Anda di halaman 1dari 41

TUGAS REFERAT

DERMATITIS

OLEH :
KHAIRUNNISA, S.Ked
2011730049

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN PRODI PENDIDIKAN


DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut,
subakut, atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda 2006,
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Terdapat berbagai macam dermatitis, dua
diantaranya adalah dermatitis kontak dan dermatitis okupasi. Dermatitis kontak
adalah kelainan kulit yang bersifat polimorfi sebagai akibat terjadinya kontak
dengan bahan eksogen (Dailli, 2005).
Penyakit dermatitis atau yang lebih dikenal secara luas adalah penyakit eksim,
menjadi salah satu kasus penyakit kulit terbanyak di Indonesia.
Penyakit eksim terjadi karena gejala reaksi peradangan kulit terhadap berbagai
faktor, yang ditandai dengan berbagai macam bentuk kelainan pada kulit, seperti
contohnya pruritus menjadi keluhan tersering pasien. Sedangkan pada penemuan
objektif dapat berupa eritema, edema, papul, vesikel, skuama dan likenifikasi. Penyakit
eksim ini apabila tidak diobati akan mengakibatkan peningkatan derajat keparahan
gejala klinis pada kulit yang dapat berujung pada kejadian terinfeksi.
Penyebab penyakit ini kadang-kadang tidak diketahui, akan tetapi sebagian besar
kasus dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gaya hidup masyarakat Indonesia turut berperan
penting menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya penyakit ini. Faktor luar yang
menjadi pemicu utama berjangkitnya penyakit kulit ini adalah alam tropis Indonesia
yang sangat panas dan lembab, sehingga badan kita sering mengeluarkan keringat.
Kegemukan, stress, penyakit menahun seperti Diabetes Mellitus serta status sosial
ekonomi yang rendah dapat menjadi pemicu terjadinya penyakit eksim.

BAB II
PEMBAHASAN UMUM
1. Anatomi dan Faal Kulit
1

Anatomi Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan.(1,2)
Pembagian kulit secara garis besar terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu(1) :
1

Lapisan epidermis
a

Stratum korneum (lapisan tanduk); terdiri dari sel-sel gepeng mati,


tak berinti dan protoplasma menjadi keratin

Stratum lusidum; terdiri dari sel-sel gepeng mati, tak berinti dan
protoplasma menjadi protein eleidin

Startum granulosum (lapisan keratohialin); sel-sel gepeng berbutir


kasa dan berinti

Stratum spinosum; sel- sel yang mengalami mitosis, terdapat sel


langerhans

Stratum basale; sel-sel yang mengalami mitosis, berfungsi reproduktif


dan mengandung melanosit

Lapisan dermis
a

Pars papilare; bagian yang menonjol ke arah lapisan epidermis, berisi


ujung serabut saraf dan pembuluh darah.

Pars retikulare; bagian di bawahnya yang menonjol ke arah lapisan


subkutan, berisi serabut-serabut penunjang seperti kolagen, elastin
dan retikulin.

Lapisan subkutis; terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di
dalamnya, yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat

ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.

Faal Kulit
1

Proteksi; kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis dengan bantalan lemak, melanosit (tanning), keratinisasi (barrier)

Ekskresi; kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau
sisa metabolism dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat dan ammonia.

Persepsi; terdapat ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.

Badan Ruffini panas

Badan Krause dingin

Badan taktil Meissner rabaan

Badan Merkel Ranvier rabaan

Badan Veter Paccini tekanan

Pengaturan suhu tubuh; dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan


(otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.

Pembentukan pigmen; melanosom yang dibentuk oleh melanosit tergantung


pajanan sinar matahari.

Keratinisasi; berlangsung selama 14-21 hari dan dapat membantu peranan


perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologis.

Pembentukan vitamin D; dengan bantuan sinar matahari memungkinkan


perubahan 7 dihidroksi kolesterol.

A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang dapat
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,
vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.(1) Tanda polimorfik tidak selalu
muncul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis
cenderung residif dan dapat menjadi kronik.(2) Sinonim dermatitis adalah ekzem.(1)
B. Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen, bahan asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar matahari,

panas), mikroorganisme (contoh: bakteri, jamur); dapat pula berasal dari dalam
(endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya
yang pasti.(3) Banyak pula dermatitis yang belum diketahui dengan pasti
patogenesisnya, terutama yang banyak penyebab faktor endogen.

