Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
petunjuknya penyusun dapat menyelesaikan referat yang berjudul Persalinan dengan
bekas sectio caesarea ini tepat pada waktunya.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian
ilmu kandungan dan kebidanan RSUD Cibinong Pada kesempatan ini penyusun
mengucapkan terimakasih kepada dr. Benyamin Rapa,Sp.OG selaku dokter
pembimbing dalam kepaniteraan klinik ini dan rekan-rekan koass yang ikut
memberikan bantuan dan semangat secara moril.
Penyusun menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang
ilmu kandungan dan kebidanan khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.

Jakarta, 15 April 2016

Penyusun
Adeline Novaria Pangestu

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar.i
Daftar isi..2
Pendahuluan.3
Bab I Sectio Sesaria.....6
a Definisi......6
b Istilah.....6
c Indikasi...7
d Jenis-jenis Sectio............8
e Komplikasi.............11
f Perawatan pasca bedah...13
Bab II Pengelelolaan Kehamilan Dan Persalinan Pervaginam Pada Bekas Sectio
Casaearea ............................................................................................15
Daftar Pustaka..27

PENDAHULUAN

Definisi Seksio sesaria adalah kelahiran bayi melalui insisi pada dinding
abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Namun definisi ini
tidak termasuk mengeluarkan bayi dari kavum abdomen pada kasus ruptur
uteri atau kasus kehamilan di kavum abdomen. Pada beberapa kasus, dan
paling sering karena komplikasi darurat seperti perdarahan yang tidak dapat
diatasi, histerektomi laparotomi diindikasikan dalam persalinan. Saat
dilakukan pada waktu persalinan sesar, operasinya disebut histerektomi
sesaria. Jika dilakukan dalam waktu singkat setelah persalinan per vaginam,
disebut histerektomi postpartum.
Asal terminology sesaria tidak jelas. Salah satu penjelasannya adalah
menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan melalui cara ini, dengan hasil
prosedur ini diketahui sebagai operasi sesar.

Namun beberapa kenyataan

melemahkan penjelasan ini.


Sejak tahun 1970 sampai 2007 kejadian persalinan sesar meningkat secara
progresif dari hanya 4,5% menjadi hampir 31,8%.Antara tahun 1989 dan 1996
kejadian persalinan sesar setiap tahunnya menurun di Amerika. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan vaginal birth after cesarean (VBAC). Namun
sejak tahun 1996, jumlah kejadian sesar meningkat setiap tahun, dan pada
tahun 2002 menjadi 26,1%, angka kejadian tertinggi yang pernah dicatat di
Amerika.1
Beberapa penjelasan mengenai terjadinya kenaikan adalah karena :
1

Adanya pengurangan paritas

Wanita cenderung mempunyai anak pada usia lebih tua.

Pemantauan janin secara elektronik memungkinkan meningkatnya


peluang untuk mendeteksi gawat janin

Bayi dengan presentasi bokong lebih sering dilahirkan dengan


seksio sesarea

Persalinan forcep yang semakin jarang dilakukan

Seksio sesarea berulang secara bermakna turut meningkatkan total


jumlah persalinan sesarea.

Peningkatan keprihatinan mengenai masalah malpratek

Keberhasilan VBAC ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara


lain usia ibu, indikasi seksio sebelumnya, riwayat persalinan pervaginam, cara
timbulnya persalinan dan jumlah skor Bishop.2 Keputusan menjalani VBAC
ditentukan oleh dokter dan pasien, tingginya keberhasilan VBAC merupakan
salah satu parameter pelayanan obstetri yang baik.
Jika VBAC atau persalinan pervaginam pada pasien pernah seksio
(P4S) diterapkan pada semua pasien riwayat seksio sesarea (SS) ,
kecenderungan meningkatnya angka persalinan pervaginam sebesar 5%.
Angka keberhasilan P4S sebagian besar kepustakaan 60 80 %.
Dibandingkan dengan seksio sesarea kembali, P4S berhubungan dengan
morbiditas yang lebih rendah, transfusi darah lebih sedikit, infeksi post partum
lebih sedikit, lama perawatan lebih singkat, tanpa peningkatan morbiditas
perinatal. 2 Hasilnya adalah penghematan biaya secara signifikan.
Terdapat beberapa pendapat dalam obstetrik modern yang kontroversial pada
penatalaksanaan wanita dengan riwayat operasi sesar sebelumnya. Pada
beberapa dekade, skar uterus merupakan kontraindikasi persalinan pervaginam
karena takut akan terjadi ruptur uterus. Pada tahun 1916, Cragin membuat
suatu pernyataan sekali sesar, selalu diikuti dengan sesar. Kita harus ingat
bahwa pada saat pernyataan itu dikeluarkan, seksio sesaria dilakukan melalui
insisi vertikal uterus klasik yang digunakan secara universal yaitu insisi yang
dimulai dari segmen bawah uterus sampai dengan daerah fundus.

