Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan


Tubuh membutuhkan keseimbangan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk
mengatur keseimbangan tersebut, terdapat 3 sistem yang berperan penting, yaitu sistem
vestibuler (labirin apparatus vestibularis), nervus verstibularis, dan vestibular sentral. Labirin
terletak di dalam pars petrosa os temporalis dan terbagi menjadi cochlea sebagai alat
pendengaran dan apparatus vestibularis sebagai alat keseimbangan.4
Apparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolit dan tiga pasang kanalis
semisirkularis. Di dalam organ otolit terdapat sakulus dan utrikulus yang berfungsi untuk
mempertahankan keseimbangan. Kanalis semisirkularis berisi peri perilimfe, sedangkan duktus
semisirkularis berisi endolimfe.4

Gambar 1. Apparatus vestibularis

Yang kedua dan ketiga adalah sistem proprioseptif dan sistem optic. Sistem proprioseptif
mengirimkan informasi sensorik tentang gerakan dan posisi tubuh. Reseptor untuk indera
proprioseptif terdapat dalam otot, sendi, ligament, jaringan penyekat. Sensasi-sensasi yang
berasal dari sistem proprioseptif berkaitan dengan sistem vestibuler. Sensasi yang dimaksud

mengacu pada sensasi dari kepala, posisi tubuh ketika seseorang bergerak aktif. Sistem optic
adalah serabut saraf optikus.5
Gambar 2. Sistem Vestibuler

1. Tahapan Transduksi
Rangsangan gerakan diubah reseptor vestibuler (hair cell), visus (rod and cone
cells)dan proprioseptik, menjadi impuls saraf. Dari ketiga reseptor tersebut, reseptor
vestibuler menyumbang informasi terbesar dibanding dengan kedua reseptor lainnya,
yaitu lebih dari 55%. Mekanisme transduksi hair cells vestibulum berlangsung ketika
rangsangan gerakan membangkitkan gelombang pada endolimfe yang mengandung ion K
(kalium). Gelombang endolimfe akan menekuk rambut sel (stereocillia) yang kemudian
membuka/menutup kanal ion K bila tekukan stereocillia mengarah ke kinocillia (rambut
sel terbesar) maka timbul influksion K dari endolimfe ke dalam hair cells yang
selanjutnya akan mengembangkan potensialaksi. Akibatnya kanal ion Ca (Kalsium) akan
terbuka dan ion masuk ke dalam hair cells. Influks ion Ca bersama potensial aksi
merangsang pelepasan neurotransmitter (NT) ke celah sinaps untuk menghantarkan
(transmisi) impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen vestibularis dan selanjutnya
menuju ke pusat AKT.5
2. Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari hair cells dihantarkan oleh saraf aferen vestibularis
menuju ke otak dengan neurotransmitter glutamate.

3. Tahap Modulasi

Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat AKT, antara
lain :

Inti vestibularis
Vestibulo-serebelum
Inti okulo motorius
Hipotalamus
Formasio retikularis

Korteks prefrontal dan limbik struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan
memberi respons yang sesuai. Bila rangsangan yang masuk sifatnya berbahaya maka akan
disensitisasi. Sebaliknya, bila bersifat biasa saja maka responsnya adalah habituasi. Selanjutnya
adalah tahap persepsi.

Gambar 3. Skema Keseimbangan Tubuh


B. Definisi
Vertigo berasal dari Bahasa Latin vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti
kondisi. Vertigo merupakan subtype dari dizziness yang secara definitif merupakan ilusi
gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap
lingkungan atau sebaliknya. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun
miring, tetapi gejala seperti ini lebih jarang dirasakan. Kondisi ini merupakan gejala kunci yang
menandakan adanya gangguan sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan labirin.

