: Fanny Kosasih
NIM
: 13.70.0194
Kelompok
: B2
1.
1.1.
Topik Praktikum
Pada praktikum ini dilakukan pada hari Jumat, 20 Mei 2016 pada pukul 15.00. Praktikum
produk susu fermentasi ini dilakukan dengan membuat Yoghurt, kefir, dan Acidophilus
milk.
1.2.
Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum produk susu fermentasi adalah untuk mengetahui prinsip
pembuatan yoghurt dan kefir dengan tipe inokulum berbeda, yakni menggunakan kultur
segar (fresh culture bacteria) dan menggunakan plain yoghurt komersial, mengetahui
cara kerja pembuatan acidophilus milk, mengetahui karakteristik yoghurt, kefir, dan
acidophilus milk yang dihasilkan dari tipe inokulum yang berbeda (kekentalan dan derajat
keasaman); serta mengetahui perbedaan karakteristik yoghurt, kefir, dan acidophilus milk.
2.
HASIL PENGAMATAN
Kekentalan
Derajat Keasaman
Hasil
4,5
++
4,5
+++
4,5
++
4,5
+++
4,5
Dari Tabel 1. dapat dilihat produk susu fermentasi yang telah dibuat memiliki kekentalan
yang berbeda-beda. Kelompok B1 dengan produk susu fermentasi jenis Yoghurt dengan
inokulum fresh culture memiliki kekentalan encer. Kelompok B2 dengan produk susu
fermentasi jenis Yoghurt dengan inokulum plain yoghurt memiliki kekentalan kruang
kental. Kelompok B3 dengan produk susu fermentasi jenis kefir dengan inokulum fresh
culture memiliki kekentalan kental. Kelompok B4 dengan produk susu fermentasi jenis
kefir dengan inokulum plain komersial memiliki kekentalan kurang kental. Kelompok B5
dengan produk susu fermentasi jenis Acidophilus milk dengan inokulum fresh culture
memiliki kekentalan kental. Pada hasil produk susu fermentasi semua kelompok memiliki
derajat keasaman 4,5 dan berhasil.
3.
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan produk fermentasi berbasis susu yaitu yoghurt,
kefir dan acidophilus milk. Yoghurt adalah produk hasil koagulasi dari susu pasteurisasi
atau susu rendah lemak yang memiliki konsistensi seperti custard dengan bantuan
bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophiles.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan produk fermentasi berbasis susu yaitu yoghurt,
kefir dan acidophilus milk (Potter & Hotchkiss, 1995). Yogurt adalah produk hasil
koagulasi dari susu pasteurisasi atau susu rendah lemak yang memiliki konsistensi
seperti custard dengan bantuan bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophiles (Fardiaz, 1992). Kefir salah satu produk fermentasi yang
menggunakan yeast yang memfermentasi laktosa (Saccharomyces cereviceae) sehingga
dihasilkan etil alkohol dan karbon dioksida (Potter & Hotchkiss, 1995). Sedangkan
produk acidophilus milk yang berpotensi dalam mengobati infeksi saluran pencernaan,
antikarsinogenik, meningkatkan pencernaan laktosa dan mengatur kadar kolesterol
(Gomes dan Malcata, 1999).
3.1.
Yoghurt
Dalam proses pembuatan yoghurt terdapat bakteri yang berperan yaitu bakteri
Streptoccocus thermophiles dan Lactobacillus bulgaricus. Kedua bakteri ini termasuk
dalam bakteri mesofilik karena tumbuh pada suhu sedang, S. thermophilus adalah 37C
dan L. bulgaricus suhu optimumnya 45C. Dalam aktivitasnya, S. thermophiles
berkembang lebih cepat dibanding L. bulgaricus dengan menghasilkan asam laktat,
asetat dan formiat. Namun keberadaan L. bulgaricus dapat merangsang pertumbuhan S.
thermophiles karena adanya pelepasan peptide dari protein susu. Kandungan asam yang
bertambah akan mengurangi keberadaan bakteri S. thermophiles dan meningkatkan
pertumbuhan L. bulgaricus karena adanya asam format. Sehingga peran kedua bakteri
ini sangat dibutuhkan dan tidak dapat dipisahkan karena ketergantungan satu dengan
lainnya dalam membentuk rasa asam dan aroma khas pada yoghurt (Fellow, 1990).
Yoghurt mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada susu segar sebagai bahan dasar
dalam pembuatan Yoghurt, hal ini karena meningkatnya total padatan sehingga
kandungan zat-zat gizi lainnya juga meningkat. Selain itu Yoghurt memiliki kesegaran,
aroma dan teksturnya dan rasa khas yaitu asam dan manis (Hafsah, 2012).
