SKRIPSI
Disusun oleh:
Shinta Maharani
K4313065
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Setiap individu memiliki karakterikstik yang berbeda-beda, sehingga proses
penerimaan pengetahuan oleh siswa dmemperoleh pengetahuan juga berbeda-beda. Tugas
guru adalah menyelenggarakan pembelajaran yang variatif supaya kedalaman dan keluasaan
materi subjek yang dipilih untuk disajikan kepada siswa sehingga dapat dimiliki oleh semua
siswa. Kegiatan pembelajaran yang variatif dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif
dalam kegiatan belajar mengajar.
Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah menunjukkan tingkat berpikir kritis
dan analitis siswa. Siswa yang berpikir kritis mampu mengidentifikasi, mengevaluasi dan
memiliki argumentasi yang terkonstruki dan terorganisir sehingga mampu memecahkan
masalah yang dihadapi dengan tepat (Splitter, 2009). Masalah masalah yang diberikan guru
pada pembelajaran dapat mendorong keterampilan berpikir kritis siswa. Permasalahan yang
dihadapkan pada siswa memberikan pengalaman sehingga siswa akan terlatih untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya di masa depan, selain itu siswa mampu
untuk menolong orang lain dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan bentuk kemampuan siswa dalam
mengimplementasikan pengetahuan yang telah dimiliki ke dalam situasi yang belum pernah
dijumpai. Setiap siswa dituntut untuk mampu secara mandiri menemukan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya sehingga siswa dapat siswa memperoleh pengetahuan yang
bermakna. Output yang diharapkan nantinya siswa akan mampu menyelesaikan permasalahan
yang beragam melalui strategi strategi yang dapat siswa kembangkan dengan baik
berdasarkan pengalaman nyata dari masalah-maasalah yang dihadapinya lebih dulu (Trianto,
2007). Kemampuan pemecahan masalah yang dilatih akan meningkatkan kemampuan siswa
dalam berpikir analitis untuk mengambil keputusan karena siswa mampu untuk
mengidentifikas informasi, mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi,
dan meninjau kembali hasil yang telah diperoleh (Hertiavi, Langlang, & Khanafiyah, 2010).
Untuk itu dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah atau problem solving dapat melatih dan
mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Suyitno, 2004). Kegiatan belajar
mengajar yang telah dilakukan oleh guru saat ini lebih banyak memberikan informasi, guru
hanya memindahkan pengetahuan yang telah dimiliki guru ke siswa. Guru mengajar dengan
metode ceramah dan kurang melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut
menunjukkan bahwa upaya guru dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada
siswa masih sangat minim.
Mata pelajaran biologi memiliki karakteristik yang khas, yaitu berkaitan dengan
proses yang terjadi pada makhluk hidup sehingga biologi memberikan berbagai pengalaman
dalam memahami konsep dan keterampilan proses sains (Rustaman, 2005). Dalam
mempelajari biologi diperlukan prosedur-prosedur ilmiah untuk diterapkan sebagai dasar bagi
siswa dalam menemukan konsep dan mengorganisir pengetahuan yang diperoleh melalui
pembuktian hipotesis yang dibangun dari adanya masalah, sehingga dibutuhkan model,
metode, strategi, dan pendekatan yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
Terdapat 3 alasan mendasar perlunya penerapan kurikulum 2013 di Indonesia menurut
Kemendikbud (2013) antara lain adalah dmeographic divinded atau bonus demografi, global
competitiveness,dan pergeseran paradigma pembangunan. Demographic divinded merupakan
perkiraan jumlah penduduk yang berusia 0-9 tahun dan 9-14 yang masing-masing mencapai
hampir 46 juta penduduk jika diproyeksikan 35-40 tahun ke depan, saat Indonesia berada
pada usia emas kemerdekaan (2045) akan memasuki usia produktif. Kedua adalah global
competitiveness atau persaingan global, Indonesia tergolong negara dengan kualitas
pendidikan yang rendah yakni prestasi siswa berada peringkat 39 berdasarkan TIMSS tahun
2011 dan peringkat 42 berdasarkan PISA tahun 2010. Selanjutnya adalah perubahan
paradigma pembangunan saat ini dari pembangunan yang berbasis sumber daya alam
mengarah pada pembangunan berbasis peradaban. Pembangunan berbasis peradaban yaitu
pembangunan yang menjadikan sumber manusia yang beradab menjadi modal pembangunan.
