Anda di halaman 1dari 20

JASA FREIGHT FORWARDING DALAM ASPEK PAJAK PENGHASILAN

Ahmad Yusuf (2)


Birochi Puspo Raharjo (7)
Indriani Natasya (17)
Rahmat Stiady (22)
Tigor Ramadhan Lubis (27)
Mahasiswa Program D-IV Akuntansi Kurikulum Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan informasi mengenai jasa freight forwarding dan
bagaimana proses pengenaan pajak penghasilannya apabila ditinjau dari peraturan
perundang-undangan perpajakan di Indonesia.
Keywords : freight forwarding, peraturan, pajak penghasilan
+
I. Pendahuluan
Istilah freight forwarding pertama kali disebut di Amerika Serikat pada tahun 1942 dalam
Freight Forwarders Act, 1942. Kegiatan usaha freight forwarding sudah dimulai sejak tahun 1930
oleh beberapa forwarder yang melayani jasa pengangkutan di darat dan di air dan hanya
melayani pengangkutan domestik. Menurut Giles Morrow dan G. Lloyd Wilson (1943) dalam
jurnalnya yang berjudul Some Problems of Freight Forwarders menyebutkan pengertian freight
forwarding adalah sebagai berikut
Freight forwarders or freight forwarding company are the companies engaged in consolidation of small lots
of less-than-carload or less-than-truckload freight from shippers, either at their depots or through the pickup
services maintained by motor carriers; the forwarding of the consolidated shipments via the services of
railroads, steamship lines, or motor truck carriers, usually in carload or truckload lots to destination; and the
distribution of the goods to the individual consignees of the small lots at the depots or by motor carrier
distributing services.

Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa perusahaan freight forwarding adalah
perusahaan yang kegiatan usahanya mengurusi pengangkutan/pengiriman barang muatan dari
kapal laut, juga barang-barang yang berada di gudang melalui pengangkutan mobil, mengurusi
pengiriman barang melalui kereta api, kapal laut, atau melalui mobil/truk ke tujuan yang
diminta/tempat si penerima barang dan pengiriman barang dari gudang si penjual ke tempat si
pembeli.
Freight Forwarding nasional pada pertengahan tahun 1970-an sudah ada di Indonesia
walaupun masih dalam bentuk kelompok-kelompok atau associate member. Pada tahun 1977
1978 beberapa perusahaan freight forwarding nasional yang secara mandiri melakukan
kegiatan jasa freight forwarding. Kemudian pada tanggal 16 Juli 1980 dengan mendapat
bimbingan dan pengarahan dari Direktorat Jendral perdagangan Luar negeri Departement
perdagangan ( Dirjen, Deplu , Deperdag ) maka diberikan ijin operasi kepada 15 perusahaan
freight forwarding di Indonesia . Karena dinilai sangat pesat, didirikannya Indonesian Freight
Forwarder Association di singkat INFFA yang resmi di akui pemerintah RI yang beranggotakan
60 perusahaan freight forwarding yang ada di Indonesia yang pada akhirnya diakui sah sebagai
anggota FIATA pada tahun 1981.
Page 1 of 20

Dalam perkembangan volume perdagangan Indonesia semakin meningkat sehingga


memerlukan perusahaan jasa angkutan yang betul-betul dapat dapat menunjang kegiatan
ekspor komoditi Indonesia ke luar negeri, pada tanggal 25 Juli 1989 terjadilah peleburan antara
beberapa assosiasi yang bergerak dalam bidang pengurusan barang export import yang terdiri
dari INFAA ( Indonesia Freight Forwarder Association ) GAVEKSI ( Gabungan Veem dan
Ekspedisi Seluruh Indonesia = EMKL ) EMPU ( Espedisi Muatan Pesawat Udara = EMKU ) ,
yang menjadi INFA ( Indonesia Forwarder association ) atau GAFEKSI (Gabungan Freight dan
Ekspedisi Seluruh Indonesia ) yang diresmikan oleh menteri Perhubungan pada dengan jumlah
anggota pada saat itu 288 anggota dan pada tahun 2011 telah mencapai 1800 perusahaan yang
tersebar berbagai daerah di Indonesia dengan pembinaan dari Departement Perhubungan RI.
Pengertian jasa freight forwarding di Indonesia disebut didalam Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 10 Tahun 1988 yaitu:
kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua
kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya kegiatan pengiriman barang melalui transportasi udara, laut,
dan darat, dengan kegiatan penerimaan barang, penyimpanan barang, sortasi barang, pengepakan barang,
penandaan barang, pengukuran barang, penimbangan barang, pengurusan penyelesaian dokumen,
penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta
penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya.

Jasa freight forwarding dibagi dalam empat segmen yaitu :


a. Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK)
b. Jasa pengurusan transportasi murni (JPT)
c. Trucking
d. Pergudangan
Definisi pengusaha pengurusan jasa kepabeanan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai Nomor P-24/BC/2007 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan
pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa importir atau eksportir. Sedangkan definisi
kewajiban pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk
memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan melayani konsumennya (eksportir dan importir)
sebagai custom brokers. Pada dasarnya, pemilik barang (eksportir dan importir) bisa
menyelesaikan kewajiban pabeannya sendiri, namun tidak semua eksportir dan importir
mengetahui atau menguasai ketentuan tata laksana kewajiban pabean. Oleh karena itu,
seringkali pemilik barang memberikan kuasa penyelesaian kewajiban pabean tersebut kepada
pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
Untuk dapat menjadi custom brokers, maka pengusaha pengurusan jasa kepabeanan harus
mempunyai Nomor Pokok Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang dikeluarkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat.
Definisi jasa pengurusan transportasi murni sama dengan pengertian jasa freight
forwarding yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 1988.
Kegiatan usaha jasa pengurusan transportasi murni berhubungan dengan pengiriman barang ke
berbagai tujuan baik domestik maupun ke luar negeri, dimulai dari pengambilan barang dari
tempat penjual/pemilik barang sampai barang tersebut selamat sampai di pelabuhan / bandara
Page 2 of 20

