Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
Perdarahan uterus abnormal adalah penyebab langsung dari beban yang
layanan kesehatan yang signifikan bagi perempuan, keluarga mereka, dan
masyarakat secara keseluruhan. Sampai dengan 30% dari wanita akan mencari
bantuan medis untuk masalah ini selama tahun-tahun masa reproduksi mereka.
Pedoman ini menggantikan topik pedoman klinis sebelumnya dan ditujukan untuk
memungkinkan penyedia layanan kesehatan dengan alat dan untuk memberikan
perawatan berbasis bukti terbaru dalam diagnosis dan manajemen medis dan
bedah dari masalah umum ini.
AUB didefinisikan sebagai variasi dari siklus menstruasi normal, dan
termasuk perubahan keteraturan dari mulai, frekuensi menstruasi, durasi, dan
jumlah kehilangan darah pada menstruasi. Di bawah kategori AUB, definisi lebih
lanjut dapat dibagi lagi berdasarkan volume menstruasi, keteraturan, frekuensi,
durasi, kronisitas, dan waktu yang berkaitan dengan status reproduksi. Pendarahan
tidak berhubungan dengan menstruasi selanjutnya dapat dikarakteristik juga.
Tabel 1.1 dan 1.2 adalah terminologi dan deskripsi berdasarkan konsensus
FIGO Menstrual Disorders Working Group.1,2

Deskripsi klasik dari AUB berdasarkan pada siklus dan kuantitas aliran
menstruasi. Meskipun perdarahan menurut persepsi pasien belum tentu dapat
dihitung, namun sangat penting untuk pengelolaan masalah ini. Pada akhirnya,
pengalaman wanita dan dampak pada kualitas hidupnya menentukan sejauh mana
intervensi mungkin diperlukan. Presentasi pasien AUB tergantung pada

pengalaman subjektif dan kesan banyaknya kehilangan darah. Akibatnya,


pendekatan

yang

lebih

holistik

harus

diambil

dengan

definisi

ini.

Perdarahan menstruasi berat adalah keluhan yang paling umum dari AUB. Telah
didefinisikan sebagai "kehilangan darah menstruasi yang berlebihan yang
mengganggu fisik, kualitas sosial, emosional, dan atau bahan wanita hidup. Dapat
terjadi satu gejala atau dalam kombinasi dengan gejala lainnya.3

BAB II
ILUSTRASI KASUS
II.1 Ilustrasi Kasus AUB
1. Identitas
Nama

: Ny. A

Usia

: 43 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang sendiri bersama keluarga dengan keluhan keluar darah pervaginam
Keluhan Tambahan :
Lemah, tampak pucat
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD mengaku mengalami perdarahan dari vagina sejak 1


minggu SMRS. Pasin mengatakan tidak hamil, masih menstruasi hingga
saat pasien datang ke Rumah Sakit (3 Maret 2016), darah yang keluar
semakin hari semakin banyak. Darah yang keluar berupa gumpalan seperti
hati ayam dan disertai darah merah segar. Pasien mengatakan menstruasi
yang dialaminya banyak, hingga ganti pembalut lebih dari 5x dalam
sehari, dan pembalut penuh. Saat darah keluar pasien mengaku tidak
disertai nyeri perut. Riwayat perdarahan yang sama 1 tahun yang lalu,
namun dokter mengatakan tidak ada kelainan di rahum. BAB dan BAK
normal. Perdarahan pasca senggama disangkal, riwayat trauma disangkal,
penurunan berat badan disangkal, perdarahan diluar siklus mens disangkal.
Benjolan diperut/ perut yang semakin membesar disangkal, demam (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Kehamilan disangkal, tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma,


penyakit jantung, dan alergi pada pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ayah Hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit jantung, dan alergi pada
keluarga pasien disangkal.
Riwayat Obat
Minum feminak, kalnek disangkal.
Riwayat Menstruasi :
Menarche usia 15 tahun, siklus haid kadang lebih awal atau mundur, lama haid 67 hari, ganti pembalut 2-3 kali dalam 1 hari, nyeri selama haid ada.
Riwayat Menikah :
Menikah 1x diusia 27 tahun (1998), suami 29 tahun saat menikah.
Riwayat Obstetri :
P1 : perempuan, 3200 gram, lahir pervaginam di bidan, praktik bidan di
Semarang tahun 2001 saat ini berusia 14 tahun.
Riwayat Kontrasepsi :
Pasien belum pernah menggunakan KB.
Riwayat Sosial :
Pasien Ibu Rumah Tangga, Suami bekerja sebagai pegawai swasta.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. Tanda Vital
1. Tekanan Darah
2. Nadi
3. Suhu
4. Pernapasan
d. Tinggi Badan
e. Berat Badan
4. Status Generalis
Mata

: Baik, tampak sakit sedang


: compos mentis
:
: 130/70 mmHg
: 116 x/menit
: 36,5C
: 18 x/menit
: 160 cm
: 61 kg

: konjungtiva palpebra anemis (+/+) , sklera ikterik negatif.

