangguan
jiwa berat meliputi beberapa faktor, baik secara ekonomi maupun sosial. Stigma
di masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa juga mempersulit penanganan
penderita gangguan jiwa secara komprehensif. Goffman (1963) menyatakan 160
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 17 No. 2 April 2014: 157166 bahwa
stigma terhadap penderita gangguan jiwa memiliki dua komponen utama, yaitu
yang bersifat publik (reaksi umum dari publik terhadap orang yang menderita
gangguan jiwa) dan stigma individu (prasangka orang itu sendiri terhadap
gangguan jiwa yang diderita yang cenderung kembali kepada dirinya sendiri).
Sehingga stigma terhadap penderita gangguan jiwa terutama gangguan jiwa
berat masih perlu dikaji lebih mendalam, untuk mencari solusi yang tepat dalam
penanganan penderita gangguan jiwa berat di masyarakat, dan lebih luas untuk
mendukung program Indonesia Bebas Pasung 2019.

STIGMA PENDERITA GANGGUAN JIWA


Jika kita mengamati pandangan masyarakat belakangan ini mengenai permasalahan
penderita gangguan jiwa, selalu di identikkan dengan sebutan Orang Gila. Tanpa disadari
secara tidak langsung hal ini merupakan mindset yang keliru dari kita sehingga orang
memandang penderita gangguan sebagai suatu masalah yang negatif yang selalu mengancam,
kita lupa bahwa penyakit gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang statusnya sama
dengan penyakit penyakit lain yang harus segera diobati dan disembuhkan. Label negatif
seperti penyebutan Orang Gila inilah yang secara tidak disadari merupakan Stigma yang kita
ciptakan sendiri, akibatnya keluarga maupun masyarakat disekitar penderita gangguan jiwa
enggan mengurus keluarga atau orang lain yang mengalami gangguan jiwa, akibat yang lebih
parah lagi adalah hak hak penderita gangguan jiwa untuk mendapat pengobatan dan hak
hak sosial mereka terabaikan.
Penyakit jiwa atau gangguan jiwa seperti halnya penyakit-penyakit umum lainnya dapat
disebabkan oleh beberapa penyebab, salah satu konsep penyebab gangguan jiwa yang populer
adalah kombinasi bio-psiko-sosial. Gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi
komunikasi sel-sel saraf di otak, dapat berupa kekurangan maupun kelebihan
neurotransmitter atau substansi tertentu. Pada sebagian kasus gangguan jiwa terdapat
kerusakan organik yang nyata pada struktur otak misalnya pada demensia. Jadi tidak benar
bila dikatakan semua orang yang menderita gangguan jiwa berarti ada sesuatu yang rusak di
otaknya. Pada kebanyakan kasus malah faktor perkembangan psikologis dan sosial
memegang peranan yang lebih krusial. Misalnya mereka yang gemar melakukan tindak
kriminal dan membunuh ternyata setelah diselidiki disebabkan karena masa perkembangan
mereka sejak kecil sudah dihiasi kekerasan dalam rumah tangga yang ditunjukkan oleh
bapaknya yang berprofesi dalam militer. Jadi penyakit gangguan jiwa merupakan penyakit
medis yang kompleks, meliputi segi fisik, pola hidup dan juga riwayat perkembangan
psikologis atau kejiawaan seseorang. Oleh karena itu penanganan penderita gangguan jiwa
bersifat menyeluruh, tidak sekedar minum obat saja, tetapi meliputi terapi psikologis, terapi
perilaku dan terapi kognitif/konsep berpikir yang melibatkan berbagai pihak. Selama ini
masyarakat beranggapan bahwa penanganan penderita gangguan jiwa adalah tanggung jawab
pihak Rumah Sakit jiwa, padahal faktor yang memegang peranan penting dalam hal
perawatan penderita adalah keluarga serta masyarakat di sekitar penderita gangguan jiwa
tersebut.
Stigma yang diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa secara tidak
langsung menyebabkan keluarga atau masyarakat disekitar penderita gangguan jiwa enggan
untuk memberikan penanganan yang tepat terhadap keluarga atau tetangga mereka yang
mengalami gangguan jiwa, sehingga tidak jarang mengakibatkan penderita gangguan jiwa
yang tidak tertangani ini melakukan perilaku kekerasan atau tindakan tidak terkontrol yang
meresahkan keluarga, masyarakat serta lingkungan. Masyarakat juga mempunyai peran
penting dalam penanganan penderita gangguan jiwa, yang paling penting persepsi yang harus

