Anda di halaman 1dari 10

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE

MONITORING IKAN HIU DI KALIMANTAN BARAT


TAHUN 2015

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL
BALAI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT (BPSPL) PONTIANAK
TA. 2015

KERANGKA ACUAN KERJA


MONITORING IKAN HIU DI KALIMANTAN BARAT
TAHUN 2015
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan Unit Pelaksana Teknis
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada pasal 7 (1) huruf t,
menteri menetapkan jenis ikan dilindungi dan pasal 7 ayat (5) menteri menetapkan
jenis ikan dan kawasan perairan yang masing-masing dilindungi termasuk TNL, untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, pariwisata, dan/atau kelestarian
sumberdaya ikan dan/atau lingkungannya serta Pasal 13 ayat (1) dalam rangka
pengelolaan sumber daya ikan, dilakukan upaya koservasi ekosistem, konservasi
jenis ikan, dan konservasi genetika ikan.
Peraturan Pemerintah RI nomor 60 tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya
Ikan yaitu pasal 21, 22, 30 dan pasal 35 mengamanatkan :
a.

Pasal 21, konservasi jenis ikan dilakukan dengan tujuan : (i) Melindungi jenis ikan
yang terancam punah; (ii) mempertahankan keanekaragaman jenis ikan; (iii)
memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem; dan (iv) memanfaatkan
sumber daya ikan secara berkelanjutan.

b. Pasal 22, konservasi Jenis ikan dilakukan melalui : (i) Penggolongan jenis ikan; (ii)
Penetapan

status

perlindungan

jenis

ikan;

(iii)

Pemeliharaan;

(iv)

Pengembangbiakan; dan (v) Penelitian dan pengembangan.


c.

Pasal 30 ayat 3, pemanfaatan jenis dan genetik ikan sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) huruf (b) dilakukan melalui kegiatan: (i) Penelitian dan
pengembangan; (ii) Pengembangbiakan; (iii) Perdagangan; (iv) Akuaria; (v)
Pertukaran dan; (vi) Pemeliharaan untuk kesenangan.

d. Pasal 35 pasal ayat (1) pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan sebagaimana
pada pasal 30 ayat (3) dilakukan terhadap jenis ikan yang dilindungi dan jenis
ikan yang tidak dilindungi.
1

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. PER.22/MEN/2008 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kawasan Konservasi Perairan
Nasional.
a.

Pasal 2. Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan meliputi antara lain perlindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil
yang berkelanjutan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Pasal 3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 UPT


Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut antara lain menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut :
-

Perlaksanaan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya


pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, serta ekosistemnya

c.

Pelaksanaan konservasi habitat, jenis dan genetika ikan

Pelaksanaan pengawasan lalu lintas perdagangan jenis ikan yang dilindungi

Pasal 16 ayat bahwa : (i) Unit Pengelola Teknis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Laut dapat membentuk satuan kerja berdasarkan analisis beban kerja. (ii)
Satuan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang
penanggung jawab satuan kerja.

2. Gambaran Umum
Konservasi sumberdaya ikan merupakan aspek yang sangat penting untuk
melindungi jenis-jenis ikan, menjaga kemurnian genetik, dan keanekaragaman jenis
ikan dalam rangka memelihara keseimbangan dan kelestarian ekosistem serta
pemanfataan sumberdaya yang berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, mengingat
akan kepentingan-kepentingan dalam pengelolaan sumber daya ikan sebagai
pelaksanaan dari Undang-Undang 31 tahun 2004 tentang Perikanan, maka sudah
saatnya ditindaklanjuti dengan menyusun Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan tentang status perlindungan jenis ikan yang terancam punah, langka,
endemik, populasi turun dan/atau reproduksi rendah dengan memperhatikan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no. PER.03/MEN/2010 tentang tata cara
penetapan status perlindungan jenis ikan. Keputusan Menteri tersebut untuk
selanjutnya dapat dijadikan landasan dalam pelaksanaan pengelolaan dan perijinan.
2

