Pasal 21, konservasi jenis ikan dilakukan dengan tujuan : (i) Melindungi jenis ikan
yang terancam punah; (ii) mempertahankan keanekaragaman jenis ikan; (iii)
memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem; dan (iv) memanfaatkan
sumber daya ikan secara berkelanjutan.
b. Pasal 22, konservasi Jenis ikan dilakukan melalui : (i) Penggolongan jenis ikan; (ii)
Penetapan
status
perlindungan
jenis
ikan;
(iii)
Pemeliharaan;
(iv)
d. Pasal 35 pasal ayat (1) pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan sebagaimana
pada pasal 30 ayat (3) dilakukan terhadap jenis ikan yang dilindungi dan jenis
ikan yang tidak dilindungi.
1
Pasal 2. Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan meliputi antara lain perlindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil
yang berkelanjutan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Pasal 16 ayat bahwa : (i) Unit Pengelola Teknis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Laut dapat membentuk satuan kerja berdasarkan analisis beban kerja. (ii)
Satuan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang
penanggung jawab satuan kerja.
2. Gambaran Umum
Konservasi sumberdaya ikan merupakan aspek yang sangat penting untuk
melindungi jenis-jenis ikan, menjaga kemurnian genetik, dan keanekaragaman jenis
ikan dalam rangka memelihara keseimbangan dan kelestarian ekosistem serta
pemanfataan sumberdaya yang berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, mengingat
akan kepentingan-kepentingan dalam pengelolaan sumber daya ikan sebagai
pelaksanaan dari Undang-Undang 31 tahun 2004 tentang Perikanan, maka sudah
saatnya ditindaklanjuti dengan menyusun Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan tentang status perlindungan jenis ikan yang terancam punah, langka,
endemik, populasi turun dan/atau reproduksi rendah dengan memperhatikan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no. PER.03/MEN/2010 tentang tata cara
penetapan status perlindungan jenis ikan. Keputusan Menteri tersebut untuk
selanjutnya dapat dijadikan landasan dalam pelaksanaan pengelolaan dan perijinan.
2
Salah satu bentuk yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah dan tekanan
terhadap sumber daya hayati tersebut, adalah melakukan pengawasan dan
pengendalian dari kegiatan pemanfaatannya khususnya dalam bentuk perdagangan.
Kebijakan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar untuk kepentingan perdagangan
bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Pemerintah
Negara Republik Indonesia, dan konvensi yang mengatur perdagangan tumbuhan
dan satwa liar secara internasional termasuk dari jenis biota periaran. Dalam
perdagangan tumbuhan dan satwa liar secara internasional, Indonesia sebagai salah
satu negara mega-biodiversity dengan daratan maupun lautan yang sangat luas ini
telah memiliki komitmen untuk melestarikan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar
yang berkelanjutan dengan merativikasi Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) melalui Keputusan Presiden
Nomor 43 Tahun 1978, yang selanjutnya membawa konsekuensi perdagangan
tumbuhan dan satwa liar termasuk biota perairan yang dilaksanakan Pemerintah
Indonesia harus mengikuti ketentuan-ketentuan CITES.
Terkait dengan pelibatan UPT dalam sistem kontrol CITES, maka segala
persiapan tentang Perlindungan, pemanfaatan, peredaran dan pengawasan jenis
ikan yang masuk dalam CITES yang menjadi pengalihan harus dilaksanakan
secepatnya.
Untuk
itu
kegiatan
Identifikasi/Inventarisasi,
Perlindungan,
Pemanfaatan, Peredaran dan Pengawasan Jenis Ikan Dilindungi dan Tidak Dilindungi
di Wilayah Kerja Unit Pelaksana Teknis penting dilakukan sebagai kepanjangan pusat
dalam pelaksanaan pelayanan CITES di daerah untuk mewujudkan maksud tersebut.
Beberapa referensi menyebutkan keragaman spesies ikan hiu dunia berjumlah
sekitar 400 spesies, sekitar 200 spesies diperkirakan terdapat di perairan Indonesia
dan 117 spesies diantaranya sudah berhasil diidentifikasi. Pada tahun 2013 yang lalu,
konvensi internasional perdagangan tumbuhan dan satwa liar telah memasukkan 5
spesies hiu dalam daftar Appendik II CITES, empat spesies diantaranya data
ditemukan di perairan Indoensia, yaitu 3 spesies hiu martil (Sphyrla lewini, Sphyrna
mokarran dan Sphyrna zygaena) dan hiu koboi (Carcharhinus longimanus). Bagi
Indonesia ketentuan CITES tentang perdagangan internasional empat spesies hiu
yang masuk dalam daftar Appendik II akan memberikan dampak yang cukup besar
karena Indonesia merupakan negara pengekspor sirip hiu tertinggi dunia. Di sisi lain,
3
hiu merupakan hasil tangkapan sampingan (by-catch), sehingga sulit untuk mengatur
menajemen penangkapan hiu. Indonesia merupakan negara penangkapan jenis hiu
terbesar di dunia. Hiu yang didaratkan baik dari kapal pengangkut maupun kapal
penangkap ikan 70 % hiu yang didaratkan merupakan by catch, sedangkan 30 % hiu
yang didaratkan merupakan target tangkapan.
Hiu merupakan salah satu dari 20 jenis yang masuk dalam daftar spesies
prioritas KKP tahun 2015-2019. Kriteria spesies Prioritas adalah :
1.
2.
