Anda di halaman 1dari 8

Hand Out Manajemen Keuangan I

Disusun oleh Nila Firdausi Nuzula


Digunakan untuk melengkapi buku wajib
ANALISA BREAK EVEN POINT
Analisa break even adalah teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara volume
penjualan dan profitabilitas. Analisa ini disebut juga sebagai analisa impas, yaitu suatu
metode untuk menentukan titik tertentu dimana penjualan dapat menutup biaya, sekaligus
menunjukkan besarnya keuntungan atau kerugian perusahaan jika penjualan melampaui
atau berada di bawah titik tersebut.
Analisa ini penting dalam tahap perencanaan manajemen keuangan, karena hubungan
antara biaya-volume-laba (oleh karenanya, analisa BEP juga disebut sebagai Cost-ProfitVolume Analysis) dapat dipengaruhi oleh proporsi investasi dalam aktiva tetap, dan
perubahan rasio aktiva tetap terhadap aktiva variable ditentukan saat rencana keuangan
disusun. Dengan kata lain, bila perusahaan hanya mempunyai biaya variable saja, maka
tidak akan muncul masalah break even. Ini terkait dengan sifat dari biaya variable dan tetap
itu sendiri.
Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam analisa impas adalah biaya-biaya operasi
seperti gaji staf, biaya penyusutan/depresiasi (yang termasuk biaya operasi tetap), dan
komisi penjualan, bahan baku & upah tenaga kerja langsung (sebagai contoh biaya operasi
variabel). Dalam hal ini beban bunga tidak termasuk biaya operasi sebab biaya bunga
termasuk biaya keuangan. Oleh karenanya, sebagai langkah awal pembahasan difokuskan
pada rencana operasi perusahaan, yaitu perhitungan BEP Operasional. Tahap selanjutnya
adalah pembahasan tentang rencana pembiayaan atau BEP Finansial. Dengan demikian
pula, analisa break even ini terkait dengan konsep Degree of Operating Leverage (DOL) &
Degree of Financial Leverage (DFL) yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
Berikut ini adalah rumusan BEP Operasional

Sales Revenue
Dikurangi TVC
Dikurangi FC
EBIT

=
=
=
=

PxX
(V x X)
(FC)
EBIT

EBIT = X ( P V ) FC
Karena BEP dicapai pada saat EBIT = 0, maka persamaan tersebut dapat ditulis:

BEP = X =

FC
P V

X dalam rumus di atas merupakan jumlah penjualan dalam unit dimana terjadi titik impas.

TR

EBIT
TC

BEP
VC

FC

Contoh I
Diketahui : P

= Rp 100,00

VC

= Rp 40,00

FC

= Rp 300.000,00

Ditanya : pada titik penjualan berapa unit dicapai kondisi BEP ?


Jawab: X =

300.000
= 5000 unit
100 40

Sesungguhnya, selisih antara P dan VC yaitu (100-40) pada jawaban di atas


menunjukkan konsep contribution margin, yaitu rentang laba atau nilai sisa dari harga
setelah digunakan untuk menutup biaya variabel, yang digunakan untuk menutup FC. Jadi,
untuk kasus di atas, dengan FC = Rp 300.000,00 maka untuk menutupnya dibutuhkan
jumlah produk terjual sebanyak

300.000
= 5000 unit. Dengan kata lain, contribution margin
60

(CM) adalah penghasilan yang tersedia untuk menutup FC. Konsep CM inilah yang
digunakan untuk menghitung BEP dalam rupiah, yaitu dengan menggunakan Contribution
Margin Ratio (CMR). Rasio ini digunakan untuk mengetahui besarnya margin kontribusi
yang digunakan untuk menutup FC dibandingkan dengan besarnya harga jual produk. Atau
dengan kata lain, digunakan untuk menjawab pertanyaan:berapa perbandingan antara sisa
dari harga produk yang telah dikurangi untuk menutup variabel cost dengan harga produk.
Berikut ini adalah rumus CMR.

P VC P VC
=
=
P
P P

VC
P

Dengan menggunakan CMR, formula untuk menghitung BEP Operasional dalam satuan
rupiah adalah sebagai berikut.

