Anda di halaman 1dari 48

PROGRAM KIA

Latar Belakang
-Angka kematian ibu(AKI) sebagai salah satu indikator
kesehatan ibu,dewasa ini masih tinggi di indonesia bila
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
-Menurut data dari survai demografi kesehatan indonesia
(SDKI)1998-2003

AKI

di

indonesia

adalah

307

per

100.000 kelahiran hidup dan menjadi 228 per 100.000


kelahiran hidup pada tahun 2007.
-Dari lima juta kelahiran tiap tahunnya diperkirakan 20.000
ibu

meninggal

persalinan.

akibat

komplikasi

kehamilan

atau

- Sebagian besar penyebab kematian ibu secara langsung menurut

survai kesehatan rumah tangga 2001 sebesar 90% adalah komplikasi


yang terjadi pada saat persalinan dan segera setelah bersalin.
- Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik yaitu:
-

Perdarahan(28%)

Eklamsi(24%)

Infeksi(11%).

- Sedangkan penyebab tidak langsungnya antara lain adalah: ibu hamil

menderita kurang energi kronis (KEK) 37%, Anemia ( Hb kurang dari


11gr%) 40%. Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan
resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak
anemia.

Selain itu beberapa sebab yang tidak langsung berkaitan dengan


masalah kesehatan ibu yaitu:
4 Terlalu

dalam melahirkan

yaitu: Terlalu muda, terlalu tua,

terlalu sering dan terlalu banyak.


3 Terlambat yaitu: terlambat mengambil keputusan, terlambat
untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan,dan terlambat
mendapatkan pelayanan kesehatan.

Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu telah dicanangkan oleh


badan internasional dan pemerintah guna meningkatkan kesadaran
dunia tentang pengaruh kematian dan kesakitan ibu serta untuk
mendapatkan pemecahan masalahnya.
Upaya tersebut antara lain dibuatnya strategi yang mengacu pada
Indonesia sehat 2010 Making Pregnancy Safer(MPS) dan di susunnya
Millennium Development Goals (MDGs) yang bertujuan mengatasi
permasalahan perkembangan global dan harus tercapai pada tahun
2015

Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan upaya


untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI yaitu
making pregnancy safer(MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada
tahun 2000.
Strategi ini memfokuskan pada 3 pesan kunci yaitu:
1.Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat.
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap upaya pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplkasi keguguran

-Pelaksanaan

strategi

MPS

diterapkan

secara

desentralisasi

sehingga diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan


permasalahan setempat.
- Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal demografi dan

geografi maka kegiatan dalam program kesehatan ibu dan anak


(KIA) juga berbeda.
- Namun agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar

,aspek

peningkatan

mutu

pelayanan

program

KIA

tetap

diharapkan menjadi kegiatan prioritas baik ditingkat puskesmas


maupun ditingkat kabupaten/kota

The Millennium Development Goals terdiri dari:


1.Memberantas kemiskinan dan kelaparan
2.Mencapai pendidikan dasar universal
3.Mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan
4.Menurunkan kematian balita
5.Meningkatkan kesehatan ibu
6.Memerangi penyakit HIV/AIDS , malaria dan
penyakitlainnya
7.Menjamin kelestarian lingkungan
8.Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Prinsip pengelolaan program KIA


Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan
serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan
KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
1.

Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu


sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran

2.

Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan


oleh tenaga kesehatan secara berangsur.

3.

Peningkatan deteksi dini resiko tinggi atau komplikasi kebidanan baik oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta
penganan dan pengamatannya secara terus menerus

4.

Peningkatan

penanganan

komplikasi

kebidanan

secara

adekuat

dan

pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan


5.

Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan
menjangkau seluruh sasaran

a.

Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal selengkapnya mencangkup banyak hal yang meliputi


anamnesis, pemeriksaan fisik(umum dan kebidanan),pemeriksaan
laboratorium
khusus(

sesuai

sesuai

indikasi,

resiko

yang

serta
ada

intervensi

termasuk

dasar

penyuluhan

dan
dan

konseling).Namun dalam penerapan operasionalnya dikenal standar


minimal 5T untuk pelayanan antenatal, yang terdiri atas:
1.

Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

2.

(Ukur )Tekanan darah

3.

(Ukur) Tinggi fundus uteri

4.

(Pemberian imunisasi) Tetanus toksoid lengkap

5.

(Pemberian) Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan

- Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal

adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan


waktu sebagai berikut:
= Minimal 1 kali pada triwulan pertama
= Minimal 1 kali pada triwulan kedua
= Minimal 2 kali pada triwulan ketiga
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut ditentukan
untuk menjamin mutu pelayanan, khususnya dalam
memberi kesempatan yang cukup dalam menangani kasus
resiko tingi yang ditemukan.

b. Pertolongan Persalinan
Dalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan
pertolongan persalinan kepada masyarakat, jenis tenaga tersebut
adalah: dokter spesialis kebidanan,dokter umum,bidan, perawat
maternitas.
Selain itu masih ada penolong persalinan

yang berasal dari anggota

keluarga dalam masyarakat terpencil seperti yang banyak ditemukan di


propensi papua, namun penolong persalinan ini umumnya tidak tercatat
dan sulit untuk di identifikasi.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Sterilitas atau pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai dengan standar pelayanan
3. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi

c. Deteksi dini ibu hamil beresiko


Faktor resiko pada ibu hamil diantaranya adalah:
1.

Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

2.

Anak lebih dari 4

3.

Jarak persalinan yang terakhir dan kehamilan sekarang


kurang dari 2 tahun

4.

Tinggi badan kurang dari 145 cm

5.

Berat badan kurang dari 38 kg atau lila kurang dari 23,5 cm

6.

Riwayat keluarga menderita kencing manis,hipertensi dan


riwayat cacat kongenital

7.

Kelainan bentuk tubuh misalnya kelainan tulang belakang


atau panggul

Resiko tinggi atau komplikasi kebidanan pada kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dari normal
yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.
Resiko tinggi /komplikasi pada kehamilan meliputi:
-

Hb kurang dari 8 gr %

Tekanan darah tinggi ( sistole> 140mmhg, diastole > 90 mmhg)

Oedema yang nyata

Eklamsia

Perdarahan pervaginam

Ketuban pecah dini

Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu

Letak sungsang

Infeksi berat atau sepsis

Persalinan prematur

Kehamilan ganda

Janin yang besar

Penyakit kronis pada ibu : jantung, paru dll

Riwayat obstretri yang buruk ,riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan

d. Penanganan komplikasi kebidanan


Kejadian komplikasi kebidanan dan resiko tinggi diperkirakan
terdapat pada sekitar antara 15-20% ibu hamil. Komplikasi
pada kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga
sebelumnya, sehingga ibu hamil harus selalu berada sedekat
mungkin

dengan

sarana

pelayanan

yang

mampu

memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi


dasar(PONED)

Kebijakan Depkes dalam penyediaan puskesmas mampu


PONED adalah bahwa setiap kabupaten atau kota harus
mempunyai minimal 4 puskesmas mampu PONED.

Untuk keperluan tersebut Depkes RI telah menerbitkan


pedoman

khusus

yang

dapat

menjadi

acuan

pengembangan puskesmas mampu PONED


Pelayanan medis yang dapat dilakukan di puskesmas
mampu PONED meliputi pelayanan obstetri yang
terdiri dari:

1.

Pencegahan dan penanganan perdarahan

2.

Pencegahan dan penanganan preeklamsi dan eklamsi

3.

Pencegahan dan penanganan infeksi

4.

Penanganan partus lama/macet

5.

Pencegahan dan penanganan abortus

Sedangkan pelayanan neonatal meliputi:


1.

Pencegahan dan penanganan asfiksia

2.

Pencegahan dan penanganan hipotermi

3.

Pencegahan dan penaganan BBLR

4.

Pencegahan dan penanganan kejang atau


ikterus

5.