dipahami masyarakat adalah penderita gangguan jiwa merupakan manusia biasa seperti
halnya penderita penyakit lain adalah manusia biasa yang menghadapi masalah dan
memerlukan bantuan. Sikap yang tidak mau peduli, takut, anggapan yang keliru, memandang
rendah dan penolakan pada penderita gangguan jiwa merupakan masalah rumit yang
dilabelkan masyarakat pada penderita gangguan jiwa inilah yang harus diubah oleh
masyarakat, perasaan masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa adalah sesuatu yang
mengancam juga harus diluruskan. Tidak bisa dipungkiri, sikap dan penerimaan dari
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap penyembuhan penderita gangguan jiwa.
Tidak jarang penderita yang mengalami gangguan kejiwaansering keluar masuk rumah
sakit karena mengalami kekambuhan. Faktor yang memicu sebagai pencetus kekambuhan
bermacam-macam mulai dari faktor lingkungan, keluarga, timbulnya penyakit fisik yang
diderita, maupun faktor dari dalam individu sendiri tersebut.Keluarga dan lingkungan
memiliki andil besar dalam mencegah kekambuhan penderita gangguan kejiwaan. Oleh
karena itu, pemahaman keluarga dan lingkungannya mengenai kondisi penderita serta
kesediaan keluarga dan lingkungan menerima penderita apa adanya dan memperlakukan
penderita secara manusiawi merupakan salah satu bentuk pengobatan yang dapat mencegah
kekambuhan penderita.Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diketahui oleh keluarga
mengenai penyakit gangguan jiwasehingga dapat merawat dan mencegah kekambuhan
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : Pada dasarnya pengobatanpenderita
gangguan jiwa dalam fase krisis atau akut dimana keadaannya membahayakan dirinya sendiri
atau orang lain diperlukan rawat inap di RS untuk diberi obat sesuai dengan gejala yang
muncul. Bagi penderita yang sudah tahap pemulihan atau pemeliharaan kesehatan, maka
dilakukan rawat jalan dengan memberi obat-obatan untuk menghilangkan atau mencegah
munculnya gejala-gejala. Pada fase ini peran serta keluarga dan lingkungan sangat
besar, sehingga resiko kekambuhan dapat dihindari. Perlu disadari bahwa pengobatan pada
penderita gangguan jiwa tidak cukup dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam
bulan bahkan tahunan. Oleh sebab itu, maka keluarga dan masyarakat diharapkan sabar
dalam merawat penderita di rumah.Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga
dan masyarakatdalam merawat penderita schizofrenia di rumah antara lain:Memberikan
kegiatan atau kesibukan dengan membuatkan jadwal kegiatan sehari-hari,Selalu menemani
dan tidak membiarkan penderita sendiri dalam melakukan suatu kegiatan, misalnya: makan
bersama, bekerja bersama, diajak jalan-jalan, meminta keluarga atau teman untuk menyapa
bila pasien mulai menyendiri atau berbicara sendiri, mengajak ikut aktif dalam kegiatan
masyarakat, misal kerja bakti, pengajian, berikan pujian, umpan balik atau dukungan untuk
ketrampilan sosial yang mampu dilakukan pasien, mengontrol kepatuhan minum obat secara
benar sesuai dengan dosis yang ditentukan dokter, prinsip 5 benar dalam pemberian obat:
benar nama obat, benar cara pemberian, benar pasien, benar dosis, benar waktu,Jika pasien
malas minum obat, anjurkan minum obat secara halus/empati, hindari paksaan yang dapat
menimbulkan trauma bagi pasien, kontrol suasana lingkungan atau pembicaraan yang dapat
memancing kemarahan, mengenali tanda-tanda kekambuhan, misalnya bicara sendiri, tertawa
sendiri, mulai marah-marah, bicara kacau, sulit makan, sulit tidur, murung dan segera kontrol
ke dokter /rumah sakit jika muncul perubahan perilaku dan atau obat habis.
Selain pentingnya peran keluarga dan masyarakat, tidak dapat dipungkiri juga peran
dari pemerintah dalam hal ini lembaga terkait seperti Pemerintah Daerah, dinas dinas

terkait, Puskesmas, Rumah Sakit dan lembaga swadaya masyarakat juga sangat diperlukan
untuk penanganan penderita gangguan jiwa, program program tentang penanganan
penderita gangguan jiwa perlu dimaksimalkan , sehingga masalah gangguan jiwa dapat
diminimalkan. Yang paling penting adalah bagaimana upaya pemerintah bersama masyarakat
dapat menghapus stigma terhadap penderita gangguan jiwa dengan program program yang
dapat meluruskan stigma negatif yang selama ini diberikan kepada penderita gangguan jiwa .
Jika semua pihak menyadari bahwa masalah penderita gangguan jiwa adalah masalah
bersama, maka diharapkan penderita gangguan jiwa dapat tertangani dengan tepat sehingga
kita tidak lagi mendengar berita berita tentang perbuatan di luar kontrol yang dilakukan
penderita gangguan jiwa seperti pembunuhan, pembakaran dan lain-lain. Penderita gangguan
jiwa adalah sama dengan penderita penyakit lainnya, mereka adalah orang yang perlu dibantu
masalah kesehatannya. Hentikan stigma pada penderita gangguan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai