Anda di halaman 1dari 16

SPONDILITIS TUBERCULOSIS

A. DEFINISI
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan
granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis.
Dikenal pula dengan nama Pottds disease of the spine atau tuberculous vertebral
osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 L3 dan
paling jarang pada vertebra C1. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai
korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.

B. ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg
bersifat acid-fastnon-motile ( tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga
sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat
diwarnai dengan baik melalui cara yg konvensional. Dipergunakan teknik ZiehlNielson untuk memvisualisasikannya.Bakteri tubuh secara lambat dalam media
egg-enriched dengan periode 6-8 minggu.
Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan
dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain Spondilitis
tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh,
95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan
1/3 dari tipe bovin ) dan 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.

Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah


dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa
traktus urinarius, yg penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena
paravertebralis.Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak
semudah tertularflu.
Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan
intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg
kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif
setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi.
Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yg diperlukan dari mula
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan
cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yg lembab,
gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama beberapa jam.
Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun.

C. PATOGENESIS/KLASIFIKASI
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya
sekunder dari TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen,
diduga terjadinya penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi
traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra ditandai dengan
proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral
body).
Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuan akan menghalangi
proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedang
jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses
paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah lewat ligamentum
longitudinal anterior dan posterior.

Sedangkan diskus intervertebralis karena avaskular lebih resisten tetapi akan


mengalami dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi
TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kifosis
(Savant, 2007).Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima
stadium yaitu:
1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya
tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk
koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya
terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada daerah sentral
vertebra.
2. Stadium destruksi awal.Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6
minggu.
3. Stadium destruksi lanjut.Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif,
kolaps vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk
cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.
Selanjutnya

dapat

terbentuk

sekuestrum

dan

kerusakan

diskus

intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan


(wedginganterior)

akibat

kerusakan

korpus

vertebra

sehingga

menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.


4. Stadium gangguan neurologis.Gangguan neurologis tidak berkaitan
dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses
kekanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang
kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini.
Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia yaitu:
i. Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan
jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
ii.Derajat II
Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat
melakukan
pekerjaannya.

iii.
iv.

Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas
penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.
Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi
dan miksi.TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau
lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.Pada penyakit yang masih
aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral
atau kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan
jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC
paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai

dengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.


5. Stadium deformitas residua, Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun
setelah stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena
kerusakan vertebra yang massif di depan (Savant, 2007)

D. PATOFISIOLOGI
Kuman yg bangun kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti
aliran darah ke pembuluh tulang belakang dekat dengan ginjal. Kuman
berkembang biak umumnya di tempat aliran darah yg menyebabkan kuman
berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar
tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman bersarang.Kemudian kuman
tersebut akan menggerogoti badan tulang belakang, membentuk kantung nanah
(abses) yg bisa menyebar sepanjang otot pinggang sampai bisa mencapai daerah
lipat paha.
Dapat pula memacu terjadinya de ormitas.Gejala awalnya adalah
perkaratan umumnya disebut pengapuran tulang belakang, sendi-sendi bahu,
lutut, panggul.Tulang rawan ini akan terkikis menipis hingga tak lagi berfungsi.
Persendian terasa kaku dan nyeri, kerusakan pada tulang rawan sendi, pelapis
ujung tulang yg berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut bila dua ruang

tulang berbenturan saat sendi digerakkan.Terbentuknya abses dan badan tulang


belakang yg hancur, bisa menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan miring
kearah depan. Kedua hal ini bisa menyebabkan penekanan saraf saraf sekitar
tulang belakang yg mengurus tungkai bawah, sehingga gejalanya bisa kesemutan,
baal-baal, bahkan bisa sampai kelumpuhan. Badan tulang belakang yg kolaps dan
miring ke depan menyebabkan tulang belakang dapat diraba dan menonjol
dibelakang dan nyeri bila tertekan, sering sebut sebagai gibbus. Bahaya yang
terberat adalah kelumpuhan tungkai bawah, karena penekanan batang saraf di
tulang belakang yg dapat disertai lumpuhnya saraf yg mengurus organ yg lain,
seperti saluran kencing dan anus (saluran pembuangan).
Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan yg kronik dan destrukti
yg disebabkan basil tuberkulosis ygmenyebar secara hematogen dari fokus jauh,
dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada
waktu injeksi pri-mer atau pasca primer. Penyakit ini sering terjadi pada anakanak. Basil tuberculosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada
tempat injeksi timbul osteitis, kaseasi clan likuid aksi dengan pembentukan pus yg
kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik,
maka pembentukan tulang baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak
ada sama sekali. Di samping itu, periostitis dan sekwester hampir tidak ada. Pada
tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau
diskus intervertebra.Dari pemeriksaan fisik,pada pemeriksaan reflex fisiologis
normal. Ditemukan hipestesia (raba) setinggi VT6. Tidak ditemukan adanya
refleks patologis. Pada pemeriksaan nervi cranialis tidak ditemukan adanya
kelainan.

