Upaya perkreditan yang dilakukan oleh debitur dan kreditur dilakukan dengan
membuat perjanjian kredit terlebih dahulu sebagai perjanjian pokok. Perjanjian
kredit biasanya dalam bentuk perjanjian baku yang diberikan oleh kreditur
kepada debitur dimana untuk disepakati bersama. Akan tetapi ada pula
perjanjian kredit dibuat secara akta notariil yang dibuat oleh Notaris. Notaris
dalam hal ini harus teliti guna melindungi masing-masing pihak terkait dengan
hak dan kewajibannya. Pemberian kredit oleh kreditur kepada debitur tidak
secara cuma-cuma melainkan disertai dengan pemberian jaminan yang senilai
dengan jumlah dari nilai kredit tersebut.
Ada lembaga jaminan hutang yaitu Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Ketentuan Pasal
1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah, adalah :
Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Perlu diketahui bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) UU Hak
Tanggungan, Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib
mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada
Kantor Pertanahan.
Sedangkan, APHT yang dibuat oleh PPAT adalah langkah pertama dari pemberian
hak tanggungan tersebut. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU Hak Tanggungan,
pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di
dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang
bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT (Pasal
10 ayat [2] UU Hak Tanggungan).
Jadi, pada dasarnya jika APHT tersebut telah didaftarkan di Kantor Pertanahan
dan telah memperoleh sertifikat hak tanggungan, maka kreditur dapat
melakukan penjualan secara lelang jika debitur wanprestasi.
Lebih lanjut, menurut Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No.
93/PMK.06/2010 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelangsebagaimana
terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
106/PMK.06/2013 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan No. 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang*, dalam hal
terdapat gugatan terhadap objek lelang hak tanggungan dari pihak lain selain
debitor/tereksekusi, suami atau istri debitor/tereksekusi yang terkait kepemilikan,
pelaksanaan lelang dilakukan berdasarkan titel eksekutorial dari Sertifikat Hak
Tanggungan yang memerlukan fiat eksekusi.
a.
b.
c.
Maksud dan tujuan dari Pengumuman Lelang adalah agar dapat diketahui oleh
masyarakat luas sebagai upaya mengumpulkan peminat. Penjualan secara lelang
wajib didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh Penjual.
Pengumuman Lelang berdasarkan Pasal 42 PerMenKeu Nomor 93/PMK.06/2010
paling sedikit memuat:
1.
identitas Penjual;
2.
3.
4.
lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya
bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau
bangunan;
5.
6.
7.
Uang Jaminan Penawaran Lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara
dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya Uang Jaminan
Penawaran Lelang;
8.
Nilai Limit, kecuali Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan
pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela untuk barang bergerak;
9.
d.
Uang jaminan lelang harus sudah efektif diterima paling lambat 1 (satu) hari
kerja sebelum pelaksanaan lelang. Uang jaminan penawaran lelang dibebankan
kepada pihak Peserta Lelang dengan besaran yang ditentukan oleh Penjual
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari Nilai Limit dan paling banyak sama
dengan Nilai Limit. Ketentuan mengenai besaran uang jaminan penawaran lelang
disebutkan dalam Pasal 32 PerMenKeu Nomor 93/PMK.06/2010. Uang jaminan
penawaran merupakan prasyarat sebelum melakukan lelang dan hal ini
dimaksudkan agar peserta lelang merasa terikat karena uang jaminan akan
hilang apabila peserta yang ditunjuk sebagai Pembeli melakukan wanprestasi,
sehingga dapat dihindarkan dari adanya peserta yang tidak sungguh-sungguh
berminat mengikuti lelang atau yang hanya main-main.
e.
f.
g.
h.
