Step 1-7 Sken 2 Blok 4
Step 1-7 Sken 2 Blok 4
KLARIFIKASI ISTILAH
1.1.
Benjolan
Benjolan adalah pembesaran jaringan yang abnormal akibat tanda peradangan,
dimana pertumbuhan baru jaringan yang multiplikasi selnya tidak terkontrol dan
progresif (Dorland, 2014)
1.2.
Kelenjar getah bening sebelah ventral terhadap larynx dan trachea, terdiri dari
pembuluh superficialis pada vena jugularis anterior dan pembuluh profunda pada
ligamentum cricothyroideum medianum. (Dorland, 2012)
1.3. Fluktuasi
Fluctuantion adalah gerakan seperti gelombang, seperti suatu cairan dalam
rongga tubuh setelah diguncang. (Dorland, 2012
1.4.
Tensilitis
Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin waldeyer (Soepardi et al., 2007). Adapun menurut Reeves et al. (2001)
serta Muscari (2005) tonsilitis adalah infeksi (virus atau bakteri) dan inflamasi
atau pembengkakan akut pada tonsil/amandel.
1.5.
Obat isoniazid
Menurut Medicastore FK UI (2007) dan Tjay & Rahardja (2010) isoniazid
1.6.
Pemeriksaan biopsi
Pemeriksaan biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi
anatomi yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi
khususnya yang dicurigai sebagai suatu keganasan. Pemeriksaan patologi ini juga
bermanfaat tidak hanya menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan tetapi juga
untuk menentukan prognosis. Secara umum biopsi adalah pengambilan sejumlah
kecil jaringan dari tubuh manusia untuk pemeriksaan patologis mikroskopik.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/ FNAB), adalah
prosedur biopsi yang menggunakan jarum sangat tipis yang melekat pada jarum
suntik untuk menarik (aspirasi) sejumlah kecil jaringan dari lesi abnormal. Sampel
jaringan ini kemudian diperiksa di laboratorium dengan mikroskop. (Suyatno &
Pasaribu, 2009).
1.7.
isolasi dan identifikasi jenis bakteri yang terdapat dalam sampel (Berman et al.,
2009).
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa saat diraba benjolan terasa hangat, dengan konsistensi lunak, nyeri
bila disentuh dan tidak tampak fluktuasi ?
2. Mengapa Ny. Fitri wajahnya pucat, badan sering terasa demam, merasa lemah
3.
4.
5.
6.
BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1.
Menurut Tierney et al. (2003) dan Sambandan & Mabel (2011) bila benjolan
pada kelenjar getah bening terasa nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua
sisi, adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya, maka hal tersebut
mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri.
Adanya
Wajah pucat, badan sering terasa demam, merasa lemah dan selera
makan hilang
Adanya infeksi bakteri yang disertai peradangan meyebabkan badan terasa
pirogen endogen
->
iritasi dan infeksi pada bronkus/saluran pernapasan bagian atas, dimana batuk ini
membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai
batuk purulen (menghasilkan sputum). Adanya batuk yang kunjung sembuh yang
disertai demam, nyeri tenggorokan dan keringat malam serta penurunan berat
badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis.
3.4.
Tonsilitis
Menurut Soepardi et al., (2007) dan Reeves, Roux & Lockhart (2001)
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.
Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi
infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak lukaluka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, hemolitikus
yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan,
Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk
alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium
diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari
10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus
yang terdapat dalam susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C.
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala
pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah
kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.
3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa
jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
3.5.
Obat Isoniazid
Menurut FK UI (2007), Tjay & Rahardja (2010) dan Medicastore (2014)
isoniazid adalah hidrazid dari asam isonikotinat yang merupakan suatu analog
sintetik piridoksin. Isoniazid adalah obat anti-tuberkulosis yang paling poten,
tetapi tidak pernah diberikan sebagai obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
aktif. Isoniazid secara invitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosit dengan
konsentrasi hambatan minimum (KHM) sekitar 0,025 0,05 g/ml. Mekanisme
kerja utamanya adalah menghambat asam mikolat yang merupakan unsur penting
dinding sel mikobakterium.
Obat Generik : Isoniazid / INH
Obat Bermerk : Beniazide, INH-Ciba, INHA 400, Kapedoxin, Nufadoxin Forte,
Pehadoxin, Pyravit, Suprazid
Komposisi kandungan
Isoniazid Tablet
Tiap tablet mengandung Isoniazid 300 mg.