Pencegahan dan penanganan gangguan


minum

Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini maka


diharapkan bahwa RSU kabupaten atau kota mampu
melaksanakan

pelayanan

obstetri

dan

neonatal

emergensi komprehensif(PONEK) yang siap selama 24


jam.
Dalam PONEK RSU harus mampu memberikan pelayanan
operasi sesar dan transfusi darah. Dengan adanya
puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka
kasus kasus komplikasi kebidanan dapat ditangani
secara optimal sehingga dapat mengurangi kematian
ibu dan bayi baru lahir.

e. Pelayanan kesehatan neonatal dan ibu nifas


Dewasa ini 2/3 kematian bayi ( 60%) terjadi pada
usia kurang dari I bulan, menurut SKRT 2001,
penyebab utama kematian neonatal adalah BBLR
29%,asfiksia27%,dan Tetanus neonaturum 10%.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah kematian
neonatal

diutamakan

pada

pemeliharaan

kehamilan sebaik mungkin, pertolongan sesuai


dengan standar pelayanan dan perawatan bayi
baru lahir yang adekuat termasuk perawatan tali
pusat yang higienis

Selain hal tersebut diatas dilakukan upaya deteksi dini dan penanganan
neonatal resiko tinggi agar segera dapat diberikan pelayanan yang
diperlukan
Resiko tinggi pada neonatal meliputi:
1. BBLR
2. Bayi dengan tetanus neonaturum
3. Bayi baru lahir dengan asfiksia
4. Bayi dengan ikterus neonatorum( ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir
5. Bayi baru lahir dengan sepsis
6. Bayi lahir denagan berat lebih dari 40oogr
7. Bayi preterm dan posterm
8. Bayi baru lahir dengan cacat bawaan
9. Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan

ANAK JUGA DIANJURKAN UNTUK MENDAPAT IMUNISASI DASAR


DENGAN JADWAL SEBAGAI BERIKUT:
Umur
Jenis Imunisasi
0 bulan

HB1, BCG, Polio1

2 bulan

HB2, DPT1, Polio2

3 bulan

HB3, DPT2, Polio3

4 bulan

DPT3, Polio4

9 bulan

Campak

Kesehatan
reproduksi

Definisi Kespro : adalah suatu Keadaan sejahterah fisik, mental dan sosial

secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan
prosesnya
Ruang lingkup :
Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
Keluarga Berencana
Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ),

termasuk PMS-HIV / AIDS


Pencegahan dan penangulangan komplikasi aborsi
Kesehatan Reproduksi Remaja
Pencegahan dan Penanganan Infertilitas
Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis
Berbagi aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker serviks, mutilasi

genetalia, fistula dll.

Siklus Hidup
Anak Usia sekolah
Usia Remaja

Usia SUbur

Anak & Balita

2
Bayi
Usia Lanjut

Bayi Menyusui,Asi Ekslusif


Dan Ibu menyusi

Konsepsi
( Ibu Hamil & janin )

BBL (dan BULIN )

Hak Reproduksi

Hak reproduksi perorangan dapat diartikan


bahwa setiap orang baik laki-laki maupun
perempuan (tanpa memandang perbedaan kelas
sosial, suku, Umur, Agama dll) mempunyai hak
yang sama untuk memutuskan secara bebas dan
bertanggung jawab ( kepada diri, keluarga dan
Masyarakat) mengenai jumlah anak, jarak antar
anak, serta untuk menentukan waktu kelahiran
anak dan dimana akan melahirkan

Hak reproduksi dapat dijabarkan


1.

Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kespro


yang terbaik

2.

Perempuan dan laki-laki berhak memperoleh informasi lengkap


tentang seksualitas, kespro, manfaat dan efek samping obatobatan dan tindakan medis.

3.

Adanya untuk memperoleh pelayanan KB yang aman dan


efektif terjangkau,dpt diterima sesuai dengan pilihan, tampak
paksaan tidak melawan hukum.

4.

Perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang


dibutuhkannya, yg dibutuhkan, yang memungkinkan sehat dan
selamat menjalani kehamilan dan persalinan serta memperoleh
bayi yang sehat

5.