yang dituju sesuai dengan sifat barang, tujuan pengiriman, jadwal pengiriman dan jenis
transportasi pengiriman apakah melalui udara atau laut. Jenis pelayanan yang diberikan dalam
jasa pengurusan transportasi murni mulai dari door to door (barang diantar dari tempat/gudang
penjual ke tempat/gudang pembeli), door to port (barang diantar dari tempat/gudang penjual
ke pelabuhan tempat pembeli), port to door (barang diantar dari pelabuhan tempat penjual ke
tempat/gudang pembeli) dan port to port (barang diantar dari pelabuhan tempat penjual ke
pelabuhan tempat pembeli).
Pengertian trucking sendiri tidak ada diatur dalam peraturan sehingga setiap orang dapat
memberikan definisinya. Secara umum trucking merupakan jasa freight forwarding melalui
transportasi darat dengan menggunakan truk.
Pengertian pergudangan juga tidak diatur dalam peraturan. Secara umum pergudangan
adalah salah satu jenis jasa freight forwarding yang melayani konsumen dalam penyimpanan
barang-barang yang dimuat dari kapal sebelum didistribusikan ke tempat si penerima barang.
Seiring peningkatan jumlah perusahaan freight forwarding di Jakarta sendiri yang tidak
terarah yang berimbas pada banyaknya perusahan freight forwarding yang tumbuh secara liar,
mengakibatkan pihak pemerintah diwakili oleh Dirjen Perhubungan melakukan batasan dan
pengketatan pengajuan perijinan perusahaan freight forwarding. Selain isu terkait perbankan,
kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang
Tata Cara dan Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) menyisakan silang sengketa di antara dua
lembaga. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga tinggi negara merasa tugasnya
dihalangi pihak pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam mengaudit data pajak.
II.

Pengertian Freight Forwarding

Menurut Koleangan (2004:20) pengertian Freight Forwading adalah orang atau badan
usaha yang melakukan jasa pengurusan dokumen dan atau definisi baku yang diberlakukan
secara international, pengapalan barang atas permintaan importer atau eksportir dengan
menerima pembayaran sebagai kompensasi.
Menurut Suyono (2003:155) pengertian Freight Forwarding adalah badan usaha yang
bertujuan memberikan jasa pelayanan/pengurusan atau seluruh kegiatan diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman , pengangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan
multimodal transport baik melalui darat, laut atau udara.
Menurut Suyono (2005), freight Forwarder adalah
badan usaha yang bertujuan memberikan jasa pelayanan/pengurusan atas seluruh kegiatan yang
diperlukan bagi terlaksanannya pengiriman, pengangkutan dan penerimaan barang dengan
menggunakan multimodal transport melalui darat, laut , dan/udara. Disamping itu, freight forwarder juga
melaksanakan pengurusan prosedur dan formalitas dokumentasi yang dipersyaratkan oleh adanya
peraturan-peraturan pemerintah Negara export, Negara transit dan Negara import. Freight Forwarding
adalah seseorang yang mendapatkan order dari langganan untuk pengangkutan barang-barang tersebut
ketempat tujuan . Sukrisman (1985:1).

Sedangkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 10 Tahun 1988 tanggal 26 Januari
1988, disebutkan bahwa,
yang dimaksud dengan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) ialah usaha yang ditujukan
untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara, yang dapat
mencakup kegiatan
: Penerimaan, Penyimpanan, Sortasi, Pengepakan, Penandaan, Pengukuran,

Page 3 of 20

Penimbangan, Pengurusan Penyelesaian Dokumen, Penerbitan Dokumen Angkutan, Perhitungan Biaya


Angkutan, Klaim, Asuransi atas Pengiriman Barang serta Penyelesaian Tagihan dan Biaya-Biaya Lainnya
berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang
berhak menerimanya.

Sedangkan orang atau badan hukum yang melaksanakan pekerjaan forwarding adalah seorang
freight forwarder. Freight forwarder adalah seseorang atau suatu badan hukum yang
melaksanakan perintah pengiriman barang (muatan) dari satu atau beberapa orang pemilik
barang,yang di kumpulkan dari satu atau beberapa tempat , sampai ke tempat tujuan akhir
melalui system pengaturan lalu lintas barang dan dokumen , dengan menggunakan satu atau
beberapa jenis angkutan dengan tanpa harus memiliki sarana angkutan di maksud.

III. Klasifikasi Freight Forwarding


Dalam kegiatannya sehari-hari, Freight Forwarding dapat dibagi dalam 2 jenis golongan
yaitu:
A. Dari segi operasionalnya
Forwarder dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan sesuai dengan tingkat profesionalisme
dalam melaksanakan proses penanganan dan pengiriman barang serta ketersediaan agen
sebagai mitra usahanya di luar negeri. Dari ke-tiga golongan tersebut, masing-masing adalah
International Freight Forwarder (Klasifikasi A),Domestik/Regional Forwarder (Klasifikasi
B),Local Forwarder (Klasifikasi C)
1. International Freight Forwarder
IFF yang berklasifikasi A ini adalah merupakan Forwarder professional dalam hal
menjalankan kegiatan Freight Forwarding dengan memberikan jasa penanganan serta
pengiriman barang kepada para customernya yang bertaraf internasional, yaitu melakukan
pengiriman barang ke atau dari salah satu atau berbagai negara di luar negeri. Jenis Forwarder
seperti ini banyak diminati oleh para pemilik barang terutama oleh Exportir atau Importir.
Faktor-faktor yang mendukung mengapa mereka yang selalu diminati oleh para pemakai jasa
antara lain:
Berhak menerbitkan/menggunakan FIATA B/L dan
Memiliki tenaga ahli dibidang pengiriman barang.
Adanya jaringn kerja secara Internasional serta Agen/Mitra kerja yang tangguh.
Memiliki sarana dan prasarana kerja yang cukup.
Berpengalaman luas serta mampu memberikan saran-saran yang diperlukan oleh
pemilik barang terhadap suatu maksud untuk pengiriman barang ke negara tujuan
tertentu.
Mampu memberikan tarif angkutan yang relative murah serta dapat membantu
mencari jalan keluar untuk menurunkan biaya produksi terhadap suatu barang yang
akan di pasarkan di dunia internasional, serta selalu membayar tuntutan ganti rugi.
2. Domestik/Regional Forwarder
Perbedaan yang mendasar dengan Internasional Freight Forwarder adalah
mereka berhak untuk menggunakan FIATA B/L sedangkan dari Forwarder
Domestik/Regional belum berhak menggunakannya atau menerbitkan B/L sendiri
(House B/L)
3. Local Forwarder