THT

: Dalam batas normal.

Jantung

: BJ I-II reguler. Murmur negatif. Gallop negatif.

Paru

: Vesikuler diseluruh lapang paru,rhonki negatif, wheezing


negatif.

Abdomen

: Bising usus positif normal, supel, nyeri tekan negative.


Teraba massa diantara umbilicus dan simfisis pubis NT (-)

Ekstremitas

: dingin, akral pucat, edema (-), capillary refill time >3 detk

5. Status Ginekologi
Inspeksi
Inspekulo

: V/U tenang, perdarahan aktif negative


: Portio licin, tampak benjolan dengan diameter 8

mm di jam 11 dan tampak erosi pada arah jam 11 s.d 1, Fluxus (+), sondase 9
cm.
RektoVaginal Touche

: Portio licin, CUT teraba membesar s.d 3 jari

bawah umbilicus, mobile, tidak teraba massa adneksa, parametrium lemas,


cavum douglas tidak menonjol, nyeri goyang portio negatif, tonus sfingter ani
baik, ampulla tidak kolaps, tidak teraba massa.
6. USG
Uterus membesar ukuran 90x20x85 mm, pada korpus anterior s.d mendesak
kavum tampak massa hipoekoik batas tegas ukuran diameter 60mm
kemungkinan dari mioma uteri submukosum.
Ovarium kanan dalam batas normal, ovarium kiri tampak massa kistik tampak
ekhointerna diameter 30mm.
ginjal kiri dan kanan dalam batas normal, tidak tampak massa pada hepar dan
limpa, tidak tampak asites.
Kesan : mioma uteri submukosum, kista retorsi ovarium kiri.
Test Pack : negatif
7. Diagnosis Kerja
- AUB e.c mioma uteri submukosal dengan anemia e.c perdarahan
- Kista retensi ovarium kiri
- Takikardia e.c anemia e.c AUB
8. Penatalaksanaan
Rencana Diagnosis : cek HB, HT, Leukosit, UL, Ureum, Creatinin Urinalisa,
USG FM hari dan jam kerja.
Rencana Tatalaksana :
Observasi keadaan umum, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, dan
perdarahan tiap jam.
IVFD RL 500cc/8jam

Asam Traneksamat 3x1 gram IV


Asam Mefenamat 3x500 mg po
Transfusi PRC s.d target hb 10gr/dl

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Fisiologi Menstruasi
Haid (menstruasi) ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus,
disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid ialah jarak
antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid yang baru. Hari
mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus haid yang
normal atau siklus dianggap sebagai siklus yang klasik ialah 28 hari, tetapi
variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita

yang sama. Juga pada kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusnya selalu
tidak sama. Panjang siklus yang biasa pada manusia berkisar antara 25-32 hari,
dan kira-kira 97% wanita yang berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18-42
hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur,
biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar).
Lama haid biasanya antara 3 5 hari, ada yang 1 2 hari dan diikuti darah
sedikit sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7 8 hari. Pada setiap wanita
biasanya lama haid itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 16 cc.
Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik. Kurang lebih 50% darah
menstruasi dikeluarkan dalam 24 jam pertama. Cairan menstruasi terdiri dari
utamanya adalah darah arterial, 25% darah vena, debris jaringan, prostaglandin
dan jumlah yang relatif besar dari fibrinolisin dari jaringan endometrial yang
menyebabkan darah haid tidak membeku.
Ada 4 kompartemen pada fisiologi haid, yaitu endometrium, ovarium,
hipofisis, dan hipotalamus.4 Hormon wanita terdiri dari hormon estrogen,
progesterone dan GnRH yang terdiri dari FSH dan LH. Hipotalamus berada diotak
kecil tepatnya dibawah thalamus.1 Hipotalamus merupakan suatu kelenjar yang
berfungsi

menghasilkan

gonadotropin

realizing

hormone

yang

akan

mempengaruhi hipofisis dengan melepaskan hormone menuju hipofisis.

Hipotalamus terletak di ciasma optica, yaitu persilangan nervus opticus,


dan dibelakangnya ada sela tursica yang merupakan tempat hipofisis atau
pituitary.1,2,3 Hipofisis ini berbentuk seperti buah almon, yang terdiri dari 2 lobus,

yaitu lobus anterior dan posterior.4 Lobus anterior hipofisis menghasilkan FSH
dan LH, sedangkan lobus posterior hipofisis menghasilkan ADH, oksitosin dan
prolaktin.1,2,3
Saat wanita mengalami haid, akan terjadi pelepasan membrane basalis
pada endometrium sehingga tebal endometrium 3 mm, yaitu disaat level
hormone estrogen dan progesterone turun. Karena itu, akan memberikan efek
umpan balik melalui neurotransmitter ke hipotalamus, sehingga GnRH yang
dihasilkan hipotalamus mempengaruhi hipofisis untuk memproduksi FSH. Setelah
itu akan masuk ke hipofisis melalui aliran darah sehingga terpengaruhlah
hipofisis, yang dinamai dengan short feedback.1
FSH, dihasilkan oleh hipofisis anterior, merupakan hormone gonadotropin
yang akan mempengaruhi gonad wanita yaitu ovarium (kompartemen ke II).
Sebenarnya, di ovarium, terjadi 2 hal, yaitu folikulogenesis dan steroidogenesis
yang terjadi secara bersamaan. Di dalam folikel terdapat 2 sel, yaitu sel granulose
dan sel teka interna dan eksterna. Jika sel granulose berkembang, akan
membentuk dan menghasilkan hormone estrogen yang bersumber dari androgen
yang ada di sel teka. Prosesnya yaitu, sel androgen yang ada pada sel teka yang
awalnya berasal dari kolesterol, akan diaromatisasi oleh enzim sitokrom P450
yang dimiliki sel granulose. Setelah diaromatisasi, jadilah hormone estrogen atau
estradiol.1 Inilah yang dimaksud dengan proses steroidogenesis. Dengan
dihasilkannya estrogen, akan mempengaruhi proliferasi dari endometrium. FSH
bekerja dengan menstimulasi pembentukan folikel di ovarium (folikulogenesis),
yang dimulai dari foliker primer. folikel primer berasal dari folikel primordial.
Folikel primordial ini bersifat independent dan tidak dipengaruhi oleh
gonadotropin. Folikel primordial yang akan menjadi folikel primer, merupakan
cadangan folikel yang ada pada ovarium. Semakin banyak cadangan folikel pada
wanita, maka akan semakin lama dan panjang wanita tsb mengalami menopause.
Siklus menstruasi normal pada manusia dapat dibagi menjadi dua
1. Siklus ovarium
2. Siklus uterus (endometrium)
SIKLUS OVARIUM

Pada siklus ovarium terdiri dari 3 fase, yaitu:


1. fase folikuler
2. fase ovulasi
3. fase luteal
Fase Folikuler
Dimulai dari hari pertama menstruasi sampai terjadinya ovulasi (14 hari).
Fase ini bekerja pada separuh pertama siklus untuk menghasilkan folikuler
matang dan sebuah telur matang yang siap berovulasi di pertengahan siklus.
Kurang lebih panjang fase folikuler antara 10 sampai 14 hari. Ketika lahir atau
masa pre-pubertas, masing-masing ovum dikelilingi oleh selapis sel-sel granulosa
yang dinamakan folikel primordial. Sel-sel granulosa berfungsi memberi makanan
untuk ovum dan untuk mensekresi suatu faktor penghambat oosit sehingga ovum
tetap tertahan dalam keadaan primordial, dalam fase profase meiosis. Pada masa
pubertas, FSH dan LH mulai disekresikan dalam jumlah cukup oleh hipofisis
anterior yang menyebabkan pertumbuhan folikel dimulai, membentuk folikel
primer, folikel sekunder, dan folikel de-Graaf.
Hipotalamus mensekresikan GnRH unttuk merangsang hipofisis anterior
mensekresikan FSH dan LH. Peningkatan FSH dan LH mempercepat
pertumbuhan folikel primer. Lapisan tersebut membentuk sel teka eksterna untuk
melindungi dan teka interna yang dapat mensekresi estrogen dan progesteron.
FSH dan estrogen meningkatkan reseptor LH untuk memproduksi progesteron.
Massa sel granulose mensekresi cairan folikular, produksi estrogen semakin
banyak. Pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya antrum (folikel
sekunder). Selanjutnya estrogen dari satu folikel yang tumbuh paling cepat
memberikan umpan balik negatif ke hipotalamus untuk lebih menekan kecepatan
sekresi FSH oleh hipofisis anterior sehingga menghambat pertumbuhan folikelfolikel yang kurang berkembang dan pada akhirnya mengalami atresia. Pada 15
jam sebelum ovulasi terjadi FSH dan LH surge sehingga terbentuklah folikel de
Graaf.
Fase Ovulasi