Pada terlaksananya pembangunan hanya sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang
dapat memenuhi kualifikasi sebagai pelaksanaan pembangunan, akibat persaingan sumber
daya manusia secara global semakin terbuka lebar. Kualitas sumber daya manusia didasari
dari pendidikan yang berjalan di lingkungannya. Dalam penerapan proses pembelajaran
berbasis kurikulum 2013, guru dituntut untuk menggunakan pendekatan saintifik, guru hanya
menjadi fasilitator dan motivator sedangkan siswa terlibat aktif dalam pembelajaran melalui
proses mengamati, menanya, menalar pada proses inquiry/discovery, eksplorasi, dan
elaborasi.
Pembelajaran biologi yang terlaksana di kelas XI IA 6 SMA Negeri 4 Semarang
masih dilakukan secara konvensional dengan metode ceramah. Dalam metode ceramah guru
menjadi pusat sumber belajar dan mendominasi kegiatan belajar mengajar. Frekuensi
kegiatan diskusi pemecahan masalah, praktikum, maupun penugasan sangat minim dilakukan
dalam kegiatan belajar mengajar. Hasil observasi terhadap proses pembelajaran biologi
menunjukkan bahwa hanya 60% siswa saja yang mengikuti proses pembelajaran dengan baik,
sekitar 30% siswa melakukan aktivitas lain seperti mengobrol, mengantuk, bermain gadget,
mendengarkan musik melalui headset, menggambar, dsb. Sisanya menimpali guru dengan
senda gurau. Sebanyak 25% siswa menyatakan pendapat atau pertanyaan, 20% siswa berani
menyanggah pendapat teman, 45% siswa melaksanakan diskusi kelompok dan 10% siswa
menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Secara umum, aspek pengetahuan
yang dimiliki oleh siswa kelas XI IPA 6 SMA Negeri 4 Semarang cukup tinggi namun aspek
sikap dan keterampilan siswa sangat kurang dilihat dari kinerja siswa saat proses
pembelajaran sedang berlangsung terutama keterampilan siswa dalam pemecahan masalah.
Selain melalui observasi, data diperoleh melalui wawancara dengan beberapa siswa.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan siswa
SMA Negeri 4 Semarang masih rendah.
Kurangnya keterampilan siswa kelas XI IPA 6 SMAN 4 Semarang dalam pemecahan
masalah disebabkan oleh penggunaan strategi pembelajaran yang bersifat teacher center,
guru mendominasi kegiatan pembelajaran dan kurangnya kegiatan yang melibatkan siswa
secara aktif. Supaya pembelajaran tercapai secara optimal sesuai dengan tujuan pembelajaran
diperlukan penerapan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif,
menimbulkan interaksi antar siswa, guru dengan siswa, dan siswa dengan guru yang
kondusif, efektif, dan efisien sehingga memunculkan suatu pengalaman belajar yang
memberikan kesempatan pada siswa untuk berproses secara ilmiah hingga menemukan
konsep secara mandiri. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah pada pelajaran biologi adalah Cooperative learning tipe group
investigation.
Metode Group investigation memiliki tiga konsep utama Metode group investigation
memiliki tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan
dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group (Udin, 2008).
inquiri pada metode Group investigation
Penelitian atau
respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut, sehingga metode ini relevan
dalam pengembangan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Menurut Triyanto
(2007) Model group investigation mengarahkan kemampuan siswa untuk menganalisis
konsep-konsep pembelajaran dengan cara penyelidikan secara mendalam melalui kerja
kelompok. Pada pelaksanaa metode Group Investigation umumnya guru membagi kelas
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang
heterogen. Fase-fase penerapan metode Group Investigation, yaitu: (1) Seleksi topik, para
siswa memilih berbagai topik dari materi yang akan diinvestigasi; (2) Perencanaan
kooperatif, para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas
dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih; (3)
Implementasi, para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan; (4) Analisis dan
sintesis, para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada
fase (3) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di
depan kelas; (5) Presentasi hasil, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik
dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan
mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut; (6) Evaluasi, guru beserta
siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas
sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau
kelompok, atau keduanya. Metode Group Investigation adalah metode pembelajaran yang
melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk
mempelajarinya melalui investigasi. Metode pembelajaran ini menuntut para siswa untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses
kelompok (group process skills). Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari atau
masalah yang ingin dipecahkan bersama, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai
subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan dalam suatu laporan di
depan kelas secara keseluruhan. Peran guru di dalam penerapan metode ini adalah
memberikan permasalah yang relevan dengan materi subjek yang ingin disampaikan pada
siswa (Arends, 1997).
