TINJAUAN PUSTAKA
Yang kedua dan ketiga adalah sistem proprioseptif dan sistem optic. Sistem proprioseptif
mengirimkan informasi sensorik tentang gerakan dan posisi tubuh. Reseptor untuk indera
proprioseptif terdapat dalam otot, sendi, ligament, jaringan penyekat. Sensasi-sensasi yang
berasal dari sistem proprioseptif berkaitan dengan sistem vestibuler. Sensasi yang dimaksud
mengacu pada sensasi dari kepala, posisi tubuh ketika seseorang bergerak aktif. Sistem optic
adalah serabut saraf optikus.5
Gambar 2. Sistem Vestibuler
1. Tahapan Transduksi
Rangsangan gerakan diubah reseptor vestibuler (hair cell), visus (rod and cone
cells)dan proprioseptik, menjadi impuls saraf. Dari ketiga reseptor tersebut, reseptor
vestibuler menyumbang informasi terbesar dibanding dengan kedua reseptor lainnya,
yaitu lebih dari 55%. Mekanisme transduksi hair cells vestibulum berlangsung ketika
rangsangan gerakan membangkitkan gelombang pada endolimfe yang mengandung ion K
(kalium). Gelombang endolimfe akan menekuk rambut sel (stereocillia) yang kemudian
membuka/menutup kanal ion K bila tekukan stereocillia mengarah ke kinocillia (rambut
sel terbesar) maka timbul influksion K dari endolimfe ke dalam hair cells yang
selanjutnya akan mengembangkan potensialaksi. Akibatnya kanal ion Ca (Kalsium) akan
terbuka dan ion masuk ke dalam hair cells. Influks ion Ca bersama potensial aksi
merangsang pelepasan neurotransmitter (NT) ke celah sinaps untuk menghantarkan
(transmisi) impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen vestibularis dan selanjutnya
menuju ke pusat AKT.5
2. Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari hair cells dihantarkan oleh saraf aferen vestibularis
menuju ke otak dengan neurotransmitter glutamate.
3. Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat AKT, antara
lain :
Inti vestibularis
Vestibulo-serebelum
Inti okulo motorius
Hipotalamus
Formasio retikularis
Korteks prefrontal dan limbik struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan
memberi respons yang sesuai. Bila rangsangan yang masuk sifatnya berbahaya maka akan
disensitisasi. Sebaliknya, bila bersifat biasa saja maka responsnya adalah habituasi. Selanjutnya
adalah tahap persepsi.
Namun, tidak jarang vertigo merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya, obat,
hipotensi, penyakit endokrin, dan sebagainya).6
Berbeda dengan vertigo, dizziness atau pusing merupakan suatu keluhan yang umum
terjadi akibat perasaan disorientasi, biasanya dipengaruhi oleh persepsi posisi terhadap
lingkungan. Dizziness sendiri mempunyai empat subtipe, yaitu vertigo, disekuilibrium tanpa
vertigo, presinkop, dan pusing psikofisiologis.
Tabel 1. Subtipe dizziness
C. Epidemiologi
Dari keempat subtype dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan sampai
dengan 56,4% pada populasi orang tua.1 Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak-anak
tidak diketahui,tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia,
dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam
periode satu tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai paroxysmal vertigo yang
disertai dengan gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia)6
D. Klasifikasi
Jenis vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang
mengalami kerusakan, yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral. Saluran vestibular adalah salah
satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke
otak untuk menjaga keseimbangan. Vertigo perifer terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang
disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol
keseimbangan. Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo perifer antara lain
penyakit seperti Benign Paroxysmal Position Vertigo (BPPV) gangguan akibat kesalahan
pengiriman pesan, penyakit Menieres diseases (gangguan keseimbangan yang sering kali
menyebabkan kehilangan pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf
keseimbangan), dan labirinitis (radang di bagian dalam pendengaran). Sedangkan vertigo sentral
terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf
keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
E. Patofisiologi 7,8,9
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsikan oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori tentang vertigo, yaitu :
pada kepala. Bangkitan pada BPPV terjadi lebih mendadak dan berat dan tidak ditemukan
adanya tanda fokal otak.
F. Pemeriksaan
a. Anamnesis
Hal pertama yang ditanyakan adalah bentuk vertigonya, melayang, goyang,
berputar tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga
keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan
tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil waktu, apakah timbul akut atau perlahanlahan, hilang-timbul, paroksismal, kronik, progresif atau mambaik. Beberapa
penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah juga ada
gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat
vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin,
kanamisin,
salisilat,
antimalarial,
dan
lain-lain
yang
diketehui
ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit
jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma akustik.
b. Pemeriksaan Neurologis10
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik, tekanan darah
diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising karotis, irama (denyut)
jantung dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :
1. Fungsi Vestibuler/serebral
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup
badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelaianan serebral badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.8
G. Tatalaksana
Penatalaksanaan vertigo terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:12
1. Terapi Kausal, sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui kausanya sehingga terapi
lebih banyak bersifat simtomatik dan rehabilitatif.
Tabel 4. Terapi vertigo berdasarkan penyebab
2. Terapi Simtomatik, pengobatan ini ditujukan pada dua gejala utama yaitu rasa vertigo
(berputar, melayang) dan gejala otonom (mual, muntah). Gejala vestibular akut yang
disebabkan oleh gangguan perifer diterapi dengan antiemetic dan obat penekan
vestibular, antihistamin anti-vertigo pada antihistamin (seperti obat betahistin) tidak
berkaitan dengan potensinya sebagai antagonis histamine, tetapi bersifat khas dan
bukan hanya merupakan kemampuan menekan pusat muntah di batang otak.
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan serangan vertigo yang disertai
mual-muntah hebat, sehingga belum memungkinkan untuk dilakukan tindakan
maneuber diagnostic. Preparat yang diberikan adalah golongan vestibular depresan
disertai anti-emetik. Senyawa betahistin (suatu analog histamine) dapat meningkatkan
sirkulasi di telinga dalam sehingga dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo.
3. Terapi Rehabilitatif, yang bertujuan untuk membangkitkan dan mengingkatkan
kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular. Mekanisme
kompensasi ini dapat dipacu tumbuhnya dengan jalan memberikan rangsangan terhadap
alat keseimbangan di telinga bagian dalam (vestibula), rangsangan terhadap visus dan
juga proprioseptik.
Non-Medikamentosa13
Benign Paroxysmal Positional Vertigo, banyak penelitian yang membuktikan dengan
pemberian terapi dengan maneuver reposisi partikel/Particle Repositioning Maneuver (PRM)
dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari maneuver-manuver yang ada bervariasi
mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan maneuver seperti mual, muntah,
vertigo, dan nystagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat
saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal.
Setelah maneuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit
untuk menghindari risiko jatuh. Tujuan maneuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan
partikel ke posisi awalnya yaitu pada macula utrikulus. Ada lima maneuver yang dapat dilakukan
tergantung dari varian BPPVnya.
1. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Penderita diminta
untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45o, lalu penderita berbaring dengan
kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. lalu kepala ditolehkan 90o ke sisi
sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dan dipertahankan 30-60 detik.
Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk
secara perlahan.
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal
posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45 o ke sisi yang
sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit.
ada nystagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring
di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.
3. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri
oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah maneuver
Epley atau Semont. Latihan ini dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi
sehingga dapat menjadi kebiasaan.
4. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling
360o, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90 o ke sisi yang
sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh
ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi
90o dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masingmasing gerakkan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel
sebagai respon terhadap gravitasi.
b.
c.
d.
e.
f.
H. Prognosis