10

Ovulasi terjadi ketika LH mencapai kadar puncak sehingga enzim


proteolitik yang terdapat di folikel akan menyebabkan dinding folikel menjadi
lemah dan ruptur sehingga terjadilah ovulasi (pelepasan oosit sekunder dari folikel
matur).
Fase Luteal
Pada fase luteal, sel folikuler yang tersisa akan membentuk korpus rubrum
kemudian menjadi korpus luteum yang berfungsi mensekresikan progesteron dan
estrogen. Jika tidak terjadi konsepsi maka korpus luteum tersebut akan berubah
menjadi korpus albikan. Hal ini menyebabkan penurunan kadar progesteron dan
estrogen sehingga memulai siklus menstruasi baru.

SIKLUS UTERUS
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir
uterus mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan
aktivitas ovarium terhadap produksi berulang dari estrogen dan progesterone.
Pada siklus uterus terdiri dari 3 fase, yaitu:
1. Fase proliferasi
2. Fase sekretori
3. Fase menstruasi
Fase Proliferasi (fase estrogen)

11

Pada

permulaan

setiap

siklus

seksual

bulanan,

sebagian

besar

endometrium akan berdeskumuasi akibat menstruasi. Sesudah menstruasi, hanya


selapis tipis stroma endometrium yang tertinggal pada bagian dasar endometrium
semula, dan sel-sel epitel yang tertinggal adalah yang terletak pada bagian dalam
kelenjar yang tersisa serta pada kripta endometrium.
Dibawah pengaruh estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak oleh
ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan sel-sel epitel
berfroliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epithelisasi
kembali dalam waktu 4 sampai 7 hari setelah terjadinya menstruasi. Kemudian
selama satu setengah minggu berikutnya yaitu sebelum ovulasi, ketebalan
endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah banyak dan
karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta pembuluh darah baru yang
progresif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi, endometrium mempunyai
ketebalan sekitar 3 sampai 4 milimeter.
Fase Sekretorik (fase progesteron)
Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi
terjadi, estrogen dan proesteron disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus
luteum.

Estrogen

menyebabkan

sedikit

proliferasi

sel

tambahan

pada

endometrium selama fase siklus endometrium ini, sedangkan progesterone


menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik dari
endometrium. Kelebihan substansi sekresinya bertumpuk di dalam sel epitel
kelenjar. Juga, sitoplasma dari sel stroma bertambah banyak, deposit lipid dan
glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah ke dalam
endometrium lebih lanjut akan meningkat sebanding dengan peningkatan
perkembangan aktivitas sekresi, sedangkan pembuluh darah menjadi sangat
berkelok-kelok. Pada puncak fase ini, sekitar 1 minggu setelah ovulasi, ketebalan
endometrium sudah menjadi 5 sampai 6 milimeter. Maksud dari keseluruhan
perubahan tersebut adalah untuk mempersiapkan endometrium dalam menghadapi
implantasi dari ovum yang telah dibuahi.
Fase Menstruasi

