Anda di halaman 1dari 15

ASKEP JIWA HALUSINASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan gangguan orintasi realita, karena terganggunya fungsi otak :
kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.
Gangguan terhadap fungsi kognitif dan persepsi akan mengakibatkan kemampuan
menilai dan menilik terganggu, sedangkan gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial akan
mengakibatkan terganggunya kemampuan berespon yakni perilaku non verbal
( Ekspresi,gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Memperhatikan
perilaku klien seperti ini tentu akan menjadi suatu hal yang perlu direspon oleh perawat
profesional, paling tidak mengeliminir masalah-masalah yang ada sehingga keadaan seorang
pasien tidak berkembang menjadi lebih berat ( perilaku agresif / perilaku kekerasan )

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan keperawatan pada klien dengan
halusinasi pendengaran, diharapkan akan mampu mengidentifikasikan seluruh masalah yang
terjadi sehubungan dengan halusinasi.
2. Tujuan Khusus
a.
b.

Mahasiswa mampu mengkaji klien dengan masalah utama halusinasi.


Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan masalah utama
halusinasi.

c.

Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan klien dengan masalah utama


halusinasi.

d.

Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan klien dengan


masalah utama halusinasi.

e.

Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan klien dengan masalah utama


halusinasi.

C. METODE PENULISAN

a.

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :


Metode kepustakaan
Metode penulisan dengan menggunakan beberapa literatur sebagai sumber.

b. Metode wawancara
Data diperoleh dengan wawancara langsung kepada klien dan perawat ruangan.
c.

Metode observasi
Dengan mengobservasi langsung kepada klien dengan masalah utama halusinasi
pendengaran.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
a.

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
b. Bab II tentang landasan teori yang memuat pengertian, tentang respon, jenis-jenis halusinasi,
fase-fase halusinasi, pengkajian, diagnosa, tujuan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
c.

Bab III berisi tentang tinjauan kasus halusinasi pendengaran.

d. Bab IV membahas kesenjangan antara teori dan kasus.


e.

Bab V berupa penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien
Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai
dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren
:Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap
stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi.
Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.
B. RENTANG RESPON HALUSINASI
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien
sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu
stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu
salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien
mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak
akurat sesuai stimulus yang diterima.

Rentang respon :

Respon Adaptif

Respon Maladptif

Pikiran logis

Distorsi pikiran

gangguan pikir/delusi

Persepsi akurat

ilusi

Halusinasi

Emosi konsisten dengan

Reaksi emosi berlebihan

Sulit berespon emosi

Pengalaman

atau kurang

perilaku disorganisasi

Perilaku sesuai

Perilaku aneh/tidak bias

Berhubungan sosial

isolasi sosial

Menarik diri

C. JENIS JENIS HALUSINASI


JENIS

KARAKTERISTIK

HALUSINASI
Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.

70 %

Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata


yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang

Penglihatan

dapat membahayakan.
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar

20%

geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.


Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat

Penghidu

monster.
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi

Pengecapan
Perabaan

penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.


Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati

Cenesthetic

atau orang lain.


Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,

Kinisthetic

pencernaan makan atau pembentukan urine


Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. FASE HALUSINASI.
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase
halusinasi terbagi empat:
1. Fase Pertama

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin
melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun intensitas
persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien
berada pada tingkat listening pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak
mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya
pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi
yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi
klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya
klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau
selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

E. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI


Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami
psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan
proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya
seperti yang terdapat juga pada schizofrenia.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi
seperti halusinasi antara lain:
a.

Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu.
Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai

sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson
nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan
Carpenter,2002). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya
sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang
15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka
peluangnya menjadi 35 %.
b. Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak
pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume
dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang
dengan kadar serotin.
c.

Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana
dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.

d. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi factor predisposisi
schizofrenia.
e.

Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara lain anak
yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

2. Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a.

Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.

b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)


c.

Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang
tercantum pada tabel dibawah ini ;

Kesehatan

Nutrisi Kurang
Kurang tidur
Ketidak siembangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan

Lingkungan

Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan


Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi social
Kurangnya dukungan social
Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi

Sikap/Perilaku

Ktidak mamapuan mendapat pekerjaan


Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri )
Mersa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.

3. Mekanisme Koping.
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab


kepada orang lain atau sesuatu benda.
Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien
4. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat
tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama
halnya seperti seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan orang yang
berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil
dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk
segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal
haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif
ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain.Karenanya banyak klien
enggan untuk menceritakan pengalaman pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman
halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk
memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk
memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki
ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja.
Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
Isi Halusinasi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara
itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi
visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien
perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

Situasi Pencetus Halusinasi.


Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain
itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pernyataan klien.
Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan
apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih
bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bias
membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi jika halusinasi sudah
sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya di kendalikan oleh isi
halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap
lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri ( suicide), membunuh orang
lain (homocide) dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami
masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi.Masalah itu
antara lain harga diri rendah dan isolasi social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri
rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan social , klien menjadi menarik diri dari
lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien
selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus
eksternal. Ini memicu timbulnya halusinasi.
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon maslah sebagai berikut :
EFEK

Resiko mencedrai diri sendiri,


Orang lain, dan lingkungan

C.P
Perubahan persepsi sensori :
Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias

ETIOLOGI

Kerusakan interaksi sosial :

Menarik diri

Defisit perawatan diri :

Intoleransi aktifitas

Gangguan konsep diri :


Harga diri rendah

Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
audiotorik.
2. Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah
4. Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan
intoleransi aktifitas.
G. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan umum :
o Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
1.

Klien dapat membina hubungan salin percaya

2.

Klien dapat mengenal halusinasinya

3.

Klien dapat mengontrol halusinasinya.

4.

Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

5.

Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.

H. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan
membina hubungan saling percaya dengan klien.
Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya adalah
membntu klien mengenali halusinasinya.
Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang biasa
terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :
1. Menghardik halusinasi.

2. Berinteraksi dengan orang lain.


3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
4. Memanfaatkan obat dengan baik.
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga
adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis
dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara perawatan klien
halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim medis sehingga
perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip
lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat.

I. EVALUASI
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
1. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
2. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
3.

Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien
mengatasi masalahnya.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bagian ini kelompok membahas berdasarkan teori dan aplikasi / penerapan berdasarkan
beberapa referensi atau acuan yang didapatkan dilapangan sebagai pelaksanaan proses
keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : pendengaran.
Kemudian membandingkan adanya kesenjangan antara teori dan praktek, dalam ruang
lingkup proses keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi.
A. Pengkajian :
Pada tahap pengkajian sumber informasi didapatkan dari klien dan perawat ruangan.
Data yang di dapatkan sesuai dengan tanda dan gejala pada landasan teori halusinasi kecuali
pada gejala pemicu kondisi kesehatan ( nutrisi kurang, infeksi, kurang tidur).
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan, pada kasus kien halusinasi pendengaran ada
empat diagnosa keperawatan yaitu : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran; Perubahan persepsi sensorik :
halusinasi dengar berhubungan dengan menarik diri; Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri
berhubungan dengan Harga diri rendah; dan Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan,
berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.Sedangkan pada kasus klien
kelolaan didapatkan lima diagnosa. Hal ini karena pada kasus ditemukan, masalah berduka
disfungsional yang menjadi penyebab Harga Diri Rendah
C. Rencana keperawatn yang dilakukan sesuai dengan landasan teori pada asuhan perawatan
halusinasi
D. Implementasi yang telah dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ada

E. Pada evaluasi kasus kelolaan klien mampu secara mandiri dalam mengontrol halusinasinya
hal ini karena klien masih merasa sulit untuk melakukan cara baru mengatasi halusinasinya.
Hal ini dapat dilihat pada diagnosa keperawatan ::
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran klien mampu melakukan sampai pada TUK 5
2. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan Menarik diri,
klien mampu melakukan sampai pada TUK 4
3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah, klien
mampu melakukan sampai pada TUK 5
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional, klien
mampu melaksanakan sampai pada TUK 3
5. Defisit perawatan diri : Kebersihan diri berhubungan dengan kurang motivasi, klien mampu
melaksanakan samapai pada TUK 4

BAB V
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan kasus diatas, maka kami dapat mengambil
kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Halusinasi

banyak terjadi

pada klien schizofrenia

dengan masalah

keperawatan harg diri rendah dan atau menarik diri.


2. Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan
eksternal dan atau internal.
3. Perencanaan keperawatan dengan masalah utama halusinasi berfokus pada
intervensi :
-

Membina hubungan saling percaya

Orientasi alam realita

Tingkatkan aktifitas
4. Tidak semua gejala halusinasi yang terdapat dalam teori di jumpai pada kasus
di ruangan.

5. Keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam membantu klien


mengatasi masalahnya baik selama dirumah sakit maupun berada dirumah.
B. Saran
1.

Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan atau
internal sehingga menimbulkan resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan, untuk itu perawat dan keluarga perlu mengenal tanda dan gejala halusinasi dan
membawa klien ke alam realita.

2. Komunikasi terapeutik antara perawat, klien dan keluarga harus dipertahanakan


3.

Oleh karena keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam perawatan klien maka
keluarga perlu di motivasi untuk terlibat secara aktif dalam perawatan klien halusinasi.

4.

Fiksasi bukan pilihan utama pada klien halusinasi tapi perhatikan dan kenali respon klien

yang

berhubungan dengan halusinasi dan gunakan komunikasi terapeutik bagi klien yang tidak

kooperatif.
5. Perlunya meningkatkan kemampuan komunikasi klien pada perawat dan keluarga

Anda mungkin juga menyukai