Tetapi

pada tahun 1921, Kerr memperkenalkan insisi transversal. Penggunaan insisi


klasik mulai ditinggalkan sejak diperkenalkannya insisi transversal rendah.
Risiko ruptura uteri pada insisi transversal rendah 10 kali lebih rendah
dibandingkan dengan insisi klasik pada waktu persalinan.
Persalinan dengan operasi sesar muncul pada 15% sampai dengan 25% dari
kelahiran. Pada tahun 2000 dan 2001, tingkat operasi sesar di Kanada sebesar
21%. Indikasi paling banyak untuk operasi sesar antara lain riwayat operasi
sesar sebelumnya, distosia, malpresentasi, dan status janin yang tidak
meyakinkan. Tahun 1988, tingkat operasi sesar secara keseluruhan sebesar
25%, meningkat dari kurang 5% pada awal tahun 1970-an. Hanya 3% dari
bayi yang lahir hidup dilahirkan pervaginam pada ibu dengan riwayat operasi
sesar sebelumnya.

Meskipun partus percobaan pada bekas operasi sesar telah banyak diterima
pada praktek obstetri modern, tingkat kesuksesan persalinan pervaginan pada
bekas operasi sesar (Vaginal Birth After Cesaeran Section-VBAC), menurun
selama 10 tahun terakhir ini. Dimana 40-50% wanita memilih VBAC pada
tahun 1996, tapi sedikitnya hanya 20% wanita yang memilih VBAC pada
tahun 2002.

BAB I
SECTIO SESAREA

DEFINISI
Sectio sesarea merupakan suatu cara melahirkan janin, plasenta dan selaput
melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus
(histeretomi).

II

ISTILAH

Sectio caesarea primer


Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio
caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul
sempit (CV kecil dari 8 cm)

Sectio caesarea sekunder


Dalam hal ini kita bersikap mencoba menuggu kelahiran biasa (partus
percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan
gagal, baru dilakukan sectio caesarea.

Sectio caesarea ulang


Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sectio caesarea dan kehamilan
selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.

Sectio caesarea histerektomi


Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio
caesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.

Sectio caesarea post mortem


Adalah sectio caesarea pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba
tiba sedangkan janin masih hidup.

Operasi porro
Adalah suatu operasi, tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin
sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan
infeksi rahim yang berat.

III

INDIKASI
Persalinan secara seksio sesarea sebenarnya diindikasikan untuk
menghindari kematian ibu dan bayi terutama bila terdapat kontraindikasi
selama persalinan atau bila persalinan pervaginam menghadapi hambatan atau
beresiko. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan indikasi yang paling
sering menyebabkan seksio adalah riwayat seksio sebelumnya dan distosia
pada pasien tersebut, selain itu fetal distress juga merupakan penyebab hanya
dalam proporsi yang lebih kecil. Di sini kita mengenal indikasi ibu dan
indikasi janin.
Indikasi ibu :
1

Panggul sempit absolut

Tumor tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

Disproporsi sefalo pelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran


kepala dan panggul

Stenosis serviks atau vagina

Ruptura uteri mengancam

Plasenta Previa Totalis

Partus lama

Partus tidak maju

Preeklampsia dan eklampsia

10 Sudah pernah SC dua kali (SC yang ketiga kalinya)


Indikasi janin :
1

Kelainan letak

Gawat janin

Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada :


1

Janin mati

Ibu syok, anemia berat sebelum diatasi

Kelainan kongenital berat

Kelainan pembekuan darah

IV

JENIS JENIS OPERASI SECTIO


1

Sectio caesarea klasik atau korporal menurut Sanger


Insisi memanjang pada segmen atas uterus. Pembedahan ini lebih mudah
dilakukan dengan insisi memanjang pada segmen atas uterus dan hanya
dilakukan bila ada halangan untuk melakukan sectio transperitoneal
profunda. Misalnya :
a

Jika segmen bawah uterus tidak dapat dicapai dengan aman, karena
adanya perlengketan hebat dengan kandung kemih akibat operasi
sebelumnya, atau jika terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau
jika terdapat karsinoma serviks yang infasif.

Pada letak lintang bayi besar, terutama bila selaput ketuban telah pecah
dan bahu anak terjepit di jalan lahir.

Pada beberapa kasus plasenta previa dengan implantasi depan terutama


jika akan dilakukan sterilisasi.

Teknik :
1

Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan


operasi dipersempit dengan kain suci hama.

Pada dinding perut dibuat insisisi mediana mulai dari atas simfisis
sepanjang 12 cm sampai dibawah umbilicus lapis demi lapis
sehingga kavum peritoneal terbuka.

Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi

Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim
(SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan guting.

Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin


dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri.
Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong di antara
kedua penjepit.

Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 UI oksitosin ke


dalam rahim secara intramural.

Luka insisi SAR dijahit kembali :


Lapisan I

: endometrium bersama miometrium dijahit secara

jelujur dengan benang catgut chromic


Lapisan II

: hanya miometrium saja dijahit secara simpul

(berhubung otot SAR sangat tebal) dengan catgut chromic


8

Lapisan III

: perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan benang

catgut biasa.
8

Setelah diding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.

Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka


dinding perut dijahit.

Kelebihan :

Mengeluarkan janin lebih cepat.

Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.

Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.

Kekurangan :

Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada


reperitonealisasi yang baik.

Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri karena


kurang kuatnya parut pada dinding uterus sehingga pada kehamilan
berikutnya harus sectio caesarea lagi.

Kemungkinan terajadinya perlengketan dengan dinding abdomen lebih


besar.

Sectio caesarea transperitoneal Profunda


Insisi melintang konkaf pada segmen bawah uterus kira kira 10 cm.
Setelah dinding uterus tampak, plika vesikouterina dibuka secara tajam
dan vesika didorong ke bawah sehingga dinding uterus bebas.
Teknik :
1

Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan


lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama.

Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas


simfisis sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga
kavum peritonei terbuka.

Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa


laparotomi.

Dibuat bladder flap, yaitu dengan menggunting peritoneum


kandung kencing (plika vesiko uterina) di depan segmen bawah

rahim (SBR) secara melintang. Plika vesiko uterina ini


disisihkan secara tumpul ke arah samping dan bawah, dan
kandung kencing yang telah disisihkan ke arah bawah dan
samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing.
5

Dibuat insisi pada segemen bawah rahim 1 cm di bawah irisan


plika vesiko uterina tadi secara tajam deangn pisau bedah 2
cm, kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan
kedua telunjuk operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim
dapat melintang (transversal) sesuai cara Kerr; atau membujur
(sagital) sesuai cara Kronig.

Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin


dilahirkan dengan meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan
dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan
dipotong, plasenta dilahirkan secara manual. Ke dalam otot
rahim intramural disuntikkan 10 U oksitosin. Luka dinding
rahim dijahit.
Lapisan I

: dijahit jelujur, pada endometrium dan


miometrium saja.

Lapisan II

: dijahit jelujur hanya pada miometrium saja

Lapisan III

: dijahit jelujur pad aplika vesiko uterina

Setelah

dinding

rahim

selesai

dijahit,

kedua

adneksa

dieksplorasi.
8

Rongga dinding perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan


akhirnya luka dinding perut dijahit.

Kelebihan :

Penjahitan luka lebih mudah

Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan


penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.

Perdarahan kurang.

Dibandingkan dengan cara klasik, kemungkinan ruptur uteri spontan


kurang atau kecil.

10

Sectio caesarea ekstraperitoneal


Tujuan operasi adalah membuka uterus secara ektraperitoneal melalui
kavum Retzii, dan kemudian melalui salah satu sisi serta di belakang
kandung kemih mencapai segmen bawah uterus sehingga dapat
menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi yang terdapat di luar
uterus.

Dianjurkan

untuk

menangani

kehamilan

dengan

infeksi

intrauterine. Operasi tipe ini tidak banyak kerjakan lagi karena


perkembangan antibiotika, dan untuk menghindarkan kemungkinan infeksi
yang dapat ditimbulkannya.
4

SC diikuti Histerektomi
Dilakukan histerektomi setelah seksio dengan indikasi :
a

Atonia uteri

Mioma uteri yang besar dan atau banyak

Plasenta Acreta

Solusio Plasenta (uterus Couvelaire)

Infeksi intrauterine berat

Carsinoma uteri yang masih dapat dioperasi

Histerektomi pasca persalinan dapat dilakukan secara supravaginal


menurut Porro (subtotal) atau total. Histerektomi total mungkin diperlukan
pada kasus robekan segmen bawah rahim yang meluas sampai serviks atau
perdarahan plasenta previa.
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :

Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig

Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr

Sayatan huruf T (T incision)

KOMPLIKASI SECTIO CAESAREA


Setiap tindakan operasi SC memiliki tingkat kesulitan yang berbeda.
Misalnya pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala janin
pada akhir jalan lahir, sering terjadi cedera pada rahim bagian bawah atau
cedera pada kandung kemih (robek). Dapat juga pada kasus operasi
sebelumnya di mana dapat ditemukan perlengketan organ dalam panggul

11

sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan


cedera pada kandung kemih dan usus.
Walaupun jarang namun fatal akibatnya adalah komplikasi emboli air
ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya cairan
ketuban ke dalam pembuluh darah terbuka yang disebut embolus. Jika
embolus mencapai pembuluh darah jantung maka akan timbul gangguan pada
jantung dan paru, di mana dapat terjadi henti jantung dan henti nafas tiba-tiba,
dan akibatnya adalah kematian mendadak dari ibu.
Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi SC adalah
infeksi, yang disebut morbiditas pasca operasi. Kurang lebih 90% dari
mobiditas pasca operasi disebabkan oleh infeksi (endometritis, infeksi salurah
kemih, usus dan luka operasi).
Tanda-tanda infeksi antara lain :
1

Demam tinggi

Nyeri perut

Nyeri bila buang air kecil

Kadang-kadang disertai lokia berbau

Luka operasi bernanah

Luka operasi terbuka dan sepsis.

