Disusun oleh:
dr. Rachmani Putri Chereline
Pembimbing:
dr. Mansyah H.M., SpOG
serum > 25 ng/ml, hampir 97% kehamilan dapat berkembang baik. Bila pada trimester
pertama progesteron serum < 18,9 ng/ml, resiko kegagalan kehamilan adalah 4,6 kali lebih
tinggi. Progesteron mempercepat hilangnya kontraksi uterus dan mempercepat berhentinya
perdarahan.
Sebelum adanya progesteron, terapi abortus iminens diberikan progestogen tablet seperti
alilestrenol. Pemberian progestogen tablet memiliki beberapa masalah, seperti masalah
gastrointestinal, dan peningkatan metabolisme di usus dan hati sehingga kadar progesteron
adekuat tidak bisa dicapai. Bagaimanapun, progesteron jenis ini tidak sama persis esperti
yang dihasilkan oleh corpus luteum. Untuk menghindari metabolisme di usus dan hati,
progesteron suppositoria diberikan, dan dapat diberikan pervaginam sehingga kadar
maksimal progesteron dapat dicapai. Progesteron suppositoria dibuat dari progesteron murni
seperti yang dihasilkan corpus luteum dan plasenta.
Progesteron pada Abortus Imminens
Pada kehamilan kurang dari 20 minggu dengan kadar progesteron < 10 ng/ml, prognosis
kehamilan tidak bagus, atau 80% wanita hamil akan mengalami keguguran. Progesteron
dapat diberikan oral, injeksi atau suppositoria. Pemberian secara suppositoria tidak melewati
metabolisme di usus dan hati sehingga dapat mencapai kadar progesteron yang lebih tinggi.
Pemberian 100-400 mg progesteron (Cyclogest) baik secara per rectal atau pervaginam,
menghasilkan kadar progesteron yang sama tingginya dengan kadar progesteron pada fase
luteal.
Imunologi dari Abortus Imminens
Secara imunologik, progesteron memicu pembentukan progesterone-induced blocking factor
(PBIF) dan cadherine.
PBIF menghambat aktivitas sel NK yang terbukti menimbulkan efek abortus. Pada abortus
iminen, peningkatan aktivitas sel NK sudah diobservasi.
Pada abortus spontan, ditemukan peningkatan sitokin dari sel Th1. Sitokin ini bersifat
sitotoksik, seperti IL-2, IFN-Y, dan TNF-. Th2 memproduksi IL-4, IL-6, IL-5, dan IL-10
dimana sangat bermanfaat untuk mempertahankan kehamilan. Sehingga, kehamilan dapat
dipertahankan atau tidak berpengaruh terhadap keseimbangan Th1 dan Th2.
Cadharine adalah protein adhesi. Fungsi endometrium sangat bergantung pada ketersediaan
protein adhesi. Protein ini berperan besar pada implantasi embrio di endometrium.
Progesteron memicu pembentukan cadharine. Bila kadar progesteron tidak mencukupi,
produksi cadharine juga akan menurun dan sel endometrium dapat meluruh sehingga tidak
bisa terjadi embriogenesis. Progesteron menekan produksi TNF-. Bila progesteron menurun,
maka TNF- akan meningkat dan memicu apoptosis sel endometrium. Cadharine terdiri dari
beberapa tipe, misal cadharine-E yang bisa ditemukan di endometrium, cadharine-P
ditemukan di hati, paru-paru, dan usus, cadharine-N ditemukan di sel saraf pusat dan
mesoderm, dan cadharine-R ditemukan di retina dan sel glial, serta cadharine-M ditemukan di
sel myoblast.
Progesteron dan Kecemasan
Wanita hamil yang mengalami perdarahan biasanya mengalami stress. Kecemasan tersebut
dapat berpengaruh juga terhadap janin. Pada wanita hamil, stres menyebabkan produksi
hormon adrenaline dan noradrenaline. Hormon tersebut dapat menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah plasenta, sehingga bisa berakibat hipoksia janin. Saat fase hipoksia, plasenta
memproduksi corticosteroid-release hormone (CRF). CRF beraksi melewati desidua dan
myometrium, dan meningkatkan produksi prostaglandin, sehingga kontraksi otot uterus
bertambah. Glukokortikoid, prostaglandin, sitokin, dan katekolamin meningkatkan sekresi
CRF pada plasenta, sementara NO menghambat sekresi CRF.
Progesteron memiliki efek anti-stres pada sistem saraf pusat, menggunakan beberapa
mediator tertentu. Salah satunya adalah y butric amino acid (GABA-A), yang membuat
progesteron memiliki efek sedatif. Salah satu metabolit progesteron yaitu 5-pregnan-3Ol20 (3-OH DHP) memiliki efek sedatif 8 kali lebih kuat dari barbiturat. Selain itu, GABAA juga memiliki efek hipnosis dan anti-kejang. Efek biologis GABA-A mengikuti irama
sirkadian. Pada malam hari, progesteron berefek sedatif sedangkan saat siang hari
menstimulasi reseptor GABA-A. Kalsium dosis tinggi memicu sekresi GABA-A dan sel
saraf.
Glisin juga salah satu mediator sedatif untuk sistem saraf pusat. Bila progesteron memicu
efek sedatif GABA-A, di lain tempat juga menghambat aktivitas glisin. Progestogen tidak
memiliki kemampuan mengikat reseptor GABA-A sehingga tidak memiliki efek sedatif. Ini
alasannya mengapa progestogen sintetik yang digunakan untuk terapi abortus iminens tidak
efektif dibandingkan progesteron. Kadang-kadang, progestogen dapat menyebabkan
kecemasan berlebihan.
Otak, terutama sel glial dapat membantu aktivitas progesteron dengan mebantu sintesis
progesteron dengan bantuan enzim 3 -hidroksisteroid dehidrogenase dan enzim 5 -
reduktase. Enzim ini menbantu sintesis metabolit progesteron untuk mengikat reseptor
GABA-A.
Kesimpulan
Penggunaan progesteron suppositoria memiliki efek fisiologis seperti progesteron alami dan
sangat berguna untuk terapi abortus iminens. Sampai saat ini, penggunaan progesteronderivat progestogen secara oral untuk terapi abortus iminens tidak dapat mencapai kadar
progesteron yang fisiologis. Progesteron natural, terutama metabolitnya memiliki efek sedatif
pada sistem saraf pusat, sehingga dapat mengurangi kecemasan pada wanita hamil yang
mengalami abortus iminens. Tetapi, progestogen dan metabolitnya tidak memiliki efek sedatif
tersebut.