Berdasarkan uraian diatas, salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa adalah melalui Model Cooperative learning tipe Group
investigation sebagai model yang dapat digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar
siswa.
Penerapan
model
pembelajaran
Cooperative
learning
diharapkan
mampu
mengembangkan keterampilan siswa dalam berpikir kritis dan analitis sehingga mampu untuk
merespon masalah, memilah masalah, memecahkan masalah dengan strategi yang tepat,
berargurmen, meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa terutama dalam mata pelajaran
biologi. Apabila minat dan motivasi siswa dapat meningkat tentu akan berpengaruh pada
prestasi belajar siswa yang akan meningkat pula.
Berdasarkan penelitian Nur Afifuddin (2009) tentang perbedaan pengaruh
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan group investigation
membuktikan bahwa adanya peningkatan prestasi siswa setelah diterapkannya model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan group investigation. Secara umum hasil
perbandingan pada penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif baik tipe
Jigsaw maupun Group Investigation (GI) lebih efektif atau lebih baik jika dibandingkan
dengan model pembelajaran
pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu tergantung pada guru sehingga dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpikir, menentukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar
dari siswa lain. Selain itu model pembelajaran kooperatif juga dapat membantu
memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. Model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) paling efektif atau paling baik
dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan konvensional (Afifuddin,
2009).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian dengan judul:
Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Group Investigation (GI)
Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas Xi Ipa 6 Sma
Negeri 4 Semarang Dalam Mata Pelajaran Biologi
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang menjadi pokok
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah penerapan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Group
Investigation (GI) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas
XI IPA 6 SMA Negeri 4 Semarang dalam mata pelajaran biologi?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas XI IPA 6 SMA Negeri 4
Semarang dalam mata pelajaran biologi melalui Penerapan
Model Pembelajaran
2. Bagi Guru
a. Menambah wawasan tentang strategi pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
b. Memberikan solusi terhadap kendala pelaksanaan pembelajaran Biologi khususnya terkait
dengan kemampuan afektif siswa.
3. Bagi Siswa
a. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran Biologi.
b. Memberikan suasana belajar yang lebih menyenangkan, kondusif, efektif, dan efisien
sehingga materi pembelajaran dapat bermakna.
4. Bagi Peneliti
Menjadi rujukan untuk tindakan penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kemampuan pemecahan masalah
Kemampuan pemecahan masalah dapat diartikan
kecakapan menerapkan
pengetahuan yang diperoleh sebelumnya ke dalam situasi yang belum dikenal. Kemampuan
memecahkan masalah sangat dibutuhkan oleh siswa. Karena pada dasarnya siswa dituntut
untuk berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya,
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Konsekuensinya adalah siswa akan
mampu menyelesaikan masalah-masalah serupa ataupun berbeda dengan baik karena siswa
mendapat pengalaman konkret dari masalah yang terdahulu (Trianto, 2007).
