Anda di halaman 1dari 5

Congestive Heart Failure: Diagnosis,

Pathophysiology,
Therapy, and Implications for Respiratory Care
Pendahuluan
Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis kompleks yang
dapat dihasilkan dari kelainan jantung struktural maupun
fungsional yang dapat mengubah kemampuan ventrikel untuk
mengisi darah ataupun memompa darah. Meski tidak ada tes
diagnostik definitif untuk gagal jantung, diagnosis klinis masih
ditetapkan sebagian besar oleh riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik dan di dukung oleh pemeriksaan penunjang
seperti fotothorax, EKG, dan ECG.
Gagal jantung adalah penyakit biasa yang sering didapati pada
masyarakat, kira-kira 5 juta orang di amerika serikat terkena
penyakit ini, dan biasanya pada orang dengan usia lanjut,
dimana 80% kasus terjadi pada pasien dengan usia 65 tahun.
Ada 2 mekanisme terjadinya pengurangan cardiac output dan
gagal jantung: -disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik.
Penyebab tersering adalah yang pertama. Sedangkan untuk
disfungsi diastolik terdapat sekitar 40-50% pada penyakit gagal
jantung.
Penyebab tersering adalah hipertensi, penyakit jantung
iskemik, cardiomyopati hipertrofik, dan cardiomyopati restriktif.
Patofisiologi
Sindrom dari penyakit gagal jantung berasal dari kumpulan
abnormalitas yang terdapat pada struktur jantung, fungsi,
ritme, atau bahkan sistem konduksi. Pada negara berkembang,
disfungsi ventrikel tercatat pada sebagian besar kasus dan
disebabkan biasanya oleh infarc myocard(disfungsi sistolik),
hipertensi (disfungsi sistolik dan diastolik), atau bahkan
keduanya. Penyakit katup degeneratif, kardiomyopati idiopatik,
dan kardiomyopati alkoholik juga merupakan penyebab paling
umum untuk gagal jantung.

Gagal jantung biasanya terjadi pada pasien lansia dengan


beberapa kondisi comorbid (angina, HT, diabetes, dan penyakit
paru kronis). Beberapa kondisi komorbiditas yang umum
seperti disfungsi ginjal bersifat multifaktorial, dan yang lain
seperti anemia, depresi, kelainan pernafasan, dan kaheksia
masih belum terlalu dipahami.
Gagal jantung mengindikasikan tidak hanya ketidakmampuan
jantung untuk mempertahankan perfusi oksigen yang adekuat,
namun juga respon sistemik untuk mengkompensasi dari
inadekuasi tersebut. Penentu dari cardiac output ada dua,
stroke volume dan heart rate. Stroke volume ditentukan lagi
dari; preload ( volume darah yang memasuki ventrikel),
kontraktilitas, dan afterload (besarnya tegangan yang
dihasilkan jantung selama fase sistolik). Variabel-variabel ini
penting dalam memahami proses patofisiologis dari penyakit
gagal jantung dan tata laksana di kemudian hari.
Preload sering kali diartikan sebagai tekanan/volume pada akhir
fase diastolik dari ventrikel kiri dan biasanya ditentukan dengan
cara menghitung tekanan pada atrium kanan. Namun, preload
tidak hanya bergantung pada volume intravaskular; juga
bergantung pada apakah terdapat restriksi/halangan dari
pengisian ventrikel. Kita tahu jantung terletak di cavitas
thoraks, maka apabila terdapat peningkatan tekanan pleura
positif (seperti pada kondisi hiperinflasi pada PPOK dan asma)
yang dapat mengurangi tekanan atrium kanan, yang pada
akhirnya dapat mengurangi pengisian ventrikel. Sistem pompa
jantung berasal dari otot dan akan merespon terhadap volume.
Apabila volumenya meningkat, maka jumlah yang di pompa
juga akan meningkat, sebagaimana yang dijelaskan oleh
hukum frank-starling.
Konsep yang masih kurang dipahami ialah fungsi diastolik dari
jantung. Fungsi diastolik ditentukan oleh 2 faktor: elastisitas
atau distensibilitas dari ventrikel kiri, yang merupakan
fenomena pasif, dan proses dari relaksasi myocard, yang
merupakan fenomena aktif yang membutuhkan energi
metabolik. Relaksasi dari myokardium terjadi pada fase awal
diastol, dan relaksasi myocard dari ventrikel kiri merupakan
proses aktif yang menghasilkan efek menghisap yang