E. PATOLOGI
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui

jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar
tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat
bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem
pulmoner dan genitourinarius.Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang
belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa
penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui
pleksus Batsonds yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan
banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih
70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan,
sementara pada20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.Berdasarkan lokasi
infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior /area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan
nekrosis diskus.Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalah artikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe
lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat
terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma.Terbanyak di
temukan di regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji).Pola
ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan

melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau


karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal
dengan keterlibatan lengkung saraf saja dan granuloma yang terjadi di
canalisspinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel,
lamina, prosesus transversus dan spinosus, sertalesi artikuler yang berada di
sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen
posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
F. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:
a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.
b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada
anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang
ke garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh
tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.
d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinale. Deformitas pada
punggung (gibbus)
f. Pembengkakan setempat (abses)
g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).Kelainan neurologis yang terjadi pada 50
% kasus spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa:

a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radiks saraf akibat penekanan medula


spinalis yang
menyebabkan kekakuan padagerakan berjalan dan nyeri.
b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan
adanya batas defisit sensorik setinggi tempatgibbus atau lokalisasi nyeri
interkostal (Tachdjian, 2005).

G. DIAGNOSIS SPONDILITIS TUBERKULOSA


Diagnosis pada spondilitis tuberkulosa meliputi:
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari pasien, meliputi
keluhan utama, keluhan sistem badan,riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga atau lingkungan.
2. Pemeriksaan fisika
a. Inspeksi
Pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan
Pada tulang belakang terlihat bentuk kifosis.

b. Palpasi
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibbus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi, keadaan paru tidak ditemukan kelainan.
3. Pemeriksaan medis dan laboratorium (Lauerman, 2006).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG SPONDILITIS TUBERKULOSA

Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa yaitu:


1. Pemeriksaan laboratoriuma.
Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.
b. Uji mantoux positif tuberkulosis.
c. Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium.
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
e. Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
f. Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
g. Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).
h. Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
i. Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) tetapi
menghasilkan negatif palsu pada penderita dengan alergi.
j. Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA kuman
tuberculosis melekatkan nukleotida tertentu pada fragmen DNA dan amplifikasi
menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang
diidentifikasi dengan gel.
2. Pemeriksaan radiologis.
a. Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses
dingin tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk spindle.

b. Pemeriksaan foto dengan zat kontras.


c. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus
vertebra, penyempitan diskus intervertebralis, dan mungkin ditemukan adanya
massa abses paravertebral.
d. Pemeriksaan mielografi.
e. CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler,
skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang.
f. MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang
belakang serta menunjukkan adanya penekanan saraf (Lauerman, 2006).

I. DIAGNOSIS BANDING SPONDILITIS TUBERKULOSA


Diagnosis banding pada spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Fraktur kompresi traumatik akibat tumor medulla spinalis.
2. Metastasis tulang belakang dengan tidak mengenai diskus dan terdapat
karsinoma prostat.
3. Osteitis piogen dengan demam yang lebih cepat timbul.
4. Poliomielitis dengan paresis atau paralisis tungkai dan skoliosis.
5. Skoliosis idiopatik tanpa gibbus dan tanda paralisis.
6. Kifosis senilis berupa kifosis tidak lokal dan osteoporosis seluruh kerangka.