Suyitno (2004) menyebutkan bahwa keterampilan intelektual yang tinggi yang
termasuk didalamnya yaitu penalaran matematis dapat dilatih dan dikembangkan melalui
pemecahan masalah atau problem solving. Pertanyaan disebut sebagai problem bagi siswa
jika memenuhi syarat-syarat adalah siswa memiliki pengetahuan prasyara sebelum
mengerjakannya, siswa belum mengetahui prosedur untuk memecahkan masalah, siswa
memiliki kemauan untuk menyelesaikan masalah, siswa diperkirakan mampu menyelesaikan
masalah
Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar bagi manusia karena dalam
menjalani kehidupan manusia pasti akan berhadapan dengan masalah. Apabila suatu cara atau
strategi gagal untuk menyelesaikan sebuah masalah maka hendaknya dicoba dengan cara
yang lain untuk menyelesaikannya. Suatu pertanyaan merupakan masalah apabila seseorang
tidak mempunyai aturan atau hukum tertentu yang dengan segera dapat digunakan untuk
menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut. Mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah
memungkinkan siswa untuk menjadi lebih analitis dalam mengambil keputusan di dalam
kehidupan. Dengan kata lain bila seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah siswa
itu mampu mengambil keputusan sebab siswa itu menjadi mempunyai keterampilan tentang
untuk mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi, dan menyadari betapa
perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperoleh (Hertiavi et al., 2010).
2. Model pembelajaran Cooperative learning
Menurut Slavin (1996) belajar cooperative (cooperative learning) adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya empat sampai enam orang, dengan struktur kelompok heterogen.
Sunal & Hans (dalam Hariyanto, 2000: 18) mengatakan bahwa model cooperative learning
yaitu suatu cara atau pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk
memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama berlangsungnya proses
pembelajaran.
Siswa dalam pembelajaran biologi dihadapkan pada pemecahan masalah yang didasari
dengan konsep-konsep sehingga belajar atau diskusi kelompok sangat baik untuk
dilaksanakan. Melalui belajar kelompok atau cooperative learning, siswa dapat bekerjasama
dan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya selain itu belajar dengan teman sejawat bagi
sebagian siswa lebih memudahkan dalam memahami konsep-konsep dalam mata pelajaran
biologi. Menurut Parker, Cooperative Learning adalah pembelajaran kelas dimana siswasiswa bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil yang
tugas.(Hariyanto, 2000).
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa belajar dengan berkelompok
memungkinkan siswa belajar secara efektif. Siswa yang merasa segan bertanya pada uru
dapat bertanya kepada siswa lain yang lebih pandai sehingga pada kegiatan pembelajaran
yang berlansung timbul saling ketergantungan positif. Tanggungjawab perseorangan dalam
pembelajaran kooperatif sangat diperlukan setiap anggota kelompok untuk mencapai
keberhasilan bersama. Komunikasi antar anggota memberikan dampak agar setiap anggota
kelompok mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Siswa dalam pembelajaran
kooperatif mempunyai tanggungjawab untuk tugasnya apabila dilakukan dengan menganut
unsur-unsur tersebut dengan sempurna serta berpeluang mempunyai pengetahuan yang lain
melalui kelompok yang berbeda.
Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, ada 5 unsur yang diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu : a)
Saling ketergantungan positif, hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kelompok kerja yang
efektif; b) Tanggung jawab perseorangan, setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik; c) Tatap muka, kegiatan ini akan menguntungkan baik bagi anggota
maupun kelompoknya. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik daripada hasil
pemikiran satu orang saja; d) Komunikasi antaranggota, keberhasilan suatu kelompok sangat
tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan
untuk mengutarakan pendapat mereka; e) Evaluasi proses kelompok, evaluasi proses
kelompok dalam pembelajaran kooperatif diadakan oleh guru agar siswa selanjutnya bisa
bekerjasama dengan lebih baik (Johnson & Johnson, 1999). Lima unsur dalam pembelajaran
kooperatif tersebut tidak dapat dipisahkan, karena antara satu unsur dengan yang lainnya
saling berhubungan. Selain memiliki karakteristik tertentu metode kooperatif mempunyai
kelebihan atau keunggulan di banding metode pembelajaran yang lain, diantaranya :
1. Meningkatkan kemampuan akademik siswa
2. Meningkatkan rasa percaya diri siswa
3. Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan keahlian
4. Memperbaiki hubungan antar kelompok
Disamping keunggulan yang dimiliki, metode pembelajaran kooperatif juga mempunyai
kelemahan, antara lain : a. Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakannya; b.
