Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

HICROCHEL
DI RUANG IBS RSUD KRATON PEKALONGAN

DI SUSUN OLEH :
ARBELLA NOVANTICA
G3A015038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016

LAPORAN PENDAHULUAN HIDROCHEL


A. PENGERTIAN
Hidrokel adalah sesuatu yang tidak nyeri bila ditekan, massa berisi cairan yang dihasilkan
dari gangguan drainase limfatik dari skrotum dan pembengkakan tunika vaginalis yang
mengelilingi testis (Lewis, 2014).
Hidrokel adalah penyebab umum dari pembengkakan skrotum dan disebabkan oleh ruang
paten di tunika vaginalis. Hidrokel terjadi ketika ada akumulasi abnormal cairan serosa
antara lapisan parietal dan visceral dari tunika vaginalis yang mengelilingi testis (Parks &
Leung, 2013.
Hidrokel adalah pelebaran kantong buah zakar karena terkumpulnya cairan limfe di
dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah
zakar (Kemenkes RI, 2013).
Hidrokel adalah kumpulan cairan dalam area skrotum yang mengelilingi testis (ADAM,
2012).
Hidrokel adalah kumpulan cairan di antara lapisan viseralis dan parietal tunika vaginalis
testis atau di sepanjang funikulus spermatikus (Kowalak dkk, 2011).
Hidrokel adalah penumpukan cairan berlebihan di antara cairan lapisan parietalis dan
viseralis tunika vaginalis, yang dalam keadaan normal cairan ini berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya
(Purnomo, 2010).
B. KLASIFIKASI
Menurut Jenkins (2008) dalam Mahayani dan Darmajaya (2012) dikatakan bahwa hidrokel
diklasifikan menjadi lima yaitu hidrokel komunikan, hidrokel nonkomunikan, hidrokel
reaktif, hidrokel pada cord, hidrokel pada canal of nuck, dan hidrokel abdominoskrotal.
Sedangkan menurut Borgmann (2014) hidrokel dapat dikategorikan menjadi dua yakni
hidrokel komunikan dan nonkomunikan. Hidrokel nonkomunikan dikategorikan lagi menurut
lokasinya yakni hidrokel testis, hidrokel cord dan hidrokel abdominoscroctal.

1. Hidrokel komunikan

Melibatkan PPV yang memanjang hingga ke dalam skrotum. Pada kasus ini PPV
bersambung dengan tunika vaginalis yang mengelilingi testis. Defek pada hidrokel ini
lebih kecil sehingga hanya terjadi akumulasi cairan (Darmajaya, 2012).
Terjadi karena adanya prosesus vaginalis yang terbuka yang mengarah ke berbagai
jumlah cairan serosa dalam testis cavum vaginalis. Risiko jangka panjang hidrokel
berkomunikasi adalah pengembangan hernia inguinalis. (Borgmann, 2014).
2. Hidrokel nonkomunikan
Berisi cairan yang terperangkap dalam tunika vaginalis pada skrotum. Prosesus
vaginalisnya tertutup sehingga cairan tidak dapat terhubung dengan ruang abdomen.
Hidrokel ini umum terjadi pada bayi, dan biasanya cairan akan direabsorbsi sebelum
umur 1 tahun.
3. Hidrokel reaktif
Hidrokel nonkomunikan yang berkembang dari kondisi inflamasi pada skrotum.
4. Hidrokel pada cord
Terjadi bila prosesus vaginalis menutup di atas testis, tetapi tetap ada hubungan kecil
dengan peritoneum. Pada hidrokel ini, terdapat sebuah daerah seperti kantung pada
inguinal canal yang terisi oleh cairan. Cairan ini tidak sampai masuk ke dalam
skrotum.
5. Hidrokel pada canal of nuck
Terjadi pada wanita saat cairan terakumulasi di dalam prosesus vaginalis pada saluran
inguinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya rembesan fisiologis cairan intraperitoneal
atau hipersekresi atau bisa juga penyerapan dalam lapisan epitel pada segmen distal.
Secara klinis, hidrokel ini tanpa rasa sakit, tembus cahaya, berfluktuasi (berubahubah), pembengkakan tidak dapat mengecil di daerah inguinalis dan labio mayora
(Jagdale, 2012).
6. Hidrokel abdominoscrotal terjadi karena pembukaan kecil pada prosesus vaginalis.
Cairan masuk ke dalam hidrokel dan terperangkap. Hidrokel akan terus membesar dan
suatu saat akan meluas ke atas menuju abdomen (Darmajaya, 2012).