3.
4.
Salah satu isu dan permasalahan hiu ini adalah mengenai data yang belum
spesifik. Pemantauan produksi dan perdagangan internasional jenis yang masuk
dalam Appendik CITES dilakukan pada level spesies. Saat ini pencatatan produksi hiu
yang didaratkan di pelabuhan pelabuhan perikanan dilakukan berdasarkan lima
kelompok besar yaitu : kelompok hiu martil, kelompok hiu lanjaman, kelompok hiu
mako, kelompok hiu botol dan kelompok hiu tikus. Pada beberapa lokasi pendaratan
ikan, hiu hanya dikelompokkan dalam satu kelompok hiu, bahkan masih ditemukan
hasil tangkapan hiu yang dimasukkan dalam kelompok ikan lain-lain. Memperhatikan
kondisi pencatatan hasil tangkapan hiu yang ada saat ini maka diperlukan langkahlangkah perbaikan dalam pencatatan, sehingga hasil tangkapan hiu pada level
spesies atau genus dapat dimonitoring. Kebutuhan akan data yang spesifik ini sangat
membantu dalam menentukan posisi Indonesia dalam konvensi internasional yang
menyangkut pengaturan hiu secara internasional, sehingga bangsa kita tidak
dirugikan. Perlu dipahami bersama, Indonesia adalah negara penghasil hiu dan pari
4
terbesar di dunia, sebagian besar produksi hiu (terutama sirip) dijual ke luar negeri
dengan harga yang cukup tinggi. Penjualan produk olahan hiu ini mempunyai
kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan masyarakat nelayan yang sekaligus
juga berkontribusi bagi pendapatan negara.Langkah-langkah pengelolaan yang lebih
baik tentu harus dilakukan sehingga pemanfaatan hiu ini tidak mengancam
kelestariannya di habitat alam dan sekaligus juga dapat menangkal isu negative yang
dilancarkan banyak pihak terhadap perikanan hiu di Indonesia. Oleh karena itu
kegiatan Monitoring Ikan Hiu di Kalimantan Barat penting dilakukan sebagai acuan
untuk mengambil kebijakan mengenai pengelolaan hiu lebih lanjut.
B. PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah aparatur pemerintah, masyarakat dan pelaku
usaha pemanfaatan jenis ikan.
2. Tahapan Pelaksanaan
Untuk rencana pekerjaan yang akan dilakukan pada tahun anggaran 2015,
pelaksanaannya diatur sebagai berikut :
a. Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan persiapan pelaksanaan kegiatan yang meliputi :
Pemilihan calon enumerator yang dilakukan melalui mekanisme pengadaan
langsung;
Pembekalan materi pada enumerator
Penyiapan administrasi;
b. Kegiatan Pendataan Hasil Tangkapan
Kegiatan dilaksanakan di Propinsi Kalimantan Barat dengan rincian tahap
pelaksanaan sebagai berikut:
5
1) Tujuan
a) Mendapatkan data penangkapan jenis-jenis hiu 5 tahun terakhir
b) Mendata jenis-jenis hiu yang didaratkan di pelabuhan perikanan
c)
2) Sasaran
a) Instansi terkait di pelabuhan perikanan setempat
b) Nelayan penangkap/pembawa ikan hiu
c)
3) Keluaran (Output)
a) Data sekunder berupa data hasil tangkapan jenis-jenis hiu 5 tahun
terakhir
b) Data jenis spesies, ukuran, berat, dan jumlah jenis-jenis hiu yang
didaratkan di pelabuhan perikanan atau tempat pendaratan ikan.
c)
4) Hasil (Outcome)
Peredaran dan pemanfaatan jenis hiu dapat dimonitoring.
5) Lokasi
Lokasi Kegiatan Monitoring Ikan Hiu di Kalimantan Barat ini adalah di
Pelabuhan Perikanan Nasional Pemangkat dan Tempat Pendaratan Ikan
Sungai Kakap Kalimantan Barat.
3. Rincian Pekerjaan
a.
d) Menyusun laporan
b. Pendataan di Lokasi oleh Enumerator
Tenaga Enumerator terpilih ditempatkan di lokasi enumerasi untuk melakukan
pendataan selama 10 (sepuluh) bulan dengan metode yang telah direncanakan,
sehingga diperoleh data sebagai berikut :
1) Data sekunder berupa data hasil tangkapan jenis-jenis hiu 5 tahun terakhir
2) Data jenis spesies, ukuran, berat, dan jumlah jenis-jenis hiu yang didaratkan
di pelabuhan perikanan
3) Data kapal-kapal yang mendaratkan hiu di pelabuhan perikanan atau
tempat pendaratan ikan
4) Data pengolah hiu
5) Data peredaran hiu
6) Data pemanfaatan hiu
c.
d. Koordinasi
Koordinasi dilakukan oleh Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian, kepada instansi
yang mengelola pelabuhan perikanan dan tempat pendaratan ikan lokasi
enumerasi, serta kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota dan
Provinsi pada awal kegiatan untuk mensosialisasikan akan menugaskan Tenaga
7
f.
Pelaporan
Hasil dari kegiatan tersebut dibuat laporan berupa hardcopy print out jilid buku
laporan yang dibuat oleh tenaga ahli.
Bulan ke1
10 11 12
Persiapan
Seleksi Tenaga
Pendataan
Rapat Ev. Bulanan
Koordinasi
Rapat Ev. Akhir
Pelaporan
E.