Anda di halaman 1dari 5

Nama

NIM/ Rombel
Mata Kuliah
Dosen Pengampu

: Yuli Alfiani
: 3401414103/3
: Struktur Masyarakat Jawa
: Nugroho Trisnu Brata, M.Hum.

Kebudayaan Indis
Pada masa Belanda datang ke Indonesia, terjadi pencampuran budaya antara
peradaban kolonial dengan peradaban Indonesia. Masuknya budaya Belanda ke
wilayah nusantara awalnya dibawa oleh para pedagang dan pejabat VOC yang
disusul oleh rohaniawan protestan dan katolik. Kebudayaan indis yang
dikembangkan oleh para cendekiawan antara lain dalam bidang pendidikan,
teknologi pertanian dan transportasi. Kebudayaan belanda yang memeperkaya
kebudayaan Indonesia meliputi tujuh unsur budaya universal yaitu bahasa,
peralatan, mata pencaharian organisasi, kesenian, ilmu pengetahuan dan realigi.
Perbaduan dua budaya atau akulturasi tersebut, misalnya pada bidang
teknologi, sebelum Belanda datang ke Jawa, masyarakat Jawa sudah mahir untuk
mengolah bahan-bahan kayu, logam, batu dan tanah liat yang tampak pada
arsitektur rumah, bangunan canti maupun alat-alat rumah tangga. Setelah Belanda
datang ke Jawa, terjadi akulturasi melalui pengetahuan bangsa Eropa yang
menghasilkan berbagai kelengkapan hidup bergaya indis.
Perubahan budaya (cultural change) di pengaruhi oleh berbagai hal, seperti
inovasi, teknologi, perubahan fungsi, ideologi, serta kreativitas atau kebebasan
para pengrajin atau seniman dalam mewujudkan gagasannya (Soekiman,
2014:30). Para cendikiawan, seniman, arsitek, sastrawan pribumi maupun local
genius atau kepribadian budaya bangsa yang dimiliki orang Jawa sendiri
mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses penyebarluasan budaya
Indis. Selanjutnya, akan dijelaskan pula beberapa contoh unsur budaya yang
meliputi ketujuh unsur universal budaya.
1. Bahasa
Bahasa Melayu berbaur dengan bahasa Belanda sejak akhir abad ke-18
sampai awal abad ke-20. Pembauran ini berawal dari proses komunikasi oleh
keluarga dalam lingkungan Indische Landshuizen, selanjutnya digunakan oleh
Indo-Belanda. Sedangkan proses perpaduan bahasa Belanda dan Jawa hanya
terjadi pada sebagian masyarakat pendukung kebudayaan Indis dan menimbulkan

bahasa pijin atau bahasa campuan yang digunakan oleh keturunan Belanda dengan
ibu Jawa, Cina keturunan dan Timur asing. Selain itu ada juga bahasa kreol yang
pertama dipakai di pulau West Indies Prancis dan di Louisiana untuk menyebut
bahasa-bahasa yang dipakai oleh para budak. Bahasa kreol terbentuk jika sistem
komunikasi yang ada pada awalnya merupakan bahasa pijin menjadi bahasa ibu
suatu masyarakat.
Sedangkan bahasa

