Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

GASTROENTERITIS AKUT e.c DISENTRIFORM (A09)


DENGAN DEHIDRASI RINGAN-SEDANG
Oleh
Ferawati
NIM. I11110041

Pembimbing:
dr. Hilmi K. Riskawa, Sp. A, M. Kes

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RS KARTIKA HUSADA
KUBU RAYA
2016

LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul :
GASTROENTERITIS AKUT e.c DISENTRIFORM (A09) DENGAN
DEHIDRASI RINGAN-SEDANG
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan kegiatan
Kepaniteraan Klinik Madya Ilmu Kesehatan Anak

Pembimbing,

dr. Hilmi K. Riskawa, Sp.A., M.Kes

Pontianak, Mei 2016


Penyusun,

Ferawati
NIM. I11110041

LAPORAN KASUS
OLEH
: FERAWATI
PEMBIMBING
: DR. HILMI KURNIAWAN RISKAWA, Sp.A, M.Kes
TANGGAL / HARI : 27 MEI 2016 / JUMAT
GASTROENTERITIS AKUT e.c DISENTRIFORM (A09) DENGAN
DEHIDRASI RINGAN-SEDANG
A.

Identitas
R, anak laki-laki berusia 1 tahun 11 bulan, nomor Rekam Medik (RM) 059319, dirawat di
Ruang Dahlia RS Kartika Husada selama 9 hari dari tanggal 13 April 2016 sampai
tanggal 21 April 2016.

B.

Anamnesis (anamnesis secara alloanamnesis tanggal 13 April 2016, perawatan hari ke-1,
hari sakit ke-1)
Keluhan Utama : Buang Air Besar (BAB) Cair
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan BAB cair sekitar 4 kali sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit (SMRS), BAB cair masih disertai ampas, warna kuning, bau biasa dan
tidak ada darah serta tidak ada lendir. Keluhan BAB cair juga disertai demam yang tidak
terlalu tinggi dan dirasakan terus menerus pada siang dan malam hari. Keluhan mual juga
dirasakan pasien namun tidak sampai muntah. Keluhan batuk, pilek, sesak napas dan
kejang pada pasien disangkal oleh ibu pasien. Nafsu makan pasien berkurang sedangkan

pasien masih mau minum dan tampak kehausan. Buang Air Kecil (BAK) terakhir 2 jam
yang lalu dan tidak ada keluhan saat BAK.
Pasien sebelumnya menderita demam yang naik turun dalam sehari, diderita
selama 7 hari dan disertai keluhan batuk berdahak. Pasien sudah berobat ke Mantri dan
keluhan demam serta batuk sudah membaik dalam tiga hari terakhir. Pasien sebelumnya
belum pernah mengalami keluhan serupa dan keluhan-keluhan yang memerlukan
perawatan di RS. Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami BAB cair serta
muntah-muntah seperti yang dialami pasien saat ini. Keluarga pasien juga tidak memiliki
riwayat kejang demam, asma, alergi dan batuk lama.
Pasien mulai tumbuh gigi pertama saat berusia 7 bulan, tengkurap saat usia 5
bulan, duduk saat berusia 7 bulan, berjalan saat berusia 12 bulan dan mulai bicara
mengucapkan ma-ma pa-pa saat berusia 11 bulan. Pasien minum air susu ibu (ASI)
namun tidak eksklusif dan lebih banyak minum susu formula. Pasien mulai diberikan
makanan tambahan pada usia 6 bulan berupa bubur nasi. Pasien mendapat imunisasi
lengkap sesuai program imunisasi dari pemerintah. Pasien lahir dari ibu dengan P2A0,
pada usia kehamilan 39 minggu, ditolong oleh bidan dan langsung menangis, berat
badan lahir 3200 gram, dengan panjang badan 48 cm. Saat hamil, ibu pasien tidak
pernah mengalami demam, sesak, darah tinggi, muntah berlebih, perdarahan melalui
jalan lahir, kejang maupun sakit kuning.
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara dan tinggal serumah dengan
orang tuanya. Ayah pasien bekerja sebagai TNI-AD dengan Golongan Tamtama (Prajurit
Kepala) dengan gaji pokok sekitar 1,7 juta dan ibu pasien sebagai ibu rumah tangga,
tinggal di Rusun yang telah disediakan untuk Tentara dan keluarganya. Air minum yang
dikonsumsi berupa air galon yang sudah sehari-hari diminum. Kegiatan mandi dan
mencuci menggunakan air sumur yang terdapat di Rusun. Pasien dan keluarga jarang
mengkonsumsi makanan yang dibeli diluar dan lebih sering makan makanan yang
dimasak sendiri. Ibu pasien mengatakan bahwa terdapat tetangganya yang dimana anakanaknya juga mengalami keluhan hampir serupa dengan pasien yakni muntah dan BAB
cair.
C.