Page 4 of 20

Jenis Forwarder ini merupakan forwarder dengan klasifikasi yang minim. Hal ini
dikarenakan forwarder local termasuk golongan yang belum memiiki agen di luar
negeri, dan mereka adalah para pengelolah jasa EMKL dan EMKU
B. Dari Segi dasar sarana angkutan
1. Sea Freight Forwarder
Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah mereka yang telah mengkhususkan kegiatan
usahanya pada pengiriman barang muatan melalui angkutan laut atau melalui kombinasi antara
angkutan darat lainnya.Ada kategori umum mengenai barang muatan atau cargo yang harus
diketahui oleh seorang Forwarder tentang teknik pelayanannya (Cargo handling) masingmasing jenisnya yaitu :
- Bulk cargo
Yaitu semua jenis barang yang secara fisik bentuknya tidak dapat atau tidak harus dikemas
tersendiri dengan jenis kemasan apapun juga kecuali di sesuaikan dengan unit alat
angkutan itu sendiri.Contoh dari katagori jenis ini adalah
a) Biji-bijian, seperti jagung, beras, tepung terigu dll.
b) Bijih tambang, seperti batubara, besi, serta bahan mineral lain yang belum dip roses.
c) Kayu-kayuan, berupa kayu gelondong (logs), chips (pecahan kayu) dan hasil-hasil hutan
lainnya.
d) Berbagai macam jenis mesin-mesin serta produk-produk lain yang tidak dapat
dimasukkan
kedalam salah satu jenis kemasan atau dimaskkan kedalam petikemas,
seperti transformer,
reactor, turbin dan sebagainya.
e) Kendaraan bermotor, truk, dan alat angkutan lainnya.
f) Berbagai macam jenis produk besi-besi atau jenis produk metal lainnya yang telah
selesai
maupun berupa semi proses.
- Unit load cargo
Yaitu satu atau lebih kemasan barang yang digabung /diikat atau ditumpuk menjadi satu
tumpukan pada sesuatu palet atau bentuk lainnya sedemikian rupa (skidded),sehingga
dengan demikian seluruh unit tersebut dapat di terima oleh kapal dan siap dimuat dengan
man serta ditata diatas kapal dan di bongkar dengan mudah di pelabuhan tujuan dengan
menggunakan alat mekanik tertentu. Adapun maksud dan tujuan untuk mengelompokkan
komoditi tersebut pada satu unit Pallet adalah karena hal-hal sebagai berikut:
Menghemat biaya tenaga kerja (labor saving), item unit load ini akan memperkecil
biaya operasional untuk pelayanan barang muatan ,yaitu dengan jalan menggunakan
peralatan bongkar /muat, seperti forklift yang hanya dengan satu orang operator
mampu melaksanakan pekerjaan mengangkat sebagian besar barang muatan/cargo
;demikian pula dengan crane,yang mampu membongkar /memuat sejumlah besar peti,
karton maupun karung-karung,untuk sekali angkat.
Menghemat waktu pelayanan, banyak sekali waktu yang berharga terbuang percuma
untuk melayani barang muatan yang terdiri dari berbagai macam bentuk
kemasan.Dengan menggunakan system Unit Load akan mampu menggerakkan atau
memindahkan sebagian besar komoditi di pelabuhan dengan menggunakan berbagai
peralatan mesin bongkar/muat.
Meningkatkan kemasan barang, kerusakan maupun pencurian barang muartan akan
merupakan suatu factor yang sangat mahal dalam hal pelayanan barang pada suatu
pengapalan barang.Dengan Unit load systemakan banyaak sekali pengurangan
Page 5 of 20

terhadap kerusakan maupun kehilangan atas suatu barang , di bandingkan system


konvensional.
-

Containerised Cargo (Containerisation)

Adalah suatu kegiatan dimana sejumlah barang muatan yang diisi kedalam suatu unit
petikemas untuk selanjutnya petikemas tersebut diangkut/dikirim melalui pelabuhan muat
dengan sarana angkutan tertentu ketempat tujuan atau pelabuhan pembongkaran yang di
kehendaki. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya petikemas antara lain sebagai
berikut:
Mengurang biaya pengemasan barang karena secara umum petikemas merupakan alat
kemasan yang sebenarnya (actual packing material)
Mengurangi biaya tenaga kerja terhadap proses pelayanan barang sebagai contoh unit
petikemas yang harus dimuat keatas kapal dapat dilaksanakan dalam waktu satu hari
sedangkan kapal konvensional dengan volume barang yang sama akan memerlukan
waktu muat paling sedikit 5 hari.
Mengurangi masa transit kapal yang menyebabkan masa perjalanan kapal menjadi lebih
pendek (turnaraound time) sehingga perjalan kapal menjadi lebih ekonomis.
Keamanan barang lebih terjamin selama barang berada di petikemas.
2. Air Freight Forwarder
Mereka yang mengkhususkan kegiatan usaha jasanya pada sektor angkutan udara dengan
kombinasi angkutan kereta api atau truk. Lokasi kegiatan sebagian besar berada di sekitar
Bandar udara, baik kegiatan penyelesaian dokumen maupun penumpukan baranng serta lalu
lintasnya.
Airwaybill atau House Airway (AWB atau HAWB) adalah tata cara seorang forwarder yang
akan melakukan pemesanan ruang muatan (booking cargo space system)pada setiap
pengapalan yang telah diatur secara internasional ,yaitu sebagaimana yang tertera berikut ini :
-

Nomor seri Airwaybill ,bahwa pada setiap pengapalan akan selalu tercantum nomor
seri dari setiap Airwaybill yang diterbitkannya.Nomor ini merupakan factor yang
sangat penting sekali peranannya,dalam rangka mengidentifikasikan suatu pengapalan
barang muatan melalui suatu penerbangan sampai pada saat pnyerahan barang I
Bandar udara pada tujuan akhirnya.
Jumlah paket (collie) ,jumlah paket harus di ketahui dengn pasti sebagai kelengkapan
pengapalan selama dalam proses pemuatan,alih penerbangan dan atau saat
penyerahan.
Berat barang ,seperti diketahui dengan pasti sebagai kelengkapan pengapalan selama
dalam proses pemuatan,alih penerbangan dan atau saat penyerahan.
Jenis barang muatan ,untuk melaksanakan pemesanan ruang muatan pada pesawat
udara,jenis serta bentuk barang sangat penting sekali untuk diketahui.
Ukuran dan isi barang,informasi atau keterangan lengkap mengenai ukuran dan isi
barang yang akan dimuat keatas kapal,disamping tentunya berat barang
bersangkutan ,adalah sangat di
perlukan,yang dinyatakan dalam Cm dan In
Bandar udara pemberangkatan dan tujuan nama-nama Bandar udara pemberangkatan
serta tujuannya sangat penting sekali untuk hal-hal sebagai berikut :
o menentukan trayek pengapalan.
o mengatur tempat penimbunan yang sesuai dengan tata ruang yang telah
ditentukan,menjelang
keberangkatan
meupun
kedatangan
barang
bersangkutan.
o mengatur komunikasi tertentu apabila terjadi sesuatu hal selama dalam proses
penerbangan .
Page 6 of 20

Memberikan kesempatan kepada pengirim barang untuk mengatur segala


sesuatunya baik di tempat transit maupun ditempat tujuan barang.