peetjoek atau petjoek juga merupakan bahasa hasil

campuran orang Belanda dengan orang Jawa. Bahasa petjoak di masing-masing


daerah wilayah Jawa memiliki unsur yang berbeda-beda namun tetap mendapat
pengaruh bahasa Melayu. Masyarakat berdarah campuran juga menggunakan
bahasa campuran (petjoek), yaitu bahasa yang digunakan oleh orang-orang papa
atau miskin dan orang Belanda yang tidak diakui. Namun, bahasa petkoek tidak
diperkenankan untuk digunakan di rumah karena dianggap sebagai bahasa hina.
Bahasa petjoek muncul karena sering digunakan oleh anak-anak berdarah
campuran dalam komunikasi sehari-hari. Namun mereka mengucapkannya
dengan lafal dan logat Jawa.
2. Kelengkapan Hidup
Bentuk bangunan tempat tinggal pada akulturasi budaya Indis bercirikan
yaitu, memiliki ukuran yang besar dan luas dengan hiasan mewah, penataan
halaman yang rapi, dan perabotan lengkap yang dapat menjadi lambang prestise
dan status sosial yang tinggi. Setelah orang Eropa datang ke Indonesia, golongan
bangsawan dan priyayi maupun orang Indo serta masyarakat Timur Asing mulai
menggunakan peralatan rumah tangga yang disebut meubelair. Peralatan tersebut
terbuat dari kayu jati dengan ukiran motif bergaya Jawa bercampur dengan motif
bergaya Eropa. Ciri lain gaya hidup pada zaman itu banyak dipengaruhi oleh gaya
Eropa ialah tata busana . Karena pengaruh para pembantu rumah tangga dan para
nyai, kaum perempuan indis mengenakan kain sarung dan kebaya. Kain dan
kebaya juga dikenakan untuk pakaian sehari-hari oleh para perempuan eropa.
Sedangkan para pria eropa mengenakan sarung dan baju takwo atau pakain tidur
motif batik.
Alat untuk berkarya atau alat-alat yang dapat digunakan untuk memudahkan
kehidupan juda diperkenalkan Belanda kepada penduduk pribumi seperti, mesin

jahit, lampu gamtung lampu gas dan kereta tunggang atau sado. Selain itu di
negeri Belanda hingga kini banyak dijumpai rumah makan yang menyediakan
berbagai jenis menu Indis Tempo Doloe dengan memasang papan nama yang
bertuliskan Indische Restaurant. Banyak keluarga belanda , khususnya anak
keturunan yang pernah tinggal atau datang dari Indonesia menghidangkan menu
indische rijsttafel yang terdiri dari nasi soto, nasi goreng, nasi rames, gado-gado,
lumpia dan sebagainya. Sedangkan di Indonesia, masyarakat indis termasuk priyai
Jawa menghidangkan makanan keluarga dengan menu campuran Eropa dan Jawa
seperti beafstik, resoulles dan soep.
3. Mata Pencaharian Hidup
Pada pertengahan abad ke 19, Belanda merebut perdagangan rempah-rempah
dari portugis, dan Inggris dengan memperluas perkebunan rempah-rempah dan
hasilnya akan di ekspor ke Eropa. Setelah mengambil alih usaha VOC, pemerintah
Belanda meneruskan sistem eksploitasi dan monopoli. Usaha perluasan
penjajahan ini memunculkan mata pencaharian baru bagi orang Jawa maupun
orang Indo seperti, pekerjaan administrasi serta muliter dan swasta, prajurit
sewaan, pejabat administrasi pemerintahan maupun tenaga kasar (pembenatu) atau
nyai (pendamping pria Eropa tanpa pernikahan).
4. Pendidikan dan Pengajaran
Proses pendidikan tradisional Jawa telah melunak pada masyarakat Indis.
Banyak unsur budaya Jawa mempengaruhi anak-anak keturunan Eropa, dan
sebaliknya banyak pengaruh unsur Eropa pada anak-anak para priyayi. Pada tahun
1910-1930 didirikan sekolah di sekitar wilayah pabrik gula di Yogyakarta dan
dikelompokan menjadi empat jenis sekolah, antara lain: (a) Standarardscgool, (b)
Volkschool, (c) Volkschool voor Meisjes dan (d) Veroolgschool voor Meisjes.
Standarardscgool dibangun sebagai tempat pengaderan atau pembibitan calon
guru Sekolah Rakyat, siswa-siswanya juga diberdayakan sebagai tenaga rendahan
di pabrik gula Gondong Lipura. Volkschool voor Meisjes merupakan sistem
pendidikan dengan menggunakan pendekatan budaya setempat, disamping sistem
pengenalan dan pendidikan cara Barat, memperkaya dan memeperluas
pengetahuan para siswa.