C. Klasifikasi
Pembagian berdasarkan tatanama atau nomenklatur, morfologi ataupun stadium
masih menjadi kontroversial dimana belum terjadi kesepakatan. Maka dari itu,
kami akan memaparkan pembagian berdasarkan etiologi:
a Eksogen:
Dermatitis kontak; Jenis eksim ini disebabkan karena faktor di luar
tubuh penderita, seperti terpapar bahan kimia, iritasi karena sabun,
kosmetik, parfum dan logam. Dermatitis kontak adalah jenis eksim
yang paling banyak diderita manusia, diperkirakan 70% penyakit
eksim merupakan jenis ini. Secara klinis jenis eksim ini memiliki
gejala terasa panas, kemudian muncul benjolan, dan disertai adanya
cairan. Bagian kulit yang terserang memiliki batas tepi yang jelas.
Tetapi jenis eksim ini dapat menjadi kronis yang ditandai dengan kulit
semakin mengering, pigmentasi, terjadi penebalan kulit sehingga
tampak garis-garis pada permukaan kulit dan kemudian terjadi retakb

retak seperti teriris pada kulit.(3)


Endogen:
Dermatitis atopik; jenis eksim yang memiliki ciri khas yang berbeda
dengan jenis eksim dermatitis kontak yaitu adanya rasa gatal,
memiliki bentuk yang khas terutama pada kulit wajah dan lipatanlipatan tubuh, serta adanya riwayat atopik yaitu alergi atau asma.
Jenis eksim ini banyak menyerang anak-anak dan bayi, dan biasanya
merupakan penyakit eksim kambuhan.

Dermatitis numularis; Jenis eksim ini pada umunya berhubungan


dengan kulit kering dan sering menyerang pada orang yang berusia
lanjut. Gejala penyakit eksim jenis ini berupa kulit mengering, merah,
gatal, dan muncul dalam bentuk bulatan-bulatan pipih seperti koin

logam, biasanya terdapat pada kulit kaki dan tangan.


Neurodermatitis; peradangan kronik pada kulit yang tidak diketahui
penyebabnya, lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria dan

puncak insidennya adalah umur paruh baya.


Dermatitis stasis; jenis eksim kulit yang berkaitan dengan adanya
varises pada bagian kaki. Jenis eksim ini terdapat pada kaki ditandai
dengan rasa gatal, penebalan kulit serta berubahnya warna kulit
menjadi memerah bahkan kecoklatan.(1,4)

BAB III
PEMBAHASAN KLASIFIKASI
1

Dermatitis Kontak

Definisi
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit dan menyebabkan alergi atau reaksi iritasi.(2) Ruamnya terbatas
pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas. Ada 2 macam dermatitis
kontak, yaitu:
1

Dermatitis kontak iritan


Dermatitis yang terjadi ketika kulit terpajan bahan iritan seperti detergen,
asam, basa, serbuk kayu, semen, dan sebagainya. Dapat menyebabkan kerusakan
pada kulit apabila teriritasi berulang selama periode tertentu.(4)

Dermatitis kontak alergi


Dermatitis yang terjadi ketika kulit tersensitisasi oleh suatu substansi
(allergen), dan kontak ulang dengan substansi tersebut. Ini merupakan reaksi
kulit tipe lambat.(4)

Dermatitis Kontak Iritan (DKI)


Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang disebabkan oleh
bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi 2 yaitu dermatitis kontak iritan akut dan
dermatitis kontak iritan kronik (kumulatif). (5)

Dermatitis kontak iritan akut adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi
segera setelah kontak dengan bahan bahan iritan yang bersifat toksik kuat,
misalnya asam sulfat pekat. (2)

Dermatitis kontak iritan kronis (Kumulatif) adalah suatu dermatitis iritan


yang terjadi karena sering kontak dengan bahan- bahan iritan yang tidak
begitu kuat, misalnya sabun deterjen, larutan antiseptik. Dalam hal ini,
dengan beberapa kali kontak bahan tadi dapat menimbulkan iritasi dan
terjadilah peradangan kulit yang secara klinis umumnya berupa radang
kronik.(1,2)

Etiologi
Bahan yang menyebabkan iritasi sebagian besar adalah bahan kimia, dalam
bentuk padat, cair, atau gas, ada juga yang termasuk mineral atau partikel tumbuhan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas,oli, asam, alkali, dan serbuk kayu. (4)
Dalam beberapa menit kontak langsung dengan zat kimia yang korosif dapat merusak
kulit sehingga kulit tampak seperti terbakar. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan
oleh ukuran molekul, daya larut, konsentasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga
dipengaruhi oleh faktor lain yaitu; lama kontak, kekerapan pajanan (terus-menerus atau
berselang), demikian pula gesekan dan trauma fisis, suhu, kelembaban lingkungan juga
ikut berperan.(3) Ambang batas untuk iritasi bervariasi dari satu orang ke orang lain,
faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit di
berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan
usia lanjut lebih mudah teriritasi, penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami
(ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun). (1) Namun, dengan paparan yang
cukup dan konsentrasi yang cukup tinggi, semua orang rentan terhadap dermatitis
kontak iritan.(4)
Iritan yang sering menimbulkan DKI:
-

asam kuat (hidroklorida, asam nitrat, asam sulfat)


basa kuat (kalsium hidroksida, natrium hidroksida, kalium hidroksida)

detergen
resin epoksi
etilen oksida
fiberglass
minyak (lubrikan)
pelarut-pelarut organik
agen oksidator
plasticizer
serpihan kayu (Keefner. K. P., 2004)

Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak, lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan
bahan iritan (toksin) merusak membran lemak, sebagian dapat menembus membran sel
dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran
mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat, diasilgliserida dan platelet
activating factor (PAF). Asam arakidonat diubah menjadi prostaglandin (PG) dan
leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas
vaskular. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoaktratan kuat untk limfosit dan
neutrofil, serta mengaktifkan sel mast melepaskan histamin. Diasilgliserida dan second
messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein misalnya interleukin-1
(IL-1) dan granulocyte macrophage. IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan
IL-2 dan mengekspresikan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Rentetan
kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di
kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan
menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.(2)
Gejala Klinis
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan
kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberikan gejala kronis.(1)

Dermatitis Kontak Iritan Akut


Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan dan reaksi segera timbul.

Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula dapat muncul. Luas kelainan
umumnya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Penyebabnya adalah iritan
kuat seperti larutan asam sulfat dan asam hidrokloid, atau basa kuat seperti natrium dan
kalium

Dermatitis Kontak Iritan Lambat


Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai

24 jam atau lebih setelah kontak. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu
serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa
pedih esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi
vesikel atau bahan nekrosis.(2)

Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif


Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi; nama lainnya ialah DKI kronis.

Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan yang lemah. Faktor fisis
misalnya; gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan
lain misalnya; detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air. DKI kumulatif/kronis
mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Kelainan baru nyata setelah kontak
berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu
dan rentetan kontak merupakan faktor yang sangat penting.(1)
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit
dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang
mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan penderita umumnya rasa
gatal atau nyeri karena kulit retak, ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau
skuama tanpa eritema. DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan.

Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran


klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat. Sebaliknya DKI
kronis timbulnya lebih lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga
adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji
tempel dengan bahan yang dicurigai.(2)
Penatalaksanaan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan
iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis, maupnun kimiawi, serta menyingkirkan faktor
yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi
komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh sempurna. Apabila diperlukan untuk
mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topical, misalnya hidrokortison
atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.
Pemakaian alat pelindung diri yag adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan
bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan.
Prognosis
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan
sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis
yang penyebabnya multi factor, juga pada penderita atopi.(1)

Dermatitis Kontak Alergi (DKA)


Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi. Dermatitis kontak alergi
merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang beraneka
ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami
hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.

Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa bahan
kimia dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
luasnya penetrasi di kulit.(1)
Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis menyebabkan
reaksi hipersensitvitas tipe lambat pada paparan berulang. Dermatitis ini biasanya timbul
sebagai dermatitis vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak.
Perjalanan penyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari bila
tidak terjadi paparan ulang. Reaksi yang palning umum adalah dermatitis rhus, yaitu
reaksi alergi terhadap poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi yang menyebabkan
kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas kulit terganggu,
misalnya dermatitis statis.(2)
Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau
reaksi tipe IV. Reaksi hipersensititas di kullit timbulnya lambat (delayed
hipersensivitas), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.
Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena
adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang terikat dengan
protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag
dan sel langerhans, selanjutnya dipresentasikan oleh sel T. Setelah kontak dengan
antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensisi dan berploriferasi memebneetuk sel T efektor yang tersensitisasi secara
spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh
tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di

seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama sampai kulit menjadi sensitif disebut fase
sensitisasi yang berlangsung selama 2-3 minggu.

Sel lNgerhans memberi sinyal kepada seli limfosit mengenai informasi antigen dan kemudian sel
limfosit berproliferasi menghasilkan sel T limfosit tersensitisasi. Setelah sistem imun
tersensitisasi, maka dengan pemaparan selanjutnya akan menginduksi hipersensitifitas tertunda
tipe IV.

Reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi
alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase
yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada
kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama
kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat
terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala
klinis disebut fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

Alergen yang sama/ serupa

Hapten + protein

Antigen lengkap
Ditangkap oleh sel makrofag dan Langerhans
Dipresentasikan ke sel T memori
Dipresentasikan ke sel T

Dibawa ke KGB

FASE ELITASI

Proliferasi menjadi sel T efektor/ sel T memori/ sel T tersensitisasi

Aktivasi keratinosit

Mengeluarkan mediator kemokin

Menyebar ke pembuluh darah & system limfoid


Memproduksi keratin >>> & me+ apoptosis

FASE SENSITISASI

Gejala Klinis

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan


dermatitis dan lokasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang
berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau
bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut ditempat tertentu,
misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada
vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis
kontak iritan kronis (DKI). DKA dapat meluas ketempat lain misalnya dengan
autosensitisasi.(1)

Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan oleh kelainan kulit
yang ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan,
hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi
baik dari yang bersangkutan maupun dari keluarganya. Pada pemeriksaan fisik dilihat
lokasi dan pola kelainan kulit.(2)
Diagnosis Banding
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas,
dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau
psoriasis.(5) Diagnosis banding yang terutama ialah dengan DKI. Dalam keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis
tersebut karena kontak alergi.(1)

Penyebab
Permulaan
Penderita
Lesi

Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis Kontak Alergi

(DKI)

(DKA)

Iritan primer
Pada kontak pertama
Semua usia
Betas lebih jelas, eritema

Alergen kontak sensitizer


Pada kontak ulang
Hanya individu dengan alergik
Batas tidak begitu jelas, eritema

Uji Tempel

sangat jelas
Reaksi segera

kurang jelas
Reaksi menetap atau meluas

Uji Tempel
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel(1) :
1

Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau
berat dapat terjadi reaksi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu

dapat pula menyebabkan penyakit yang diderita pasien semakin memburuk.


Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan, sebab dapat menyebabkan reaksi positif palsu. Pemberian
kortikosteroid topikal dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum tes
dilaksanakna. Luka bakar matahari (sunburn) yang terjadi 1-2 minggu sebelum
tes dilakukan juga dapat member hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin

sistemik tidak mempengaruhi hasil tes kecuali diduga karena urtikaria kontak.
Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua

dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.


Penderita dilarang melakukan kativitas yang menyebabkan uji temple menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik) karena memberikan hasil negatif palsu.
Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga

agar lokasi penempelan tetap kering.


Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticarial type), karena
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.

Daerah tempat tes, pilihan utama punggung, oleh karena:


-

Lapisan tanduk cukup tipis, sehingga penyerapan bahan cukup besar


Tampatnya luas, sehingga banyak bahan yang dapat di tes bersamaan
Tempatnya cukup terlindung sehingga tidak mudah lepas
Bahan yang menempel tidak banyak mengalami gerakan, lepas atau kendor
Pilihan lain yaitu pada bagian lengan atas bagian lateral, atau lengan bawah
volar.

Bahan tes, mungkin dapat berupa benda padat atau cair. Jika bahan tersebut
dilakukan secara langsung mungkin akan memberikan reaksi yang tidak kita diharapkan,
misalnya reaksi iritasi. Bahan padat atau cair dilarutkan atau dicampurkan dalam bahan
tertentu dan dalam konsentrasi tertentu pula, sehingga kemungkinan yang timbul benar
benar reaksi alergi, bukan reaksi iritasi.(6)
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah
menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut;
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrem) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan, hanya macula eritematosa
5 = iritasi seperti terbakar, pustul atau purpura
6 = reaksi negatif
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT= not tested)

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya
72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaab kedua ini penting untuk membantu
membedakan antar respon alergik atau iritasi dan juga mengidentifikasi lebih banyak
lagi respon positif alergen.
1

Reaksi Positif
Ini menunjukkan bahwa penderita bersifat alergik terhadap bahan yang diteskan.
Hasil ini akan sangat berarti bila bahan tersebut sesuai dengan dugaan yang
diperoleh dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik hingga diagnosis yang

mantap bisa ditegakkan.


Reaksi Positif palsu
Terjadi bila konsentrasi bahan terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan
bila tertutup. Kulit dalam keadaan terlalu peka, misalnya bekas dermatitis,

sedang menderita dermatitis yang akut atau luas.


Reaksi Negatif
Kemungkinannya adalah; memang penderita tidak peka terhadap bahan yang
diteskan. Atau negatif palsu, yaitu yang semestinya positif, tetapi oleh karena
beberapa kesalahan teknik, reaksinya negatif. Pembacaan bisa dilakukan lagi
setelah 72 jam setelah penempelan tanpa menempelkan lagi bahan tes tersebut.
Kemungkinan terjadi reaksi tertunda (delayed reaction),hingga reaksi menjadi
positif.

Penatalaksanaan
Hal yang terpenting dalam penanganan DKA adalah upaya pencegahan
terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab dan menekan kelainan kulit yang
timbul. Kortikosteroid dapat diberikian dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel, atau bula serta eksudatif
(madidans), misalnya prednisone 30 mg/hari.
Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah
mereda (setelah mendapat pengobatan kortikesteroid sistemik), cukup diberikan
kortikosteroid topikal. Secara bertahap, dapat diakukan hal-hal dibawah ini :

Identifikasi agen-agen penyebab dan jauhkanlah pasien dari paparan, walaupun

seringkal hal ini sukar, khususnya pada kasus kronik.