3. Rail and Inland freight Forwarder


Yaitu mereka yang mengkhususkan kegiatan usaha jasanya pada sector angkutan darat
dengan menggunakan jasa angkutan kereta api dan sarana angkutan lainnya sampai jauh ke
pedalaman pada suatu daerah atau Negara.
4.

Combined Transport Operator

Yaitu Forwarder yang dalam usaha jasanya menggunakan lebih dari satu jenis alat
angkutan atau berbagai sarana angkutan yang melalui laut,udara dan kereta api dan truk,atau
kombinasi diantaranya.
Adapun Syarat untuk disebut sebagai seorang Forwarder yang professional adalah
sebagai berikut :
a.

b.
c.
d.

Memiliki sejumlah pengalaman luas dan memiliki berbagai aspek perdaganngan


internasional, angkutan serta memiliki hubungan luas serta mitra kerja yang baik pada
sector paengangkutan darat ,laut dan udara ,pergudangan stevedoring ,bank asuransi
dan sebagainya.
Memiliki ketrampilan kerja yang efektif dan efisien yang didukung oleh tenaga ahli di
bidangnya seperti ahli logistic dan mobilitasi ,bongkar muat, tata cara pengemasan, dan
asuransi dan sebagainya.
Mampu memberikan pelayanan maksimal kepada para pemakai jasa. Sebagai forwarder
professional mereka perluvmemiliki sarana-sarana serta perlengkapannya untuk
penumpukan dan pelayanan barang muatan selama berada dibawah kekuasaannya.
Mampu membayar segala jenis biaya-biaya tekait pada setiap proses pengiriman barang
terlebih dahulu untuk kemudian menagih pembiayaan tersebut kepada pera pemakai
jasa bersangkutan dan mampu memberikan tariff yang relative lebih murah.
C. Dari segi Jenis Layanan

Dengan begitu banyak ragam fungsi maupun peranan seorang forwarder dalam rangka
melaksanakan sejumlah pengiriman barang baik dengan meggunakan armada milik pihak lain
atau miliknya sendiri. Maka hal tersebut akan memberikan suatu lingkup konsekuensi maupun
tanggung jawab yang cukup luas. Untuk memenuhi keinginan para pemakai jasa, seorang
forwarder sebelum menyetujui untuk melaksanakan pengiriman barang akan mengambil
beberapa langkah langkah penting,antara lain mencari informasi tentang kredibilitas pemakai
jasanya tersebut,untuk selanjutnya barulah mempersiapkan segala sesuatunya yang
berhubungan dengan rencana pelaksanaan pengiriman barang bersangkutan.Dimana prospek
yang akan dapat memberikan sesuatu kepadanya khususnya pekerjaan untuk melaksanakan
pengiriman barang.Beberapa jenis pelayanan pengiriman barang muatan yang dapat
ditawarkan kepada calon pemakai jasanya, antara lain :
1. Door to Door Services
Suatu pelayanan pengiriman barang yang ditawarkan untuk seorang Forwarder kepada
calon pemakai jasa;mulai dari pintu gudang pengirim sampai dimuka pintu gudang penerima
barang dengan menggunakan satu atau beberapa jenis sarana angkutan.Sistem pengiriman
barang yang demikian ini diinternasional dinamakan from point of origin(mulai dari tempat
dimana pengirim berdomisili) up to the point of end user (sampai dengan gudang pemakai
akhir).
Page 7 of 20

2. Port to Port Services


Suatu system pelayanan pengiriman barang yang dilaksanakan oleh seorang Forwarder ,
dimulai dari gudang/truck/tongkang di pelabuhan pemuatan sampai dengan gudang
/truck/tongkang di pelabuhan tujuan (Pembongkaran),degan menggunakan satu jenis sarana
angkutan (single transportation system)
3. Port to Door Services
Suatu sistem pengiriman barang yang dilaksankan oleh seorang Forwarder yang mulai dari
pelabuhan pemuatan ,sampai dengan pintu gudang si penerima (end User) , dengan
meggunakan lebih dari sarana angkutan.
4. Door to Port Services
Suatu layanan pengiriman barang yang dilaksanakan oleh seorang forwarder mulai dari
pintu gudang pengirim sampai dengan pelabuhan pembongkaran di tempat tujuan dengan
menggunakan lebih dari sarana angkutan.
D. Dari segi tanggung jawabnya (Tipologi Freight Forwarder)
Berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya , freight forwarder dikelompokan menjadi 2
(dua) tipe , yaitu :
1. Sebagai agen
Freight Forwarder bertindak sebagai agen apabila:
A. menerima kewajiban/tanggung jawab atas pengaturan pengangkutan barang dilakukan atas
dasar aturan tradisional keagenan, melakukan pemesanan ruangan kapal, mengatur
transportasi, pengurusan di Bea Cukai, dan sebagainya, dan dalam melaksankan tugasnya
patuh kepada prinsipal, mematuhi instruksi-instruksi yang beralasan dan harus mampu
melaksanakan seluruh transaksi yang terjadi.
B. tidak bertanggung jawab terhadap tindakan atau kesalahan maupun kelalaian pihak ketiga,
seperti carrier, re-forwarder dan sebagainya, dengan catatan bahwa pemilihan pihak ketiga
tersebut telah dilakukan sungguh-sungguh. Contoh-contoh kesalahan terbatas yang menjadi
tanggung jawabnya yaitu :
penyerahan barang tidak sesuai dengan instruksi pengirim barang
kesalahan mengasuransikan barang yang tidak sesua dengan instruksi
kesalahan selama pengurusan di pabean/Bea Cukai (customs operations)
barang dikirim kepelabuhan yang salah
re-export dilakukan tanpa memenuhi syarat kepabeanan/Bea Cukai
penyerahan barang tanpa menagih uang freight dari consignee
2. Sebagai principal
Freight Forwarder bertindak sebagai prinsipal apabila:
A. Freight Forwarder berlaku sebagai suatu kontraktor bebas (independent contractor),
bertanggung jawab atas namanya sendiri, tidak hanya kesalahnnya sendiri tetapi
terhadap seluruh pelaksanaan angkutan termasuk periode barang selama dalam
pengawasan carrier dan semua penangung jawab multimoda lainnya yang diguanakan
atas pekerjaan yang diminta pelanggan.
B. Bertanggung jawab atas tindakan dan kesalahan carrier dan pihak-pihak lainnya yang
terkait dengan pelaksanaan kontrak angkutan.
C. Melakukan konsolidasi, yaitu mengumpulkan muatan partai kecil dari beberapa shipper
dan mengirim muatan tersebut dalam satu shipment kepada agent consolidation di
pelabuhan tujuan dan menyerahkannya kepada consignee.
D. Apabila freight forwarder mengambil alih tugas angkutan darat, mengangkut sendiri
barang yang menjadi tanggung jawabnya, melaksanakan konsolidasi dan multimodal
Page 8 of 20

transport, menerbitkan House Bill of Lading atau House Airwaybill sendiri, maka dapat
dikatakan freight forwarder tersebut berlaku prinsipal.