Bila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya akan buruk; c. Bila ada siswa yang malas
atau ada yang ingin berkuasa maka dalam kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha
kelompok dalam memahami materi maupun untuk memperoleh penghargaan tidak berjalan
sebagaimana mestinya. (Slavin, 1996)
Kedudukan guru dalam pembelajaran
pembelajaran, tetapi lebih sebagai fasilitator dan motifator. Kemampuan mengelola kelas
sangat dibutuhkan agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
belajar dan bekerja dalam kelompok, guru berkeliling diantara kelompok, memberikan pujian
kepada kelompok yang sedang bekerja dengan baik dan ikut di dalam kelompok untuk
mengamati bagaimana kelompok tersebut bekerja. Bila seorang siswa memiliki pertanyaan,
teman sekelompoknya harus menjelaskan sebelum bertanya kepada guru. Sebagai fasilitator,
guru selalu siap memberikan penjelasan jika dibutuhkan siswa. Agar dapat terlaksana dengan
baik siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan pertanyaan atau tugas-tugas yang
direncanakan. Kepada siswa dianjurkan agar tidak mengakhiri belajarnya, sebelum mereka
yakin bahwa setiap anggota kelompoknya sudah menyelesaikan seluruh tugas. Tiga konsep
sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran cooperative, yaitu penghargaan kelompok,
individu yang bertanggung jawab bagi kepentingan kelompok, dan kesempatan yang sama
untuk berhasil.
a. Penghargaan kelompok.
Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang
ditentukan.
b. Pertanggung jawaban individu.
cooperative
menggunakan
model
skoring
Dengan menggunakan model skoring ini baik yang berprestasi rendah, sedang atau tinggi
sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi
kelompoknya (Slavin, 1996).
Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang bertujuan untuk mengembangkan
pemahaman dan peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan
yang ditemui selama pembelajaran biologi adalah metode pembelajaran kooperatif Group
Investigation.
a. Metode pembelajaran Group Investigation (GI)
Dasar-dasar tipe Group Investigation pertama kali dirancang oleh Herbert Thelen,
yang selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharan dan kawan-kawannya dari Universitas
Tel Aviv. Tipe ini sering dipandang sebagai tipe yang paling kompleks dan paling sulit untuk
dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif, karena metode investigasi kelompok
merupakan perpaduan sosial dan kemahiran berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran
dalam menganalisis dan mensintesis. Investigasi kelompok tidak dapat diimplementasikan
dalam lingkungan yang tidak ada dukungan dialog dari setiap anggota atau mengabaikan
dimensi afektif-sosial dalam pembelajaran kelas. Tipe GI melibatkan siswa sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skill) (Kunandar,
2007). Metode group investigation memiliki tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri,
pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning
group. (Udin, 2008). Konsep yang pertama yang merupakan penelitian, mengarah pada
proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah
tersebut. Sementara itu, pengetahuan atau knowledge merupakan pengalaman yang dimiliki
oleh siswa baik secara langsung dari dalam diri siswa maupun secara tidak langsung dari
orang lain. Sedangkan dinamika kelompok menggambarkan suasana berkelompok yang
saling berinteraksi melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman
melalui proses saling berargumentasi.
Menurut Trianto (2007) Para guru yang menggunakan metode Group Investigation
umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa
dengan karakteristik yang heterogen. Fase-fase penerapan metode Group Investigation, yaitu:
(1) Seleksi topik, para siswa memilih berbagai topik dari materi yang akan diinvestigasi. dan
fungsi guru hanya membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi kelompok,
sehingga siswa di tuntut untuk aktif dalam memahami konsep dan juga mengembangkannya
sendiri; (2) Perencanaan kooperatif, para siswa bersama guru merencanakan berbagai
prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan
subtopik yang telah dipilih. Pada tahapan ini potensi siswa sangat digali karena pada tahapan
ini adalah salah satu keberhasilan suatu kelompok untuk menjadi kelompok penyaji materi
yang baik nantinya; (3) Implementasi, para siswa mencari informasi, menganalisis, berdiskusi
dan mengolah ide-ide mereka kemudian menarik kesimpulan dari topik yang telah mereka
investigasi, masing-masing anggota memberikan sumbangan pemikiran berdasarkan data
yang diperoleh pada saat melakukan investigasi; (4) Analisis dan sintesis, para siswa
menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada fase (3) dan
merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas;
(5) Presentasi hasil, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan
mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Pada tahap ini terjadi diskusi
dan evaluasi dimana tercipta suasana yang dinamis, karena pada tahap ini banyak
bermunculan pertanyaan dari anggota kelompok lain dan kelompok yang melakukan
presentasi berusaha menjawab pertanyaan sebaik mungkin; (6) Evaluasi, guru beserta siswa
melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai
suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau
keduanya. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil dari topik yang telah
dipelajari, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya miskomunikasi/miskonsepsi
antar kelompok.