Bila mencapai keadaan sepsis, resiko kematian ibu akan tinggi sekali.
Keadaan yang memudahkan terjadinya komplikasi :
1

Persalinan dengan ketuban pecah lama.

Ibu menderita anemia

Sangat gemuk

Hipertensi

Gizi buruk

Sudah menderita infeksi saat persalinan

Penyakit lain yang diderita ibu, misalnya Diabetes Mellitus

Komplikasi pada ibu :


a

Emboli air ketuban

Infeksi nifas
12

Perdarahan

Ruptur uteri

Cedera kandung kemih, cedera pembuluh darah, cedera usus

Komplikasi pada janin :

VI

Depresi susuan saraf pusat janin akibat penggunaan obat-obat anastesi

Cedera pada bayi sampai kematian bayi.

PASCA SECTIO CAESAREA


Penyembuhan Luka Pasca SC
Perawatan pertama yang dilakukan setelah selesai operasi adalah pembalutan
luka (wound dressing) dengan baik. Secara periodik pembalut luka diganti dan
dibersihkan.
Seringkali kita temukan komplikasi pada luka pasca SC, seperti :
1

Sebagian luka sembuh dan tertutup dengan baik, sebagian yang lain
terdapat eksudat dalam jumlah sedang atau banyak dan keluar melalui
lubang-lubang (fistel) dan terinfeksi.

Luka terbuka sebagian, bernanah dan terinfeksi

Luka terbuka seluruhnya dan usus kelihatan atau keluar


Luka tersebut memerlukan perawatan khusus sampai memerlukan

reinsisi untuk membuat luka baru dan menutupnya kembali. Komplikasi di


atas sering kita jumpai pada kasus dengan DM, obesitas, dan partus lama di
mana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum.
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya gangguan pada
penyembuhan luka uterus :
a

Aposisi garis pemotongan yang tidak baik

Adanya hematoma pada daerah luka operasi

Adanya sepsis

Adanya peregangan pada segmen bawah uterus sehingga mengurangi


vaskularisasi otot-otot uterus

Keadaan umum tidak baik

13

Faktor-faktor yang menyebabkan bekas operasi SC transperitoneal


profunda lebih baik dibanding bekas operasi SC secara korporal.

Aposisi

Bekas SC Transperitoneal
Profunda
Garis pemotong yang tipis
membantu aposisi yang
baik tanpa meniggalkan
poket

Keadaan
uterus Bagian uterus tidak banyak
sewaktu
bergerak selama proses
penyembuhan
penyembuhan
Efek
perenggangan

Bekas luka operasi pada


kehamilan berikutnya dan
persalinan
normal
merenggang
mengikuti
garis bekas operasi
Impalantasi
Kemungkinan
plasenta
pada melemahnya bekas operasi
kehamilan
oleh pelekatan plasenta
berikutnya
tidak ada

Bekas SC
klasik/histerektomi
Sulit untuk aposisi garis
yang tebal. Terbentuk
poket yang mengandung
darah, yang akhirnya akan
diganti dengan jaringan
fibrosa.
Pembentukan
saluran pada bagian dalam
lebih sering terjadi karena
desisua sering tertinggal
pada waktu menjahit.
Bagian uterus berkontraksi
dan berretraksi sehingga
jahitan
terganggu,
menyebabkan luka sembuh
kurang baik
Pereganggan
terjadi
bersudut tegak terhadap
bekas operasi

Kemungkinan
besar
plasenta melekat pada
bekas
operasi
dan
melemahnya
dengan
adanya penetrasi trofoblas
atau herniasi kantong
amnion melalui saluran
yang terbentuk
Efek keseluruhan a Bekas operasi baik
a Bekas operasi lemah
b Ruptur hanya terjadi b Ruptur dapat terjadi
pada waktu partus
pada waktu kehamilan
tua dan persalinan (520x lebih sering)
Lama perawatan 5-7 hari, masa pemulihan selama 6 minggu

BAB II

14

PENGELOLAAN KEHAMILAN DAN PERSALINAN PERVAGINAM PADA


BEKAS SECTIO CAESAREA

15

Pada bekas SC tidak harus selalu diikuti dengan tindakan SC pada


persalinan berikutnya.
Suatu persalinan ditetapkan sebagai persalinan pervaginam pasca seksio
sesarea apabila cara persalinan dinyatakan sebagai persalinan pervaginam
pasca seksio sesarea atau sebagai persalinan pervaginam seksio sesarea
dengan bantuan alat (misalnya persalinan yang dibantu dengan forsep atau
vakum).
Dalam ACOG VBAC Guidelines, dinyatakan bahwa apabila tidak
terdapat kontraindikasi pada wanita dengan riwayat persalinan seksio sesarea
dengan insisi segmen bawah rahim, maka wanita tersebut adalah kandidat
untuk persalinan pervaginam pasca seksio sesarea dan harus diberi penyuluhan
dan dianjurkan untuk menjalani persalinan percobaan.
Insisi pada segmen bawah rahim diterapkan pada lebih dari 90% kasus.
Tipe insisi ini banyak dipilih karena tidak membahayakan segemen bagian
atas uterus dan memberikan kemungkinan pilihan persalinan percobaan pada
kehamilan berikutnya. Apabila insisi diperlebar ke lateral, maka laserasi dapat
terjadi pada salah satu atau kedua arteri uterina. Pada umumnya insisi
transversal pada segmen bawah rahim: (1) menyebabkan lebih sedikit
perdarahan, (2) lebih mudah diperbaiki, (3) lokasinya pada tempat dengan
kemungkinan ruptur paling kecil pada kehamilan selanjutnya, dan (4) tidak
menyebabkan perlengketan ke usus atau omentum pada garis insisi. Daerah
segmen bawah rahim memiliki vaskularisasi lebih sedikit dan pada saat
persalinan mengalami peregangan secara perlahan-lahan, sehingga memiliki
kecenderungan yang lebih kecil untuk terjadinya ruptur.