C. ETIOLOGI
1. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis dan atau belum sempurnanya sistem
limfatik di daerah skrotum dalam melakukan resorbsi cairan hidrokel
2. Ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan cairan dalam membran serosa dari
tunika vaginalis

3. Bisa juga karena trauma, infeksi, atau proses neoplastik


D. PATOFISIOLOGI
Pada anatomi yang normal, dalam perkembangannya, rongga skrotum anak laki-laki
terhubung ke rongga perut melalui struktur yang disebut prosesus vaginalis. Prosesus
vaginalis biasanya menutup pada saat lahir, atau segera setelah lahir. Namun pada kasus
hidrokel prosesus vaginalis tidak menutup atau menutup setelah cairan dari perut telah masuk
ke dalam rongga skrotum. Kanal (kanalis inguinalis) antara rongga perut (peritoneum) dan
skrotum tetap terbuka. Cairan dari peritoneum memasuki kanal dan skrotum dan
menyebabkan pembengkakan skrotum (ADAM, 2012).
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada hidrokel
testis dan hidrokel funikulus besarnya benjolan di kantong skrotum tidak berubah
sepanjang hari, sedangkan pada hidrokel komunikan besarnya dapat berubah-ubah yaitu
bertambah besar pada saat anak menangis.
2. Pembengkakan skrotum dan rasa berat pada skrotum, ukuran yang lebih besar daripada
ukuran testis dan penumpukkan cairan pada massa yang flasid atau tegang.
3. Ukuran skrotum kadang-kadang normal tetapi kadang-kadang sangat besar, sehingga
penis tertarik dan tersembunyi. Kulit pada skrotum normal, lunak dan halus. Kadangkadang akumulasi cairan limfe disertai dengan komplikasi, yaitu komplikasi dengan
chyle (chylocele), darah (haematocele) atau nanah (pyocele). Uji transiluminasi dapat
digunakan untuk membedakan hidrokel dengan komplikasi dan hidrokel tanpa
komplikasi.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan massa
skrotum. Dilakukan di dalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi
pembesaran skrotum (ADAM, 2013) Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis
normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah
menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu
melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel) dan
kemungkinan adanya tumor.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan Pre operasi hidrokel
Hidrokel dapat sembuh dengan sendirinya karena penutupan spontan dari PPV (patent
processus vaginalis) sesaat setelah lahir. Residu pada hidrokel nonkomunikan tidak
bertambah maupun berkurang dalam volume, dan tidak terdapat tanda silk glove. Cairan
pada hidrokel biasanya terserap kembali ke dalam tubuh sebelum bayi berumur 1 tahun.
Oleh karena, observasi sering diperlukan untuk hidrokel pada bayi. Hidrokel harus
diobati apabila, tidak menghilang setelah berumur 2 tahun menyebabkan rasa tidak
nyaman, bertambah besar atau secara jelas terlihat pertambahan atau pengurangan
volume, apabila tidak terlihat, dan terinfeksi (Darmajaya, 2012).
Hydrocelectomy adalah operasi untuk memperbaiki pembengkakan skrotum yang terjadi
ketika seseorang memiliki hidrokel. Pasien akan menerima anestesi umum dan akan
tertidur dan bebas rasa sakit selama prosedur. Dalam bayi atau anak : dokter bedah
membuat sayatan kecil di lipatan pangkal paha, dan kemudian menguras cairan kantung
(hidrokel), kadang-kadang ahli bedah menggunakan laparoskop untuk melakukan
prosedur ini. Sebuah laparoskop adalah kamera kecil yang ahli bedah memasukkan ke
daerah melalui luka bedah kecil. Kamera ini melekat pada monitor video. Dokter bedah
membuat perbaikan dengan instrumen kecil yang dimasukkan melalui pemotongan bedah
kecil lainnya.
Indikasi dilakukan pembedahan pada hidrokel : menjadi terlalu besar, pembesaran
volume cairan hidrokel yang dapat menekan pembuluh darah, terinfeksi dan gagal untuk
hilang pada umur 1 tahun. Sebelum Prosedur anak akan diminta untuk berhenti makan
dan minum setidaknya 6 jam sebelum prosedur pembedahan.
2. Penatalaksanaan Post Operasi Hidrokel
Pemulihan dari operasi hidrokel umumnya tidak rumit. Untuk kontrol rasa nyeri, pada
bayi digunakan ibuprofen 10 mg/kgBB setiap 6 jam dan asetaminofen 15 mg/kgBB setiap
6 jam, hindari narkotik karena beresiko apnea.
Untuk anak yang lebih tua diberikan asetaminofen dengan kodein (1 mg/kgBB kodein)
setiap 4-6 jam. Untuk dua minggu setelah operasi, posisi straddle harus dihindari untuk
mencegah pergeseran dari testis yang mobile keluar dari skrotum dan menyebabkan
cryptorchidism sekunder. Pada anak dalam masa berjalan, aktifitas harus dibatasi sebisa