sebagainya.http://kantorhukumkalingga.blogspot.co.id/2014/03/ketentuanhukum-eksekusi-hak-tanggungan.html
Lelang Objek Hak Tanggungan
Browse Home Lelang Objek Hak Tanggungan
Pendahuluan
Pengertian lelang secara umum adalah penjualan dimuka umum yang dipimpin
oleh pejabat lelang dengan penawaran harga secara terbuka atau lisan, tertutup
atau secara tertulis, yang didahului dengan pengumuman lelang serta dilakukan
pada saat dan tempat yanng telahditentukan.Sementara dalam Pasal 1 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 atau disebut dengan Undang-Undang Hak
Tanggungan (UUHT) menyebutkan pengertian dari hak tanggungan adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor
lain. Undang-undang Hak Tanggungan dibentuk sebagai pelaksanaan dari Pasal
51 UUPA yang menggantikan berlakunya ketentuan-ketentuan mengenai
hypotheek yang diatur dalam Kitab Undang-undang HukumPerdata dan
Creditverband yang di atur dalam Staatsblad 1908 No. 542 sebagaimana telah
diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190.
Hak Tanggungan adalah merupakan salah satu jenis jaminan kebendaan yang
meskipun tidak dinyatakan dengan tegas, adalah jaminan yang lahir dari suatu
perjanjian. Jika dilihat dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 10, Pasal 11, dan
Pasal 12 UUHT dapat diketahui bahwa pada dasarnya pemberian Hak
Tanggungan hanya dapat dimungkinkan jika dibuat dalam bentuk perjanjian.
Landasan Hukum Eksekusi Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 20 UUHT, dimana
dalam Pasal tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya eksekusi atau
penjualan hak atas tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan dapat
dilaksanakan melalui 2 cara :
Lelang berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT
Apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak
untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan
umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Lelang berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) huruf b jo. Pasal 14 Ayat (2)
Rumusan Pasal 14 ayat (2) UUHT secara jelas menyatakan bahwa sertipikat Hak
Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial sebagaimana halnya suatu
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Adapun tujuan dari pendaftaran tanah, yaitu : Memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum kepada pemegang hak, menyediakan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan, serta terselenggaranya tertib administrasi,
untuk mencapai tertib administrasi pertanahan, setiap bidang tanah dan satuan
rumah susun, peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas tanah harus
terdaftar. Menurut Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997
menjelaskan bahwa peralihan hak karena lelang dapat didaftarkan apabila ada
kutipan risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang.
Permasalahan yang timbul adalah mengenai eksekusi hak tanggungan, dimana
dalam praktek sekarang dilakukan melalui parate eksekusi berdasarkan Pasal 6
UUHT. Pelaksanaan lelang tersebut dirasa tidak tepat, karena menganggap
ketentuan Pasal 6 UUHT tentang lelang eksekusi merupakan ketentuan yang
berdiri sendiri terlepas dari ketentuan tentang eksekusi lainnya. Ketentuan Pasal
6 UUHT adalah bagian dari parate eksekusi yang ketentuan dasarnya diatur
dalam Pasal 20 (1) a UUHT. Selain itu, KPKNL juga mengesampingkan ketentuan
Pasal 26 UUHT berikut penjelasannya serta Penjelasan Umum angka 9 UUHT,
yang dengan tegas menyatakan bahwa ketentuan UUHT tentang eksekusi obyek
hak tanggungan belum berlaku karena belum ada peraturan pemerintah sebagai
pelaksanaannya.
Pembahasan
Pengaturan Eksekusi Hak Tanggungan Dalam UUHT
Istilah paratee executie sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, secara etimologis berasal dari kata paraat artinya siap ditangan,
sehingga paratee executie dikatakan sebagai sarana eksekusi yang siap
ditangan. Menurut kamus Hukum, paratee executie mempunyai arti pelaksanaan
yang langsung tanpa melewatiproses .