Namun, tidak jarang vertigo merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya, obat,
hipotensi, penyakit endokrin, dan sebagainya).6
Berbeda dengan vertigo, dizziness atau pusing merupakan suatu keluhan yang umum
terjadi akibat perasaan disorientasi, biasanya dipengaruhi oleh persepsi posisi terhadap
lingkungan. Dizziness sendiri mempunyai empat subtipe, yaitu vertigo, disekuilibrium tanpa
vertigo, presinkop, dan pusing psikofisiologis.
Tabel 1. Subtipe dizziness

C. Epidemiologi
Dari keempat subtype dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan sampai
dengan 56,4% pada populasi orang tua.1 Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak-anak
tidak diketahui,tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia,
dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam
periode satu tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai paroxysmal vertigo yang
disertai dengan gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia)6
D. Klasifikasi
Jenis vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang
mengalami kerusakan, yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral. Saluran vestibular adalah salah
satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke
otak untuk menjaga keseimbangan. Vertigo perifer terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang
disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol
keseimbangan. Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo perifer antara lain
penyakit seperti Benign Paroxysmal Position Vertigo (BPPV) gangguan akibat kesalahan
pengiriman pesan, penyakit Menieres diseases (gangguan keseimbangan yang sering kali
menyebabkan kehilangan pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf
keseimbangan), dan labirinitis (radang di bagian dalam pendengaran). Sedangkan vertigo sentral

terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf
keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular

Tabel 3. Perbedaan Vertigo Sentral dan Vertigo Perifer

E. Patofisiologi 7,8,9
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsikan oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori tentang vertigo, yaitu :

1. Teori Rangsang Berlebihan (Over Stimulation)


Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsangan yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo,
nystagmus, mual dan muntah.
2. Teori Konflik Sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokkan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioseptif, atau
ketidakseimbangan/asimetris masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokkan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul
respons yang dapat berupa nystagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit
berjalan (gangguan vertibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari
sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan
gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori Neural Mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakkan tertentu, sehingga jika pada suatu saat
dirasakan gerakkan yang aneh/tidak sesuai dengan pola 3 gerakkan yang telah tersimpan,
timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakkan yang baru tersebut dilakukan
berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi
timbul gejala.
4. Teori Otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakkan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistem simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistem parasimpatis mulai berperan.
5. Teori Neurohumoral
Di antaranya adalah teori histamin (Takeda), teori dopamine (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmitter tertentu dalam
mempengaruhi sistem saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
Keseimbangan sistem simpatis dan parasimpatis.
Gambar 4. Skema keadaan sistem simpatis dan parasimpatis pada keadaan normal,
Keterangan:
motion sickness dan adapted
SYM : Sympathic
Nervous System
PAR : Parasympathic
Nervous System

6. Teori Cupulolithiasis dan Canalolithiasis


Menurut teori cupulolithiasis, deposit cupula (heavy cupula) akan memicu efek gravitasi
pada krista. Namun, gerakkan debris yang bebas mengambang adalah mekanisme
patofisiologi yang saat ini diterima sebagai ciri khas BPPV. Menurut teori canalolithiasis,
partikel mengambang bebas bergerak di bawah pengaruh gravitasi ketika merubah posisi
kanal dalam bidang datar vertical. Tarikan hidrodinamik partikel menginduksi aliran

endolimfe, menghasilkan perpindahan copular dan yang terpenting mengarah ke respon


yang khas diamati.
Gambar 5. Perpindahan otoknia dari urtikulus ke bagian lain dari telinga
Gejala yang akan ditimbulkan pada BPPV berupa rasa berputar yang episodic dan disertai
mual atau muntah, gangguan pendengaran dapat terjadi dan dipicu oleh adanya gerakkan

pada kepala. Bangkitan pada BPPV terjadi lebih mendadak dan berat dan tidak ditemukan
adanya tanda fokal otak.
F. Pemeriksaan
a. Anamnesis
Hal pertama yang ditanyakan adalah bentuk vertigonya, melayang, goyang,
berputar tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga
keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan
tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil waktu, apakah timbul akut atau perlahanlahan, hilang-timbul, paroksismal, kronik, progresif atau mambaik. Beberapa
penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah juga ada
gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat
vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin,
kanamisin,
salisilat,
antimalarial,
dan
lain-lain
yang
diketehui
ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit
jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma akustik.
b. Pemeriksaan Neurologis10
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik, tekanan darah
diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising karotis, irama (denyut)
jantung dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :
1. Fungsi Vestibuler/serebral
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup
badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelaianan serebral badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.8

Gambar 6. Uji Romberg


b. Tandem Gait8
Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang dan pada
kelainan serebral penderita akan cenderung jatuh.