Tindakan simtomatik untuk mengontrol rasa gatal dengan penggunaaan tunggal
atau dalam bentuk kombinasi:
Antihistamin oral
Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 6 jam bilamana perlu.
Losio topikal yang mengandung menol, fenol, atau premoksin
sangat berguna untuk meringankan rasa gatal sementara, dan tidak
mensensitisasi.
Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena terbatas atau
bila kortikosteroid oral merupakan kontraindikasi. Kortikosteroid topikal
poten diperlukan untuk mengurangi reaksi dermatitis kontak alergi.
Kortikosteroid oral : berguna untuk dermatitis kontak alergik
sistemik

atau yang mengenai wajah atau pada kasus di man rasa gatal

tidak dapat dikontrol dengan tindakan-tindakan lokal.


Obati setiap infeksi bakteri sekunder.
Perintahkan pasien untuk tidak menggunakan obat bebas, misalnya
benadril topikal atau benzokain topikal. Obat-obat tersebut dapat
menyebabkan reaksi alergi atau iritasi tambahan.
Prognosis
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh
faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan
dengan alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaaan
tertentu atau yang terdapat didalam lingkungan penderita.(1)
Dermatitis Atopik
Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh
faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema,

papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai
infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.(5)
Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama
terjadi sebelum
usia 12 bulan
dan

episode-

episode
selanjutnya akan
hilang

timbul

hingga

anak

melewati

masa

tertentu.
Sebagian besar
anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan
terus mengalami eksema hingga dewasa.

Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya


memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan
untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang dikenal
sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu
memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan
antibodi. Nama lain untuk dermatitis atopik adalah eksema atopik, eksema
dermatitis, prurigo Besnier, dan neurodermatitis.(6)

Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak <
5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 2030 tahun terakhir.

Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan,


seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada

dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan
pengumpulan data.(5)
Patogenesis
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya
diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat
ditegakkan. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut
dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik
yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk diartikan.
Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal,
sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri. Sebagian
patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik.(4)

Reaksi imunologis DA

Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti
asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA
(sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak
dengan DA terutama yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis
alergika di kemudian hari (allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan
bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopi.

Faktor non imunologis

Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya
faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh
udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari
sabun. Kulit yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga
dengan rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan
mengakibatkan rasa gatal.
Faktor-Faktor Pencetus
-

Makanan

Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC),


hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi
terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit
(skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan.
Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa
penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih diperlukan
suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut untuk menentukan
kepastiannya.
-

Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan

dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif
dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro
(RAST), 95% penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR
dibandingkan hanya 42% pada penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga
diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya seperti bulu
binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim.
-

Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh

kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan
pada 90% lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 10 7 koloni/cm2 pada
bagian lesi tersebut. Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin
yang bekerja sebagai superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang
selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi
harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal.
Gejala Klinis
Gejala utama DA adalah pruritus dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan sering menggaruk
sehingga timbul bermacam-macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema,

erosi, aksoriasi, eksudasi dan krusta. DA dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu; DA infantil,
DA pada anak, dan DA pada remaja dan dewasa.
1

Dermatitis Atopik infantil (2 bulan sampai 2 tahun)


DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah 2
bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus,
karena digaruk dapat pecah, eksudatif, lalu timbul krusta. Lesi kemudian meluas
ke tempat lain yaitu ke scalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai.
Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur,
dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantile eksudatif, banyak eksudat,
erosi, krusta, dan mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata, lambat laun
lesi dapat menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan lesi mulai tampak
likenifikasi. Pada sebagian penderita sembuh setelah berusia 2 tahun, sebagian
lagi berlanjut menjadi DA anak.(1,2)

Dermatitis Atopik anak (2 tahun sampai 10 tahun)


Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan
sedikit skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan
bagian fleksor, kelopak mata, leher, dan lebih jarang pada wajah. Garukan dapat
menyebabkan erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder.(1)

DA remaja dan dewasa (lebih dari 10 tahun)


Lesi berupa plak popular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang
gatal. Pada DA remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher,
dahi, dan sekita mata. Pada DA dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik,
sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan di bibir
(kering, pecah, berisisik), vulva, putting susu, atau scalp. Kadang erupsi meluas,
paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering agak menimbul,
papul datar, dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dan sedikit
skuama, dan sering terjadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun
terjadi hiperpigmentasi. DA remaja atau dewasa berlangsung lama, dan
cenderung menurun pada usia 30 tahun, hanya sebagian kecil yang berlangsung
sampai tua.

Diagnosis
Pedoman diagnosis DA diantaranya;
-

Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang tuanya

bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.