IV. Pendirian Perusahaan Freight Forwarding


Untuk dapat melakukan kegiatan usaha Jasa Pengurusan Transportasi (freight
forwarding) harus memiliki lzin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUJPT) yang
dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. Untuk memperoleh Surat Izin Usaha harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Memiliki akta pendirian yang disahkan oleh instansi yang berwenang;
b. Memiliki modal disetor sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
c.

Saham-saham perusahaan seluruhnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan


atau badan hukum Indonesia, apabila terdapat modal asing harus mendapatkan izin
prinsip dari Instansi yang berwenang (BKPM);

d. Memiliki surat keterangan domisili perusahaan yang masih berlaku;


e. Memiliki Nomor Pokok WaJib Pajak (NPWP);
f.

Memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang tenaga ahli di bidang kepabeanan bagi


Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Internasional; dan

g. Rekomendasi dari Asosiasi Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi yang diakui


pemerintah dan Kamar Dagang dan lndustri (KADIN).
Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Nasional atau Badan Hukum Indonesia
atau Warga Negara Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan Jasa
Pengurusan Transportasi Asing, Badan Hukum Asing atau Warga Negara Asing, dalam
bentuk usaha patungan (joint venture) dengan membentuk perusahaan Jasa Pengurusan
Transportasi Nasional. Usaha Jasa Pengurusan Transportasi yang dilakukan oleh usaha
patungan (joint venture) wajib memiliki Surat lzin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi
(SIUJPT).
V.

Proses bisnis atas jasa Freight forwader

Untuk mendapatkan gambaran tentang seluk beluk bisnis ini, seperti jenis jasa yang
diberikan (domestik atau internasional), agen/mitra freight forwarder, dokumendokumen yang diterbitkan dan pemahaman atas sumber-sumber penghasilan dari
freight forwarder sendiri, maka perlu memahami proses bisnis freight forwarder yang
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Page 9 of 20

Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa kegiatan freight forwarder diawali dengan
adanya permintaan pengurusan barang dari shipper yang ingin melakukan ekspor ke
pembeli di luar negeri. Shipper meminta bantuan forwarder dikarenakan keahliannya
dalam mengurus proses pengiriman barang ke seluruh penjuru dunia, seperti
penentuan moda transportasi, pengurusan dokumen kepabeanan atau pengangkutan,
baik di negara asal maupun negara tujuan. Setelah terjadi kesepakatan harga Freight
forwarder melakukan kegiatan pengurusan seperti pick up order, packing, storage,
pengurusan dokumen kepabeanan dengan meminta bantuan Pengusaha Pengurusan
Jasa Kepabeanan (PPJK), menghubungi agen pelayaran (feeder vessel atau mother vessel)
dan pengangkutan barang ke pengangkut. Selanjutnya, forwader menghubungi
agen/mitra forwarder di luar negeri guna pengurusan barang di pelabuhan tujuan dan
mengirim ke consignee (pemilik barang). Setelah barang diterima, kegiatan freight
forwarder dianggap selesai dan forwarder akan melakukan penagihan atas jasa yang
dilaksanakan.
International Freight forwarder adalah perusahaan pengurusan jasa transportasi yang
khusus melayani pengurusan barang shipper untuk tujuan ekspor maupun impor, tidak
termasuk pengurusan barang di dalam negeri. Jasa layanan yang diberikan umumnya
bersifat door to door (gudang shipper ke gudang consignee atau sebaliknya). Adapun
pihak-pihak terkait dan dokumen-dokumen pengurusan pengiriman barang eksporimpor dapat dijelaskan sebagi berikut: (gambar 3 dan gambar 4)
1. Proses Pengurusan Barang Ekspor
Dari gambar di atas, kegiatan proses pengurusan di awali ketika freight forwarder
menerima perintah dari shipper disertai Final Shipping Instructions (FSI). Freight
forwarder menerbitkan surat pengajuan pengiriman barang ke meskapai pelayaran (SI)
(atas nama freight forwarder bukan shipper). Setelah Ocean Bill of Lading (Sea waybill
dan Bill of Lading) diterima dari agen pelayaran, forwarder menerbitkan House Bill of
Lading (HBL) dan meneruskan Delivery Order (DO) dari pihak shippingke shipper.
Page 10 of 20

Terakhir, dokumen Ocean Bill of Lading dan House Bill of Lading dikirim ke Agen/mitra
Forwarder di negara tujuan.

2. Proses Pengurusan Barang Impor

Page 11 of 20

Kegiatan pengurusan barang impor di mulai ketika Freight forwarder menerima Ocean
B/L (OBL) dan House Bill of Lading (HBL) dari Agent forwarder di LN. Forwarder
melakukan cross check ke agen pelayaran terkait rencana kedatangan kapal di
Pelabuhan Indonesia. Selajutnya, freight forwarder mengirimkan Notice of Arrival
(pemberitahuan kedatangan kapal) kepada importir. Tahap selanjutnya, forwarder
menyiapkan tagihan-tagihan ke importir tergantung jenis pembayaran untuk ocean
freight-nya, apakah Freight Prepaid atau Freight Collect. Freight forwarder memberikan
Surat Pengantar Pengambilan D/O ke importir untuk proses clearence di Pelabuhan
termasuk pengurusan di Bea Cukai. Forwarder melakukan pengurusan clearence ke
untuk penerbitan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
VI.