Gambar 7. Tandem Gait


c. Uji Unterberger
Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu
menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah sisi lesi dengan gerakkan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nystagmus dengan fase lambat
kea rah lesi.8

Gambar 8. Unterberger Test


d. Past-ponting Test (Uji Tunjuk Barany)
Jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita diminta
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuk telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan
terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah sisi lesi.
Gambar 9. Past-Pointing Test

c. Pemeriksaan Fisik Oto-neurologi9


Untuk menentukan apakah letak lesi berada di sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nystagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Dari
posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang
dengan cepat sehingga kepalanya menggantung 45o di bawah garis
horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45o ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nystagmus, dengan
uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

Gambar 10. Uji Dix Hallpike


Perifer, vertigo dan nystagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik,
hilangnya dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral,
tidak ada periode laten, nystagmus dan vertigo berlangsung lebih dari
1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30o, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertical. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30oC) dan air hangat (44oC) masingmasing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus
yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai
hilangnya nystagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah jika
abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsangan air
hangat maupun dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika
abnormalitas ditemukan pada arah nystagmus yang sama di masingmasing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau
n. VIII, sedangkan directional prepomderance menunjukkan lesi
sentral.
c. Elektronistagmogram

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk


merekam gerakkan mata pada nystagmus, dengan demikian nystagmus
tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
d. Pemeriksaan Penunjang11
1. Pemeriksaan laboratorium rutin (darah, urin dan pemeriksaan lain sesuai
indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG)
4. Pencitraan CT-Scan, arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI).

G. Tatalaksana
Penatalaksanaan vertigo terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:12
1. Terapi Kausal, sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui kausanya sehingga terapi
lebih banyak bersifat simtomatik dan rehabilitatif.
Tabel 4. Terapi vertigo berdasarkan penyebab

2. Terapi Simtomatik, pengobatan ini ditujukan pada dua gejala utama yaitu rasa vertigo
(berputar, melayang) dan gejala otonom (mual, muntah). Gejala vestibular akut yang
disebabkan oleh gangguan perifer diterapi dengan antiemetic dan obat penekan
vestibular, antihistamin anti-vertigo pada antihistamin (seperti obat betahistin) tidak
berkaitan dengan potensinya sebagai antagonis histamine, tetapi bersifat khas dan
bukan hanya merupakan kemampuan menekan pusat muntah di batang otak.
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan serangan vertigo yang disertai
mual-muntah hebat, sehingga belum memungkinkan untuk dilakukan tindakan
maneuber diagnostic. Preparat yang diberikan adalah golongan vestibular depresan
disertai anti-emetik. Senyawa betahistin (suatu analog histamine) dapat meningkatkan
sirkulasi di telinga dalam sehingga dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo.
3. Terapi Rehabilitatif, yang bertujuan untuk membangkitkan dan mengingkatkan
kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular. Mekanisme
kompensasi ini dapat dipacu tumbuhnya dengan jalan memberikan rangsangan terhadap

alat keseimbangan di telinga bagian dalam (vestibula), rangsangan terhadap visus dan
juga proprioseptik.
Non-Medikamentosa13
Benign Paroxysmal Positional Vertigo, banyak penelitian yang membuktikan dengan
pemberian terapi dengan maneuver reposisi partikel/Particle Repositioning Maneuver (PRM)
dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari maneuver-manuver yang ada bervariasi
mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan maneuver seperti mual, muntah,
vertigo, dan nystagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat
saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal.
Setelah maneuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit
untuk menghindari risiko jatuh. Tujuan maneuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan
partikel ke posisi awalnya yaitu pada macula utrikulus. Ada lima maneuver yang dapat dilakukan
tergantung dari varian BPPVnya.
1. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Penderita diminta
untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45o, lalu penderita berbaring dengan
kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. lalu kepala ditolehkan 90o ke sisi
sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dan dipertahankan 30-60 detik.
Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk
secara perlahan.

Gambar 11. Epley Manuver


2. Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal
posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45 o ke sisi yang
sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit.
ada nystagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring
di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.