kemudian memfasilitasi pengisian ventrikel. Kehilangan


elastisitas ataupun relaksasi dari ventrikel disebabkan oleh
perubahan struktural ( hipertrofi ventrikel kiri) dan fungsional
( iskemi) dapat mengacaukan pengisian ventrikel (PRELOAD).
Intoleransi olahraga seperti pada disfungsi diastol secara umum
disebabkan oleh kecacatan pada pengisian ventrikel, yang
dimana akan menaikkan tekanan pada atrium kiri dan juga
tekanan pada vena pulmonalis dan menyebabkan kongesti
pulmoner wew. Tambahan lagi, cardiac output yang inadekuat
sewaktu berolahraga menghasilkan perfusi darah yang rendah
terhadap otot skelet, terutama otot ekstrimitas bawah dan otototot aksesoris untuk pernafasan.
Variabel kedua dari stroke volume ialah kontraktilitas jantung,
yang merepresentasikan pompa otot dari jantung dan biasa
dikenal sebagai ejeksi fraksi. Berdasarkan input otonom,
jantung akan merespon terhadap preload yang sama dengan
stroke volume yang berbeda-beda, tergantung karakteristik
inheren dari jantung itu sendiri. Jantung dengan fungsi sistolik
normal akan mempertahankan ejeksi fraksi pada kisaran 5055%. Riwayat penyakit infarc myocard sebelumnya dapat
menyebabkan myokardium yang tidak berfungsi sebagaimana
mestinya dan mengurangi kontraktilitasnya. Konsep terbaru
menyatakan bahwa jaringan myokardium iskemik dapat tidak
berfungsi namun dapat dikembalikan dengan cara operasi atau
dengan obat-obatan yang spesifik terhadap penyakit jantung
iskemik. Faktor-faktor lain yang dapat menurunkan fungsi
sistolik myokardium ialah agen farmakologis seperti Calcium
Channel Blocker (nifedipine,amlodipine), hipoksemia, dan
asidosis yang parah.
Faktor penentu terakhir dari stroke volume ialah Afterload. Pada
pengertian dasar, afterload adalah beban yang harus pompa
jantung lawan, yang dapat kita hitung dengan
MAP(SBP+2DBP:3). Cardiac output yang normal biasanya tidak
terpengaruh bahkan hingga afterload berada pada kisaran
140mmHg. Namun, afterload merepresentasikan bukan hanya
tahanan vaskuler tapi juga tegangan pada dinding jantung dan
tekanan intrathorakal yang jantung harus hadapi ayuae.

Bersama, 3 variabel ini mengalami disfungsi pada pasien


dengan penyakit Gagal jantung kongestif.
Kegagalan jantung pada penyakit CHF bisa di evaluasi dengan
variabel-variabel di atas digabungkan. Jika cardiac output
gagal, maka stroke volume atau heart rate harus berubah agar
dapat mempertahankan perfusi. Bila stroke volume tidak dapat
dipertahankan, maka heart rate harus meningkat agar dapat
mempertahankan cardiac output. Namun, patofisiologi
dibelakang CHF tidak hanya termasuk abnormalitas struktur;
tapi juga termasuk respon cardiovaskuler terhadap perfusi yang
inadekuat dengan sistem neurohormonal. Aktivasi dari sistem
renin-angiotensin akan berusaha meningkatan preload dengan
menstimulasi retensi dari garam dan air, meningkatkan
vasokonstriksi (dan afterload) dan memperkuat kontraktilitas
jantung. Sebenarnya respon ini sudah cukup, namun aktivasi
berkepanjangan dari sistem ini mengakibatkan kehilangan
myosit dan matriks ekstrasel. Myokardium yang terbebani
melewati proses remodelling dan dilatasi. Proses ini juga
mempunyai efek detrimental terhadap fungsi paru-paru, ginjal,
otot, pembuluh darah, dan mungkin organ lainnya. Remodelling
juga mengakibatkan dekompensasi jantung dari komplikasi,
termasuk regurgitasi katup mitral, dan aritmia dari remodelling
atrium.
TERAPI
Memahami patofisiologi dari gagal jantung dapat
memungkinkan kita untuk mencapai tujuan dari
penatalaksaannya, yaitu meredakan gejala, dan
memperpanjang harapan hidup. Terapi untuk CHF terdiri dari
kombinasi farmakologis dan non-farmakologis. Teori dasar
termasuk tentang terminasi dari sistem renin-angiotensin untuk
mencegah komplikasi jangka panjang. Terapi seringkali fokus
terhadap kombinasi dari pengurangan afterload dengan ACE
inhibitor, pengurangan katekolamine ditambah beta blocker,
dan pengurangan preload dengan diuretik.
ACE inhibitor mengurangi produksi dari angiotensin II dan
menggunakan efek biologis untuk mengurangi gejala,
memperpanjang harapan hidup. ACE inhibitor

direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung dengan


fungsi sistolik menurun. Efek samping umum dari ACE inhibitor
adalah batuk (20%), hipotensi simptomatik, dan disfungsi
ginjal.
Beta blocker melindungi jantung dari efek yang berbahaya dari
norepinephrine dan epinephrine. Beta blocker, bila dimulai
dengan dosis rendah dan meningkat secara perlahan,
meningkatkan mortalitas bila ditambah dengan ACE inhibitor.
Intoleransi terhadap Beta blocker jarang terjadi dan biasanya
karena bradhycardia atau pusing. Beta blocker dapat
memperburuk fungsi paru pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif, tapi sebagian besar pasien dapat mentoleransi Beta
blocker yang cardio selektif bila dimonitor dengan baik.
Kombinasi dari ACE inhibitor dengan beta blocker sekarang
menjadi andalan untuk terapi dari gagal jantung.
Diuretik esensial untuk meredakan dsypneu dan tanda-tanda
dari retensi sodium dan air (edema perifer dan efusi pleura).
Sangat baik digunakan pada dosis minimum.
Metode non-farmakologis yang sudah terbukti berguna ialah
implantasi alat pacemaker biventrikular untuk mensinkronisasi
ventrikel, dengan harapan meningkatkan cardiac output.
Tambahan lagi, defibrilator cardioverter dapat mengurangi
resiko kematian pada pasien gagal jantung dengan gejala
sedang sampai parah dan ejeksi fraksi yang menurun meski
dengan terapi medis yang maksimal.

Anda mungkin juga menyukai