Dampak instruksional dan pengiring dari model pembelajaran investigasi kelompok
(Suherman, 1992), dapat dilukiskan dalam Gambar 2.1. berikut:
Dampak instruksional
Dampak pengiring
Gambar 2.1. Dampak instruksional dan pengiring dari model pembelajaran GI
Penggunaan model pembelajaran group investigation ini menyebabkan siswa lebih
berperan aktif dalam pembelajaran yang sedang berlangsung karena siswa diberikan
kesempatan untuk berdiskusi bersama kelompoknya dan menemukan sendiri pengetahuan.
Model pembelajaran group investigation merupakan salah satu model pembelajaran yang
dilandasi
pandangan
konstruktivisme.
Pandangan
konstruktivisme
menuntut
siswa
membangun pengetahuannya sendiri (Trianto, 2007). Menurut Kemal dkk (2009) tipe group
investigation memberikan dampak positif terhadap pengalaman belajar siswa. Kelebihan dari
pembelajaran group investigation ialah anak anak bekerja sama dalam kelompok kecil
untuk menginvestigasi dengan menyusun pertanyaan-pertanyaan berbeda tentang topik yang
sama, pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi
antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, selain itu siswa dilatih untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi sehingga dapat memberikan motivasi
dengan mendorong siswa dalam proses belajar mulai dari tahap awal hingga tahap akhir
pembelajaran.
B. Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang baik merupakan pembelajaran yang mampu melibatkan siswa
lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hasil pembelajaran yang baik diperoleh dari
kualitas proses pembelajaran yang baik pula. Prinsip student centered adalah siswa menjadi
pusat kegiatan belajar yang diwujudkan dengan adanya aktivitas belajar, sedangkan guru
hanya sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran.
Permasalahan umum dalam proses belajar mengajar adalah kurangnya keterlibatan
siswa. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dapat menunjang keterampilan dan
tingkat berpikir siswa. Proses kegiatan belajar mengajar yang banyak melibatkan siswa
melatih siswa untuk berpikir, menggali informasi, membuat hipotesis, menalar, menganalisis,
dan menyelesaikan masalah yang ditemuinya. Hasil observasi di kelas XI IA 6 SMA Negeri 4
Semarang menunjukkan guru maish mendominasi kegiatan belajar mengajar. Kegiatan
berkelompok maupun praktikum sangat minim dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
Dari beberpa masalah yang ditemukan, kemampuan pemecahan masalah siswa merupakan
masalah yang paling banyak ditemukan. Penggunaan strategi pembelajaran yang tepat dan
efektif merupakan faktor eksternal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan aktivitas
belajar siswa. Adanya pembaharuan proses pembelajaran ini bertujuan untuk dapat
meningkatkan keterlibatan dan aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran.
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah berhubungan dengan strategi
pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah Model pembelajaran Cooperative
learning tipe Group Investigation (GI). Strategi ini didasari dengan adanya penentuan topiktopik yang ingin diselidiki atau diinvestiasi tiap kelompok. Setiap anggota dari kelonpok
menyumbangkan pikirannya untuk menginvestigasi masalah dari subtopik yang dipilih.