12

Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum berakhirnya siklus


bulanan, korpus luteum tiba-tiba akan mengalami involusi, dan hormone
ovarium(estrogen dan progesterone) sekresinya menurun ke level yang sangat
rendah. Menstruasi disebabkan oleh penekanan terhadap estrogen dan
progesterone, terutama progesterone di akhir siklus bulanan ovarium. Efek
utamanya adalah menurunkan rangsangan terhadap sel endometrium akibat kedua
hormon ini, sehingga menyebabkan involusi pada endometrium itu sendiri kirakira 65% dari ketebalannya. Kemudian selama 24 jam berikutnya dari onset
menstruasi, pembuluh darah menjadi berkelok-kelok yang menyebabkan lapisan
mukosa endometrium menjadi vasospastik, agaknya hal ini disebabkan karena
efek dari involusi seperti pelepasan material vasikonstriktor yang salah satunya
mungkin adalah prostaglandin yang dihasilkan berlimpah pada saat ini.
Vasospasme menurunkan nutrisi endometrium, dan hilangnya rangsangan
hormonal menginisiasi nekrosis pada endomerium, terutama pembuluh darah.
Sebagai hasilnya darah akan merembes ke dalam lapisan vaskular endometrium,
dan area hemoragik tumbuh dengan cepat dalam waktu 24 sampai 36 jam.
Kemudian secara berangsur-angsur, lapisan luar endometrium terpisah dari uterus
sebagai bagian hemoragik sampai kira-kira 48 jam setelah onset menstruasi,
semua lapisan superficial endometrium akan mengalami deskuamasi.

13

14

III.2 Abnormal Uterine Bleeding


Merupakan perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik
dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan
banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi
menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual
bleeding sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh faktor
koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi
merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus
disfungsional (PUD).8
Perdarahan uterus abnormal terbagi menjadi8 :
1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid
yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk
mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi
pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.
2. Perdarhan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk
perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi
ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan
dengan PUA akut.
3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid
yang terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi
kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah
ini ditujukan untuk mengganti terminlogi metroragia.
III.2.1 Sistem klasifikasi PALM COEIN7
Menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO),
terdapat 9 kategori utama sesuai dengan akronim PALM COEIN yakni ; polip,
adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy, ovulatory
dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified.
Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan
berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok
COEIN merupakan kelinan non strruktural yang tidak dapat dinilai dengan
teknik pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi tersebut disusun

15

berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih
faktor penyebab PUA.
A. Polip (PUA-P)
Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik
bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan
kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium.
Gejala :

Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan

PUA.
Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas.

Diagnostik :

Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan


USG dan atau histeroskopi, dengan
atau tanpa hasil histopatologi.

Histopatologi
lokal

dari

pertumbuhan
kelenjar

endometrium
vaskularisasi

yang
dan

dan

eksesif
stroma
memiliki

dilapisiolehepitel

endometrium.

B. Adenomiosis (PUA-A)
Dijumpai jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada
lapisan miometrium.
Gejala :

Nyeri haid, nyeri saat snggama, nyeri menjelang atau sesudah haid,
nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik

16

Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus


abnormal.

Diagnostik :

Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan


endometrium pada hasil histopatologi

Adenomiosis dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi berdasarkan

pemeriksaan MRI dan USG


Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk

mendiagnosis adenomiosis
Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada
miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi

miometrium.
Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma
endometrium ektopikpadajaringan miometrium.

C. Leiomioma (PUA-L)
Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium.
Gejala :

Perdarahan uterus abnormal


Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan dinding
abdomen

Diagnostik :

Mioma uteri umumnya tidak memberikan


gejala dan biasanya bukan penyebab tunggal
PUA

17

Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni


hubungan mioma uteri dengan endometrium dan serosa lokasi, ukuran,
serta jumlah mioma uteri.

Berikut adalah klasifikasi mioma uteri :


a. Primer
b. Sekunder

: ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri


: membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium

(mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya.


c. Tersier
: Klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural
dan subserosum.
D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan
endometrium.
Gejala :

Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :

Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan

merupakan penyebab penting PUA


Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi

FIGO dan WHO


Diagnostik pasti ditegakkan berdarkan pemeriksaan histopatologi.
Ketika premalignant hyperplasia atau malignancy telah diidentifikasi
pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal pada usia reproduksi,
maka diklasifikasikan dalam PUA-M dan di subklasifikasikan lagi
berdasarkan sistem klasifikasi FIGO atau WHO.

E. Coagulopathy (PUA-C)
Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan
uterus.
Gejala :

Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :

Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik


yang terkait dengan PUA

18

Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki


kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah
penyakit von Willebrand.

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)


Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus.
Gejala :

Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :

Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan


manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang

bervariasi
Dahulu termasuk dalam kriteria Perdarahan uterus disfungsional (PUD)
Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang,

hingga perdarahan haid banyak


Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarioum polikistik,
hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan,
anoreksia atau olahragaberat yang berlebihan.

G. Endometrial (PUA-E)
Gangguan hemostatis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat
dengan terjadinya perdarahan uterus.
Gejala :

Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :

Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus

haid teratur
Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis

lokal endometrium
Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti
endothelin-1 dan prostaglandin F2 serta peningkatan aktifitas

fibrinolitik
Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau perdarahan
yang berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal endometrium

19

Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain


pada siklushaid yang berovulasi.

H. Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis

seperti penggunaan estrogen, progestin, AKDR.


Perdarahan haid diluar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen
atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau

breakthrough bleeding.
Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam
sirkulasi yang disebabkan oleh sebagai berikut :
o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna
anti koagulan ( warfarin, heparin, dan low molecular weight
heparin) dimasukkan kedalamklasifikasi PUA-C.

I. Not yet classified (PUA-N)


Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau

sulit dimasukkan dalam klasifikasi


Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis

kronik atau malformasi arteri-vena


Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannyadengankejadian PUA.

III.2.2 Penegakkan Diagnosis PUA9


Pada pasien yang mengalami PUD, anamnesis perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.

20

1. Pemeriksaan Fisik
Untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik, meliputi semua tanda
vital. Kemudian menilai:

Indeks massa tubuh (IMT > 27 termasuk obesitas)


Tanda-tanda hiperandrogen
Pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipo / hipertiroid
Galaktorea (kelainan hiperprolaktinemia)
Gangguan lapang pandang (karena adenoma hipofisis)
Faktor risiko keganasan endometrium (obesitas, nulligravida,
hipertensi, diabetes mellitus, riwayat keluarga, SOPK)

2. Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk
pemeriksaan Pap smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya
mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium atau keganasan.
3. Penilaian ovulasi
Siklus haid yang berovulasi sekitar 22-35 hari. Jenis perdarahan PUA-O
bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea. Konfirmasi ovulasi dapat

21

dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum fase lutela mayda atau


USG transvaginal bila diperlukan.
4. Penilaian endometrium
Pengam bilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua
pasien PUA
Pengambilan sample endometrium hanya dilakukan pada :
Perempuan umur > 45 tahun
Terdapat faktor risiko genetik
USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium
kompleks yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik

atau kanker endometrium


Terdapat faktor risiko diabetes melitus, hipertensi, obesitas,

nulipara
Perempuan

dengan

riwayat

keluarga

nonpolyposis

colorectar cancer memiliki risiko kanker endometrium


sebesar 60% dengan rerata umur saat diagnosis antara 4850 tahun.
Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahna uterus
abnormal yang menetap (tidak respon terhadap pengobatan)
Beberapa teknik pengambilan sample endometrium seperti D & K dan
biopsi endometrium dapat dilakukan.
5. Penilaian kavum uteri
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau
mioma uteri submukosum. USG transvaginal merupakan alat penapis yang
tepat dan harus dilakukan pada pemeriksaan awal PUA. Bila dicurigai
terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum disarankan
untuk melakukan SIS atau histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan
histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan
6. Penilaian miometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau
adenomiosis. Miometrium dinilai menggunakan USG (transvagina,
transrektal dan abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI. Pemeriksaan
adenomiosis
transvaginal.

menggunakan

MRI

lebih

unggukdibandingkan

USG

22

7. Pemeriksaan Penunjang

23

III.2.3 Prinsip Penanganan PUA Akut

III.2.4 Tatalaksana Medikamentosa pada Abnormal Uterine Bleeding


a. Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen.
Plasminogen akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah
fibrin menjadi fibrin degradation product (FDPs). Oleh karena itu obat ini
berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktorfaktor yang memicu terjadinya pembekuan darah, namun tidak
menimbulkan kejadian trombosis. Perdarahan menstruasi melibatkan
pencairan darah beku dari arteriol spinal endometrium, maka pengurangan
dari proses ini dipercaya sebagai mekanisme penurunan jumlah darah
mens. Efek samping : gangguan pencernaan, diare, sakit kepala. Dosisnya

24

untuk perdarahan mens yang berat adalah 1g (2x500mg) dari awal


perdarahan hingga 4 hari.
b. Obar anti inflamasi non steroid (AINS)
Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan
meningkat. AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase, dan akan
menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium. Prostaglandin
mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan terlibat dalam respon
inflamasi, jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus. AINS dapat
mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50 persen Pemberian AINS
dapat dimulai sejak perdarahan hari pertama astau sebelumnya hingga
perdarahan yang banyak berhenti. Efek samping : gangguan pencernaan,
diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus peptikum
hingga kemungkinan terjadinyaperdarahandan peritonitis.
c. Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak.
Sediaan yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1
dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai
dengan pemberian obat anti emetik seperti promethazine 25 mg per oral
atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme
kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak terkait langsung
dengan endometrium. Obat ini bekerja memacu vasospasme pembuluh
kapiler dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X,
proses

aggregasi

trombosit

dan

permeabilitas

pembuluh

kapiler.