Kalau istilah paratee executie secara impisit tidak terdapat di dalam peraturan
gadai dan hipotik, tetapi di dalam UUHT istilah paratee executie tersebut secara
implisit justru tersurat dan tersirat dalam UUHT. Khususnya diatur dalam
Penjelasan Umum angka 9 UUHT, yang menyebutkan: Salah satu ciri Hak
Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya,
jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi
telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk
memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam
Undang-undang ini, yaitu yang mengatur lembaga paratee executie
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglement Indonesia yang diperbaharui
( Het Herziene Inlands Reglement ) dan Pasal 258 Reglement Acara Hukum Untuk
Daerah Luar Jawa dan Madura ( Reglement tot Regeling van Het Rechtswezen in
de Gewesten Buiten Java en Madura )... Pengaturan mengenai eksekusi Hak
Tanggungan, diatur dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT, yang menyebutkan bahwa
apabila debitor cidera janji, maka pemegang Hak Tanggungan pertama untuk
menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT.
Seharusnya pelaksanaan eksekusi obyek Hak Tanggungan tidak mendasarkan
pada Pasal 224 H.I.R. dan 258 R.Bg., seperti yang disebutkan oleh Penjelasan
Umum angka 9 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan (3). Melainkan, paratee
eksekusi itu dilaksanakan tanpa meminta fiat dari Ketua Pengadilan Negeri.
Kedua penjelasan tersebut bila dihubungkan dengan Pasal 6 UUHT, kemudian
dikonstruksikan secara yuridis, maka dalam pelaksanaan eksekusi obyek Hak
Tanggungan dapat dijabarkan seperti dibawah ini :
Pertama, pembentuk UUHT memberikan pengertian pelaksanaan eksekusi obyek
Hak Tanggungan menimbulkan pemaknaan ganda, maksudnya satu sisi
pelaksanaannya melalui pelelangan umum ( Pasal 6 UUHT ) tetapi pada sisi lain
harus mendapatkan fiat dari Ketua Pengadilan Negeri ( berdasarkan Pasal 224
H.I.R. / 258 R.Bg.). Pemaknaan ganda menimbulkan pengertian yang kabur
( vage norman ). Hal tersebut menunjukkan pada sisi lain sifat tidak konsistennya
Pembentuk UUHT dan sisi lain, citranya terhadap nilai kepastian hukumnya tidak
pernah pasti.
Kedua, apabila eksekusi obyek Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 6 UUHT
ditinjau dari sifat hukumnya merupakan peraturan yang bersifat hukum materiil
yang didalamnya terkandung sifat hukum formil atau kalau istilah yang diberikan
Sudikno adalah hukum materiil yang didalamnya terkandung hukum formil.
Berlakunya hak kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual
obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum
syaratnya jika debitor cidera janji. Maksud melalui pelelangan umum berarti
tanpa harus minta fiat dari Ketua Pengadilan Negeri. Apabila pelaksanaan
paratee eksekusi harus melalui dan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri
( Pasal 224 H.I.R.), dapat ditafsirkan menyimpang dari Pasal 6 UUHT yang
merupakan peraturan yang sifatnya substantif. Oleh karena apabila
melaksanakan eksekusi obyek Hak Tanggungan harus melalui fiat Ketua
Pengadilan Negeri, berarti menyimpangi aturan Pasal 6 UUHT. Oleh karenanya
bentuk peraturan pelaksanaan paratee eksekusi obyek Hak Tanggungan yang
bersifat prosedural telah menyimpangi aturan yang bersifat substantif. Aturan
yang menyimpang tentunya bukan untuk digunakan melainkan patut dan layak
untuk diabaikan atau bahkan tidak perlu digunakan sebab dapat menjadi kendala
bagi salah satu tujuan hukum yakni kegunaan ( zwekmaszigkeitn ).