Pemeriksaan fisik (tanggal 13 April 2016, perawatan hari ke-1, hari sakit ke-1)
1) Keadaan Umum
: Sakit sedang, tampak rewel
2) Kesadaran
: Kompos Mentis
3) Antropometri
- Berat badan
: 12 kg
- Panjang badan
: 83 cm
Status Gizi (WHO) :
- Berat Badan/Umur
: 0 SD s.d 2 SD
3

Panjang Badan/Umur
BMI
Status gizi

4) Status Generalis
Tanda Vital
- Nadi
- Napas
- Suhu
Kepala
Mata
Telinga

:
:
:
:
:
:

: 1 SD s.d -2 SD
: 0 SD s.d +1 SD
: Baik

118 kali/menit, reguler, teraba kuat


34 kali/menit, irama teratur,tipe abdominotorakal
36,9 C
Normosefali, Ubun-ubun menutup.
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kelopak mata
tampak cekung +/+, terdapat air mata saat menangis.
Tidak ada sekret, aurikula tidak hiperemis,
membran timpani intak
Tidak ada sekret, mukosa hidung tidak hiperemis
Mukosa bibir dan mulut basah, lidah tidak kotor
Faring hiperemis (-/-), tonsil T1/T1 hiperemis (-)
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Hidung
:
Mulut
:
Tenggorokan
:
Leher
:
Paru
a.
Inspeksi
: Bentuk dan gerak dada simetris
b.
Palpasi
: Fremitus taktil paru kanan dan kiri sama
c.
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
d.
Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler di paru kanan dan kiri,
tidak ada wheezing, tidak ada ronki
Jantung
: Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
Abdomen
a. Inspeksi
: Tampak datar, soepel, tidak tampak massa
b. Auskultasi
: Bising usus meningkat di seluruh lapang abdomen
c. Perkusi
: Timpani di seluruh lapang abdomen
d. Palpasi
: Hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan di regio
epigastrium, tidak ada asites, cubitan kulit abdomen kembali cepat.
Anus dan genitalia : Memiliki genitalia eksterna berjenis laki-laki, tidak ada
Ekstremitas

kelainan pada genitalia


: Akral hangat, Capillary Refill Time (CRT) < 2 detik, tidak

sianosis, tidak edema, tidak ada petekie


Kulit : Turgor kulit baik.
D.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah tanggal 13 April 2016, hasil pemeriksaan di laboratorium
Klinik Pratama Kubu Raya
- Leukosit
: 27.800/mm3
- Eritrosit
: 4,97 juta/mm3
- Hemoglobin
: 11,6 g/dl

(Normal : 4.000-12.000 /mm3 )


(Normal : 3.50-5.50 juta/mm3)
(Normal : 11,5-14,5 g/dl)
4

E.

Hematokrit
: 38,2%
Trombosit
: 543.000/mm3
% Limfosit
: 20,9%
% Granulosit
: 74,4%
WIDAL : S.typhi H 1/100, S.typhi O negatif.

Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis akut ec.
DD/ - nondisentriform
- disentriform
- amubiasis
- parasit

(Normal : 33-43%)
(Normal : 150.000-400.000/mm3 )
(Normal : 15-50%)
(Normal : 35-80%)

+ Dehidrasi ringan-sedang

F.

Diagnosis Kerja
Gastroenteritis akut ec. Nondisentriform + dehidrasi ringan-sedang.

G.