Salah satu bentuk yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah dan tekanan
terhadap sumber daya hayati tersebut, adalah melakukan pengawasan dan
pengendalian dari kegiatan pemanfaatannya khususnya dalam bentuk perdagangan.
Kebijakan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar untuk kepentingan perdagangan
bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Pemerintah
Negara Republik Indonesia, dan konvensi yang mengatur perdagangan tumbuhan
dan satwa liar secara internasional termasuk dari jenis biota periaran. Dalam
perdagangan tumbuhan dan satwa liar secara internasional, Indonesia sebagai salah
satu negara mega-biodiversity dengan daratan maupun lautan yang sangat luas ini
telah memiliki komitmen untuk melestarikan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar
yang berkelanjutan dengan merativikasi Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) melalui Keputusan Presiden
Nomor 43 Tahun 1978, yang selanjutnya membawa konsekuensi perdagangan
tumbuhan dan satwa liar termasuk biota perairan yang dilaksanakan Pemerintah
Indonesia harus mengikuti ketentuan-ketentuan CITES.
Terkait dengan pelibatan UPT dalam sistem kontrol CITES, maka segala
persiapan tentang Perlindungan, pemanfaatan, peredaran dan pengawasan jenis
ikan yang masuk dalam CITES yang menjadi pengalihan harus dilaksanakan
secepatnya.

Untuk

itu

kegiatan

Identifikasi/Inventarisasi,

Perlindungan,

Pemanfaatan, Peredaran dan Pengawasan Jenis Ikan Dilindungi dan Tidak Dilindungi
di Wilayah Kerja Unit Pelaksana Teknis penting dilakukan sebagai kepanjangan pusat
dalam pelaksanaan pelayanan CITES di daerah untuk mewujudkan maksud tersebut.
Beberapa referensi menyebutkan keragaman spesies ikan hiu dunia berjumlah
sekitar 400 spesies, sekitar 200 spesies diperkirakan terdapat di perairan Indonesia
dan 117 spesies diantaranya sudah berhasil diidentifikasi. Pada tahun 2013 yang lalu,
konvensi internasional perdagangan tumbuhan dan satwa liar telah memasukkan 5
spesies hiu dalam daftar Appendik II CITES, empat spesies diantaranya data
ditemukan di perairan Indoensia, yaitu 3 spesies hiu martil (Sphyrla lewini, Sphyrna
mokarran dan Sphyrna zygaena) dan hiu koboi (Carcharhinus longimanus). Bagi
Indonesia ketentuan CITES tentang perdagangan internasional empat spesies hiu
yang masuk dalam daftar Appendik II akan memberikan dampak yang cukup besar
karena Indonesia merupakan negara pengekspor sirip hiu tertinggi dunia. Di sisi lain,
3

hiu merupakan hasil tangkapan sampingan (by-catch), sehingga sulit untuk mengatur
menajemen penangkapan hiu. Indonesia merupakan negara penangkapan jenis hiu
terbesar di dunia. Hiu yang didaratkan baik dari kapal pengangkut maupun kapal
penangkap ikan 70 % hiu yang didaratkan merupakan by catch, sedangkan 30 % hiu
yang didaratkan merupakan target tangkapan.
Hiu merupakan salah satu dari 20 jenis yang masuk dalam daftar spesies
prioritas KKP tahun 2015-2019. Kriteria spesies Prioritas adalah :
1.

Sudah dilindungi berdasarkan regulasi nasional (PP 7/99 tentang pengawetan


tumbuhan dan satwa dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang
penetapan status perlindungan jenis ikan);

2.

Secara internasional spesies tersebut populasinya di alam juga juga mengalami


ancaman kepunahan (daftar red list IUCN);

3.

Spesies sudah diatur / dibatasi pemanfaatannya berdasarkan konvensi


perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar yang sudah diratifikasi
(CITES);

4.

Spesies belum dilindungi atau diatur perdagangannya, namun pemanfaatan di


tingkat nasional cukup tinggi sehingga rentan mengalami ancaman kepunahan.