Hubungan

suami

istri

didasari

penghargaan

terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan


dalam situasi dan kondisi yang diinginkan bersama.
6.

Para remaja, laki-laki maupun perempuan, berhak


memperoleh
tentang

informasi

reproduksi

yang

tepat

remaja,

dan

sehingga

benar
dapat

berprilaku sehat dan menjalani kehidupan seksual


7.

Laki-laki
informasi

dan

perempuan

yang

mudah

berhak
diperoleh

mengenai PMS termasuk HIV/AIDS

mendapatkan
dan

akurat

Gambaran Derajat Kesehatan


Reproduksi di Indonesia
Derajat Kespro di Indonesia masih rendah antara lain
:
Angka Kematian Ibu ( AKI, 1997 ) : 373/100.000 KH
Anemia ibu hamil : 50 %
Kurang Energi Kronis ( KEK ) pd ibu hamil 30 %
Angka Kematian Bayi ( AKB 1995 ) : 53 per 1000
KH
Cakupan pelayanan KB ( CPR, 1997 ) : 57 %
Partisipasi laki-laki dalam ber KB ( 1997) : 1,1 %
Ibu hamil yang mempunyai satu atau lebih
keadaan 4 terlalu ( 65 % ibu hamil )

Beberapa hal yang dapat berpengaruh buruk


terhadap derajat Kespro Perorangan
1.

Kemiskinan sekitar 40 % berakibat kesakitan kecacatan dan


kematian

2.

Kedudukan perempuan dalam keluarga masalnya keadaan


sosioekonomi, budaya dan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat

3.

Akses ke fasilitas kesehatan yang memberikan kespro belum


memadai (jarak, jauh, kurang informasi, keterbatasan biaya,
tradisi)

4.

Kualitas

pelayanan

kespro

(pelayanan

kes

kurang

memperhatikan klien, kemampuan fasilitas kesehatan yang


kurang memadai)

Prilaku diskriminatif terhadap


perempuan
1.

Perempuan di nomor duakan dalam aspek kehidupan


(makan sehari-hari, pendidikan, kerja dan kedudukan)

2.

Perempuan terpaksa nikah di usia muda karena


tekanan ekonomi ortu

3.

Keterbatasan

perempuan

dalam

mengambil

keputusan untuk kepentingan dirinya


4.

Tingkat pendidikan perempuan yang belum merata


dan masih rendah menyebabkan informasi yang
diterima tentang kespro terbatas.

Kesimpulan
Perhatian

khusus terhadap perempuan

inilah yang menyebabkan keterkaitan erat


antara

masalah

kesehatan

reproduksi

dengan isu kesehatan perempuan dan isu


gender,

terutama

yang

menyangkut

aspek kesetaraan dan keadilan gender

PMS & Hiv/aids

Hubungan
IMS
&
HIV
IMS meningkatkan risiko tertular HIV

Pengidap HIV menjadi rentan terhadap berbagai penyakit termasuk IMS


Pengidap HIV yang juga IMS akan lebih cepat menjadi AIDS, serta lebih
mudah menularkan

AI D S
MELEMAHKAN TUBUH

IMS

IMS & HIV


MEMPERCEPAT

PERILAKU SEKSUAL BERISIKO

HIV

HIV
H

Human (Manusia)

Immunodeficiency

(turunnya sistem kekebalan


tubuh, sehingga tubuh
gagal melawan infeksi)

V : Virus
Virus yang hanya terdapat
di dalam tubuh manusia dan
menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh tubuh
gagal melawan infeksi

A : Acquired (Didapat / Ditularkan


oleh orang lain)
I

Immune (Kekebalan

tubuh)
D : Deficiency (Penurunan /
Kekurangan)
S : Syndrome (Kumpulan Gejala)
Kumpulan gejala (infeksi
opotunistik) yang disebabkan
oleh penurunan kekebalan
tubuh, akibat tertular virus
HIV dari orang lain