Tata Laksana
- Non-medikamentosa : menghindari transmisi fecal oral.
- Intra Venous Fluid Drop (IVFD) Ringer Laktat 30 tetes per menit mikro
- Inj. Ampicillin 4 x 500 mg i.v
- Inj. Ranitidin 2 x 15 mg i.v
- Inj. Paracetamol 3 x 150 mg i.v
- Zink sirup 1 x 1 cth

H. Pemantauan
Kamis, 14 April 2016 pukul 07.00 WIB (Perawatan hari ke-2, hari sakit ke -2)
S:

BAB cair (+) 6x, ampas (+), lendir (+), bercak darah (+), nyeri perut (+), mual (+),
muntah (-), demam (-) (terakhir demam kemarin siang).

KU : sakit sedang, tampak rewel

RR : 28 x / menit, HR : 110 x / menit, T : 370 C


BB : 12 kg
Mata : kelopak mata bawah tampak cekung +/+
Mulut : mukosa bibir basah
Abd : soefel, BU(+) meningkat, timpani, nyeri tekan (-), cubitan kulit perut kembali
cepat.
Kulit : A/r gluteal dan inguinal tampak ruam makulopapular eritem.
pemeriksaan fisik lain sama dengan sebelumnya
Gastroenteritis akut ec. dd/ Disentriform, Amubiasis + dehidrasi ringan-sedang +

diaper rash.

: - Intra Venous Fluid Drop (IVFD) Ringer Laktat 30 tetes per menit mikro
5

P:
-

Inj. Ampicillin 4 x 500 mg i.v (H2)


Inj. Ranitidin 2 x 15 mg i.v
Inj. Paracetamol 3 x 150 mg i.v
Zink sirup 1 x 1 cth
Visite dr.Hilmi, Sp.A :
+ Periksa DL dan GDS ulang
+ Periksa Feses Rutin
+ Inj. Metronidazole 150 mg (loading dose), selanjutnya 3 x 75 mg i.v (maintenance)
+ Miconazole nitrate 2.5 mg + Zn oxide 150 mg / gram gel s.ue
Hasil Lab tgl 14 April 2016 pk 11.57:

Leukosit
: 17.300/mm3
(Normal : 4.000-12.000 /mm3 )
3
Eritrosit
: 4,41 juta/mm
(Normal : 3.50-5.50 juta/mm3)
Hemoglobin
: 11,3 g/dl
(Normal : 11,5-14,5 g/dl)
Hematokrit
: 33,1%
(Normal : 33-43%)
3
Trombosit
: 504.000/mm
(Normal : 150.000-400.000/mm3 )
% Limfosit
: 39,2%
(Normal : 15-50%)
% Granulosit : 54,8%
(Normal : 35-80%)
Hasil pemeriksaan feses rutin tgl 14 April 2016 :
- Warna : kuning kecoklatan
- Konsistensi : Lembek
- Darah: negatif
- Lendir : positif
- Nanah : negatif
- Parasit : negatif
- Bau : biasa
- Leukosit : + 1-2/lpb
- Eritrosit : + 1-3/lpb
- Amoeba : negatif
- Telur cacing (Ascaris, Ancy/Necator, Trichuris, Oxyuris) : negatif
Jumat, 15 April 2016 pukul 07.00 WIB (Perawatan hari ke-3, hari sakit ke -3)
BAB 3x dari malam sampai pagi ini, konsistensi lunak, warna kuning, darah(-),
lendir(-), mual muntah (-). Demam (-), bebas demam hari ke-2.
KU : sakit ringan
RR : 24 x / menit, HR : 110 x / menit, T : 36,60 C
BB : 12 kg

S:

Mata : kelopak mata bawah tampak cekung -/6

Mulut : mukosa bibir basah


O

Abd : soefel, BU(+)normal, timpani, nyeri tekan (-), cubitan kulit perut kembali cepat.