Salah satu isu dan permasalahan hiu ini adalah mengenai data yang belum
spesifik. Pemantauan produksi dan perdagangan internasional jenis yang masuk
dalam Appendik CITES dilakukan pada level spesies. Saat ini pencatatan produksi hiu
yang didaratkan di pelabuhan pelabuhan perikanan dilakukan berdasarkan lima
kelompok besar yaitu : kelompok hiu martil, kelompok hiu lanjaman, kelompok hiu
mako, kelompok hiu botol dan kelompok hiu tikus. Pada beberapa lokasi pendaratan
ikan, hiu hanya dikelompokkan dalam satu kelompok hiu, bahkan masih ditemukan
hasil tangkapan hiu yang dimasukkan dalam kelompok ikan lain-lain. Memperhatikan
kondisi pencatatan hasil tangkapan hiu yang ada saat ini maka diperlukan langkahlangkah perbaikan dalam pencatatan, sehingga hasil tangkapan hiu pada level
spesies atau genus dapat dimonitoring. Kebutuhan akan data yang spesifik ini sangat
membantu dalam menentukan posisi Indonesia dalam konvensi internasional yang
menyangkut pengaturan hiu secara internasional, sehingga bangsa kita tidak
dirugikan. Perlu dipahami bersama, Indonesia adalah negara penghasil hiu dan pari
4

terbesar di dunia, sebagian besar produksi hiu (terutama sirip) dijual ke luar negeri
dengan harga yang cukup tinggi. Penjualan produk olahan hiu ini mempunyai
kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan masyarakat nelayan yang sekaligus
juga berkontribusi bagi pendapatan negara.Langkah-langkah pengelolaan yang lebih
baik tentu harus dilakukan sehingga pemanfaatan hiu ini tidak mengancam
kelestariannya di habitat alam dan sekaligus juga dapat menangkal isu negative yang
dilancarkan banyak pihak terhadap perikanan hiu di Indonesia. Oleh karena itu
kegiatan Monitoring Ikan Hiu di Kalimantan Barat penting dilakukan sebagai acuan
untuk mengambil kebijakan mengenai pengelolaan hiu lebih lanjut.

B. PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah aparatur pemerintah, masyarakat dan pelaku
usaha pemanfaatan jenis ikan.

C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN


1. Metode Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan secara swakelola.

2. Tahapan Pelaksanaan
Untuk rencana pekerjaan yang akan dilakukan pada tahun anggaran 2015,
pelaksanaannya diatur sebagai berikut :
a. Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan persiapan pelaksanaan kegiatan yang meliputi :
Pemilihan calon enumerator yang dilakukan melalui mekanisme pengadaan
langsung;
Pembekalan materi pada enumerator
Penyiapan administrasi;
b. Kegiatan Pendataan Hasil Tangkapan
Kegiatan dilaksanakan di Propinsi Kalimantan Barat dengan rincian tahap
pelaksanaan sebagai berikut:
5

1) Tujuan
a) Mendapatkan data penangkapan jenis-jenis hiu 5 tahun terakhir
b) Mendata jenis-jenis hiu yang didaratkan di pelabuhan perikanan
c)

Monitoring jejaring pemanfaatan jenis hiu selepas dari pelabuhan


perikanan atau tempat pendaratan ikan.

2) Sasaran
a) Instansi terkait di pelabuhan perikanan setempat
b) Nelayan penangkap/pembawa ikan hiu
c)

Masyarakat dan Perusahaan pemanfaat hiu

3) Keluaran (Output)
a) Data sekunder berupa data hasil tangkapan jenis-jenis hiu 5 tahun
terakhir
b) Data jenis spesies, ukuran, berat, dan jumlah jenis-jenis hiu yang
didaratkan di pelabuhan perikanan atau tempat pendaratan ikan.
c)

Data kapal-kapal yang mendaratkan hiu di pelabuhan perikanan atau


tempat pendaratan ikan.

d) Data pengolah hiu


e) Data peredaran hiu
f)

Data pemanfaatan hiu

4) Hasil (Outcome)
Peredaran dan pemanfaatan jenis hiu dapat dimonitoring.
5) Lokasi
Lokasi Kegiatan Monitoring Ikan Hiu di Kalimantan Barat ini adalah di
Pelabuhan Perikanan Nasional Pemangkat dan Tempat Pendaratan Ikan
Sungai Kakap Kalimantan Barat.