Bagaimana Kita Mengetahui


Kalau Seseorang Terinfeksi HIV ?
Bila belum muncul gejala, tidak dapat

terlihat terinfeksi atau tidak, sementara


dalam darah sudah terdapat virus dan
dapat menularkan pada orang lain
Dapat diketahui statusnya dengan tes

antibodi HIV
Periksakan segera bila perilaku berisiko

Apakah HIV-AIDS dapat


disembuhkan..?
BelumTapi ada ARV yang
dapat menekan jumlah virus
dalam darah memperbaiki
kualitas hidup odha

36

LAYANAN HIV-IMS KOMPREHENSIVE


BERKESINAMBUNGAN

Obat ARV (Anti Retro Viral)


Obat yang dapat menekan jumlah virus dalam darah
Diberikan kepada odha apabila sudah memenuhi

syarat minum obat (pemeriksaan klinis dan


laboratorium)
Diminum secara teratur, tepat waktu dan seumur

hidup
Disediakan pemerintah GRATIS, di RS Rujukan ARV

seluruh Indonesia

ARV yang Tersedia di


Indonesia
NRTI : Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
AZT : Zidovudine

ABC:
Abacavir

ddi :

TDF:

Didanosine

Tenovovir

d4T:

FTC : Emtricitabine

Stavudine

3TC : Lamivudine
NNRTI : Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
NVP : Nevirapine
PI : Protease Inhibitor
LPV/r : Lopinavir boosted ritonavir

EFV : Efavirenz

Paduan Obat ARV


sesuai Pedoman di Indonesia

LINI 1

Alternatif

TDF + 3TC (FTC) +


EFV

AZT + 3TC + EFV/


NVP

Peran Kita dalam Penanggulangan


HIV&AIDS
PERDA No 12 Tahun 2010 tentang Penanggulangan
HIV&AIDS
Bab III Pasal 6 dan 7
Pasal 6
Setiap orang berhak:
a.Memperoleh informasi yang benar mengenai HIV dan
AIDS
b.Mendapat perlindungan dari penularan HIV dan AIDS
Pasal 7
Setiap orang wajib:
a.Menghindari perilaku beresiko tertular dan
menularkan HIV
b.Menghargai hak asasi manusia ODHA dan OHIDHA
c.Menghormati kerahasiaan status HIV seseorang
untuk menghindari terjadinya perlakuan tidak

Pengertian VCT dan PITC


VCT:
Voluntary Counselling and Testing
Client-initiated HIV testing and counselling
Konseling dan testing HIV sukarela
KTS
PITC
Provider-initiated HIV testing and counselling
Konseling dan Tes HIV atas Prakarsa Petugas
Kesehatan

Pada Semua Jenis Epidemi

1.
-

Semua pasien dewasa/anak yang berkunjung kesarana kesehatan

BBL dari ibu HIV(+)

Anak dengan menunjukkan tanda tumbuh kembang yang kurang optimal/gizi kurang
Daerah Epidemi Meluas

2.
-

Sarana layanan rawat jalan & ranap ps TB

Sarana layanan KIA & layanan anak <10th

Sarana layanan kes pro & KB,remaja,

Sarana layanan dengan tindakan invasif

Sarana Layanan HD

Sarana kesehatan di LP
Epidemi terkonsentrasi/Tingkat Rendah

3.

- Klinik IMS
-

Layanan KIA,TB

- Layanan Kesehatan bagi masy dg perilaku berisiko.

Penerapan PITC di Berbagai Tingkat


Epidemi

Tes diagnostik:
Tes diagnostik adalah bagian dari proses klinis untuk menentukan

diagnosis pasien, dan mengacu pada kondisi medis dari pasien


(misalnya TB) atau gejala klinis (misalnya IO atau pengurangan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya) yang
mengidikasikan secara kuat HIV sebagai penyakit yang
mendasarinya.
Penawaran rutin:
Penawaran rutin untuk tes dan konseling artinya menawarkan tes HIV

kepada semua pasien dewasa yang berobat ke sarana kesehatan


tanpa memandang alasan berobatnya

Dua Kategori PITC (WHO)

Tersedianya layanan konseling pasca-tes bagi semua pasien yang menjalani tes

HIV
Tersedianya rujukan ke layanan perawatan medis dan dukungan psikososial

bagi pasien dengan HIV (+).