Kulit : A/r gluteal dan inguinal tampak ruam makulopapular eritem berkurang.
pemeriksaan fisik lain sama dengan sebelumnya
Gastroenteritis akut ec. dd/ Disentriform, Amubiasis + tanpa dehidrasi + diaper rash.
-

Intra Venous Fluid Drop (IVFD) Ringer Laktat 30 tetes per menit mikro
Inj. Ampicillin 4 x 500 mg i.v (H2)
Inj. Metronidazole 3 x 75 mg i.v (maintenance)
Inj. Ranitidin 2 x 15 mg i.v
Inj. Paracetamol 3 x 150 mg i.v
Zink syrup 1 x 1 cth
- Miconazole nitrate 2.5 mg + Zn oxide 150 mg / gram gel s.ue

A
:
P:

Visite dr. Hilmi, Sp.A :


- BLPL
- Terapi pulang : Cefixime sirup 2 x 3/4cth, Paracetamol sirup 3x1cth, serta Zink syrup
1x1 cth
Sabtu, 16 April 2016 (Hari rawat 4, sakit ke-4) dan Minggu, 17 April 2016 (Hari rawat
5, sakit ke-5)
Pasien datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 4 jam sebelum masuk Rumah
Sakit (SMRS), muntah setiap kali setelah makan dan minum dan frekuensi muntah
sudah lebih dari 3 kali. Muntahan berupa makan yang dimakan, muntahan bercampur
darah tidak ada. Keluhan muntah disertai Buang Air Besar (BAB) cair sekitar 2 kali
hari ini dimana ampas masih ada, warna kuning, bau biasa namun tidak ada darah dan
tidak ada lendir. Pasien masih mau minum dan tampak kehausan. Keesokan harinya,
keluhan mual muntah masih dirasakan dan BAB cair meningkat dengan frekuensi >6
kali.
KU : sakit sedang, tampak rewel

S:

RR : 28 x / menit, HR : 110 x / menit, T : 37,20 C


BB : 11 kg
Mata : kelopak mata bawah tampak cekung +/+
Mulut : mukosa bibir kering
Abd : soefel, BU(+) meningkat, timpani, cubitan kulit perut kembali cepat.
Kulit : A/r gluteal dan inguinal tampak ruam makulopapular eritem.
7

Gastroenteritis akut ec. dd/ Disentriform, Amubiasis + dehidrasi ringan-sedang +

diaper rash.
- IVFD RL 25 tpm mikro
- Inj. Cefotaxime 2 x 500mg i.v
- Inj. Ranitidin 2x 10 mg i.v
- Inj. Ondansentron 3x1 mg i.v
- Miconazole nitrate 2.5 mg + Zn oxide 150 mg / gram gel s.ue
- Pemeriksaan DL ulang hari Senin, tanggal 18 April 2016.

A
:
P:
S:

Senin, 18 April 2016 Pukul 15.00 WIB (Perawatan hari ke 6, hari sakit ke 6)
Muntah (-), mual (-), Demam (+) sejak kemarin sore, sudah diberikan parasetamol
infus namun demam hanya turun sebentar, BAB cair (+) 2x pagi ini dengan ampas (+)
meningkat, darah (-), lendir (-). BAB cair bercampur darah (+) 1x sore ini.
Ibu pasien mengatakan bahwa abang pasien juga masuk RS dan saat ini berada di

UGD karena keluhan BAB cair dan mual muntah.


O: KU : sakit sedang, tampak lemah
RR : 32 x / menit, HR : 120 x / menit, T : 38,6 0 C.
BB : 11 kg
Pemeriksaan fisik sama dengan sebelumnya.
Hasil Laboratorium Pukul 05.59 WIB

- Leukosit
- Eritrosit
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Trombosit
- % Limfosit
- % Granulosit
Gastroenteritis akut ec. dd/

diaper rash.
IVFD RL 20 tpm mikro

: 27.000/mm3 (Normal : 4.000-12.000 /mm3 )


: 4,25 juta/mm3 (Normal : 3.50-5.50 juta/mm3)
: 11,0 g/dl
(Normal : 11,5-14,5 g/dl)
: 32,0%
(Normal : 33-43%)
: 521.000/mm3 (Normal: 150.000-400.000/mm3 )
: 9,8%
(Normal : 15-50%)
: 84,9%
(Normal : 35-80%)
Disentriform, Amubiasis + dehidrasi ringan-sedang +