Penerapan strategi ini untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah melalui aktivitas
berdiskusi, mencari informasi, mengumpulkan data, menganalisis, memecahkan masalah dan
mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, bersama guru biologi kelas XI A 6 SMA Negeri 4
Semarang dilaksanakan kolaborasi untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Kolaborasi
diwujudkan dalam kerangka Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan cara penerapan Model
pembelajaran cooperative learning tipe group investigation yang terangkum dalam
pembelajaran biologi yang berlangsung. Bentuk tindakan diupayakan pada tiap siklus dengan
kegiatan yang bermakna. Upaya tersebut diarahkan untuk meningkatkan keterlibatan siswa
dalam proses belajar mengajar. Alur kerangka berpikir dalam melaksanakan kegiatan
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
PENYEBAB
Strategi pembelajaran yang digunakan masih
lebih banyak berpusat pada guru
MASALAH
Kurangnya kemampuan
siswa dalam memecahkan
masalah
AKIBAT
Siswa menjadi pasif, kurang terlatih dalam
menyelesaikan masalah
SOLUSI
PENERAPAN MODEL
COOPERATIVE LEARNING TIPE
GROUP INVESTIGATION
TARGET
Kemampuan pemecahan siswa
meningkat
C. Hipotesis
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 4 Semarang, pada siswa kelas XI IPA 6
tahun ajaran 2012/2013. SMA Negeri 4 Semarang beralamat di Jl. Karangrejo Raya,
Banyumanik, Semarang. SMA Negeri 4 Semarang merupakan salah satu sekolah di
Kota Semarang yang sudah berakreditasi A. SMA Negeri 4 Semarang memiliki 11
kelas yang terdiri dari 8 kelas IPA dan 3 kelas IPS. Pemilihan kelas XI IPA 6 didasari
pada hasil rata-rata nilai dari keseluruhan kelas XI IPA di SMA Negeri 4 Semarang.
Kelas XI IPA 6 merupakan salah satu kelas XI IPA yang nilai rata-rata kelasnya
terendah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan secara bertahap dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
a. Tahap persiapan, dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2011 sampai bulan
Juni tahun 2011 meliputi penyusunan proposal, perijinan penelitian, survei
sekolah dan konsultasi instrumen penelitian.
b. Tahap pelaksanaan, dilaksanakan pada bulan Agustus November tahun 2011
meliputi semua kegiatan yang dilakukan di lapangan yaitu pengumpulan data
dan analisis data.
c. Tahap penyusunan laporan, dilaksanakan pada bulan November-selesai
meliputi pengolahan data dan penyusunan laporan.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 4
Semarang tahun ajaran 2011/2012
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 6 SMA N 4 Semarang
tahun pelajaran 2011/2012
perempuan dan 16 siswa laki-laki. Latar belakang siswa terdiri dari 95%
Definisi Operasional
Sintaks kooperatif learning:
1. Selesksi topik.
Hasil ukur/
Kategori
Tidak terlaksana
Skala
Nominal
terlaksana
2. Perencanaan kooperatif.
3. Implementasi.
4. Analisis dan sintesis
5. Presentasi.
6. Evaluasi.
Karakteristik
Cooperative
learning
tipe
Group
Investigation:
1. Siswa belajar aktif dan
pembelajaran bersifat
student centered.
Ordinal
Tidak Aktif cukup
aktif aktif.
Nominal
2. Siswa melakukan
pemecahan masalah
dalam kelompokkelompok kecil.
Tidak Melakukan
melakukan.
Interval
Tidak Berkembang
sedang bekembang
berkembang.
mengembangkan
Nominal
keterampilan berpikir.
4. Siswa memperoleh
informasi - informasi
Tidak Memperoleh
memperoleh.
Tidak bertanggung
jawab-bertanggung
jawab
(masing-masing
individu)
Tidak berinteraksiada interaksi
Definisi Operasional
Mengetahui prosedur untuk
memecahkan masalah.
Mampu mencari masalah
Hasil ukur/
Kategori
100%-20%
Skala
Rasio
Terampil kurang
Ordinal
terampil tidak
ditentukan
Mampu untuk menyelesaikan
terampil.
Menyelesaikan
Nominal
tidak menyelesaikan.
100%-50%.