Sales

BEP

= FC +

VC
.
P Sales BEP

VC
.
= FC
P S BEP
VC
S BEP 1 P = FC

BEP

BEP

FC
VC
1
P

Jadi, dengan kasus di atas, BEP dalam rupiah adalah


300.000
S BEP = 40 = Rp500.000,00
1
100
Pembuktian
Sales
VC

=
=

Rp 100 x 5000 unit


Rp 40 x 5000 unit

CM
FC
EBIT

=
=
=
=
=

Rp
Rp
Rp

500.000,00
200.000,00
300.000,00
300.000,00
0

Dengan kata lain, BEP Operasional terjadi pada saat CM = FC.

BEP sebagai rencana penjualan dapat digabungkan dengan perencanaan atau


target perolehan laba tertentu. Jadi perusahaan menargetkan memperoleh laba
tertentu setelah diketahui titik impasnya.

Contoh II
Diketahui : P

= Rp 100,00

VC

= Rp 40,00

FC

= Rp 300.000,00

Laba yang diinginkan = Rp 240.000,00


Ditanya : Pada titik penjualan berapakah terjadi BEP
Jawab : S BEP =

300.000 + 240.000
= Rp 900.000,00
40
1
100

BEP

FC + EBIT
CMR

Contoh III
Diketahui : P

= Rp 100,00

VC

= Rp 40,00

FC

= Rp 300.000,00

OPM = 10%
Jawab :

BEP

BEP

FC
CMR OPM

300.000
= Rp600.000,00
0,6 0,10

Contoh III
Diketahui : P

= Rp 100,00

VC

= Rp 40,00

FC

= Rp 300.000,00

NPM = 15%
Tingkat pajak 25%
Jawab :

BEP

BEP

FC
NPM
CMR
(1 t )

300.000
= Rp750.000,00
0,15
0,6
(1 0,25)

Contoh IV
Diketahui : P

= Rp 100,00

VC

= Rp 40,00

FC

= Rp 300.000,00

EAT = Rp 750.000
Interest = Rp 800.000
Tingkat pajak 25%

EAT
+I
(1 t )
CMR

FC +
Jawab :

BEP

300.000 +

BEP

750.000
+ 800.000
(1 0,25)
=Rp 3.500.000,00
0,6

Contoh V
Diketahui :
Harga jual
VC per unit
FC
Ditanya :

Proses produksi A

Proses produksi B

Rp

Rp

10.000,00
5.000,00
800.000,00

10.000,00
4.000,00
1.200.000,00

a) Pada volume penjualan berapakah keuntungan Proses Produksi A sama dengan


Proses Produksi B ?
b) Jika barang yang mampu dijual sejumlah 500 unit, pola produksi A atau B yang
dipilih? Berikan rekomendasi Anda!
Jawab:
Proses Produksi A
CMA = Rp 5.000,00

BEP

= 160unit = Rp1.600.000,00

Proses Produksi B
CMB = Rp 6.000,00

BEP

= 200unit = Rp 2.000.000,00

Keuntungan perusahaan dengan proses produksi A = keuntungan dengan proses


produksi B terjadi saat Q = 400 unit
PA.Q VcA.Q FcA = PB.Q VcB.Q FcB
10.000Q 5.000Q 800.000 = 10.000Q 4.000Q -1.200.000
1.000Q = 400.000
Q = 400
Penjualan (unit)
Sales
VC
CM
FC (operational)
Laba

Proses Produksi A
400
4.000.000
2.000.000
2.000.000
800.000
1.200.000

Proses Produksi B
400
4.000.000
1.600.000
2.400.000
1.200.000
1.200.000

EBIT

1.200.000

160

400

200

500

Unit terjual

Jika perusahaan mampu memproduksi & menjual 500 unit barang, maka lebih baik
perusahaan memilih pola produksi A karena mampu menghasilkan EBIT yang lebih
tinggi. Jika barang yang dijual kurang dari 400 unit, lebih baik memilih pola produksi
B karena EBIT yang dihasilkan dengan pola produksi A lebih kecil.
Konsep lain dalam tahap perencanaan adalah Margin of Safety (MOS), yaitu
batas atau titik aman suatu perusahaan tidak merugi jika terjadi pergeseran target
penjualan. Rumus yang digunakan adalah :