Pembuatan yoghurt pada praktikum ini digunakan bahan utama susu sapi segar dan susu
skim. Sebanyak 115 ml susu sapi dan 110 ml susu skim dipanaskan secara terpisah di
panci enamel pada suhu 85C selama 2 menit. Berdasarkan Sumner & Hutkins (1990)
hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk membunuh organisme pencemar,
menurunkan potensi redoks campuran tersebut, dan menghasilkan faktor-faktor atau
kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan bakteri yang diinokulasikan. Winarno
dan Fernandes (2007) mengatakan, penurunan suhu tersebut bertujuan untuk
memberikan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan bakteri serta bakteri yang
ditambahkan tidak mati.
Selanjutnya, susu sapi dan susu skim dicampur ke dalam wadah kaca steril dan ditutup
guna meminimalkan kontaminasi yang mungkin terjadi. Susu yang berada dalam wadah
kaca kemudian didinginkan di dalam baskom berisi air hingga terasa hangat. Lalu
ditambahkan masing-masing 10% kultur starter (25 ml) untuk kelompok B1 fresh
culture dan kelompok B2 kultur komersial ke dalam susu secara steril. Susu diinkubasi
pada suhu 42-44C selama 1 hari tanpa gangguan sampai konsistensi custard yang
diinginkan tercapai. menurut Eskimo (1990) suhu yang sesuai untuk menginokulasi
kultur pada susu yaitu berkisar pada suhu 43oC hingga 45oC. Menurut Umi Insyiroh,
dkk., ( 2014) Citarasa asam pada yogurt berasal dari asam hasil pemecahan laktosa.
3.2.
Kefir
Pada praktikum pembuatan kefir digunakan bahan utama susu sapi segar. Sebanyak 230
ml susu sapi dipanaskan di panci enamel pada suhu 85C - 95C selama 2 menit.
Selanjutnya, susu sapi dituang ke dalam wadah kaca steril dan ditutup guna
meminimalkan kontaminasi yang mungkin terjadi. Susu yang berada dalam wadah kaca
kemudian didinginkan di dalam baskom berisi air hingga terasa hangat. Lalu
ditambahkan sebanyak 8% kultur starter (20 ml) untuk kelompok B3 (kultur segar) dan
kelompok B4 (kultur komersial) ke dalam susu secara steril. Pemberian konsentrasi
starter yang tinggi akan menghasilkan kadar asam laktat dan alkohol yang tinggi pula
akibat kerja dari mikroorganisme (Linda Agustina, dkk., 2013). Kemudian susu
diinkubasi pada suhu 20-25C selama 1 hari tanpa gangguan sampai konsistensi custard
yang diinginkan tercapai. Rehmet al. (1995) mengatakan suhu dan waktu inkubasi yang
paling baik dalam pembuatan kefir adalah pada suhu 15-22C selama 24-36 jam.
Setelah inkubasi, susu dimasukkan ke dalam suhu 4C.
3.3.
acidophilus milk
Acidophilus milk adalah produk fermetasi yang digolongkan menjadi susu asam. Rasa
produk acidophyllus milk dan kefir sedikit berbeda karena pada acidophyllus milk tidak
ada rasa alkohol. Bakteria memproduksi asam (0,6 1% asam laktat), dan yeast
Pada pembuatan acidophilus milk digunakan bahan utama susu skim. Sebanyak 245 ml
susu skim dipanaskan di panci enamel pada suhu 85C selama 2 menit. Fellows (1990),
bahwa pada susu yang dilakukan pemanasan pada suhu 82-93oC dapat memperpanjang
umur simpan susu karena bisa menghancurkan mikroorganisme kontaminan, dan
menghilangkan kestabilan kasein. Selanjutnya, susu skim dituang ke dalam wadah kaca
steril dan ditutup guna meminimalkan kontaminasi yang mungkin terjadi. Susu yang
berada dalam wadah kaca kemudian didinginkan di dalam baskom berisi air hingga
terasa hangat. Lalu ditambahkan sebanyak 1% kultur starter segar untuk kelompok B5
ke dalam susu secara steril. Sumner & Hutkins (1990) mengungkapkan bahwa
penambahan kultur starter sebaiknya tidak dilakukan dalam keadaan panas karena dapat
membunuh kultur bakteri asam laktat yang ditambahkan dan mencegah terjadinya
proses koagulasi susu. Susu diinkubasi pada suhu 37C selama 1 hari tanpa gangguan
sampai konsistensi custard yang diinginkan tercapai. Potter (1987) menambahkan
bahwa penambahan inokulum bakteri harus
inkubasi ini terjadi proses fermentasi oleh bakteri asam laktat untuk mengubah laktosa
yang ada dalam susu menjadi asam laktat. Apabila sudah terbentuk gumpalan, diaduk
perlahan hingga kental merata.