Inj. Cefotaxime stop, diganti Inj. Ceftriaxon 2x500 mg i.v


Inf. Metronidazole 1x150 (loading dose) 3 x 75mg (maintenance)
Inf. Paracetamol 4x150 mg i.v
Inj. Antrain 150mg (bila demam >39C)
Inj. Ranitidin 2x10mg i.v
8

Inj. Ondansentron 3x1mg i.v


Zinc sirup 1x1cth p.o
Loperamid 2x0,5mg p.o

Selasa, 19 April 2016 Pukul 06.30 WIB (Perawatan hari ke 7, hari sakit ke 7)
Demam (-) (Bebas demam H1), BAB cair (+) sekitar 3x kemarin malam dan 3x

pagi ini, ampas (+), darah (-), lendir (-), muntah (+) 2x isi susu yang diminum.
KU : sakit sedang
RR : 24 x / menit, HR : 120 x / menit, T : 370C
BB : 11 kg

Pemeriksaan fisik sama dengan sebelumnya


Gastroenteritis akut ec. dd/ Disentriform, Amubiasis + dehidrasi ringan-sedang +

diaper rash.
Terapi lain dilanjurkan
Rabu, 20 April 2016 Pukul 07.00 WIB (Perawatan hari ke 8, hari sakit ke 8) dan

Kamis, 21 April 2016 (perawatan hari ke 9, hari sakit ke 9)


Demam (-), sudah bebas demam 3 hari, mual (-), muntah (-), BAB cair (+) 2x
pagi ini dengan ampas (+) meningkat, darah (-), lendir (-). Infus pasien dilepas

karena flebitis.
KU : sakit ringan
RR : 24 x / menit, HR : 120 x / menit, T : 36,60C
BB : 11 kg
Mata : kelopak mata bawah tampak cekung (-/-)
Mulut : mukosa bibir basah
Abd : BU (+) normal.

Pemeriksaan fisik lain sama dengan sebelumnya.


Gastroenteritis akut ec. dd/ Disentriform, Amubiasis + tanpa dehidrasi + diaper

rash.
Terapi ganti oral :
Cefixime sirup 2x3/4 cth p.o
Metronidazole sirup 3x1cth p.o
Zink sirup 1x1cth p.o
Loperamid 2x0,5mg p.o
Pasien BLPL, terapi oral sebelumnya dilanjutkan

Saran: Pemeriksaan feses rutin ulang, kultur feses dan tes sensitifitas, tes serologi untuk
amoeba.
9

I. Prognosis
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanactionam

: ad Bonam
: ad Bonam
: dubia ad Bonam

J. Diagnosis akhir
Gastroenteritis akut e.c Disentriform + Tanpa dehidrasi + diaper rash (perbaikan).

K. Ringkasan
Pasien anak R, usia 1 tahun 11 bulan datang ke RS Kartika Husada dengan
keluhan diare sekitar 4 kali sejak 1 hari SMRS, diare dengan feses berwarna kuning,
ampas yang masih ada, sedangkan darah dan lendir tidak ada. Keluhan diare ini disertai
nausea dan anorexia, namun pasien masih mampu minum dan tampak kehausan. Diare
juga disertai febris yang telah diatasi pasien dengan antipiretik sebelum ke RS. Riwayat
alergi, asma, kejang, febris, batuk dan pilek saat ini disangkal. Keluhan diare pada
anggota keluarga lain disangkal pada awal masuk RS, namun selama perawatan
didapatkan bahwa kakak pasien baru saja juga menderita diare seperti yang dialami
pasien. Riwayat imunisasi dasar lengkap dan pasien tidak mendapat ASI eksklusif 6
bulan. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak sakit sedang, tampak rewel, mata
tampak cekung, mukosa bibir tampak basah, turgor kulit baik, bising usus meningkat,
terdapat adanya diaper rash. Hasil pemeriksaan darah didapatkan adanya leukositosis dan
trombositosis. Selama perawatan yakni pada hari sakit ke-2, terdapat keluhan diare
bercampur darah dan lendir serta nyeri perut. Pasien didiagnosis menderita gastroenteritis
akut e.c dd/ disentriform, amubiasis dengan dehidrasi ringan-sedang dan diaper rash.
Selama dirawat di RS, pasien mendapat terapi Rehidrasi dengan infus Ringer Laktat,
obat-obatan berupa antipiretik, antiemetik, antagonis reseptor histamin H2, zink,
antibiotik dan antimotilitas.
L. Pembahasan
Permasalahan pada kasus ini adalah penegakan diagnosis, tatalaksana, dan
prognosis.
Penentuan dan penegakan diagnosis pada pasien ini dilakukan dengan
berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang yang
dilakukan saat pertama kali masuk RS dan juga perkembangan selama perawatan. Pada
pasien ini didapatkan gejala dan tanda berupa BAB cair dengan frekuensi lebih dari tiga
kali yang berlangsung masih kurang dari 14 hari, adanya mual, nafsu makan menurun,
10