MOS =

S Budget S
S

BEP

x100%

Budget

Contoh:
Pada proses produksi A di atas, diketahui Sales pada posisi BEP adalah Rp
1.600.000,00. Jika sales budget Rp 2.900.000,00 maka MOS adalah 44,83%. Angka
44,83% menunjukkan bahwa jika jumlah penjualan riil menyimpang lebih besar dari
44,83% (dari jumlah penjualan yang direncanakan) maka perusahaan akan
menderita kerugian. Akan tetapi, bila penjualan berkurang misalnya sebesar 30%
maka perusahaan belum merugi. Dengan kata lain, MOS sebesar 44,83% bermakna
penyimpangan

maksimal

dari

budget

penjualan

yang

diperbolehkan

perusahaan tidak merugi karena berkurangnya penjualan adalah 44,83%.

agar

BEP Financial terjadi saat perusahaan hanya mampu menutup atau membayar
kewajiban tetapnya berupa bunga hutang jangka panjang dan pembayaran deviden
pada pemegang saham preferred yang bersifat tetap, tetapi tidak menghasilkan laba
bagi pemegang saham biasa (EAC = nol).
EBIT
(Interest)
EBT
(Tax)
EAT
Pref.Dev
EAC

BEP Financial terjadi saat EAC = 0


Jadi :
Pr eferredDev
=0
EBIT Interest
(1 t )
Jadi :
Pr efDev
EBIT = Interest +
(1 t )

BEP Mix
PT Jaya Mandiri memiliki daftar penjualan produk sebagai berikut.
Produk
A
B

Komposisi
3
2

Price/unit VC/unit
1000
600
800
480

Jika FC sebesar Rp 2.944.000,00, hitunglah titik impas dalam rupiah dan unit.
Jawab:
Produk Komposisi Price/unit VC/unit P-VC CM tertimbang TVC Sales
A
3
1000
600
400 3/5 x 400 = 240 1.800 3000
B
2
800
480
320 2/5 x 320 = 128 960
1600
368
2.760
4.600

BEP =

BEP =

FC

CM

tertimbang

2.944.000
= 8000unit
368

Pembuktian :
Bagian A = 3/5 x 8000 = 4.800 unit x Rp 1.000
Bagian B = 2/5 x 8000 = 3.200 unit x Rp 800
Total penjualan
VC A
= 4.800 unit x Rp 600
VC B
= 3.200 unit x Rp 480
Contribution Margin
FC
EBIT

=
=
=

=
=
=
=
=

Rp 4.800.000,00
2.560.000,00
Rp 7.360.000,00
2.880.000,00
1.536.000,00
Rp 2.944.000,00
2.944.000,00
Rp
0

Dalam rupiah, BEP Mix dihitung sebagai berikut


BEP =

FC
TVC
1
S

BEP =

2.944.000
= Rp7.360.000,00
2.760
1
4.600

Soal.
1) Jika laba sebelum pajak (EBT) diketahui Rp 200.000.000,00 dan tingkat pajak
progresif sebagai berikut:
Laba sampai dengan Rp 50.000.000,00 dibebani pajak sebesar 10%
Laba > Rp 50.000.000,00 Rp 100.000.000,00 dibebani pajak sebesar 15%
Laba > Rp 100.000.000,00 dibebani pajak sebesar 30%
Dengan kondisi tersebut, bila perusahaan mengharapkan EAT sebesar Rp
140.000.000,00 berapakah EBT yang harus dicapai?
2) Perusahaan XYZ memproduksi 2 jenis barang dan pada periode yang akan
datang berencana menjual barang sebagai berikut,
Produk A Produk B
Komposisi produk
Harga /unit
VC /unit

4,8

1.250

1.000

625

600

Total biaya tetap (termasuk bunga) = Rp 90.000.000,00. Perusahaan


mengharapkan laba setelah pajak Rp 56.875.000,00.
Tingkat pajak diperhitungkan:
10%
15%
25%

untuk laba s.d. Rp 25 juta


> Rp 25 juta - Rp 50 juta
> Rp 50 juta

a. Berapakah total penjualan yang harus dicapai?


b. Berapa masing-masing produk (unit) yang harus terjual?

Anda mungkin juga menyukai