PPI Lina Nia Aisah
PPI Lina Nia Aisah
10.
76. 2. PPI PENCEGAHAN & PENGENDALIAN INFEKSI INTEGRASI PROGRAM
DENGAN PMPK PPI.10. Proses pengendalian dan pencegahan infeksi
diintegrasikan dengan keseluruhan program rumah sakit dalam peningkatan
mutu dan keselamatan pasien 2 1 2 3 4
11.
77. 2. PPI PENCEGAHAN & PENGENDALIAN INFEKSI PENDIDIKAN STAF
TENTANG PROGRAM PPI.11.Rumah sakit memberikan pendidikan tentang praktik
pencegahan dan pengendalian infeksi kepada staf, dokter, pasien dan keluarga
serta pemberi layanan lainnya ketika ada indikasi keterlibatan mereka dalam
pelayanan. 2 1 2 3 4
12.
78. 2. PPI PENCEGAHAN & PENGENDALIAN INFEKSI PENDIDIKAN STAF
TENTANG PROGRAM PPI.11.Rumah sakit memberikan pendidikan tentang praktik
pencegahan dan pengendalian infeksi kepada staf, dokter, pasien dan keluarga
serta pemberi layanan lainnya ketika ada indikasi keterlibatan mereka dalam
pelayanan. 2 1 2 3 4
1.
2.
3.
4.
5.
Panduan APD
KEBIJAKAN PPI
KEBIJAKAN TENTANG PPI (Sesuai Assesment Akreditasi 2012) :
Etika batuk
Disenfeksi tingkat tinggi alat dari bahan karet
Sterilisasi dengan autoclave (steam/uap)
Sterilisasi dengan panas kering (dry heat)
Penggunaan indikator kimia internal dg sterilisasi panas kering
Monitoring sterilisasi secara manua
TENTANG
KEBIJAKAN PENEGAKAN INFEKSI RUMAH SAKIT
Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di
RSUD Kota Yogyakarta;
c. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam butir a
dan b, perlu ditetapkan
dengan Keputusan Direktur
RSUD Kota Yogyakarta.
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor
36 tahun 2004 tentang
Rumah Sakit;
2. Undang-Undang Nomor
44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Dalam
Negeri RI Nomor 61 tahun
2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah;
4. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 269
/Menkes/Per/III/2008
tentang Pencegahan
Pengendalian Infeksi;
5. Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor :
1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit;
6. Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor :
1214/Menkes/SK/XI/2007
tanggal 28 November 2007
tentang Peningkatan Kelas
Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Yogyakarta
milik Pemerintah Kota
Yogyakarta;
7. Peraturan Walikota
Yogyakarta Nomor 6 Tahun
2012 tentang Fungsi,
Rincian Tugas dan Tata
Kerja Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Yogyakarta;
Memperhatikan
:
1. Buku Panduan
Penyusunan Dokumen
Akreditasi yang disusun
oleh Komisi Akreditasi
Rumah Sakit tahun 2012;
2. Standar Akreditasi
Rumah Sakit, Kerjasama
III. KEBIJAKAN
A. Kewaspadaan standar rneliputi kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD),
peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan
penatalaksanaan linen, kesehatan karyawan, penempatan pasien, etika batuk, praktik
menyuntik yang aman, praktek untuk lumbal punksi. Kewaspadaan standar diterapkan
secara menyeluruh di semua area RS dengan mengukur semua risiko yang dihadapi pada
setiap situasi dan aktivitas pelayanan sesuai Panduan PPIRS.
B. Praktik kebersihan tangan di RS merupakan kunci dari upaya PPIRS yang
menggambarkan mutu pelayanan yang berfokus pada keselamatan pasien, petugas,
pengunjung dan lingkungan RS. Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktik mencuci
tangan menggunakan sabun biasa/ antiseptik dan air mengalir, atau handrub menggunakan
larutan antiseptik. Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di RS oleh setiap anggota
masyarakat RS sesuai panduan kebersihan tangan yang dikembangkan RS berdasarkan
pedoman lnternasional(WHO) maupun pedoman nasional (Kemenkes).