Ketiga, pelaksanaan eksekusi obyek Hak Tanggungan oleh Pembentuk UUHT,
tidak didasarkan pada norma dalam batang tubuh yang mengatur secara khusus
materi paratee eksekusi ( Pasal 6 UUHT ), melainkan menggunakan penafsiran
otentik, yang mengacu pada rumusan bagian Penjelasan Umum Angka 9 dan
Penjelasan Pasal 14 ayat ayat (2) dan (3) UUHT, yang mengatur materi eksekusi
Sertipikat Hak Tanggungan. Sehingga pelaksanaannya mendasarkan Pasal 224
H.I.R. / 258 R.Bg., sehingga timbul adanya konflik norma. Akibatnya tidak ada
kemudahan yang semula disediakan oleh Undang-undang bagi kreditor
pemegang Hak Tanggungan pertama apabila debitor ingkar janji.
Didalam proses lelang obyek Hak Tanggungan, kreditor atau pihak penjual,
mengajukan permohonan lelang kepada KPKNL. Setelah KPKNL yakin semua
syarat telah dipenuhi oleh pihak pemohon lelang, maka KPKNL akan menentukan
jadwal lelang yang selanjutnya akan diberitahukan kepada pihak penjual.Setelah
pihak penjual menerima jadwal yang diajukan oleh KPKNL selanjutnya akan
melaksanakan pengumuman penjualan lelang terhadap obyek Hak Tanggungan
sesuai dengan prosedur yang ada.
Pengumuman dilakukan agar pelaksanaan lelang tersebut diketahui oleh
masyarakat luas dan berusaha untuk menjaring beberapa peminat lelang untuk
menjadi peserta lelang.
Peserta lelang menurut Salbiah adalah perorangan atau badan usaha dapat
menjadi peserta lelang, kecuali yang nyatanyata dilarang oleh peraturan yang
berlaku, seperti : Hakim, Jaksa, Panitera, Pengacara, Pejabat Lelang, Juru Sita,
Notaris, yang terkait dalam pelaksanaan lelang tersebut. Adapun hak dan
kewajiban dari peserta lelang yaitu :
Sifat dari pengumuman lelang tersebut mutlak dilaksanakan oleh pihak pemohon
lelang sesuai dengan Pasal 18 PMK No. 40 / PMK.07/ 2006. Setelah terkumpul
beberapa peminat atau peserta lelang, maka dipersyaratkan kepada setiap
peserta lelang yang ingin mengikuti pelaksanaan lelang untuk terlebih dahulu
membayar uang jaminan yang besarnya telah ditentukan oleh pihak penjual
dengan memperhatikan saran dari Kantor Lelang, hal tersebut sesuai dengan
Pasal 15 ayat (3) PMK No.40 / PMK.07 / 2006.
Setelah terkumpul beberapa peserta lelang, maka lelang tersebut dapat segera
dilaksanakan, dan pelaksanaan lelang tersebut dipimpin oleh Pejabat Lelang dan
dapat dibantu oleh Pemandu Lelang (Pasal 34 ayat (1) PMK No. 40 / PMK.07 /
2006 ). Adapun tugas, hak, dan kewajiban dari pejabat lelang menurut Salbiah
adalah sebagai berikut :
Tugas Pejabat Lelang :
Melaksanakan pelayanan lelang di wilayah kerjanya, termasuk di dalamya
pejabat lelang bertanggungjawab terhadap administrasi penyelenggaraan lelang
yang dilaksanakan.
Pejabat Lelang mempunyai tugas melakukan persiapan lelang, pelaksanaan
lelang dan membuat laporan pelaksanaan lelang.
Hak Pejabat Lelang :
Meminta kelengkapan berkas persyaratan lelang.
Menolak pelaksanaan lelang karena tidak yakin akan kebenaran formal berkas
persyaratan lelang.
Melihat barang yang akan dilelang.
Meminta bantuan dari aparat keamanan ( bila diperlukan ).
Memberikan kuasa kepada pihak lain.
Kewajiban Pejabat Lelang :
Menyetor uang hasil lelang yang diterima dari pembeli lelang ke bendaharawan
penerima atau rekening KPKNL.
Membuat dan menandatangani risalah lelang.