16

Insisi vertikal dilakukan bila segmen bawah rahim tidak terbentuk dengan
baik atau apabila janin dalam posisi backdawn transverse. Insisi vertikal
merupakan pilihan yang bijaksana kecuali bila segmen bawah rahim telah
terbentuk dengan baik. Insisi klasik adalah insisi yang melibatkan segmen
uterus bagian atas. Kekurangannya adalah bahwa insisi klasik memiliki
kecenderungan terjadinya perlengketan yang lebih besar dan memiliki resiko
ruptur yang lebih besar pada kehamilan selanjutnya. Dalam kehamilan
berikutnya, ruptur lebih sering terjadi pada insisi vertikal yang melebar ke
miometrium bagian atas daripada segmen bawah rahim, khususnya pada saat
persalinan. Insisi vertikal atau insisi klasik memiliki jaringan parut yang lebih
tebal dan terletak pad asegmen atas uterus yang lebih kontraktil.
Vermont /New Hampshire VBAC Guidelines membagi pasien-pasien
kandidat TOLAC menjadi tiga kelompok berdasarkan resiko:
1. Kelompok resiko rendah, yaitu pasien-pasien dengan:
a. satu kali persalinan SCTPP
b. saat mulainya persalinan berlangsung spontan
c. tidak memerlukan augmentasi persalinan
d. tidak terdapat kelainan pola denyut jantung anak yang berulang
e. riwayat persalinan pervaginam pasca seksio sesarea
2. Kelompok resiko sedang, yaitu pasien-pasien dengan :
a. induksi persalinan secara mekanik atau dengan oksitosin
b. augmentasi persalinan dengan oksitosin
c. 2 kali persalinan SCTPP
d. Jarak antara SC sebelum kehamilan ini dengan waktu persalinan
saat ini < 18 bulan.
Kelompok resiko tinggi, yaitu pasien-pasien dengan :
a. Kelainan pola DJA yang meragukan dan berulang yang tidak
responsif terhadap intervensi pengobatan
b. Perdarahan yang menunjukkan tanda-tanda terjadinya solusio
plasenta
c. Dua jam tanpa perubahan serviks dalam fase aktif walaupun his
adekuat.

17

Bila penyebabnya menetap seperti pada kasus panggul sempit kita harus
melakukan SC primer, namun bila penyebabnya tidak menetap, wanita
tersebut boleh melahirkan pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut :
1

Tidak dibenarkan pemakaian oksitosin dalam kala I untuk memperbaiki


his, apabila digunakan, maka bunyi jantung janin harus diawasi ketat, bila
terjadi bradikardi atau variabel deselerasi, maka hal ini menunjukkan tanda
awal ruptur uteri, sehingga harus segera dioperasi. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa penggunaan prostaglandin dan oksitosin pada bekas SC
memperbesar terjadinya ruptur uteri.

Kala II harus dipersingkat


Ibu diperbolehkan mengedan selama 15 menit. Jika dalam waktu 15 menit
ini bagian janin turun dengan pesat, maka Ibu ini diperbolehkan mengedan
lagi selama 15 menit lagi. Jika setelah 15 menit kepala tidak turun dengan
cepat, dapat dilakukan ekstraksi forceps atau vakum bila syarat-syarat
terpenuhi.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

disimpulkan bahwa induksi persalinan pada wanita yang pernah seksio


mengandung resiko ruptur uteri 2-3x lebih besar dibandingkan dengan
persalinan yang timbul secara spontan pada wanita dengan riwayat seksio.
ACOG (2002) menyebutkan bahwa oksitosin dapat digunakan untuk induksi
atau augmentasi dengan monitoring ketat pada wanita yang mempunyai
riwayat seksio sebelumnya yang akan menjalani persalinan pervaginam
(VBAC).
Induksi persalinan dengan prostaglandin E2 atau misoprostol (analog
prostaglandin) paling banyak mengakibatkan ruptur uteri pada wanita dengan
riwayat seksio sesaria. Jika dibandingkan dengan oksitosin, resiko ruptur uteri
3 kali lebih besar.
Dari wanita yang menjalani P4S (VBAC), angka ruptura uteri sangat
bervariasi tergantung faktor risiko yang ada. Untuk menghindari terjadinya
komplikasi ini, kita harus mengenali faktor risiko pada pasien.
Adapun faktor risiko itu adalah:
1. Riwayat Persalinan , meliputi :
Jenis parut

18

Insisi transversal rendah risikonya, kira-kira 1 % sedangkan insisi klasik 12%.