B.1. Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas di RS saat diruang
perawatan pasien berpedoman pada lima saat kebersihan tangan wajib dilaksanakan
(standar WHO) dan enam langkah prosedur. Petugas melaksanakan cuci tangan dengan
sabun dan air setelah melaksanakan 5-10 x cuci tangan dengan handrub.
B.2. Penerapan praktik kebersihan tangan di luar area perawatan pasien berpedornan pada
panduan kebersihan tangan yang dikembangkan Komite PPI RS.
B.3. Komite PPI RS melakukan monitoring, evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk
meningkatkan perilaku kebersihan tangan di RS secara efektif dan efisien.
C. Kewaspadaan isolasi merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada
pasien rawat inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara
transmisi kontak, droplet atau airborne. Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses
diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat waktu pelayanan di RS,
penyediaan paket perlindungan petugas ; tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur
pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan
penggunaan alat pelindung diri.
C.1. RS menyiapkan ruang dengan ventilasi natural yang baik untuk perawatan pasien
infeksi, khususnya infeksi airbone, yang terpisah dari pasien non infeksi dan khususnya
terpisah dari pasien dengan kondisi immunocompromise.
C.2. Pasien infeksi yang penularannya melalui cara kontak ditempatkan di ruang rawat
secara kohorting, diutamakan di ruang rawat infeksi.
C.3. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan
isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan prinsip kewaspadaan kontak
atau droplet atau airbone atau kombinasinya.
C.4. Transportasi pasien infeksi dari 1 unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin,
dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
D. Pencegahan dan pengendalian infeksi tuberculosis (PPITB)
Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi airborne,
dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit
TB, MDR.
D.1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di RS oleh petugas yang terlatih.
D.2 Pasien suspek batuk langsung diberikan masker bedah, diberikan edukasi etika batuk
dan higiene respirasi.
D.3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk diagnosis cepat,mengamankan
alur pelayanan bagi pasien-pengunjung-lingkungan RS,mempersingkat waktu kontak di RS.
D.4. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap infeksi airborne dengan
pengaturan ventilasi natural campuran.
D.5. Tatalaksana perawatan pasien TB, khususnya MDR TB dan TB BTA (+),diterapkan
berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi airborne, khususnya pada aktivitas/ tindakan
medis yang menghasilkan aerosol. Alat pelindung diri : masker bedah untuk pasien
masker N 95 untuk petugas.
D.6. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan pada surveilans TB
petugas, pemeriksaan rutin prakarya dan berkala, pemberian terapi profilaksis maupun
terapeutik dan pengaturan shift bertugas dilakukan bersama sub Bagian Kepegawaian dan
Unit Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
E. Alat pelindung diri (APD) ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasinya
oleh Komite PPI RS bersama Unit K3, lnstalasi Farmasi dan Sub Bagian TU dan Rumah
Tangga RS agar mudah dan dapat cepat diakses saat dibutuhkan, efektif dan efisien.
E.1. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu
mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/ tindakan medik sehingga
tepat, efektif dan efisien.
E.2. APD habis pakai disediakan melalui lnstalasi Farmasi dan Sub Bag TU dan RT dengan
paket floorstock terstandar,
E.3. APD yang lain disediakan melalui unit K3.
E.4. Tim PPI RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagai
bahan Komite PPIRS dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.
F. Surveilans lnfeksi RS (lRS) dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (infection
prevention control nurse) - perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse perawat penghubung pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai
penyakit infeksi target sesuai Pedoman Surveilans IRS Kemenkes dan penyakit infeksi
endemis di RS, Target surveilans yaitu : lnfeksi saluran kemih-lSK terkait kateterisasi, infeksi
luka operasi-lLO, plebitis lRS, dan dekubitus, Ventilator Associated Pneumonia (VAP) &
Hospital Associated Pneumonia (HAP), Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) dan diare.
F.1. Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Komite PPIRS di
bawah koordinator Dokter Penanggung Jawab PPI(IPCO) untuk tujuan pengendalian,
manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa (KLB).