Pembentukan reseptor progesteron akan meningkat sehingga diharapkan


pengobatan selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih baik.
Efek samping berupa gejala akibat defek estrogen yang berlebihan seperti
perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan
d. PKK
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi
kombinasi akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada

25

saat perdarahan akut adalah 4x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan
3x1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2x1 tablet selama 2 hari, dan
selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7
hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi
paling tidak selama 3 bulan. Apabila pengobatannya ditujukan untuk
menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan secara kontinyu,
namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek
samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan,
payudara tegang, deep vein trombosis, stroke dan serangan jantung.
e. Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen
serta akan mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehodrogenase pada
sel-sel endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron
yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan estradiol. Meski
demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek mitotik
yang menyebabkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin dapat
diberikan secara siklik maupun kontinyu. Pemberian siklik diberikan
selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu berulang-ulang tanpa
memperhatikan pola perdarahannya.
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin,
makan dosis obat progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari
pertama perdarahan tadi sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin
diminum sampai 14 hari. Pemberian progestin secara siklik dapat
menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat
kontraindikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah,
riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark miokard,
kecurigaan keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit kuning
akibat kolestatis, kanker hati). Sediaan progestin yang dapat diberikan
antara lain MPA 1x10 mg, norestiron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg,
didrogestron 2x5 mg atau nomegestrol asetat 1x 5 mg selama 10 hari per
siklus.

26

Apabila pasien mengalami perdarahan hebat saat kunjuungan, dosis


progestin dapat dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti.
Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan kemudian berhenti selama 14
hari, demikian selanjutnya berganti-ganti pemberian progestin secra
kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat amenorea.
Terdapat beberapa pilihan yaitu :
o Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari
o Pemberian DMPA setiap 12 minggu
o Penggunaan LNG IUS
Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah,
payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi
f. Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasala dari turunan 17aetinil tetosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi
untuk menekan produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek
langsung terhadap reseptor estrogewn di endometrium dan di luar
endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per hari dapat
dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual hebat. Danazol dapat
menurunkan hilangnya darah dalam menstruasi kurang lebih 50%
bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif dibanding
dengan AINS atau progestin oral. Dengan dosis lebih dari 400 mg per hari
dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingya dialami oleh 75% pasien
yakni : penigkatan berat badan, kulit berminyak,jerawat, perubahan suara.
g. Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi reseptor GnRH pada
hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek
pasca reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada pelepasan
hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya ditujukan pada wanita
dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat membuat penderita
menjadi amenorea. Dapat diberikan luprolid acetate 3.75 mg intramuskular
setiap 4 minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan

27

karena terjadi percepatan demielinisasi tulang. Apabila pemberiannya


melebihi 6 bulan, maka dapat diberikan tambahan terapi estrogen dan
progestin dosis rendah (add back therapy). Efek samping biasanya muncul
pada penggunaan jangka panjang, yakni : keluhan-keluhan mirip wanita
menopause (misalkan hot flushes, keringat yang bertambah, kekeringan
vagina),

osteoporosis

(terutama

tulang-tulang

penggunaan GnRH agonis lebihdari 6 bulan).


h.