demam, masih mau minum dengan lahap dan tampak kehausan, kondisi umum rewel,
mata tampak cekung, mukosa bibir tampak kering, serta turgor kulit masih baik dimana
gejala dan tanda tersebut mengarah pada gastroenteritis akut dan sudah terjadi adanya
dehidrasi. Gastroenteritis akut atau diare akut sendiri adalah buang air besar lebih dari 3
kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 14 hari.1,2 Di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
Anak dikatakan diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali. 3 Seorang anak dikatakan
mengalami dehidrasi berat apabila terdapat dua atau lebih dari tanda berikut yakni letargis
atau tidak sadar, mata cekung, cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( 2 detik), serta
tidak bisa minum atau malas minum. Sedangkan dehidrasi ringan-sedang diderita oleh
anak yang memiliki dua atau lebih tanda berikut yakni gelisah/rewel, haus dan minum
dengan lahap, mata cekung, cubitan kulit perut kembalinya lambat. 1 Pada pasien
didapatkan adanya gejala dehidrasi ringan-sedang yakni pasien rewel, tampak kelopak
mata bawah agak cekung, mukosa bibir kering dan pasien masih minum dengan lahap dan
haus. Tanda diare lain yang terdapat pada pasien adalah peningkatan peristaltik usus serta
tampak adanya diaper rash.
Menurut Riskedas 2007, diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi
dan 25,5% pada anak usia 1-4 tahun. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak.
Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan
oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat
menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Di negara-negara maju
terutama pada anak-anak (<5 tahun), diare sering merupakan akibat dari infeksi virus
enterik (terutama kelompok A rotavirus). Kelompok penyebab diare kedua yang paling
umum adalah infeksi bakteri Salmonella spp, Campylobacter spp, Shigella spp, dan
Escherichia coli.2 Pada negara berkembang, infeksi bakteri dan parasit lebih predominan
daripada infeksi virus (rotavirus). Bakteri patogen yang sering di isolasi adalah E. Coli,
Shigella spp, Salmonella spp, dan Vibrio Cholerae. Parasit penyebab diare dapat berupa
protozoa seperti Entamoeba histolytica dan Giardia intestinalis serta golongan
Helminths.4
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir
dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri
11

seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada
pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta
mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare
disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar
tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali,
namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat
cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin juga tidak ditemukan leukosit. Pada
pasien ini, saat sakit hari pertama atau keluhan saat masuk RS tidak ditemukan keluhan
diare yang disertai lendir maupun darah, namun dalam perkembangannya kondisi pasien
saat perawatan tampak tidak adanya perbaikan dimana saat hari sakit ke-2 muncul BAB
cair bercampur darah dan lendir, nyeri perut serta sebelumnya terdapat demam sehingga
pasien ini dapat diklasifikasikan sebagai diare inflamasi.2,5,6
Munculnya darah yang terlihat dalam feses pada pasien dengan demam
umumnya

mengindikasikan

adanya

infeksi

oleh

pathogen,

seperti

Shigella,

Campylobacter jejuni, Salmonella, atau Entamoeba histolytica. Pemeriksaan laboratorium


lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu
mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab
lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan
darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. 4 Pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan pada pasien berupa pemeriksaan darah lengkap, Widal
dan juga pemeriksaan feses saat hari sakit kedua. Pada pemeriksaan darah lengkap
didapatkan adanya leukositosis dan trombositosis. Leukositosis dapat menunjukkan
adanya tanda infeksi, dan trombositosis pada pasien mengarah pada trombositosis
sekunder. Trombositosis sekunder (reaktif) sering terjadi setelah infeksi, dimana terjadi
proses peningkatan pelepasan sitokin sebagai respon terhadap infeksi dan inflamasi,
Trombopoetin (TPO) dan interleukin 6, suatu sitokin primer untuk pembentukan
trombosit akan meningkat sebagai respon awal dan merangsang peningkatan produksi
trombosit.7 Hasil pemeriksaan Widal membantu menyingkirkan kecurigaan terhadap
penyakit demam tifoid pada awalnya. Hasil pemeriksaan feses pasien menunjukkan
kelainan hanya berupa ditemukan adanya lendir, sedangkan untuk darah, amuba dan telur
cacing tidak ditemukan. Hasil tersebut tidak sesuai dengan keluhan yang disampaikan ibu
pasien yang melihat sendiri terdapat adanya darah dalam feses pasien. Pemeriksaan feses
hanya dilakukan sekali dan tidak dilakukan pemeriksaan kembali saat masuk ke RS

12

kembali untuk kedua kalinya sehingga disarankan perlu untuk dilakukan pemeriksaan
feses serial.
Diagnosa akhir pada pasien ini lebih mengarah pada GEA yang disebabkan oleh
disentri basiler atau disentri yang disebabkan oleh bakteri dibandingkan dengan disentri
amoeba. Hal ini berdasarkan data epidemiologi yang menyebutkan bahwa pada usia
dibawah 5 tahun, kasus disentri umumnya disebabkan oleh Shigella atau disentri basiler.
Pada kasus ini, keluhan diare juga muncul mendadak, nyeri perut ada namun tidak sering,
feses bercampur darah hanya muncul 2 kali selama diare dan lebih dominan lendir serta
adanya demam yang kadang-kadang menolong penegakan diagnosa ke arah disentri
basiler.
Pada pasien ini diberikan rehidrasi dengan infus RL, antibiotik, antiemetik,
antagonis reseptor histamin H2, zink, dan antimotilitas. Pada anak didapatkan adanya
dehidrasi ringan-sedang sehingga diberikan cairan dengan kecepatan 2-3 cc/kgBB/jam
dan didapatkan pemberian dengan kecepatan 30 tpm mikro. Pemberian antibiotik
ampicillin dan kemudian cefotaxime diberikan karena adanya peningkatan leukosit,
sehingga dicurigai adanya infeksi bakteri flora normal usus, terutama E.coli dan juga
dicurigai adanya infeksi oleh bakteri Shigella karena gejala disentri yang muncul.
Cefotaxime juga diberikan untuk mencegah infeksi nosokomial. Pada pasien ini,
pengobatan dengan cefotaxime selama 2 hari tidak terjadi perbaikan sehingga diberikan
antibiotik lini kedua yakni ceftriakson dan diberikan tambahan metronidazol karena
adanya kecurigaan infeksi amoeba. Penegakan diagnosis amubiasis sebenarnya dengan
ditemukannya trofozoid pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang
berbentuk. Pada feses pasien ini tidak ditemukan parasit amoeba sehingga mungkin
diperlukan pemeriksaan sereal karena ekskresi kista sering terjadi intermiten.
Zink merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan perkembangan anak.
Zinc hilang dalam jumlah banyak selama diare. Penggantian zinc yang hilang ini penting
untuk membantu kesembuhan anak dan menjaga anak tetap sehat di bulan-bulan
berikutnya. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini
memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki evidence based yang bagus.
Beberapa penelitian telah membuktikannya pemberian zinc yang dilakukan di awal masa
diare selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zink pada pasien anak penderita kolera
dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.1,2,9