Membuat laporan pelaksanaan lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah diperoleh pemenang lelang atau pembeli, maka pembeli tersebut wajib
membayar harga lelang yang diperhitungkan dengan uang jaminan, bea lelang,
dan untuk uang miskin dikenakan sebesar 0 % (nol persen). Apabila pembeli
tidak memenuhi kewajibannya tersebut maka dari ketentuan Pasal 50 ayat (5)
PMK No. 40 / PMK.07 / 2006 yang menjelaskan bahwa orang tersebut tidak boleh
mengikuti lelang di seluruh wilayah Indonesia dalam waktu 6 bulan. Akan tetapi
apabila orang tersebut memenuhi kewajibannya maka terhadap orang tersebut
akan dikeluarkan Risalah Lelang sebagai alat bukti yang disahkan oleh Pejabat
Lelang yang menyatakan bahwa orang tersebut merupakanpemenang lelang
yang sah.
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Yang Berasal Dari Penjualan Melalui Lelang
Proses pendaftaran tanah menurut Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menjelaskan bahwa peralihan
hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftarkan dengan
atau jika dibuktikan adanya kutipan Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat
Lelang, jadi proses pendaftaran tanah karena penjualan di muka umum hanya
dapat dilaksanakan apabila ada bukti Risalah Lelang yang telah disahkan oleh
Pejabat Lelang.
Perlu diperhatikan dalam setiap proses pendaftaran tanah yang berasal dari
lelang, apabila pada obyek pendaftaran tersebut melekat hak lain seperti Hak
Tanggungan, maka obyek pendaftarannya harus sudah bersih dari beban yang
melekat pada tanah atau hak tersebut harus diroya terlebih dahulu.Karena salah
satu syarat pendaftaran tanah kerena lelang harus terbebas dari segala beban
pihak lain.
Menurut Pasal 109 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 3
Tahun 1997, bahwa Sebelum dilaksanakan pendaftaran peralihan hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan keterangan dari Kepala
KantorLelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2) diwajibkan
mencantumkan catatan mengenai adanya sita tersebut dihapus, serta pada ayat
(3) Pasal tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan kutipan Risalah Lelang dan
pernyataan dari kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 (3) catatan
mengenai adanya Hak Tanggungan yang bersangkutan dihapus.
Setelah Kantor Pertanahan yakin bahwa telah ada penghapusan beban tersebut
dan pemohon juga telah melampirkan atau melengkapi semua persyaratan yang
diperlukan, maka pelaksanaan peralihan hak dapat dilaksanakan, adapun
persyaratan yang diperlukan untuk melakukan pendaftaran atau peralihan hak
karena pelelangan adalah sebagai berikut :
Surat Permohonan.
Kutipan Risalah Lelang.
Sertipikat Asli.
Apabila Sertipikat asli tidak diberikan, harus ada keterangan Kepala Kantor
Lelang mengenai alasan tidak diserahkannya Sertipikat yang dimaksud.
Untuk lelang non eksekusi diproses sertipikat pengganti yang hilang. Maka
dilakukan pengumuman satu kali selama satu bulan di media cetak (prosedur
penerbitan Sertipikat pengganti karena hilang dilakukan secara terpisah).
Untuk lelang eksekusi diterbitkan sertipikat pengganti dengan nomor hak yang
baru, nomor hak yang lama dimatikan, hal penerbitan Sertipikat tersebut
diumumkan di media massa dengan biaya pemohon.
Identitas diri pemenang lelang dan atau kuasanya (foto copy) :
Perorangan : KTP dan KK yang masih berlaku dan dilegalisir oleh pejabat yang
berwenang.
Badan hukum : Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum, dilegalisir oleh
pejabat yang berwenang.
Surat Kuasa, jika permohonannya dikuasakan.
Bukti pelunasan harga pembelian.
Bukti SSB BPHTB.
Bukti pelunasan SSP PPH final / catatan hasil lelang.
Sertipikat Hak Tanggungan jika dibebani Hak Tanggungan.