Farmakologi
Isoniazid adalah antibiotik dengan aktivitas bakterisid dan bakteriostatik terhadap
mikobakterium. Isoniazid bekerja dengan menghambat sintesa asam mikolinat
yang merupakan unsur penting pembentukan dinding sel mikobakterium
lebih banyak parent-compound nya. INH juga diekskresikan kedalam air ludah,
sputum dan susu.
Indikasi
Kontraindikasi
Isoniazid tidak boleh diberikan kepada :
Isoniazide sebaiknya diminum dalam keadaan perut kosong. Waktu yang paling
baik pemberian isoniazid adalah 1 2 jam sebelum makan. Apabila terdapat
gangguan saluran pencernaan/lambung apabila diminum sebelum makan, makan
isoniazid dapat diminum bersamaan dengan makanan untuk mengurangi efek
gangguan pencernaan.
Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi diantaranya neuritis perifer, neuritis optik, reaksi
psikosis, kejang, mual, muntah, kelelahan, gangguan pada lambung, gangguan
penglihatan, demam, kemerahan kulit, dan defisiensi vitamin B (pyridoxine). Efek
samping yang berpotensi fatal adalah hepatotoksisitas (gangguan dan kerusakan
sel hati).
Peringatan dan perhatian
Interaksi obat
3.6.
Anamnesis :
1. Keluhan utama : adanya benjolan dileher sebesar kacang tanah, konsistensi
lunak yang nyeri bila ditekan
2. Keluhan penyerta : Badan terasa demam, merasa lemah dan selera makan
hilang, serta batuk yang tak kunjung sembuh
3. Riwayat penyakit : mempunyai riwayat tonsilitis sewaktu kecil dan belum
pernah mengkonsumsi obat isoniazid.
Pemeriksaan fisik
Leher : ada benjolan
kemerahan, diraba
hangat, konsistensi lunak,
nyeri disentuh, tidak
fluktuasi
Badan terasa demam
Keadaan fisiologis
Tidak ada benjolan
Interpretasi
Abnormal
Abnormal
sambil
menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, maka patut diduga bahwa Ny. Fitri
menderita sakit limfadenitis.
mengalami batuk yang tak kunjung sembuh, maka limfadenitis yang diderita
pasien tersebut merupakan limfadenitis tuberkulosis, seperti yang dinyatakan oleh
Mulyani & Asri (2009) bahwa biasanya limfadenitis tuberkulosis diikuti oleh
riwayat batuk lebih dari 3 minggu.
3.8.
Diagnosis banding
Diagnosis banding limfadenitis berdasarkan adanya benjolan di leher adalah
BAB V
SASARAN PEMBELAJARAN
BAB VI
BERBAGI INFORMASI
6.1.
1) Etiologi :
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis
yang merupakan bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran
sekitar 0,4 x 3 m dan tidak berspora. M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan
pewarnaan Gram dan hanya dapat diwarnai dengan pewarnaan khusus (pewarna
Ziehl-Neelsen atau karbol fuksin) serta sangat kuat mengikat zat warna tersebut
sehingga tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam dan alkohol,
sehingga dijuluki bakteri tahan asam (Raviglione, 2010; Brooks et al., 2008).
Dinding bakteri Mikobakterium kaya akan lipid yang terdiri dari asam mikolat,
lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan asam
mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang
bertanggung jawab pada sifat tahan asam. Penghilangan lipid dengan
menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam bakteri ini
(Brooks et al., 2008).
Basil tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin bersifat
dorman dan aerob. Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 o C selama
5-10 menit atau pada pemanasan 60 o C selama 30 menit dan dengan alkohol 7095% selama 15-30 detik. Bakteri init tahan selama 1-2 jam di udara terutama
ditempat lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap
sinar atau aliran udara. (Widoyono, 2008) Bakteri ini mendapatkan energi dari
oksidasi banyak komponen karbon sederhana. Penambahan CO2 meningkatkan
pertumbuhan. Aktivitas biokimia tidak khas dan laju pertumbuhannya lebih
lambat daripada kebanyakan bakteri. Waktu replikasi basil tuberkulosis sekitar 18
jam. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berproliferasi dengan baik
pada temperatur 22-23C, dan tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan
dengan bentuk patogennya (Brooks et al., 2008).
2) Patogenesis
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB
pulmoner dan TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi
TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB primer sering
dicurigai.