trabekular

apabila

28

BAB IV
ANALISIS KASUS
Abnormal Uterine Bleeding (AUB) merupakan terjadi perdarahan
abnormal di dalam atau di luar siklus haid. Etiologi dibagi 2 bagian
yaitu, kelainan organik meliputi polip, adenomiosis, leimyoma, malignancy dan
kelainan anorganik meliputi coagulopaty, ovarium disfunction, endometrial,
iatrogenik, non yet clasificasion.
Pada kasus ini ditegakkan diagnosis abnormal uterine bleeding suspek
hyperplasia endometrium berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang juga
meliputi pemeriksaan ginekologis. Pada anamnesis didapatkan keluhan keluar
darah dari kemaluannya perdarahan dari vagina sejak 1 minggu SMRS. Pasien
mengatakan menstruasi yang dialaminya semakin hari semakin banyak, nyeri
perut disangkal, perdarahan seperti ini sebelumnya pernah dialami pasien 1 tahun
yang lali. Konsumsi obat-obatan pengencer darah disangkal, penggunaan
kontrasepsi hormonal disangkal, perdarahan diantara siklus mens disangakal,
benjolan diperut atau perut yang semakin membesar disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardi dengan HR 116x/menit dan
konjungtiva yang anemis menunjukkan pasien mengalami anemia yang
kemungkinan dikarenakan perdarahan. Ke-4 akral pasien pun tampak pucat dan
dingin dengan CRT >3 detik menunjukan adanya gangguan perfusi. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan teraba masa diantara umbilicus dan simfisis
pubis tidak nyeri tekan, curiga masa tersebut berasal dari uterus yang
menyebabkan perdarahan pada pasien. Pada pemeriksaan ginekologis didapatkan
adanya benjolan pada porsio yang belum diketahui sehingga untuk pemeriksaan
lebih lanjut akan dilakukan biopsy. Fluksus (+) berasal dari OUE menunjukkan
sumber perdarahan berasal dari dalam uterus, teraba masa dari dalam uterus
curiga adanya mioma uterus dan diperlukan pemeriksaan USG untuk
mengkonfirmasi.
Dari USG kita dapat menilai sebab organik perdarahan yang dapat berasal
dari serviks uteri. Pada pasien ini ditemukan kelainan organik berupa Uterus
membesar ukuran 90x20x85 mm, pada korpus anterior s.d mendesak kavum

29

tampak massa hipoekoik batas tegas ukuran diameter 60mm kemungkinan dari
mioma uteri submukosum. Ovarium kanan dalam batas normal, ovarium kiri
tampak massa kistik tampak ekhointerna diameter 30mm. dengan kesan : mioma
uteri submukosum, kista retorsi ovarium kiri. Sehingga dapat diperkuat penyebab
perdarahan uterus abnormal pada pasien ini karena adanya kelainan organic
berupa mioma uteri submukosal.
Pada pemeriksaan penunjang lab darah ditemukan hb saat masuk
ditemukan hb 7,5g/dl, ht 24, RDW-CV 26,56%. Hb dan hematokrit yang rendah
disetai rdw-cv yang meningkat menunjukan adanya anemia akibat kehilangan
darah pada pasien ini.
Diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yaitu AUB e.c mioma uteri submukosal dengan anemia
e.c perdarahan, kista retensi ovarium kiri, takikardia e.c anemia e.c AUB.
Terapi Asam Traneksamat 3 x 500 mg Asam traneksamat merupakan
golongan obat anti-fibrinolitik yang menghambat pemutusan benang fibrin, Asam
mefenamat 3 x 500 mg Asam mefenamat merupakan salah satu jenis obat anti
inflamasi non-steroid. Obat ini berfungsi meredakan rasa sakit tingkat ringan
hingga menengah, serta mengurangi inflamasi atau peradangan. Infus ringer laktat
diberikan untuk terapi cairan karena perdarahan dan transfuse PRC hingga
tercapai target hb 10gr/dl.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Fraser IS, Critchley HO, Munro MG. Abnormal uterine bleeding: getting
our terminology straight. Curr Opin Obstet Gynecol 2007;19:5915.
2. Munro MG. Abnormal uterine bleeding. Cambridge: Cambridge University
Press; 2010.
3. National Collaborating Centre for Womens and Childrens Health; National
Institute for Health and Care Excellence. NICE guideline CG44: heavy
menstrual bleeding. London: Royal College of Obstetricians and
Gynaecologists, 2007. Available at: http://www.nice.org.uk/CG44. Accessed
on March 28, 2011.
4. Sherwood, L. Kontrol Endokrin Metabolisme Bahan Bakar. In : Fisiologi
Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2010.
5. Snell, RS. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2006.
6. Sobotta. Atlas Anatomi Manusia. Edisi 21. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2010.
7. Munro, malcom; Hilary O.D. Critchley, Michael S Broder, Ian S Fraser.
2011. FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal
Uterine Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age.
http://www.pharllc.com/wp-content/uploads/2013/03/Munro-Int-J-ObstetGynecol-2011.pdf
8. Wiknjoksastro, Hanifa, dkk. Ilmu Kandungan Edisi 3, Cetakan Pertama.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011.
9. Baziad, A., Hestiantoro, A., Wiweko, B. Panduan Tata Laksana Perdarahan
Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas
Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2011; 3-19

Anda mungkin juga menyukai