13

Dasar pemikiran penggunaan zink dalam pengobatan diare akut didasarkan pada
efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan
terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zink pada diare
dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan
regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan
respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pemberian zink dapat
menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko
terjadinya dehidrasi pada anak.7 Dosis zink untuk anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg
(1/2 tablet) per hari dan anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari. Zinc
diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk
bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak
yang lebih besar, zink dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.2,9
Pada pasien diberikan ondansentron yang merupakan antagonis serotonin
selektif yang merupakan anti emesis yang kuat dengan melawan refleks muntah dari usus
halus dan stimulasi CTZ yang disebabkan oleh serotonin. Pada pasien juga diberikan
ranitidin untuk membantu pengendalian muntah yang diakibatkan oleh asam lambung
dimana ranitidin merupakan antagonis H2-reseptor yang secara selektif menempati
reseptor histamin H2 di permukaan sel-sel parietal sehingga sekresi asam lambung dan
pepsin sangat dikurangi. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dan antipiretik ini
bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin sehingga menurunkan suhu tubuh
yang demam. Pemberian antimotilitas yaitu loperamide diharapkan dapat mengurangi
diare dan memperpendek durasi diare itu sendiri.
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak
langsung melalui lalat ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field). Faktor resiko yang dapat
meningkatkan penularan enteropatogen antara lain : tidak memberikan ASI secara penuh
untuk 4 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih,
pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan
dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan
cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita
dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita
campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.2 Sehingga, pada keluarga pasien
14

dilakukan edukasi untuk mencegah transimisi fekal oral yaitu dengan cara menjaga
kebersihan diri, anak, lingkungan sekitar anak. Hal-hal yang bisa dilakukan adalah
dengan selalu memasak air minum hingga matang, mencuci bersih tangan setelah
membersihkan kotoran anak dengan menggunakan sabun sebelum menyentuh ataupun
memberi makan atau minum pada anak, mencuci bersih peralatan masak, botol susu serta
merebus atau direndam menggunakan air panas sebelum dipakai kembali.
Prognosis pada anak umumnya baik dengan pengawasan dan terapi yang
adekuat. Prognosis pada pasien quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien
saat ini tidak mengancam nyawa. Prognosis quo ad functionam adalah bonam karena
organ vital pasien masih berfungsi dengan baik. Prognosis quo ad sanactionam adalah
dubia ad bonam karena kekambuhan pada GEA dapat terjadi bila keluarga pasien tidak
memperhatikan pengobatan yang tepat dan memperhatikan hygiene sehingga infeksi
ulang juga sewaktu-waktu dapat terjadi. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat
dilakukan tindakan pencegahan terjadinya GEA ulang.
Pasien dapat dipulangkan karena kondisi klinis yang sudah membaik dimana
pasien mulai aktif bergerak, nafsu makan membaik, sudah tidak ada keluhan muntah dan
BAB cair serta demam, dan tanda-tanda dehidrasi menghilang.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta : World Health Organization Indonesia. 2009. Hal 131
2. Subagyo, Bambang dan Nurtjhajo Budi Santoso, Diare Akut, Buku Ajar Gastroenterologi
Hepatologi. Jilid 1. Jakarta. UKK Gastroenterologi Hepatologi IDAI. 2009. Hal 90-123.
3. Hassan, R., dan Alatas H. Gastroenterologi. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika.
2005. Hal 283-284.
4. Farthing M, et al. Acute diarrhea in adults and children: a global perspective. World
Gastroenterology Organisation. 2012.
5. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et
al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange
Medical Books, 2003. Hal 225 - 68.
6. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors.
Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2 nd edition. New York: Lange
Medical Books, 2003. Hal 131 - 50.
7. Lubis B, Rosdiana N. Trombositosis. Dalam: Permono B,Sutaryo, Ugrasena IDG,
Windiastuti E, Abdulsalam M, Penyunting. Buku ajar hematology onkologi anak. Badan
penerbit IDAI.2005. Hal 169-73.
8. Pardede SO, et al. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Jakarta. 2011.
9. Artama, W Dharma et al., Peran Suplementasi Mineral Mikro Seng Terhadap
Kesembuhan Diare, Sari Pediatri, Vol.7, No.1, 2005: 15-18

16

Anda mungkin juga menyukai