Fistula
Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening,
padat/keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula
sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti
abses tetapi tidak nyeri. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh
oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula. Fistula
merupakan penyakit yang erat hubungannya dengan immune system/daya
tahan tubuh setiap individual. (Sutedjo, 2009)
5) Diagnosis banding
Menurut Santoso & Krisifu (2004), El-Hiday & Errayes (2008) dan Sedicias et
al. (2012) dignosis banding untuk penyakit limfadenitis tuberkulosis adalah (1)
limfoma non hodgkin; (2) limfoma hodgkin; (3) kanker tiroid; (4) nasofaring.
satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai sebagai suatu keganasan.
Pemeriksaan patologi ini juga bermanfaat tidak hanya menegakkan diagnosis dan
rencana pengobatan tetapi juga untuk menentukan prognosis (Widoyono, 2008).
Biopsi
kebanyakan
dlakukan
untuk
mengetahui
adanya
kanker.
2. Pengubahan
permeabilitas
membran sel
3. Penghambatan sintesis
protein
4. Mengganggu
metabolisme seluler
Efek bakteriostatik
Pemecahan enzim
dinding sel
Penghambatan enzim
dalam sintesis dinding
sel
Penghambatan
permeabilitas
membran
Hilangnya substansi
selular menyebabkan
sel menjadi lisis
Mengganggu sintesis
protein tanpa
mempengaruhi sel-sel
normal
Menghambat tahaptahap sintesis protein
Mengganggu tahaptahap metabolisme di
dalam sel
Obat
Penisilin
Setalosporin
Basiltrasin
Vancomisin
Amfoterasin B
Nistatin
Polimiksin
Kolistin
Aminoglikosida
Tetrasiklin
Ertromisin
Linkomisin
Sulfonamid
Trimetoprin
Isoniazid (INH)
Asam Naudiksat
Ritampin
Etambutol
Pirazinamid
2) Pirazinamid
Pirazinamid aktif dalam suasana asam terhadap mikrobaterium, obat ini bersifat
bakterisid terutama pada basil tuberkulosis intraselular. Pada pemberian oral obat
ini mudah diserap dan tersebar luas ke seluruh jaringan tubuh. Kadar puncak
dalam serum tercapai dalam waktu kurang lebih 2 jam, dengan waktu paruh antara
10-16 jam. Pirazinamid mengalami hidrolisis dan hidroksilasi menjadi asam
hidroksi pirazinoat yang merupakan metabolit utamanya serta di ekresi melalui
filtrasi glolerolus (Tjay & Rahardja, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Berman, A., Snyder, S.J., Kozier, B. & Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktik
Keperawatan Klinis Kozier Erb. Edisi 5. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Brooks, G.P., Butel, J.S., & Morse, S.A. (2008). Mikrobiologi Kedokteran :
Jawetz, Melnick & Adelberg. Edisi 25. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Burton, M. J. & Glasziou, P.P. (2009). Tonsillectomy or Adenotonsillectomy
Versus Non-Surgical Treatment for Chronic/Recurrent Acute Tonsillitis.
London : John Wiley & Sons, Ltd.
Datta, M., & Smieja, M. (2004). Tuberculosis in Evidence Based Infectious
Diseases. London : BMJ Books, BMA House.
El-Hiday, A.H., & Errayes, M.M. (2008). A 26-year-old male with lower neck
masses. Annals of Tropical Medicine and Public Health, 1, 31-32.
FK UI. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit FK. Universitas
Indonesia.
Giri, S. & Singh, K. (2012). Fine needle aspiration cytology for the diagnosis of
tuberculous lymphadenitis. International Journal of Current Research
and Review, 4 (24), 124-130.
Kee, J.L., & Hayes, E.R. (2013). Farmakologi. Edisi 13. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Lina, J., Tambunan, G.W., & Lubis, N.D. (2010). Ketepatan pemeriksaan terpadu
sitologi biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) dan ultrasonografi pada
nodul tiroid di RSUP Adam Malik Medan. Majalah Patologi, 19(2), 3338.
Mohapatra, P.R., & Janmeja, A.K. (2009). Tuberculosis lymphadenitis. JAPI 57,
585-590.
Mulyani, H., & Asri, A. (2009). Gambaran Limfadenitis Tuberkolosis pada Anak
yang Didiagnosis dengan FNAB di Bagian Patologi Anatomi FK UnandRSUP Dr. M. Djamil Padang. Padang : Bagian Patologi FK Universitas
Andalas.
Muscari, E.M. (2005). Keperawatan Pediatrik; Infeksi Saluran Pernapasan
Bagian Atas. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Novrial, D. (2010). Validitas diagnostik biopsi aspirasi jarum halus pada
karsinoma payudara. Mandala of Health, 4(2), 76-81.
Permenkes RI No.5. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : Kemetrian Kesehatan.