Ditambah 3 atau lebih criteria berikut:
1 Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian
depan pergelangan atau sekeliling leher (termasuk pipi pada anak usia
2

dibawah 10 tahun)
Riwayat asma bronchial atau hay fever pada penderita (atau riwayat penyakit

atopi pada kelurga)


Riwayat kulit keirng secara umum pada tahun terakhir

Adanya dermatitis yang tampak di lipatan kulit (atau dermatitis pada

pipi/dahi dan anggota badan bagian luar anak dibawah 4 tahun)


Awitan di bawah usia 2 tahun

Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding DA ialah; dermatitis seboroik (terutama pada bayi),
dermatitis kontak, skabies, dan iktiosis psoriasis (terutama daerah palmoplantar).
Penatalaksanaan
1
-

Pengobatan Topikal
Hidrasi kulit
Kulit penderita DA kering dan fungsi sawarnya berkurang, mudah retak sehingga
mempermudah masuknya mikroorganisme pathogen, bahan iritan, dan alergen.
Berikan pelembab misalnya; krim hidrofilik urea 10% dapat pula ditambahkan

hidrokortison 1% didalamnya.
Kortikosteroid topikal
Digunakan sebagai antiinflamasi lesi kulit. Namun demikian harus waspada
karena dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan. Pada bayi digunakan
salep steroid berpotensi rendah, mislanya hidrokortison 1%-2,5%. Pada anak dan
dewasa digunakan steroid berpotensi menengah misalnya triamnisolon, kecuali

pada muaka digunakan steroid berpotensi lebih rendah.


Imunomudulator topikal (Takrolimus)
Dapat diberikan dalam bentuk salep 0,03% dan 0,1%. Takrolimus menghambat
aktivitas sel yang terlibat dalam DA yaitu; sel Langerhans, sel T, sel mast dan
keratinosit.

2
-

Pengobatan Sistemik
Kortikosteroid
Digunakan untuk mengendalikan eksarsebasi akut, dalam jangka pendek dan
dosis rendah. Diberikan berselang-seling (alternate) atau diturunkan secara

bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal.


Antihistamin
Memebantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama di malam hari. Oleh
karena itu antihistamin yang dipakai adalah yang memiliki efek sedative,
misalnya; hidroksisin atau difenhidramin.

Anti-infeksi
Pada DA ditemukan peningkatan koloni S.aureus. Untuk yang belum resisten
dapat diberikan eritromisin, asitromisin, atau kalritromisin, sedangkan bagi yang

sudah resisten dapat diberikan golongan sefalosporin.


Interferon
IFN diketahui dapat menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan
proliferasi TH2, dan dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.

Terapi sinar
Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy)
seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB juga efektif. Kombinasi UVA
dan UVB lebih baik dibandingkan hanya dengan UVB. UVA bekerja pada sel
Langerhans dan eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif.
Kulit penderita DA cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu

penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang memperberat,


misalnya; penggunaan sabun dan detergen, kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar,
pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrem. (1) Bila memakai sabun hendaknya pilih
sabun yang larut minimal terhadap lemak, dan memiliki pH yang netral. Pada bayi yang
penting diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia, popok segera diganti bila
basah dan kotor. Usahakan tidak menggunakan pakaian yang bersifat iritan, seperti wol
atau sisntetik, penggunaan bahan katun lebih baik.(5)
Prognosis
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik DA diantaranya; DA
luas pada anak, menderita rhinitis alergik dan asma bronchial, riwayat DA pada orang
tua dan saudara kandung, awitan DA pada usia muda, anak tinggal, dan kadar serum IgE
yang tinggi. Ada kecendrungan perbaikana spontan pada masa anak, dan sering ada yang
kambuh pada masa remaja. Dan sebagian kasus menetap pada usia diatas 30 tahun.

Neurodermatitis

Definisi
. Peradangan kulit kronis, gatal, dengan batas yang jelas, ditandai dengan
penebalan kulit dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit
batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai
rangsangan pruritogenik. Penyakit ini menyebabkan bercak-bercak penebalan kulit yang
kering, bersisik dan berwarna lebih gelap, dengan bentuk lonjong atau tidak beraturan
Nama lain neurodermatitis sirkumskripta ialah liken simpleks kronikus.(1,5)
Etiologi
Liken simpleks kronis bisa terjadi sebagai akibat sesuatu (misalnya baju)
yang bersentuhan dengan kulit atau mengiritasi kulit sehingga seseorang menggarukgaruk daerah tersebut. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan kulit.
Kulit yang menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang penggarukan yang

akan semakin mempertebal kulit. Penyakit ini menimbulkan warna kecoklatan pada
daerah yang terkena.(7)
Penyakit ini biasanya berhubungan dengan:
-

Dermatitis atopik

Psoriasis

Kecemasan, depresi ataupun gangguan psikis lainnya.