100%-50%
Rasio
Rasio
masalah
Memiliki pengetahuan awal
Memiliki kemauan untuk
memecahkan masalah
c. Instrumen kemampuan pemecahan masalah
1. Authentic assesment.
Penilaian autentik merupakan penilaian yang digunakan menilai
pemecahan masalah dengan membagi siswa kedalam beberapa kelompok
dengan anggota kelompok sebanayk 3-4 siswa dan diberikan tugas untuk
menyelesaikan (solve) masalah. Siswa diminta untuk menyelesaikan
masalah dengan menulis dengan alat tulis yang berbeda warna tiap
siswanya (Patrick James Herak, 2010). Penilaian dilakukan dengan menilai
tiap tiga kemampuan pemecahan masalah dengan mencari bukti dari
subskills yang terdiri dari tiga kategori: novice, intermediate, expert.
Berikut ini tabel problem-solving skills dan subskill hasil seleksi beberapa
kajian penelitian oleh James Herak (2010):
Skill
Identifikasi/definisi
Novice
Mengidentifikasi
Masakah
Subskills
Intermediate
Expert
Memutuskan topik
topik-topik
yang dipilih
yang tepat
Memisahkan
Mengidentifikasi
variabel
pilihan topik
Mengidentifikasi
Perencanaan Masalah
variabel
Mendiskusikan Memilih
prosedurprosedur
bahan
yang
sesuai
Mendiskusikan
bahan-bahan
yang sesuai
Mendiskusikan
bahan- Pertanyaan
yang
sesuai
terkait
Memilih
dengan
dari
persamaan yang
sesuai
diseleksi
Menyediakan
berkembang
data
Evaluasi Masalah
Menemukan
kesalahan
pada
data
Menemukan
penyebab
kesalahan dalam
data
Menemukan solusi
untuk mengatasi
kesalahan dalam
data
Menyediakan bukti
untuk
mendukung hasil
Memvalidasi
pertanyaanpertanyan terkait
dengan hasil
Memvalidasi
dukungan
atau
sanggahan
terhadap hasil
Merencanakan
langkah
berikutnya
Data yang diperoleh pada penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber
yang meliputi:
1. Informan atau nara sumber, yaitu siswa dan guru
2. Tempat dan peristiwa berlangsungnya aktivitas pembelajaran
3. Dokumen atau arsip, berupa kurikulum, rencana pelaksaan pembelajaran
(RPP), buku penilaian, hasil belajar siswa
D. Teknik pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat satu variabel bebas dan satu variabel terikat yaitu:
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif
tipe group investigation.
b. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan
masalah siswa.
2. Teknik pengumpulan
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan dalam penelitian ini meliputi
wawancara, pengamatan, dokumentasi, angket dan tes. Diukur pake yang mau
dipake duluu misal tes. Wawancara secara langsung terkait dengan proses
pembelajaran
1. Teknik Tes
Teknik tes adalah cara pengambilan data dengan tes untuk mengungkap data
kemampuan pemecahan masalah siswa pada masalah-masalah terkait dengan
biologi. Tes yang dimaksud di sini adalah tes yang disusun peneliti untuk
penguasaan konsep biologi
ketika
diuji
kebenarannya
sehingga
hasil
penelitian
dapat
teknik
pengumpulan
data
dan
pengecekan derajat
observasi,
dokumentasi,
tes
dan
wawancara.
Skema
Observasi
Dokumentasi
Data
Peserta Didik
dan
pernyataan
guru
dan
peserta
didik
melalui
dalam
penelitian,
maka
teknik
analisis
data
yang
Reduksi data
Data diseleksi untuk mendapatkan data yang valid. Seleksi data
dilakukan dengan menganalisis proses, yakni peningkatan kemampuan
pemecahan masalah siswa melalui penerapan group investigation.
2.
Penyajian data
Penyajian data dilakukan dengan menjelaskan data yang telah
diperoleh mengenai kemampuan pemecahan siswa.
3.
Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan secara bertahap. Kesimpulan diperoleh
dari hasil analisis data mengenai pemecahan masalah siswa. Tahapan
analisis data penelitian disajikan seperti pada Gambar 3.3.
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan:
Penarikan dan Verifikasi
Planning
Acting
observing
reflecting
PRASIKLUS
SIKLUS II
Planning
Acting
observing
reflecting
SIKLUS I
Planning
Acting
observing
reflecting
SIKLUS III
Planning
Acting
observing
reflecting
validasi
instrumen
penelitian
kepada
dosen
Sumber