Kepustakaan lain menyatakan bahwa resiko terjadinya ruptura uterus pada
bekas SC dengan insisi klasik adalah 4-9 %, T-shaped 4-8%, low vertikal 17% dan transversal 0,2-1,5%.
Jumlah SC sebelumnya
Berapa jumlah SC yang masih dianggap aman untuk P4S sampai saat ini
masih belum jelas, karena terdapatnya hasil yang berbeda dari berbagai
penelitian. Akan tetapi dikatakan bahwa resiko ruptur lebih besar pada wanita
dengan riwayat seksio. Resiko ruptur pada wanita 2 kali seksio 5 kali lebih
besar dari wanita dengan riwayat seksio 1 kali.
Interval persalinan
Jarak antara waktu persalinan seksio sesarea yang lalu dengan taksiran partus
kehamilan sekarang sekurang-kurangnya 18 bulan untuk memastikan kekuatan
uterus pada kehamilan sekarang.
Infeksi setelah SC
Infeksi setelah SC merupakan suatu predisposisi penyembuhan luka yang jelek
dan pada beberapa tempat hal ini merupakan kontraindikasi untuk
dilakukannya P4S.
2. Faktor Ibu, meliputi
Umur
Suatu studi oleh Shipp dkk menyakan bahwa usia diatas 30 tahun mungkin
berhubungan

dengan

kejadian

ruptura

yang

lebih

tinggi,

dengan

membandingkan insidens ruptura uteri pada wanita <30 tahun 0,5% dengan
wanita >30 tahun 1,4%. Wanita >30 tahun berisiko 3,2 kali mengalami ruptura
uteri dibandingkan dengan <30 tahun ( OR ; 3,2 angka kepercayaan 95
%).Wanita >40 tahun memiliki kemungkinan 3 kali lebih besar untuk gagal
melakukan VBAC dibanding dengan wanita <40 tahun.
Anomali uterus
Terdapat kejadian ruptur yang lebih tinggi pada wanita dengan anomali uterus.
3. Karakteristik kehamilan saat ini
Makrosomia
Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat badan janin
karena terjadinya distensi uterus.
Ketebalan segmen bawah rahim (SBU)
19

Risiko terjadinya ruptura 0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm, 10% bila 2,6-3,5
mm dan 16% pada ketebalan <2,5mm.
Percobaan P4S dapat dilakukan pada sebagian besar wanita dengan insisi
uterus transversal rendah dan tidak ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
Kriteria seleksi pasien yang mencoba P4S menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG), yaitu:
1

Satu atau dua seksio dengan insisi transversal rendah

Panggul adekuat secara klinis

Tidak ada parut uterus lain atau riwayat ruptura uteri

Dokter mendampingi selama persalinan, dapat memonitor persalinan


dan melakukan seksio sesarea segera ( dalam waktu 30 menit )

Tersedianya dokter anastesi dan personil untuk melakukan seksio


sesarea segera.

Beberapa persyaratan lainnya antara lain :


1

Tidak ada indikasi seksio sesarea ( lintang, plasenta previa )

Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea


sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).

Segera mungkin pasien dirawat di RS setelah persalinan mulai.

Tersedia darah untuk transfusi.

Janin presentasi verteks normal.

Pengawasan selama persalinan yang baik (personil, partograf, fasilitas)

Adanya fasilitas dan perawatan bila dibutuhkan seksio sesarea darurat.

Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya.

Sedangkan kontraindikasi P4S menurut ACOG :


1

Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya


(termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi ekstensif ).

Panggul sempit atau makrosomia

Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam

Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya


operator, anastesia, staf atau fasilitas.
Untuk memperkirakan keberhasilan P4S, dibuat sistem penilaian

dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu nilai Bishop, persalinan


pervaginam sebelum seksio sesarea, dan indikasi seksio sesarea sebelumnya.
20

Weinstein dkk dan Alamia dkk telah menyusun sistem penilaian untuk
memperkirakan keberhasilan P4S. Namun, menurut ACOG, tidak ada suatu
cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah P4S akan berhasil atau
tidak.