Surat pernyataan kreditor melepaskan Hak Tanggungan untuk jumlah yang
melebihi hasil lelang.
Risalah lelang harus memuat keterangan Roya atau pengangkatan sita.
Dokumen-dokumen yang ada diserahkan kepada Petugas Teknis atau (loket II),
setelah dokumen diterima maka Petugas Teknis akan memeriksa semua
kelengkapan dokumen yang ada,apabila tidak lengkap maka akan dikembalikan
lagi kepada pemohon untuk dilengkapi, namun apabila dokumen tersebut
lengkap dan kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan olehpihak pemohon,
maka Petugas Teknis akan membuat Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) dan
Surat Perintah Setor (SPS) dan menyerahkannya kepada pihak pemohon.
Setelah pemohon memperoleh asli SPS dan STTD dari Petugas Teknis, maka
selanjutnya pemohon melakukan pembayaran kepada Petugas Bendahara
Khusus Penerimaan (BKP) sesuai dengan biaya yang tercantum dalam SPS, dan
Petugas BKP akan membuatkan kuitansi yang akan disampaikan kepada pihak
pemohon, kemudian Petugas BKP akan meneruskan salinan kepada Petugas
Teknis untuk dibukukan ke dalam buku permohonan.
Petugas Teknis akan meneruskan dokumen tersebut kepada Kasubsi Pendaftaran
dan Peralihan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPH dan PPAT), Kasubsi PPH
dan PPAT akan meneliti dan membuat disposisi (menunjuk Petugas Pelaksana
Kesimpulan
1. Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan : asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara (vide Penjelasan Pasal 3 angka 4 UU
No. 28 Tahun 1999). Asas ini dipenuhi oleh ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan lelang yang menentukan bahwa setiap pelaksanaan lelang
harus didahului dengan PENGUMUMAN LELANG. Pengumuman lelang berperan
sebagai sumber bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif tentang pelaksanaan lelang.
2. Asas Keadilan
Mengenai tujuan hukum pada umumnya, Aristoteles yang telah terkenal dalam
bukunya yang berjudul Rhetorica, menganggap bahwa hukum bertugas
membuat adanya keadilan. Tujuan Undang-Undang Lelang adalah membuat
adanya keadilan dalam pelaksanaan lelang. Dalam proses pelaksanaan lelang
harus memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang
berkepentingan dan diberlakukan sama kepada masyarakat pengguna jasa
lelang. Asas ini menghendaki para pihak memenuhi dan melaksanakan isi lelang
yang tercantum dalam Risalah Lelang, yang mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi secara adil dari para pihak dan memikul kewajiban untuk
melaksanakan isi Risalah Lelang itu dengan itikad baik (good faith). Blacks Law
Dictionary memberikan pengertian itikad baik adalah in or with good faith;
honestly, openly, and sincerely; without deceit or fraud. Truly; actually; without
simulation or pretense. Bukan hanya ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam Risalah Lelang yang wajib ditaati oleh para pihak, melainkan juga itikad
baik sebagai ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis, yaitu kepatutan, kejujuran,
tanpa tipu muslihat, dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang
dikemudian hari dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi pihak-pihak lain.
Asas kepastian hukum: adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggara negara (vide: Penjelasan Pasal 3 angka 1 UU No. 28
Tahun 1999). Dalam setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh
Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik peralihan hak (acta van transport)
atas barang sekaligus sebagai alas hak penyerahan barang. Tanpa Risalah
Lelang, pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang tidak sah
(invalid). Pelaksanaan lelang yang demikian tidak memberi kepastian hukum
tentang hal-hal yang terjadi, karena apa yang terjadi tidak tercatat secara jelas
sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian. Oleh karena itu, Risalah Lelang
sebagai figur hukum yang mengandung kepastian hukum harus diaktualisasikan
dengan tegas dalam undang-undang yang mengatur tentang lelang.