Ruang Lingkup Perusahaan Freight Forwarding

Lingkup kegiatan forwarder jika dilihar dari segi fungsinya sebagai konsultan
angkutan, maka freight forwarder dapat mewakili pihak shipper atau pihak penerima
Barang (consignee) yang akan melakukan kegiatan pengiriman /
penerimaan
barang dari tempat asal ke tempat lain yang dituju atau sebaliknya,
baik
yang
berskala Nasional (Interinsuler) maupun Internasional (Export/ import), maka untuk
memudahkan pekerjaan tersebut, pihak pemilik barang (cargo owner) dapat
mempercayakan pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan oleh Freight forwarder.
Dalam melaksanakan perwalian tersebut freight forwarder akan mengambil alih
semua tanggung jawab atas barang, mulai pada saat barang diserahkan oleh cargo
owner sampai barang tersebut tiba dan diterima oleh pihak yang berhak menerimanya
atau pihak yang tercantum dalam dokumen pengapalan di suatu tempat tujuan yang
telah ditentukan.
Prosedur dalam pelaksanaan perwalian ini, freight forwarder memiliki lingkup
kegiatan yang mencakup:
1. Forwarder Bertindak Atas Nama Eksportir :
a. Memilih route serta mode transport yang dikehendaki
b. Melakukan booking space ke perusahaan Shipping Line
c. Melakukan serah terima barang dengan cargo owner (Eksportir). Pada saat
serah terima barang dilakukan, maka freight forwarder menyerahkan
dokumen Forwarders Cerificate of Receipt (CFR) dan Forwarder
Certificate of Transport (FCT) kepada eksportir.
d. Mempelajari bentuk Letter of Credit (L/C) serta aturan pemerintah yang
relevan dengan rencana pengiriman barang, baik di Negara eksportir
(Country of Origin) dan Negara yang memungkinkan barang tersebut akan
transit (Country of Transito) serta Negara tujuan dimana barang tersebut
akan dibongkar (Country of Destination).
e. Melaksanakan pengepakan (packing) barang dengan mempertimbangkan
kondisi alam dan regulasi yang berlaku pada negara yang akan dilalui atau
negara transit serta Negara tujuan barang sehingga keamanan dan
keselamatan barang akan tetap terjaga.
f. Melaksanakan pergudangan barang (jika memungkinkan)
g. Penimbangan serta pengukuran barang
h. Mengasuransikan barang, bilamana pihak eksportir menghendaki agar
barangnya untuk diasuransikan.

Page 12 of 20

i.

Melakukan pengangkutan barang ke pelabuhan muat (Port of Loading)


dengan terlebih dahulu mengurus dokumen ekspor Barang (PEB) serta
dokumen pelengkap lainnya yang dibutuhkan oleh (carrier).
j. Membayar semua biaya yang timbul terkait dengan pengangkutan dan
pengurusan dokumen, termasuk pembayaran freight
k. Menerima full set Bill of Lading (B/L) dari carrier
l. Memonitor pergerakan barang selama dalam perjalanan serta melakukan
komunikasi dengan forwarding agent yang ada di luar negeri (Port of
Destination) dengan terlebih dahulu mengirim Telex Release dalam rangka
persiapan clearance dokumen dan Cargo delivery saat barang tiba.
m. Dalam hal terjadi kerusakan barang, maka forwarder, melalui agentnya di
pelabuhan tujuan, melaksanakan pencatatan kerusakan serta kehilangan
barang dalam proses claim.
2. Bertindak Atas Nama Importir
Lingkup kegiatan forwarder dalam hal bertindak sebagai importer dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Menerima dan mengecek dokumen impor serta dokumen pelengkap lainnya yang
dibutuhkan dalam rangka impor
b. Memonitor
pergerakan
barang
impor
untuk mengetahui kapan
barang tersebut akan tiba.
c. Mengurus pengambilan Delivery Order (D/O) atas barang pada perusahaan
pelayaran serta membayar biaya yang timbul terkait kegiatan impor
d. Membuat dan mengajukan surat Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke kantor
bea cukai dengan terlebih dahulu membayar Bea Masuk, pajak dan Pajak lainnya
dalam rangka
impor ke bank devisa yang ditunjuk atau mengajukan surat
permohonan penimbunan sementara di luar kawasan pabean ( Gudang Lini II )
dalam hal PIB belum memenuhi syarat pengajuan.
e. Mempersiapkan gudang sementara (jika memungkinkan)
f. Melakukan pengurusan Job Slip ke pihak operator pelabuhan (Pelindo) divisi
Usaha Terminal Peti Kemas
(UTPK) dengan melampirkan dokumen dari
customs sebagai legalitas bahwa barang impor tersebut telah memenuhi syarat
untuk dikeluarkan.
g. Melakukan pengangkutan serta penyerahan barang kepada consignee.
VII. Istilah dalam Ekspor Impor
Incoterms atau International Commercial Terms adalah kumpulan istilah yang dibuat untuk
menyamakan pengertian antara penjual dan pembeli dalam perdagangan internasional.
Incoterms menjelaskan hak dan kewajiban pembeli dan penjual yang berhubungan dengan
pengiriman barang. Hal-hal yang dijelaskan meliputi proses pengiriman barang, penanggung
jawab proses ekspor-impor, penanggung biaya yang timbul dan penanggung risiko bila terjadi
perubahan kondisi barang yang terjadi akibat proses pengiriman.
Incoterms dikeluarkan oleh Kamar Dagang Internasional atau International Chamber of
Commerce (ICC), versi terakhir yang dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 2011 disebut sebagai
Incoterms 2010. Incoterms 2010 dikeluarkan dalam bahasa Inggris sebagai bahasa resmi dan 31
bahasa lain sebagai terjemahan resmi. Dalam Incoterms 2010 hanya ada 11 istilah yang
disederhanakan dari 13 istilah Incoterms 2000, yaitu dengan menambahkan 2 istilah baru dan
Page 13 of 20