Diterapkannya model option-out, (contoh:saya sarankan anda untuk menjalani

tes HIV. Bila anda tidak keberatan maka saya akan laksanakan)
Harus dipastikan bahwa persetujuan yang diberikan benar-benar sukarela,

maka harus selalu mendapatkan informed consent sebelum melakukan tes HIV
dan tes HIV mandatori tidak dibenarkan
Harus dijelaskan pula bahwa pasien berhak untuk menolak tes HIV tanpa

mempengaruhi kualitas layanan atau perawatan yang tidak terkait dengan


diagnosis HIVnya

Syarat Menerapkan PITC

Ketika menerapkan model penawaran tes HIV secara

rutin, maka konseling pra-tes (VCT)disederhanakan


tanpa sesi edukasi dan konseling yang lengkap
Sesuai dengan kondisi setempat, informasi prates

dapat diberikan secara individual atau kelompok.


Persetujuan

untuk

menjalani

tes

HIV

(informed

consent) harus selalu diberikan secara individual,


pribadi dengan kesaksian petugas kesehatan.

PITC Rutin

Alasan menawarkan tes-HIV dan konseling


Keuntungan dari aspek klinis dan pencegahan dari tes-HIV dan potensi risiko yang

akan dihadapi, seperti misalnya diskriminasi, pengucilan, atau tindak kekerasan.


Layanan yang tersedia bagi pasien baik yang hasil tes HIV negatif ataupun positif,

termasuk ketersediaan terapi antiretroviral


Informasi bahwa hasil tes akan diperlakukan secara konfidensial dan tidak akan

diungkapkan kepada orang lain tanpa seizin pasien.


Pasien mempunyai hak untuk menolak menjalani tes-HIV. Tes akan dilakukan

jika

pasien setuju tes


Dalam hal hasil tes HIVpositif, maka sangat dianjurkan untuk mengungkapkannya

kepada orang lain yang berisiko untuk tertular HIV dari pasien tersebut.

Informasi minimal

Sesuai dengan Pedoman WHO/UNAIDS: Mengedepankan 3C 2R


informed

consent,

counseling,

confidentiality,

dan

2R

yaitu

referral and recording reporting


Petugas kesehatan
memprakarsa- menganjurkan-menawarkan tes HIV
Komunikasi Pra-tes

Informasi dan edukasi berupa dorongan dan motivasi

mendapatkan persetujuan pemeriksaan dan atau tindakan dnegan model


opt-in dan opt out,

Konseling pasca tes diseuaikan dg hasil tes pasien


Disertai rujukan untuk mengakses ART
pencatatan serta pelaporan

Pelaksanaan PITC

Tolok
Perbandingan

VCT - KTS

PITC KTP2

Pasien/Klien

o Datang ke klinik
khusus untuk
konseling dan testing
HIV
o Berharap dapat
pemeriksaan
o Pada umumnya
asimtomatis

o Datang ke klinik karena


penyakit terkait HIV
misalnya pasien TB/suspek
TB
o Tidak bertujuan tes HIV
o Tes HIV diprakarsai oleh
petugas kesehatan
berdasarkan indikasi

Petugas
kesehatan/
Konselor

o Konselor terlatih baik


petugas kesehatan
maupun bukan
petugas kesehatan

o Petugas kesehatan yang


dilatih untuk memberikan
konseling dan edukasi

Tujuan utama
Konseling dan
tes HIV

Penekanan pada
pencegahan penularan
HIV melalui pengkajian
faktor risiko,
pengurangan risiko,
perubahan perilaku dan
tes HIV serta
peningkatan kualitas
hidup

Penekanan pada diagnosis


HIV untuk penatalaksanaan
yang tepat bagi TB-HIV nya
dan rujukan ke PDP

PERBANDINGAN VCT DAN PITC

Anda mungkin juga menyukai