A. DEFINISI
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan
granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis.
Dikenal pula dengan nama Pottds disease of the spine atau tuberculous vertebral
osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 L3 dan
paling jarang pada vertebra C1. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai
korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.
B. ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg
bersifat acid-fastnon-motile ( tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga
sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat
diwarnai dengan baik melalui cara yg konvensional. Dipergunakan teknik ZiehlNielson untuk memvisualisasikannya.Bakteri tubuh secara lambat dalam media
egg-enriched dengan periode 6-8 minggu.
Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan
dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain Spondilitis
tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh,
95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan
1/3 dari tipe bovin ) dan 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.
C. PATOGENESIS/KLASIFIKASI
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya
sekunder dari TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen,
diduga terjadinya penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi
traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra ditandai dengan
proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral
body).
Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuan akan menghalangi
proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedang
jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses
paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah lewat ligamentum
longitudinal anterior dan posterior.
dapat
terbentuk
sekuestrum
dan
kerusakan
diskus
akibat
kerusakan
korpus
vertebra
sehingga
iii.
iv.
Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas
penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.
Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi
dan miksi.TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau
lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.Pada penyakit yang masih
aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral
atau kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan
jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC
paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai
D. PATOFISIOLOGI
Kuman yg bangun kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti
aliran darah ke pembuluh tulang belakang dekat dengan ginjal. Kuman
berkembang biak umumnya di tempat aliran darah yg menyebabkan kuman
berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar
tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman bersarang.Kemudian kuman
tersebut akan menggerogoti badan tulang belakang, membentuk kantung nanah
(abses) yg bisa menyebar sepanjang otot pinggang sampai bisa mencapai daerah
lipat paha.
Dapat pula memacu terjadinya de ormitas.Gejala awalnya adalah
perkaratan umumnya disebut pengapuran tulang belakang, sendi-sendi bahu,
lutut, panggul.Tulang rawan ini akan terkikis menipis hingga tak lagi berfungsi.
Persendian terasa kaku dan nyeri, kerusakan pada tulang rawan sendi, pelapis
ujung tulang yg berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut bila dua ruang
E. PATOLOGI
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar
tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat
bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem
pulmoner dan genitourinarius.Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang
belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa
penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui
pleksus Batsonds yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan
banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih
70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan,
sementara pada20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.Berdasarkan lokasi
infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior /area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan
nekrosis diskus.Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalah artikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe
lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat
terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma.Terbanyak di
temukan di regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji).Pola
ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan
b. Palpasi
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibbus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi, keadaan paru tidak ditemukan kelainan.
3. Pemeriksaan medis dan laboratorium (Lauerman, 2006).
destruksi
dan
kolapsnya
corpus
vertebra
tetapi
punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam waktu
singkat sekitar 6 bulan (Tachdjian, 2005).Prognosis dari spondilitis tuberkulosa
bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi
neurologis. Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang tepat, prognosisnya
baik walaupun tanpa operasi. Penyakit dapat kambuh apabila pengobatan tidak
teratur
atau
tidak
resistensiterhadap
dilanjutkan
pengobatan
setelah
(Lindsay,
beberapa
2008).Untuk
saat
karena
terjadi
spondilitis
dengan
a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberculosis
b.Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas
abses yang merupakan coldabsces (Lindsay, 2008).
3.Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan
ekstradura sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari
diskus intervertebralis (contoh : Pottds paraplegia prognosa baik) atau dapat
juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi
tuberkulosa (contoh :menigomyelitis prognosa buruk). Jika cepat diterapi
sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis padatumor). MRI dan
mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena
invasi dura dan corda spinalis.
1. Terapi konservatif.
a. Tirah baring (bed rest).
b. Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.
c. Memperbaiki keadaan umum penderita.
d. Pengobatan antituberkulosa.Standar pengobatan berdasarkan program P2TB
paru yaitu:
i. Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+).
a) Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg, dan
Pirazinamid 1.500 mgsetiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
b) Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali seminggu selama
4 bulan (54 kali).
ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama
sebulan, termasuk penderitayang kambuh.
1. Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,
Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg setiap hari. Streptomisin
injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90
kali).
2. Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol 1250
mg 3 kali seminggu selama 5bulan (66 kali).Kriteria penghentian
pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, LED
menurun danmenetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme
berkurang, serta gambaran radiologis ditemukan adanya union pada
vertebra.
2. Terapi operatifa.
a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat.Biasanya 3minggu sebelum operasi, penderita diberikan obat
tuberkulostatik.
b.Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka,
debrideman, dan bone graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI
ditemukan adanya penekanan padamedula spinalis (Ombregt, 2005).Walaupun
pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita
spondilitis tuberkulosa tetapioperasi masih memegang peranan penting dalam
beberapa hal seperti apabila terdapat cold absces (abses dingin),lesi
tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis.
a. Cold abscesCold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat
terjadi resorbsi spontan dengan pemberiantuberkulostatik. Pada abses yang
besar dilakukan drainase bedah.
b. Lesi tuberkulosa
1) Debrideman fokal.
2) Kosto-transveresektomi.
3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
c. Kifosis
1) Pengobatan dengan kemoterapi.
2) Laminektomi.
3) Kosto-transveresektomi.
4) Operasi radikal.
5) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.Operasi kifosis
dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk
bertambah berat,terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior
atau operasi radikal (Graham, 2007)