mungkin selama satu bulan. Pada anak dalam masa sekolah, aktivitas peregangan dan
olahraga aktif harus dibatasi selama 4-6 minggu.
Oleh karena sebagian besar operasi hidrokel dilakukan dengan basis rawat jalan, pasien
dapat kembali bersekolah segera saat sudah terasa cukup nyaman (biasanya 1-3 hari
setelah operasi) (Darmajaya, 2012).
H. ALAT INSTRUMEN
1. Koker
2. Pisau
3. Pinset anatomis Cirugis
4. Gunting benang
5. Gunting jaringan
6. Klem
7. Nalpuder
8. Beb cock
9. Elis
10. Retraktor kecil
11. Kom
12. Bengkok
13. Bethadine
14. Alcohol
15. NaCL

7
1
2/2
1
1
6
1
2
2
2
2
1

I. PROSEDURE TINDAKAN HIDROCELEKTOMI\


1. Pembiusan
2. Posisi pasien supinasi
3. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptic
4. Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril
5. Insisi kulit pada raphe bagian skrotum yang paling menonjol lapis demi lapissampai
tampak tunika vaginalis
6. Dilakukan preparasi tumpul untuk meluksir hidrokel, bila hidrokelnya besar sekali
dilakukan aspirasi isi kantong terlebih dahulu
7. Insisi bagian yang paling menonjol dari hidrokel, kemudian dilakukan
a. Teknik jaboulay : tunika vaginalis parietalis dimarsupialisasi dan bila diperlukan
diplikasi dengan benang chromic
b. Teknik Lord : tunika vaginalis parietalis dieksisi dan tepinya diplikasi dengan
benang chromic
c. Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan benang chromic
J. KOMPLIKASI

1. Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel
permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan
atrofi testis
2. Infeksi sekunder
3. Perdarahan yang disebabkan karena trauma dan aspirasi

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnese
Berkaitan dengan lamanya pembengkakan skrotum dan apakah ukuran pembengkakan itu
bervariasi baik waktu istirahat maupun dalam keadaan emosional (menangis, ketakutan).
2. Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan pada posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi berdiri tonjolan
tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila terdapat resolusi pada tonjolan
(dapat mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel komunikan atau hernia.
Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan tekanan
intarabdominal. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan menyuruh pasien
meniup balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada
abdomen (palpasi dalam) atau dengan menahan kedua tangan bayi diatas kepalanya
sehingga bayi akan memberontak sehingga akan menimbulkan tonjolan.
Hidrokel dapat dibedakan dengan hernia melalui beberapa cara :
a. Pada pemeriksaan fisik dengan transiluminasi hidrokel berwarna merah terang,
dan hernia gelap
b. Hidrokel pada saat diinspeksi terdapat benjolan yang hanya di skrotum
c. Auskultasi pada hidrokel tidak ada bising usus, pada hernia ada bising usus
d. Pada saat dipalpasi hidrokel teraba seperti kistik, tetapi pada hernia teraba kenyal
e. Hidrokel tidak dapat didorong, hernia dapat didorong.
3. Lakukan transiluminasi test
Transiluminasi adalah sorotan dari sebuah lampu secara terus menerus pada area tubuh
atau organ untuk memeriksa adanya kelainan. Sediakan lampu kamar yang redup atau
dimatikan sehingga area tubuh dapat dilihat lebih jelas, ambil senter, pegang skrotum,
sorot dari bawah, bila sinar merata atau menyala pada bagian skrotum, maka isinya
cairan (ADAM, 2013).
4. Kaji setelah pembedahan berupa infeksi, perdarahan, disuria dan drainase.
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan

2. Resiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasif

Anda mungkin juga menyukai