7. Penyakit paru dengan bekas empiema tulang belakang bebas penyakit.


8. Infeksi kronik non tuberkulosis seperti infeksi jamur (blastomikosis).
9. Proses yang berakibat kifosis dengan atau tanpa skoliosis (Currier, 2004).KET:
a. Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis).
Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen
menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau
lebih corpus vertebra yang berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi
tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.
b. Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari
pemeriksaan laboratorium.
c. Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkinds disease, eosinophilic
granuloma,aneurysma bone cyst danEwingds sarcoma). Metastase dapat
menyebabkan

destruksi

dan

kolapsnya

corpus

vertebra

tetapi

berbedadengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap


dipertahankan. Secara radiologis kelainan karenainfeksi mempunyai
bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang
berbatas jelas.
d. Scheuermannds disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa
oleh karena tidak adanya penipisan korpusvertebrae kecuali di bagian
sudut superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses
paraspinal.

J. PROGNOSIS SPONDILITIS TUBERKULOSA


Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit menahun dan apabila dapat
sembuh secara spontan akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang

punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam waktu
singkat sekitar 6 bulan (Tachdjian, 2005).Prognosis dari spondilitis tuberkulosa
bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi
neurologis. Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang tepat, prognosisnya
baik walaupun tanpa operasi. Penyakit dapat kambuh apabila pengobatan tidak
teratur

atau

tidak

resistensiterhadap

dilanjutkan

pengobatan

setelah

(Lindsay,

beberapa
2008).Untuk

saat

karena

terjadi

spondilitis

dengan

paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan saraf lebih baik sedangkan


spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Apabila
paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa prognosisnya juga buruk
(Lindsay, 2008).

K. KOMPLIKASI SPONDILITIS TUBERKULOSA


Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Pottds paraplegiaa.
a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun
sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini
membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan
saraf.
b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari
jaringan granulasi atau
perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
2. Ruptur abses paravertebraa.

a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberculosis
b.Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas
abses yang merupakan coldabsces (Lindsay, 2008).
3.Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan
ekstradura sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari
diskus intervertebralis (contoh : Pottds paraplegia prognosa baik) atau dapat
juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi
tuberkulosa (contoh :menigomyelitis prognosa buruk). Jika cepat diterapi
sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis padatumor). MRI dan
mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena
invasi dura dan corda spinalis.

L. PENATALAKSANAAN SPONDILITIS TUBERKULOSA


Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan segera
untuk menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau mengkoreksi
paraplegia atau defisit neurologis. Prinsip pengobatan Pottds paraplegia yaitu:
1. Pemberian obat antituberkulosis.
2. Dekompresi medula spinalis.
3. Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi.
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) (Graham, 2007).

Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:

1. Terapi konservatif.
a. Tirah baring (bed rest).
b. Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.
c. Memperbaiki keadaan umum penderita.
d. Pengobatan antituberkulosa.Standar pengobatan berdasarkan program P2TB
paru yaitu:
i. Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+).
a) Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg, dan
Pirazinamid 1.500 mgsetiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
b) Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali seminggu selama
4 bulan (54 kali).
ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama
sebulan, termasuk penderitayang kambuh.
1. Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,
Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg setiap hari. Streptomisin
injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90
kali).
2. Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol 1250
mg 3 kali seminggu selama 5bulan (66 kali).Kriteria penghentian
pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, LED
menurun danmenetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme
berkurang, serta gambaran radiologis ditemukan adanya union pada
vertebra.

2. Terapi operatifa.
a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat.Biasanya 3minggu sebelum operasi, penderita diberikan obat
tuberkulostatik.
b.Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka,
debrideman, dan bone graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI
ditemukan adanya penekanan padamedula spinalis (Ombregt, 2005).Walaupun
pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita
spondilitis tuberkulosa tetapioperasi masih memegang peranan penting dalam
beberapa hal seperti apabila terdapat cold absces (abses dingin),lesi
tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis.
a. Cold abscesCold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat
terjadi resorbsi spontan dengan pemberiantuberkulostatik. Pada abses yang
besar dilakukan drainase bedah.
b. Lesi tuberkulosa
1) Debrideman fokal.
2) Kosto-transveresektomi.
3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
c. Kifosis
1) Pengobatan dengan kemoterapi.

2) Laminektomi.
3) Kosto-transveresektomi.
4) Operasi radikal.
5) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.Operasi kifosis
dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk
bertambah berat,terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior
atau operasi radikal (Graham, 2007)

Anda mungkin juga menyukai