Lebih banyak ditemukan pada wanita dan biasanya timbul pada usia 20-50 tahun.
Gejala Klinis

Liken simpleks kronis bisa timbul di setiap bagian tubuh, termasuk anus
(pruritus ani) dan vagina (pruritus vulva). Pada stadium awal, kulit tampak normal
tetapi terasa gatal. Selanjutnya timbul bercak-bercak bersisik, kering dan berwarna lebih
gelap sebagai akibat dari penggarukan dan penggosokan

Diagnosis

Diagnosis neurodermatitis sirkumskripta didasarkan gambaran klinis, biasanya


tidak terlalu sulit. Namun perlu dipikirkan kemungkinan penyakit kulit lain yang
memberikan gejala pruritus, misalnya liken planus, liken amiloidosis, psoriasis, dan
dermatitis atopik.
Pengobatan
Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipuritus atau kortikosteroid
topikal.

Antipruritus

dapat

berupa

antihistamin

dengan

efek

sedative

contih;difenhidramin. Kortikosteroid yang dipakai biasanya berotensi kuat, kalau masih


tidak berhasil dapat diberikan secara suntikan intra lesi. Ada pula yang mengobati
dengan UVB dan PUVA. Perlu dicari kemungkinan penyakit yang mendasarinya, dan
ditangani terlebih dahulu. Prognosisnya tergantung pada penyebab pruritus, penyakit
yang mendasarinya.

Dermatitis Numularis
Definisi
Dermatitis berupa lesi mata uang logam koin atau agak lonjong, berbatas tegas
dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah. (1) Nama
lain dari dermatitis nummular adalah ekzem nummular; ekzem discoid; atau
neurodermatitis nummular.(2)
Epidemiologi
Dermatitis numularis pada dewasa lebih sering terjaid pada pria dibandingkan
pada wanita. Usia puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada
wanita usia puncak juga terjadi pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis numularis

tidak biasa diteukan pada anak bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum satu tahun,
umumnya kejadian meningkat seiring dengan meningkatnya usia.(1,2)
Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, banyak faktor yang ikut berperan. Diduga
stafilokokus dan mikrokokus ikut berperan, mengingat jumlah koloninya meningkat
walaupun tanda infeksi secara klinis tidak tampak. Eksarsebasi terjadi bila koloni bakteri
meningkat di atas 10 juta kuman/cm2. Dermatitis kontak mungkin ikut memegang
peranan pada berbagai kasus dermatitis numularis, misalnya alergi terhadap nikel, krom,
kobal, demikian pula iritasi dengan wol dan sabun. Trauma fisis dan kimiawi juga dapat
berperan. Kulit penderita dermatitis numularis cenderung kering, hidrasi stratum
korneum rendah. Pada anak-anak lesi numularis terjadi pada dermatitis atopik.

Gejala Klinis
Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal. Lesi akut
berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm), kemudian membesar dengan cara
berkonfluensi atau meluas ke samping, membentuk satu lesi karakteristik saperti uang
logam (koin), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel
pecah menjadi eksudasi, kemudian mengering menjadi krusta kekuningan. Ukuran garis
tengah lesi dapat menjadi 5 cm, jarang sampai 10 cm. Lesi lama berupa likenifikasi dan
skuama. Jumlah lesi dapat hanya satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau
simetris, dengan ukuran yang bervariasi mulai dari miliar sampai nummular, bahkan
plakat. Tempat predileksi di tungkai bawah, badan, lengan, termasuk punggung tangan.
Dermatitis numularis cenderung hilang timbul, ada pula yang terus menerus, kecuali
dalam periode pengobatan. Bila terjadi kekambuhan umumnya timbul pada tempat
semula.(1,2)

Diagnosis
Diagnosis dermatitis numularis didasarkan atas gambaran klinis. Sebagai
diagnosis banding antara lain ialah dermatitis kontak, dermatitis atopik, neurodermatitis
sirkumskripta, dan dermatomikosis.(1)

Dermatitis Statis
Definisi

Dermatitis Stasis adalah suatu peradangan menahun (berupa kemerahan,


pembentukan sisik dan pembengkakan) pada tungkai bawah yang teraba hangat, yang
sering meninggalkan bekas berupa kulit yang berwarna coklat gelap.
Etiologi
Dermatitis stasis merupakan akibat dari penimbunan darah dan cairan di bawah
kulit, sehingga cenderung terjadi pada penderita vena varikosa (varises) dan
pembengkakan (edema).
Gejala
Dermatitis stasis biasanya timbul di pergelangan kaki. Pada awalnya kulit
menjadi merah dan sedikit bersisik. Setelah beberapa minggu atau beberapa bulan,
warna kulit berubah menjadi coklat gelap. Pengumpulan darah dibawah kulit yang
terjadi sebelumnya sering tidak dihiraukan, sehingga terjadi pembengkakan dan
kemungkinan infeksi, yang akhirnya menyebabkan kerusakan kulit yang berat (ulserasi).
Tatalaksana
Pengobatan jangka panjang bertujuan mengurangi kemungkinan penimbunan
darah di dalam vena di sekitar pergelangan kaki.
Mengangkat kaki dalam posisi yang lebih tinggi dari dada akan menghentikan
penimbunan darah di dalam vena dan penimbunan cairan di dalam kulit.
Menggunakan stoking penyangga yang tepat bisa membantu mencegah
kerusakan kulit yang serius dengan cara mencegah penimbunan cairan di tungkai
yang lebih bawah.
Biasanya tidak diperlukan pengobatan tambahan.