4. Asas Efisiensi
5. Asas Akuntabilitas
Asas akuntabilitas: adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku (vide Pasal 3 angka 7 UU No. 28 Tahun 1999).Dengan
demikian, asas ini menghendaki agar lelang yang dilaksanakan dapat
dipertanggungjawabkan oleh Pejabat Lelang, Penjual dan Pembeli kepada semua
pihak yang berkepentingan dan masyarakat. Pertanggungjawaban Pejabat
Lelang: administrasi lelang dan pengelolaan uang lelang. Pertanggungjawaban
Penjual: dalam rangka penghapusan, pelaksanaan eksekusi, atau kepentingan
lainnya. Pertanggungjawaban Pembeli: kewajiban dalam pelunasan pembayaran
harga pokok lelang, pembayaran Bea Lelang, dan pembayaran pajak-pajak yang
dikenakan atas pelaksanaan
lelang.http://www.balailelang.co.id/index.php/home/asas-asas-dalampelaksanaan-lelang
ENGERTIAN LELANG
Berakhirnya perikatan
2.
3.
4.
Kedudukan pemegang dan pemberi Hak Tanggungan jatuh dalam satu
tangan
5.
6.
7.
8.
9.
2.
Afstand hypotheek
3.
4.
5.
6.
Tanggungan itu. Oleh karena itu, apabila piutang itu hapus karena pelunasan
atau karena sebab-sebab lainnya, dengan sendirinya Hak Tanggungan yang
bersangkutan menjadi hapus juga.
b)
Tanpa adanya pernyataan bebas dari kreditot terhadap debitor, maka utang
debitor masih tetap harus dipenuhi oleh debitor kepada kreditor. Demikian pula
halnya suatu Hak Tanggungan, tanpa adanya pernyataan pelepasan Hak
Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan, maka Hak Tanggungan tidak
pernah hapus.
Tampak jelas, bahwa suatu Hak Tanggungan yang telah diberikan sebelum
dilepaskan oleh pemegang Hak Tanggungan tidak akan hapus dan akan terus
berlaku untuk menjamin pelunasan utang yang masih akan ada di kemudian hari
selama dan sepanjang perikatan pokok antara debitor dan kreditor pemegang
Hak Tanggungan yang (akan) lahir dari perjanjian antara mereka tidak atau
belum dihapuskan.
Dalam konteks ini pun, untuk kepentingan praktis, maka pernyataan tertulis
kreditor pemegang Hak Tanggungan mengenai maksudnya untuk melepaskan
Hak Tanggungan harus disampaikan agar pencoretan Hak Tanggungan dapat
dilakukan.http://zfadly.blogspot.co.id/2012/04/hapusnya-hak-tanggungan.html
HAK TANGGUNGAN
Pengertian
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,
yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain
(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan.
(2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai
atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak
Tanggungan.
(3) Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut
bangunan,tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik
pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Asas
Prosedur
(3) Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari
konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi
pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan
bersamaan dengan permohonan pcndaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.
memperoleh kekuatan hukum tetap dan beriaku sebagai pengganti grosse facte
Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.
(9) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah
dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan.
(10) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.
Pada dasranya hak tanggungan diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 17 UU Nomor 4
Tahun 1996 sebagai berikut:
(1) Jlka piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie,
subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut
beralih karena hukum kepada kreditor yang baru.
(2) Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan.
(3) Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) di lakukan oleh Kantor Pertanahan dengan mencatatnya pada buku tanah
Hak Tanggungan dan buku-tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak
Tanggungan serta menjalin catatan tersebut pada sertifikat Hak Tanggungan dan
sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Tanggal pencatatan pada buku-tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang
diperlukan bagi pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu
jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(5) Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari
tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi buku-tanah Hak
Tanggungan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tata cara pemberian dan
pendaftaran Hak Tanggungan ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang
pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor
lainnya.
(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek
Hak -Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu
akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
(3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis
oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2(dua) surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta
tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.