menggantikan 4 istilah lama. Istilah baru dalam Incoterms 2010 yaitu Delivered at Terminal
(DAT); dan Delivered at Place (DAP). Sedangkan 4 istilah lama yang digantikan yaitu: Delivered
at Frontier (DAF); Delivered Ex Ship (DES); Delivered Ex Quay (DEQ); Delivered Duty Unpaid
(DDU).
Tiga belas istilah dalam Incoterms 2000:
a) EXW (nama tempat): Ex Works, pihak penjual menentukan tempat pengambilan barang.
b) FCA (nama tempat): Free Carrier, pihak penjual hanya bertanggung jawab untuk
mengurus izin ekspor dan meyerahkan barang ke pihak pengangkut di tempat yang
telah ditentukan.
c) FAS (nama pelabuhan keberangkatan): Free Alongside Ship, pihak penjual bertanggung
jawab sampai barang berada di pelabuhan keberangkatan dan siap disamping kapal
untuk dimuat. Hanya berlaku untuk transportasi air.
d) FOB (nama pelabuhan keberangkatan): Free On Board, pihak penjual bertanggung jawab
dari mengurus izin ekspor sampai memuat barang di kapal yang siap berangkat. Hanya
berlaku untuk transportasi air.
e) CFR (nama pelabuhan tujuan): Cost and Freight, pihak penjual menanggung biaya
sampai kapal yang memuat barang merapat di pelabuhan tujuan, namun tanggung jawab
hanya sampai saat kapal berangkat dari pelabuhan keberangkatan. Hanya berlaku untuk
transportasi air.
f) CIF (nama pelabuhan tujuan): Cost, Insurance and Freight, sama seperti CFR ditambah
pihak penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim. Hanya berlaku
untuk transportasi air.
g) CPT (nama tempat tujuan): Carriage Paid To, pihak penjual menanggung biaya sampai
barang tiba di tempat tujuan, namun tanggung jawab hanya sampai saat barang
diserahkan ke pihak pengangkut.
h) CIP (nama tempat tujuan): Carriage and Insurance Paid to, sama seperti CPT ditambah
pihak penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim.
i) DAF (nama tempat): Delivered At Frontier, pihak penjual mengurus izin ekspor dan
bertanggung jawab sampai barang tiba di perbatasan negara tujuan. Bea cukai dan izin
impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.
j) DES (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Ship, pihak penjual bertanggung jawab
sampai kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan siap untuk
dibongkar. izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli. Hanya berlaku untuk
transportasi air.
k) DEQ (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Quay, pihak penjual bertanggung jawab
sampai kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan barang telah
dibongkar dan disimpan di dermaga. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.
Hanya berlaku untuk transportasi air.
l) DDU (nama tempat tujuan): Delivered Duty Unpaid, pihak penjual bertanggung jawab
mengantar barang sampai di tempat tujuan, namun tidak termasuk biaya asuransi dan
biaya lain yang mungkin muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak
pembeli. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.
m) DDP (nama tempat tujuan): Delivered Duty Paid, pihak penjual bertanggung jawab
mengantar barang sampai di tempat tujuan, termasuk biaya asuransi dan semua biaya
lain yang mungkin muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak
pembeli. Izin impor juga menjadi tanggung jawab pihak penjual.
Page 14 of 20

VIII. Dasar Hukum Pengenaan Pajak Penghasilan atas Freight Forwarding di Indonesia
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
3. Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-244/PMK.03/2008 tentang tentang Jenis Jasa
Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1)
Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
5. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-785/PJ.032/2007 perihal keberatan pelaku
industri freight forwarding dan logistik terhadap peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER178/PJ/2006
6. Peraturan lain yang terkait dengan perpajakan atas ekspor/impor.

IX. Sekilas tentang PPh Pasal 23


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotong PPh Pasal 23:
a) badan pemerintah;
Page 15 of 20

b)
c)
d)
e)
f)

Subjek Pajak badan dalam negeri;


penyelenggaraan kegiatan;
bentuk usaha tetap (BUT);
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:


a) WP dalam negeri;
b) BUT
Tarif dan Objek PPh Pasal 23
a) 15% dari jumlah bruto atas: dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi
dikenakan final, bunga, dan royalti; hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong
PPh pasal 21.
b) 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
c) 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
d) 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya yang ditetapkan di PMK Nomor
244/PMK.03/2008
PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No 36 tahun
2008, antara lain diatur bahwa atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong pajak
oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2 % (dua persen) dari penghasilan bruto.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 1 tanggal 31 Desember
2008 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23
ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 yang berlaku sejak 1 Januari
2009, antara lain diatur bahwa :
a) Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa perantara atau keagenan;
Tidak terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai apa saja yang termasuk jasa perantara
dalam PMK ini sehingga freight forwarding dianggap tidak termasuk dalam jasa
perantara.
1

PMK ini merupakan bentuk positif list yang artinya hanya yang disebut di PMK tersebut yang dikenakan
PPh Pasal 23. Prinsip berlawanan atau negatif list dipakai di PPN dimana hanya yang disebutkan yang tidak
dikenakan PPN, selain yang disebut dikenakan PPN.

Page 16 of 20

b) Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa tersebut tidak memiliki NPWP,
besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif sebagimana
dimaksud pada ayat (1)
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasa freight forwarding
bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23. Bahkan sebelumnya, dengan Surat Direktur
Jenderal Pajak Nomor: S-785/PJ.032/2007 ditegaskan pula bahwa freight forwarding
bukanlah jasa perantara.
Akan tetapi, jasa freight forwarding tidak bebas sepenuhnya dari pemotongan PPh, sebab, jika
dalam tagihan freight forwarding terdapat unsur sewa harta dan atau jasa-jasa yang menjadi
Objek PPh Pasal 23, maka tagihan freight forwarding dapat dipotong PPh. Hal ini sesuai dengan
pasal 23 ayat 1 huruf c Yang menyatakan akan dipotong sebesar 2% untuk sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
Hal ini yang harus dipahami oleh mereka yang dalam kegiatan usahanya terkait dengan bisnis
freight forwarding, terutama shipper yang menurut peraturan pajak diembani dengan
kewajiban memotong PPh Pasal 23, agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan. Dalam
konteks ini, pihak-pihak yang terkait dengan bisnis freight forwarding tersebut harus
memahami apa saja jenis jasa yang disediakan oleh freight forwarder dan bagaimana cara
penagihan (invoicing) yang dilakukan. Karena bisa jadi jasa-jasa yang disediakan freight
forwarding tadi merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23.
Kegiatan operasional freight forwarding mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan,
fumigasi (penyemprotan anti hama sebelum barang dimuat dalam kontainer), sortasi,
pengepakan, penandaan, pengukuran, dan penimbangan. Selain itu, freight forwarder juga
bertugas melakukan pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen, perhitungan
biaya angkutan, klaim asuransi, serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan
dengan pengiriman barang tersebut.
Dalam praktik, sebagian dari kegiatan-kegiatan operasional tersebut ada yang dilakukan sendiri
oleh freight forwarder (dengan menggunakan sarana dan prasarana milik sendiri atau sewaan)
dan ada pula yang menggunakan jasa-jasa dari pihak ketiga yang memiliki sarana dan prasarana
yang lebih lengkap dan memadai.
Apabila tagihan (invoice) atas imbalan kegiatan operasional tersebut dilakukan secara
menyatu (misalnya dengan menggunakan nama akun imbalan jasa forwarders fee atau
handling fee), maka seluruh imbalan atas jasa-jasa operasional tersebut semestinya tidak
dipotong PPh Pasal 23.
Akan tetapi, jika tagihannya dilakukan secara terpisah (di-breakdown), dan ini yang
biasanya terjadi, maka sebagian dari tagihan tersebut dapat menjadi objek pemotongan
PPh Pasal 23 secara pasti, seperti jasa pengepakan atau jasa fumigasi2 (jasa pembasmian hama
terhadap barang-barang yang akan dimasukan ke kontainer) yang ditagih secara terpisah, maka
imbalan jasa tersebut akan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23