Kadang diambil kulit dari bagian tubuh lainnya untuk dicangkokkan guna menutupi luka
terbuka yang sangat lebar. Jika penderita merasa tidak nyaman mengenakan sepatu ini,
pasta yang sama bisa digunakan dibawah balutan penyangga elastik

Tanda dan gejala


1. Gejala yang terpenting ialah perdarahan tanpa nyeri
2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub
bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas
panggul
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta
previa lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh
plasenta previa lateralis dan marginalis, sedangkan plasenta letak rendah,
robeknya beberapa sentimeter dari tepi plasenta
4. Perdarahan berulang
5. Warna perdarahan merah segar
6. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
7. Timbulnya perlahan-lahan
8. Waktu terjadinya saat hamil

9. His biasanya tidak ada


10. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
11. Denyut jantung janin ada
12. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
13. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
14. Presentasi mungkin abnormal.
9

Patofisiologi
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20

minggu saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar dan mulai
menipis, umum nya terjadi oada trimester ketiga karena segmen bawah uterus
lebih banyak mengalami perubahan, pelebaran segmen bawah uterus dan
pembukaan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta
dari dinding uterus ataukarna robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan
tak dapat dihindarkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi pada plasenta letak normal.

10 Penatalaksaan
1. dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas operasional
2. Sebelum dirujuk, amjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap kekiri, tidak melakukan senggama, menghindari tekanan
rongga perut ( missal batuk,mengedan karena sulit buang air besar)
3. Pasang infus NaCl fisiologis. Bila tidak memungkinkan, bericairan
peroral. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi teratur setiap 15 menit
untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan.pantauan
DD dan gerakan janin.
15. Bila terjadi rejatan, segera melakukan resusitasi dan cairan dan tranfusi
darah. Bila teratasi , upayakan penyelamatan optimal. Bila teratasi
perhatikan usia kehamilan.

16. Penangan di rumah sakit dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Bila


terdapat renjatan, usia gestasi kurang dari 37 minggu, taksiran berat janin
kurang 2500 gram, maka :

Bila perdarahan sedikit, rawat sampai usia kehamilan 37 minggu, lalu


lakukan mobilisasi bertahap. Beri kortikosteroid 12 mg intra vena
perhari selama 3 hari.

Bila perdarahan berkurang, lakukan PDMO. Bila ada kontraksi


tangani seperti persalinan preterm.

Aktif / terminasi kehamilan


Persalinan pervaginam

Dilakukan pada plasenta letak rendah, marginalis atau lateralis anterior

Berikan oksitosin drip dan amniotomi


Persalinan abdominal

Dilakukan apabila plasenta previa disertai perdarahan massiv >500ml

Plasenta previa totalis

Plasenta previa lateralis posterior

Plasenta letak rendah dengan persentasi bokong

11 KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita
plasenta previa, yaitu:
1. Komplikasi pada ibu
a. Dapat terjadi anemia bahkan syok
b. Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh
c. Infeksi karena perdarahan yang banyak (Manuaba, 2008).
2. Komplikasi pada janin
a. Kelainan letak janin.
b. Prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
c. Asfiksia intra uterin sampai dengan kematian (Manuaba, 2008)
12 PROGNOSIS
Prognosis ibu pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini dikarenakan diagnosa yang lebih dini,
ketersediaan transfusi darah, dan infus cairan yang telah ada hampir semua

rumah sakit kabupaten. Demikian juga dengan kesakitan dan kematian anak
mengalami penurunan, namun masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran
prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio cesarea.
Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun
tindakan konservatif diberlakukan (Prawirohardjo, 2008)

DAFTAR ISI

1. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan lima. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1999. 357-8,
785-790.

2. Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21


1073-1078, 1390-94, 1475-77

st

Edition. McGraw Hill.USA.

3. De Cherney, Alan. Nathan,Lauren. Current. Obstetry & Gynecology.LANGE.


Diagnosis and Treatment. Page 173-4, 201

4. Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth Buku Saku


Obstetri dan Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta ; Widya Medika, 2002.

5. Ultrasonography in Obstetry and Gynecology. Fifth Edition. Saunders


Elsevier. Page 747.

6. http://www.geocities.com. Pemantauan Janin. Handaya,Bambang, Prof.


Gulardi.1999

Anda mungkin juga menyukai