Sistem penilaian untuk memperkirakan keberhasilan P4S modifikasi FlammGeiger adalah sebagai berikut :
N

Faktor

o
1

Umur

Nilai

Dibawah 40 tahun

Diatas 40 tahun
Riwayat persalinan pervaginam :

Sebelum dan setelah seksio sesarea

Setelah seksio sesarea

Sebelum seksio sesarea

Belum pernah
Indikasi seksio sesarea pertama selain kegagalan

0
1

kemajuan persalinan
Nilai Bishop pada saat masuk rumah sakit

<3
Taksiran Berat Janin

Sekarang < dulu

Sekarang = dulu

Sekarang > dulu

Nilai 8-10: keberhasilan P4S 95 %


Nilal 4-7: keberhasilan P4S 78,8 %

21

Nilai 0-3: keberhasilan P4S 60,0%

Sistem skoring menurut Weinstein

No.
1
2
3

Variabel
Nilai bishop 4
Persalinan pervaginam sebelum SC
Indikasi SC sebelumnya
-kategori A
Malpresentasi
Hipertensi dalam kehamilan (HDK)
Gemeli
-kategori B
Plasenta previa atau solusio plasenta
Prematuritas
Ketuban pecah dini
-kategori C
Fetal distress
CPD atau distosia
Prolaps tali pusat
-kategori D
Makrosomia
Pertumbuhan janin terhambat (PJT)

Tidak
0
0
0

*Nilai berkisar antara 0-12


Jumlah nilai tertinggi adalah 12, jika jumlah nilai adalah :
- 4, prediksi keberhasilan VBAC adalah 58%
- 6, prediksi keberhasilan VBAC adalah 67%
- 8, prediksi keberhasilan VBAC adalah 78%
- 10, prediksi keberhasilan VBAC adalah 85%
- 12, prediksi keberhasilan VBAC adalah 88%

22

Nilai*
Ya
4
2

Sistem skoring menurut Alamia


No.
1
2

Variabel
Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya
Indikasi SCsebelumnya
-sungsang, gawat janin, PP, elektif
-distosia pada < 5 cm
-distosia pada > 5 cm
3
Dilatasi serviks
- > 4cm
- >2,5 cm tapi < 4 cm
- < 2,5 cm
4
Stasion dibawah -2
5
Panjang serviks 1 cm
6
Persalinan timbul spontan
*Nilai berkisar antara 0 sampai 10

Nilai
2
2
1
0
2
1
0
2
1
1

Jika nilai :
-

7-10, prediksi keberhasilan 94,5%

4-6, prediksi keberhasilan 78,8%

0-3, prediksi keberhasilan 60%

RUPTUR UTERI PADA BEKAS SECTIO CAESAREA


Ruptura uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya peritoneum viserale. Ruptur
uteri dapat terjadi pada uterus yang utuh (ruptur uteri spontan), pada bekas
luka dinding rahim, misalnya bekas SC atau operasi pada otot rahim, maupun
ruptur uteri akibat tindakan pada pertolongan persalinan (ruptur uteri violenta).
Secara klinis ruptur uteri dapat menyebabkan adanya hubungan
langsung antara kavum uteri dengan rongga peritoneum (ruptur uteri
kompleta) atau tetap terpisah oleh peritoneum viseral yang menutupi uterus
(ruptura uteri inkompleta).
Penting untuk membedakan antara ruptur pada parut SC dan
terbukanya (dehiscence) parut pada bekas SC. Ruptur uteri merujuk pada
terpisahnya insisi lama pada uterus hampir sepanjang seluruh jaringan parut
tersebut, diikuti dengan robeknya selaput fetal sehingga kavum uteri
berhubungan langsung dengan rongga peritoneum. Pada keadaan ini seluruh

23

atau sebagian dari janin berada di rongga peritoneum. Sebagai tambahan,


biasanya terdapat perdarahan yang signifikan dari pinggiran luka ke arah
uterus.
Sebaliknya pada dehisens selaput fetal tidak robek dan janin tidak
masuk ke rongga peritoneum. Biasanya pada dehisens jaringan yang terpisah
tidak meliputi seluruh lapisan parut, peritoneum yang melapisi defek tersebut
tetap intak dan tidak ditemukan adanya perdarahan atau minimal. Dehiscence
terjadi perlahan-lahan, sedangkan ruptur sangat simptomatik dan kadangkadang fatal. Dengan timbulnya persalinan atau manipulasi intrauterine, suatu
dehiscence dapat terjadi ruptur.
Ruptur uteri semacam ini lebih sering terjadi pada luka bekas SC
klasik dibandingkan dengan luka bekas SC profunda. Ruptur bekas SC klasik
sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan, karena itu semua pasien bekas SC
yang hamil lagi harus diawasi oleh seorang dokter ahli, baik sewaktu
kehamilan maupun persalinan.
Untuk itu kita perlu mengenal betul gejala dari ruptur uteri mengancam
sebelum terjadinya ruptur uteri sebenarnya agar kita dapat bertindak
secepatnya.
Adapun gejalanya, antara lain :
1

Pesien tampak gelisah, ketakutan, disertai rasa nyeri perut bagian bawah
terus menerus, juga pada waktu diraba, terutama di luar his.

Pernafasan dan denyut nadi cepat dari biasanya.

Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama, yaitu mulut kering, lidah
kering dan haus, badan panas.

Pada abdomen dijumpai :


a

Lingkaran Bandle meningkat sampai setinggi pusat

Bagian bawah terasa nyeri

Ligamentum rotundum teraba tegang

Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus

Bunyi jantung janin tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami
asfiksia disebabkan oleh kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.