Gambar 12. Semont Manuver

3. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri
oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah maneuver
Epley atau Semont. Latihan ini dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi
sehingga dapat menjadi kebiasaan.

Gambar 13. Brandt-Daroff exercise

4. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling
360o, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90 o ke sisi yang
sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh
ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi
90o dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masingmasing gerakkan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel
sebagai respon terhadap gravitasi.

Gambar 14. Manuver Lempert


5. Forced Prolonged Position
Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan
dipertahankan selama 12 jam.
Medikamentosa14
a. Antihistamin
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin,
meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai antivertigo juga memiliki aktivitas antikolinergik di susunan saraf pusat. Efek samping yang umum dijumpai adalah sedasi. Pada
penderita vertigo berat, efek samping ini memberi efek positif. Beberapa antihistamin yang
digunakan adalah:
Betahistin
Fungsi meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, diberikan untuk mengatasi gejala
vertigo. Efek samping obat ini adalah gangguan di lambung, mual, dan sesekali
rush di kulit.
o Betahistin Mesylate (Merislon) : 6mg (1tab)-12 mg, 3 x sehari (P.O)

b.

c.

d.

e.

f.

o Betahistin diHcl (Betaserc)


: 8mg (1tab), 3 x sehari. Max. 6tab dibagi
beberapa dosis
Dimenhidrat (Dramamine)
Lama kerja obat 4-6 jam. Dapat diberikan per oral atau parenteral (IM atau IV).
Dapat diberikan dengan dosis 25 mg - 50 mg (1tab), 4 x sehari. Efek samping obat
mengantuk.
Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat adalah 4-6 jam, diberikan dengan dosis 25mg (1caps)-50mg,
4 x sehari (P.O). Efek samping obat mengantuk.
Antagonis Kalsium
Obat yang sering digunakan adalah Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium).
Merupakan obat supresan vestibular, sel rambut vestibular mengandung banyak kanal
kalsium.
Cinnarizin (Stugerone)
Berfungsi untuk menekan fungsi vestibular. Dosis 15-30 mg, 3 x sehari atau
1x75mg sehari. Efek samping obat sedasi, fatigue, diare atau konstipasi, rasa kering
di mulut dan rush di kulit.
Fenotiazine
Berfungsi sebagai antiemetic
Promethazine (Phenergan)
Lama aktivitas obat 4-6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5mg-25mg, 4 x sehari (P.O
atau parenteral). Efek samping obat yang sering adalah sedasi.
Chlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo berat dan akut. Dosis
25mg-50mg, 3-4 x sehari, dapat diberikan P.O atau parenteral. Efek samping sedasi.
Obat Simpatomimetik
Efedrin
Lama aktivitas ialah 4-6 jam. Dosis dapat diberikan 10-25mg, 4 x sehari. Efek
samping insomnia, palpitasi, gelisah sampai gugup.
Obat Penenang
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan. Efek samping
yang dapat muncul adalah mulut kering dan penglihatan kabur.
Lorazepam, dosis 0,5mg-1mg
Diazepam, dosis 2mg-5mg
Obat Anti Kolinergik
Skopolamin
Dapat dikombinasikan dengan fenotiazine atau efedrin. Dosis 0,3mg-0,6mg, 3-4 x
sehari.

H. Prognosis

Keberhasilan terapi dikonfirmasi dengan melakukan maneuver provokasi ulang, jika


masih terdapat gejala vertigo dan nistagmus, maka maneuver terapi diulang kembali. Umumnya
pada maneuver provokasi yang ketiga, gejala vertigo dan nystagmus tidak muncul lagi.
Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria: 12
1. Asimptomatis, pasien tidak lagi mengeluhkan rasa pusing berputar dan head roll test
tidak lagi memberikan gambaran nistagmus.
2. Perbaikan, secara subjektif keluhan vertigo telah berkurang lebih dari 70%, pasien
mampu melakukan aktivitas yang sebelumnya dihindari. Secara objektif nistagmus
horizontal masih muncul pada maneuver provokasi.
3. Tidak ada perbaikan, jika keluhan vertigo yang dirasakan berkurang <70% dan nistagmus
muncul dengan intensitas yang sama.

Anda mungkin juga menyukai