F.2. Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran sesuai program PPl. Sasaran
angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun. ,
F.3. Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh Direktur RS berdasarkan pertimbangan Komite
PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologi kecenderungan angka IRS melalui surveilans,
Kecenderungan kejadian IRS yang terus meningkat signifikan selama 3 bulan berturut-turut
atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan tertentu
diwaspadai sebagai KLB, Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran kejadian yang
berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama lintas unit
satuan kerja oleh Komite PPIRS.
F.4. Laporan IRS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur minimal setiap 3 bulan.
G. Pengendalian resistensi antibiotika dilaksanakan RS melalui Panitia Farmasi dan Terapi.
G.1. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan
indikasi (profilaksis atau terapi)
G.2. Panduan pengobatan antibiotika merujuk pada Kebijakan Pengelolaan Perbekalan
Farmasi di RS di bawah tanggungjawab Sub Komite Farmasi dan Terapi. Peresepan
antibiotika mengacupada formularium RS dan atau DPHO BPJS mempertimbangkan derajat
J.2. Pengelolaan limbah padat non medis ditempatkan dalam kantong plastik benwarna
hitam dan pemusnahannya bekerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup Kota
Yogyakarta.
J.3. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan
desinfektan, cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah Komite
PPi rs utk mencapai efektivitas yang tinggi.
J.4. Pernbersihan lingkungan ruang perawatan diutamakan dengan metode usap seluruh
permukaan lingkungan menggunakan bahan desinfektan yang efektif,
J.5. Pelaksanaan Panduan PPI RS dan standar prosedur operasional tentang pengendalian
lingkungan, monitoring dan evaluasinya dilaksanakan oleh Instalasi Kesehatan Lingkungan
bersama sub Bagian Rumah Tangga berkoordinasi dengan komite PPI.
J.6. Baku mutu berbagai parameter pengendalian lingkungan dievaluasi periodik dengan
pemeriksaan parameter kimia - biologi surveilan angka dan pola kuman lingkungan
berdasarkan standar Kepmenkes Rl No.416/MenKes/Per/|x1990 tentang persyaratan
Kualitas Air Bersih dan AirMinum, Kepmenkes Rl No. 492lMenKes/sKA/ll/2010 tentang
persyaratan Kualitas Air Minum, Kepmenkes Rl No, l204/Menkes/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS.
K. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah untuk mengurangi risiko infeksi pada
pasien, petugas dan lingkungan dilakukan menyeluruh dan sistematis agar mencegah
kontaminasi, di bawah tanggung jawab lnstalasi Laundry berkoordinasi dengan Komite PPI
RS.
K.1. Jenis linen di RS diklasifikasikan menjadi linen bersih, linen steril, linen kotor infeksius,
linen kotor non infeksius ( linen kotor berat dan linen kotor ringan)
K.2. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
disinfeksi kereta linen, pengepelan/ disinfeksi lantai, implementasi praktik kebersihan
tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai potensi risiko selama bekerja.
L. Pengelolaan makanan di lnstalasi Gizi memperhatikan standar sanitasi makanan
minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan penjamah makanan.
L.1. Semua bahan makanan yang disiapkan hingga sampai dengan disajikan kepada
pasien, pegawai dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayanan Instalasi Gizi
agar terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan (sesuai persyaratan
hygiene makanan dalam Kepmenkes RI No.1204/SK/X/2004 ; Keputusan Direktorat
Jenderal POM No 03726/B/SK/VII/1989 ; Kepmenkes RI No.715/Menkes/SK/V/2003 tentang
persyaratan hygiene sanitasi jasa boga)
L.2. Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih,
terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu penyimpanan
disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
L.3 Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses
penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene pribadi berupa
monitoring pemeriksaan darah rutin, darah kimia, kultur widal, feses dan urin rutin dan kultur
mikrobiologi swab rektal setahun sekali, dikoordinasikan dan di bawah tanggung jawab Unit
K3 RS dan Sub Bag Kepegawaaian dan Pengembangan SDM.
L.4. Pemeriksaan mikrobiologi lingkungan dilakukan setiap 6 bulan untuk monitoring
evaluasi mutu pembersihan lingkungan
MM
NIP. 19620502 198701 2 001