Selain itu, Van der Deijil juga menyebutkan tentang pendidikan yang
berhubungan dengan prasarana kesehatan. Adanya peran dukun bayi dalam
membantu kelahiran bayi Jawa dianggap kurang memperhatikan keselamatan bayi
dan ibu, sehingga pihak pabrik mendirikan poliklinik dan pendidikan tentang
persalinan yang dipimpin oleh Mvr. Rijkevorsel dan pendidikan perawat rumah
sakit yang dirintis oleh Jules Schmutzer.
5. Kesenian
Kemampuan berkesenian pada suku Jwa sudah sangat tinggi sebelum bangsa
Eropa datang ke Nusantara, baik dalam seni pertunjukan maupun seni rupa.
Namun dalam seni kerajinan orang Jawa juga sudah sangat berkembang saat
kehadiran orang Eropa. Seni kerajinan yang berkembang di Nusantara adalh seni
pintal atau tenun. Seni kerajinan merupakan komoditi perdagangan dan sangat
digemari masyarakat muslim di Hindia Belanda, misalnya sajadah dan kopiah,
perhiasan tubuh, alat senjata berpamor dan kerajinan perak serta seni batik.
Ciri Indis dengan unsur musik brass band dari Eropa terlihat kuat dalam
tanjidor yang sekarang cenderung memudar , maka unsur nada musik Cina jelas
terdengar dalam gambang kromong. Paduan selaras dari kedua unsur luar ini
terwakili dengan baik dalam musik keroncong. Bentuk paduan irama musik
dengan gerak tari dalam teater melahirkan ciri Indis, yang dikenal sebagai Komedi
Stamboel. Sementara itu dalam music keroncong, muncul lagu stambulan.
6. Ilmu Pengetahuan dan Kemewahan Gaya Hidup
Peran penghuni dan pemilik pesanggrahan menentukan perkembangan ilmu
dan gaya hidup dapat dilihat dari lima hal berikut: (1) tentang pembudidayaan
alam oleh Van Hoorn, (2) pemilik tanah Zwaadecroon memprakarsai usaha
pembudidayaan ulat sutra, (3) Dr. Johan Mautits Moor mendirikan sebuah menara
untuk meletakkan teropong bintang untuk kepentingan ilmu perbintangan, (4)
sebuah pesanggrahan kuno yang memiliki bangunan gardu pemandangan dengan
kubah, (5) Jan Andries Duurkoop mendirikan tempat penangkaran dan pembibitan
pohon jati. Pembanguna rumah dan pesanggrahan yang mewah dan kemewahan
gaya hidup Indis membawa dampak buruk terhadap bangsa Eropa sendiri. Gaya
hidup yang boros dan mewah menjadi sebab banyaknya tanah perkebunan yang

dijual dan jatuh ke tangan orang-orang Cina dan Arab kaya. Peniruan gaya hidup
Eropa yang berlebihan, terutama yang berpusat di Weltevreden, dapat juga
dianggap sebagai kebangkrutan.
7. Religi
Enkulturasi merupakan suatu proses pembentukan budaya dari dua bentuk
kelompok budaya yang berbeda sampai muculnya pranata yang mantap. Dalam
kajian teologi, enkulturasi diartikan sebagai rancang bangun teologi lokal. Ada
tiga tahapan yang mendukung terjadinya proses enkulturasi antara lain: Pertama,
proses enkulturasi ditandai oleh adanya pengenalan lingkungan sosial,
penyesuaian adat, serta terjalinnya relasi atau hubungan dalam interaksi social
budaya. Kedua, proses enkulturasi ditandai dengan adanya koeksistensi dan
prosesnya menjadi plural yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Ketiga, sebagai
tahap akhir, proses enkulturasi diformulasikan dalam bentuk munculnya
sinkretisme kebudayaan, kesenian, dan agama.
Dalam pembentukan kajian teologis, enkulturasi religi diartikan sebagai
rancang-bangun teologi lokal. Enkulturasi religi sebagai rancang bangun lokal
disebut inkulturasi. Keberhasilan inkulturasi tidak hanya berdampak pada
munculnya kesinambungan budaya dan agama. Keberhasilan inkulturasi juga
berdampak pada munculnya kestabilan ideologi, politik dan sosial, sejalan dengan
kondisi zaman penjajahan.
Sumber:
Soekiman, Djoko. 2014. Kebudayaan Indis Dari Zaman Kompeni Sampai
Revolusi. Depok: Komunitas Bambu.

Anda mungkin juga menyukai