3.4.
Secara keseluruhan pada semua kelompok didapat hasil inokulum komersial yang
ditambahakan akan memiliki hasil yang lebih kental daripada inokulum fresh culture.
Menurut Kosikowski (1977), tekstur yoghurt yang encer menandakan kerusakan yoghurt.
Hal ini terlihat pada yoghurt yang ditambah dengan kultur segar. Faktor-faktor yang
berpengaruh akibat suhu pemanasan yang berlebihan, pendinginan kurang, dan penanganan
yang kurang baik. Selain itu, juga bisa disebabkan karena kontaminasi bakteri lain karena
ketidakaseptisan saat penginokulasian. Menurut teori Fellows (1990), di mana seharusnya
yoghurt yang ditambahkan dengan kultur komersial lebih kental daripada kultur segar. Hal
ini dikarenakan di dalam kultur komersial telah ditambahkan bahan-bahan yang dapat
menyebabkan kekentalan yoghurt tinggi. Bahan-bahan yang kemungkinan ditambahkan di
dalam kultur komersial ini adalah stabilizer. Menurut teori dari Astawan & Astawan (1988)
peran stabilizer adalah untuk mencegah terjadinya sineresis pada produk yoghurt
(pemisahan antara zat cair dan zat padat yang tidak larut dalam air), sehingga dapat
meningkatkan kekentalan yoghurt. Stabilizer ini berguna untuk meningkatkan daya ikat air
dan mencegah terjadinya pemisahan. Menurut Eskin (1990) tingkat keasaman semua
produk susu fermentasi mempunyai pH yang asam yaitu 4,5, baik pada produk yoghurt,
kefir, maupun acidophilus milk yang menggunakan kultur segar ataupun kultur komersial.
4.
KESIMPULAN
Yogurt adalah produk hasil koagulasi dari susu pasteurisasi yang memiliki konsistensi
seperti custard dengan bantuan bakteri asam laktat.
Kefir salah satu produk fermentasi yang menggunakan yeast yang memfermentasi
laktosa (Saccharomyces cereviceae) sehingga dihasilkan etil alkohol dan karbon
dioksida.
Asisten Dosen,
Fanny Kosasih
13.70.0194
5.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L., T. Setyawardani dan T. Yuni A. 2013. Penggunaan Starter Biji Kefir
Dengan Konsentrasi yang Berbeda Pada Susu Sapi Terhadap pH dan Kadar
Asam Laktat. JIP, Vol. 1(1):254-259.
Anonim_a. (2013). Limitations of L. acidophilus as the species of choice in
Lactobacillus
therapy.
http://www.lactospore.com/about/acidophiluslimitations/. Diakses tanggal 26 Mei 2016.
Antono, A., D. B. Pamuji, Sugiyartono dan Isnaeni. 2012. Daya Hambat Susu Hasil
Fermentasi Lactobacillus acidophilus Terhadap Salmonella thypimurium.
PharmaScientia, Vol. 1(2).
Astawan, M. W. & Astawan, M. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat
Guna. CV Akademika Pressindo. Jakarta.
Buckle, K.A; R.A. Edwards; G.H. Fleet; M. Wooton. (1985). Ilmu Pangan. UI Press.
Jakarta.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT.Gramedia. Jakarta.
Fellows, P. (1990). Food Processing Technology : Principles and Practise. Ellis
Horwood Limited. New York.
Gianti, I., H. Evanuarini. 2011. Pengaruh Penambahan Gula dan Lama Penyimpanan
Terhadap Kualitas Fisik Susu Fermentasi. JITHT, Vol.6(1):28-33.
Gomes, A. M. P. & Malcata, F. X. (1999). Bifidobacterium spp. And Lactobacillus
acidophilus: biological, biochemical, technological and therapeutical
properties relevant for use as probiotics. Trends in Food Science and
Technology, 10: 139-157.
Hafsah dan Astriana. 2012. Pengaruh Variasi Starter Terhadap Kualitas Yogurt Susu
Sapi. Jurnal Bionature, Vol. 13(2):96-102.
Kosikowski, F. V. (1977). Cheese and Fermented Foods. F. V. Kosikowski and
Associates. New York.
Potter, N. N & J. H. Hotchkiss. (1995). Food Science Fifth Edition. Chapman & Hall,
Inc. New York.
Purnomo, H. dan Adiono. (1987). Ilmu Pangan. Cetakan Pertama. UI Press, Jakarta.
Rahimah, S. (2011). Sifat Fisik dan Kimia Susu. Jurusan Teknologi Industri Pangan.
Universitas Padjajaran.
10
E.R.
(1982).
Fermented
milks.
In:
Fermented
Foods.
Economic
10
6.
LAMPIRAN
10
10