(4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang
bertentangan dengan ketentuan pada ayat (I), ayat (2), dan ayat (3) batal demi
hukum.
(5) Sampai saat pengumumam untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin
dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah
dikeluarkan.
Kepala KPKNL Bukittinggi saat ini adalah Irwan Mardianto. Kepala kantor dibantu
oleh: Kasubbag Umum Anung Indra Jati; Kasi Pelayanan Penilaian Eko Heru
Cahyono; Kasi Pengelolaan Kekayaan Negara Anthony Saliza; Kasi Pelayanan
Lelang Yudiandra Satya Budhi; Kasi Piutang Negara Ganjar Patrianto; Kasi Hukum
dan Informasi Hakim Setyo Budi Mulyono; dan Kasi Kepatuhan Internal
Zainal.https://www.djkn.kemenkeu.go.id/2013/kpknl-bukittinggi
Kepala KPKNL Bukittinggi Irwan Mardianto, Kepala Seksi Pelayanan Lelang KPKNL
Bukittinggi) Irfan Nugraha
Tata Cara Lelang Internet
1. Tata Cara Umum
Peserta lelang harus sign-in (bagi yang sudah pernah mendaftar) atau sign-up
(bagi yang belum pernah mendaftar) pada alamat domain di atas untuk
mendaftarkan username dan password masing-masing. Ada beberapa isian yang
harus dilengkapi dalam proses registrasi ini. Pastikan agar alamat email yang
didaftarkan ke ALE valid.
Peserta lelang akan memperoleh kode aktivasi yang dikirim ke alamat email
masing-masing. Kode aktivasi digunakan untuk mengaktifkan username.
Setelah aktif, peserta lelang memilih obyek lelang pada katalog yang tersedia.
Setelah memastikan obyek lelang yang dipilihnya, peserta lelang diwajibkan
untuk:
Mendaftarkan nomor identitas/KTP dan NPWP serta dan mengunggah
softcopy KTP dan NPWP.
Mendaftarakan nomor rekening bank atas nama peserta lelang, guna
kepentingan pengembalian uang jaminan bagi peserta lelang tidak ditunjuk
sebagai pemenang lelang.
Peserta lelang akan memperoleh nomor Virtual Account (VA) yang digunakan
sebagai tujuan penyetoran uang jaminan lelang. Nomor VA dapat dilihat dalam
menu Status Lelang pada ALE (sesuai username masing-masing pada ALE).
Setelah uang jaminan diterima di rekening penampungan KPKNL sesuai
ketentuan, dan peserta lelang dinyatakan bersih dari daftar pihak yang
dikenakan sanksi tidak diperbolehkan mengikuti lelang sesuai ketentuan, maka
peserta lelang akan memperoleh kode token yang digunakan untuk menawar
obyek lelang. Kode token dikirimkan ke alamat email masing-masing peserta
lelang.
Penawaran diajukan dengan cara menekan tombol Tawar (Bid) dalam menu
Status Lelang pada ALE. Sebelum mengajukan penawaran, peserta lelang
harus membaca dan menyetujui Syarat dan Ketentuan Lelang dengan cara
mencentang frasa Saya berkehendak untuk mengikuti lelang serta telah
membaca dan menyetujui Syarat dan Ketentuan Lelang ini.
Penawaran dapat diajukan berkali-kali sampai batas akhir penawaran lelang
ditutup (closing time). Dalam mengajukan penawaran berkali-kali, penawaran
berikutnya harus lebih tinggi daripada penawaran sebelumnya.
Setelah batas waktu penawaran lelang berakhir, seluruh penawaran lelang
direkapitulasi oleh ALE sesuai nominal/angka penawaran dan waktu penerimaan
penawaran lelang. Rekapitulasi seluruh penawaran lelang dapat dilihat pada ALE
3. Pelunasan
https://www.lelangdjkn.kemenkeu.go.id/prosedur?
_PID=hiLRalAI37wZxTaHYeYOzrz1Yn2PeVXKbRU