5. Pada pemeriksaan dalam, didapatkan :


a

Bagian terendah janin terfiksir


24

Mungkin dijumpai edema serviks

Bila keadaan tersebut dibiarkan, maka suatu saat akan terjadi ruptur uteri,
dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1

Pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya


sedang dirobek.

Segmen bawah rahim terasa nyeri sekali bila di palpasi.

Bunyi jantung tidak ada.

Tidak lama kemudian akan menunjukkan gejal-gejala kolaps dan jatuh


dalam syok, dengan tanda-tanda :
a

tekanan darah rendah sampai tidak terukur

nadi cepat dan kecil

frekuensi pernafasan meningkat

akral pucat dan dingin

pada pemeriksaan abdomen didapatkan :

tanda cairan bebas

bagian bawah janin mudah diraba di bawah kulit

pada palpasi, abdomen terasa nyeri

di samping janin teraba uterus yang padat

pada pemeriksaan dalam dijumpai :

bagian terendah janin dapat didorong ke dalam kavum abdominalis

pada sarung tangan terdapat darah

tempat robekan ruptur uteri dapat diraba

Ruptur uteri pada bekas SC sering sukar sekali didiagnosa, karena


tidak ada gejala-gejala khas seperti pada rahim yang utuh. Mungkin hanya
ada perdarahan yang lebih dari perdarahan pembukaan atau ada perasaan
nyeri pada daerah bekas luka. Ruptur semacam ini disebut silent rupture, di
mana gambaran klinisnya sangat berbeda dengan gambaran klinis ruptur
uteri pada uterus yang utuh. Hal ini dikarenakan biasanya ruptur pada bekas
luka SC terjadi sedikit demi sedikit dan lagi pula perdarahan pada ruptur
bekas luka SC profunda terjadi retroperitoneal hingga tidak menyebabkan
gejala perangsangan pada peritoneum. Maka sebaiknya pada semua penderita
bekas SC yang bersalin pervaginam dilakukan eksplorasi kavum uteri.
25

Ruptur uteri merupakan keadaan gawat darurat obstetrik yang


berbahaya karena angka kematiannya tinggi. Penyebab kematian ruptur uteri
terutama adalah perdarahan dan infeksi. Pertolongan pertama pada ruptur
uteri terutama adalah transfusi darah dan antibiotika yang adekuat. Setelah
keadaan umum penderita baik, segera dilakukan histerektomi.

26

Dapatkan riwayat obstetrik pasien


Indikasi SS, jumlah SS, insisi uterus, penyembuhan luka
Riwayat partus pervaginam
Riwayat operasi uterus/ ruptur
Infertilitas / mortalitas & morbiditas neonatal

Kontraindikasi partus pervaginam pada pasien pernah seksio ?


Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya .
Panggul sempit
Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam
Asuhan
Ya antenatal dan seksio sesarea elektif
Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya operator, anastesia, staf atau fasilitas

Tidak
Konseling kepada pasien mengenai keuntungan dan risiko partus pervaginam pada pasien pernah seksio

Ya

Pasien ingin mencoba partus pervaginam

Asuhan antenatal

Tidak
Persalinan normal
Asuhan antenatal
Tidak

Ya

Seksio sesarea kembali


Partus pervaginam

Komplikasipersalinan

Tidak
Persalinan pervaginam masih tepat ?

Ya

Algoritma
Tatalaksana persalinan pervaginam pada pasien pernah seksio

27

DAFTAR PUSTAKA
1

Cunningham,F. Garry, Kenneth J.Leveno, Steven L. Bloom, et al.Cesarean


Delivery And Peripartum Hysterectomy. Williams, 23rd edition , cetakan ketiga ,
The McGraw-Hill company 2010 : 544-555.

Cunningham,F. Garry, Kenneth J.Leveno, Steven L. Bloom, et al.Labor


Induction. Williams, 23rd edition , cetakan ketiga , The McGraw-Hill company
2010 : 500-508.

Prawirohardjo, Sarwono. Seksio Sesarea, dalam Ilmu Kebidanan Edisi keempat,


cetakan ketiga, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2000 : 614-619

Prawirohardjo Sarwono, Seksio Sesarea dalam Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi I,


cetakan ketujuh, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2007 : 133-140

Vaginal Birth after Previous Cesarean Delivery. ACOG Practice Bulletin. 5,


1999.

Flamm BL, Geiger AM. Vaginal Birth After Cesarean Delivery : An Admission
Scoring System. Obstet Gynecol 1997 ; 90 : 907 10.

Martel, Marie Jocelyne. Guidelines for Vaginal Birth After Cesarean


Birth. SOGC Clinical Practice Guidelines No. 155, February 2005.

Lancet, Nisand I. Ultrasonographic measurement of lower uterine


segment to assess risk of defects of scarred uterus. Departement of
Obstetrics and Gynaecology, Center Hospilatier Intercommunal;
France. 1996.

The

American

College

College

Of

Obstetricians

Gynecologist ,Frequently Ask Question 070, August 2011.

28

And

Anda mungkin juga menyukai