Disebutkan di PMK 244/2008

Page 17 of 20

Sementara sebagian lagi dapat masuk ke dalam wilayah remang-remang (grey area), seperti jasa
penyimpanan-yang merupakan salah satu rangkaian dari jasa-jasa freight forwarding dalam
proses pengiriman barangdilakukan sendiri oleh freight forwarder, baik dengan
menggunakan gudang milik sendiri atau gudang yang disewa dari pihak ketiga.
Dalam hal ini, grey area akan ada jika seandainya imbalan atas jasa penyimpanan tersebut
ditagih secara terpisah. Di sini muncul pertanyaan, apakah jasa tersebut termasuk sebagai jasa
penyimpanan atau jasa sewa gudang (sewa tanah dan atau bangunan)? Sebab dalam peraturan
pajak tidak dijelaskan batasan dan perbedaan dari kedua jenis jasa tersebut. Begitu juga dengan
jasa pengangkutan, termasuk sewa (charter) atau bukan.
Dalam praktik, memang tidak banyak perusahaan freight forwarding yang menyediakan sendiri
semua jasa-jasa yang diperlukan dalam proses pengiriman barang. Sebab, semua kegiatan
tersebut membutuhkan modal yang tidak sedikit dan beberapa di antaranya membutuhkan izin
usaha dan sertifikasi yang khusus seperti misalnya jasa fumigasi. Artinya, dalam hal ini
perusahaan freight forwarding biasanya akan memanfaatkan pihak ketiga penyedia jasa.
Bagi shipper agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan, sebaiknya meyakini bahwa apabila
terdapat obyek PPh Pasal 23 dalam tagihan jasa forwarding tersebut, pajaknya telah dipotong
oleh pengusaha jasa forwarding dengan meminta foto copy bukti potong dan SPT Masa-nya.
Jika perusahaan freight forwarding juga bergerak dalam biang pelayaran maka akan dikenai
pajak final 1,2% dari peredaran bruto sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor
416/KMK.04/1996 ditetapkan tanggal 14 Juni 1996 tentang Norma Perhitungan Khusus
Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri.
X. Aplikasi Pengenaan Pajak Penghasilan atas Jasa Freight forwarder
Berikut adalah contoh sederhana pengenaan PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding.
Tim Fungsional Pemeriksa Pajak yang sedang memeriksa PT. Suka Impor, menemukan transaksi
dengan PT. Bantu Impor (Freight Forwarder) di dalam laporan keuangannya. Transaksi tersebut
tertulis sebagai Jasa Freight Forwarding senilai jumlah yang ditagihkan oleh PT. Bantu Impor
tidak termasuk PPN. Untuk itu tim fungsional bermaksud untuk memeriksa bukti transaksi
(tagihan) dari PT. Bantu Impor kepada PT. Suka Impor. rincian tagihan adalah sbb:

Biaya yang Ditagih


Nominal
Jasa Freight Forwarder 5,000,000.00
Bagaimana perlakuan terhadap transaksi ini?
Jawab:
Biaya yang Ditagih
Nominal
Per-178/2006 Per-70/2007 PMK-244/2008
Jasa Freight Forwarder 5,000,000.00
150,000.00
0.00
0.00
Apabila transaksi tersebut terjadi pada waktu di mana ketentuan Per-178/PJ/2006 masih berlaku,
maka atas Jasa Freight Forwarding ini dikenakan PPh Pasal 23 sebesar Rp150.000,00, dipotong,
disetor, dan dilaporkan oleh PT.Suka Impor. Namun apabila transaksi ini terjadi ketika Per70/PJ/2007 dan PMK 244/PMK.03/2008, maka atas Jasa FF tersebut tidak dipotong PPh pasal 23.
Dari kasus yang sama, detil atas tagihan dari PT. Bantu Impor kepada PT. Suka Impor. rincian
tagihan adalah sbb:
Page 18 of 20

Biaya yang Ditagih


Handling Fee
Jasa Pengepakan
Jasa Penyimpanan
Biaya Komunikasi
Biaya Terminal
Biaya Bank
Total

Nominal
2,000,000.00
1,000,000.00
1,300,000.00
250,000.00
400,000.00
50,000.00
5,000,000.00

Maka dalam transaksi ini tim pemeriksa dapat membuat table rincian sebagai berikut:
Biaya yang Ditagih
Nominal
Per-178/2006 Per-70/2007 PMK-244/2008
Handling Fee
2,000,000.00
60,000.00
0.00
0.00
Jasa Pengepakan
1,000,000.00
30,000.00
45,000.00
20,000.00
Jasa Penyimpanan
1,300,000.00
39,000.00
58,500.00
26,000.00
Biaya Komunikasi
250,000.00
7,500.00
0.00
0.00
Biaya Terminal
400,000.00
12,000.00
0.00
0.00
Biaya Bank
50,000.00
1,500.00
0.00
0.00
Total
5,000,000.00
150,000.00 103,500.00
46,000.00
Apabila transaksi tersebut terjadi pada waktu di mana ketentuan Per-178/PJ/2006 masih
berlaku, maka atas rincian Jasa Freight Forwarding secara keseluruhan dikenakan PPh Pasal
23 sebesar Rp150.000,00, dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh PT.Suka Impor. Namun
apabila transaksi ini terjadi ketika Per-70/PJ/2007 dan PMK 244/PMK.03/2008, maka atas
Jasa FF yang dikenakan PPh Pasal 23 hanya terkait dengan Jasa Pengepakan dan Jasa
Penyimpanan saja, dengan jumlah total masing-masing Rp103.500,00 dan Rp46.000,00.

Page 19 of 20

Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER 178/PJ/2006 tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER 70/PJ/2007 tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-785/PJ.032/2007 perihal keberatan pelaku industri
freight forwarding dan logistic terhadap peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-178/PJ/2006

Manurung, Surya.2010. ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA FREIGHT
FORWARDING (STUDY KASUS PADA PT. BBTI ). Jakarta: Universitas Indonesia
Prabukesuma, FREIGHT FORWARDING (Jasa Pengurusan Transportasi)
http://www.prabukesuma.com/?p=153 Diakses 24 Oktober 2014
DJP. Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 23. http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajakpenghasilan-pasal-23 diakses 26 Oktober 2014
PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding. http://aviantara.wordpress.com/2009/07/06/pph-pasal23-atas-jasa-freight-forwarding/ diakses 26 Oktober 2014

Page 20 of 20

Anda mungkin juga menyukai