3. Rincian Pekerjaan
a.

Seleksi Tenaga Enumerator dan Tenaga Ahli


Untuk melaksanakan kegiatan tersebut dibutuhkan Tenaga Enumerator dan
dengan kualifikasi sebagai berikut :
1) Berpendidikan minimal Diploma III (D3) jurusan Perikanan atau Kelautan;
2) Diutamakan fresh graduate;
6

3) Bersedia ditempatkan di Pelabuhan Perikanan Nasional Pemangkat atau


Tempat Pendaratan Ikan Sungai Kakap Kalimantan Barat;
4) Bersedia dikontrak untuk bekerja selama 10 (sepuluh) bulan, dengan tugas
sebagai berikut :
a) Mencari data sekunder penangkapan jenis-jenis hiu 5 tahun terakhir
b) Mendata dan mengidentifikasi jenis-jenis hiu yang didaratkan di
pelabuhan perikanan atau tempat pendaratan ikan selama 10 (sepuluh)
bulan.
c)

Monitoring jejaring pemanfaatan jenis hiu selepas dari pelabuhan


perikanan atau tempat pendaratan ikan.

d) Menyusun laporan
b. Pendataan di Lokasi oleh Enumerator
Tenaga Enumerator terpilih ditempatkan di lokasi enumerasi untuk melakukan
pendataan selama 10 (sepuluh) bulan dengan metode yang telah direncanakan,
sehingga diperoleh data sebagai berikut :
1) Data sekunder berupa data hasil tangkapan jenis-jenis hiu 5 tahun terakhir
2) Data jenis spesies, ukuran, berat, dan jumlah jenis-jenis hiu yang didaratkan
di pelabuhan perikanan
3) Data kapal-kapal yang mendaratkan hiu di pelabuhan perikanan atau
tempat pendaratan ikan
4) Data pengolah hiu
5) Data peredaran hiu
6) Data pemanfaatan hiu
c.

Rapat Evaluasi Bulanan


Setiap akhir bulan, Tenaga Enumerator dan Seksi Pendayagunaan dan
Pelestarian, dikumpulkan dalam pertemuan rapat evaluasi bulanan untuk
mengevaluasi kinerja Tenaga Enumerator di lapangan,.

d. Koordinasi
Koordinasi dilakukan oleh Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian, kepada instansi
yang mengelola pelabuhan perikanan dan tempat pendaratan ikan lokasi
enumerasi, serta kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota dan
Provinsi pada awal kegiatan untuk mensosialisasikan akan menugaskan Tenaga
7

Enumerator di pelabuhan perikanan dan tempat pendaratan ikan lokasi


enumerasi. Koordinasi juga dilakukan sewaktu-waktu apabila ada kendala dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut di lapangan dapat diatasi, serta dari koordinasi
tersebut dapat menghasilkan kebijakan jangka pendek terkait pemanfaatan hiu.
e.

Rapat Evaluasi Akhir


Rapat evaluasi akhir dilaksanakan oleh Tenaga Enumerator, Personil BPSPL
Pontianak. Rapat diselenggarakan di akhir kegiatan, sehingga hasil dari rapat
evaluasi tersebut dapat dijadikan acuan sebagai penentu kebijakan terhadap
pemanfaatan jenis hiu oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan PulauPulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

f.

Pelaporan
Hasil dari kegiatan tersebut dibuat laporan berupa hardcopy print out jilid buku
laporan yang dibuat oleh tenaga ahli.

D. KURUN WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN


Keluaran kegiatan yang terdiri dari paket dokumen harus dicapai selama 10 (sepuluh)
bulan masa kerja.
Rencana pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :
Kegiatan

Bulan ke1

10 11 12

Persiapan
Seleksi Tenaga
Pendataan
Rapat Ev. Bulanan
Koordinasi
Rapat Ev. Akhir
Pelaporan

E.

BIAYA YANG DIBUTUHKAN


Kebutuhan anggaran untuk membiayai pekerjaan Monitoring Ikan Hiu di Kalimantan
Barat ini berasal dari APBN Tahun Anggaran 2015.

Anda mungkin juga menyukai