KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT
Oleh :
dr. I Kadek Juniadi Dwipayana, S.Ked
Pendamping :
dr. Ni Made Supatriasih
LAPORAN KASUS
KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT
I.
II.
Identitas
Nama
: IKSM
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 19 tahun
Bangsa
: Indonesia
Suku
: Bali
Agama
: Hindu
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
Anamnesis
Karena pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik, maka dilakukan allo
C (Circulation):
Evaluasi kardiovaskular:
- Nadi 64 kali/menit, reguler
- Tekanan Darah 100/70 mmHg
Kesimpulan: penurunan tekanan darah
Pengelolaan: IVFD NaCl 28 tetes makro per menit
D (Disability):
GCS tidak bisa dievaluasi, dalam pengaruh obat
E (Exposure)
Dekontaminasi kulit dengan melepaskan pakaian pasien
Secondary Survey
Mata
mm
THT
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Mulut
: hipersalivasi (+)
Thoraks
Cor
Inspeksi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
: VF +/+
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: distensi (-)
Auskultasi
: BU (+)
Palpasi
Perkusi
: timpani
Ekstremitas
: Akral hangat
, edema
, fasikulasi (+)
Kulit
V.
Assesment
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien diassesment dengan
Keracunan Organophosphat
VI. Penatalaksanaan
Konsul dr. Sp. PD
O2 Sungkup Muka, 10 lpm
IVFD NaCl 0,9 % 28 tetes makro per menit
Inj Sulfas Atropin 1 mg IV, dilanjutkan 0,5 mg IV setiap 5-10 menit
sampai terjadi atropinisasi, kemudian diulang setiap 30 mnt, 60 mnt, 2, 4,
6, 12, 24 jam
Dekontaminasi pernafasan, mata, kulit
Dekontaminasi Gastrointestinal
kumbah lambung + norit 10 tab + susu
Ranitidin 2 x 1 amp
Norit 3 x 3 tab
Antacid 3 x 2 cth
Observasi UGD
MRS
Monitor VS, tanda-tanda atropinisasi, keluhan
Atropin
14.20
atropinisasi
Pukul
Atropin
4 amp
15.50
2 amp
14.25
2 amp
16.05
2 amp
14.30
2 amp
16.20
2 amp
14.35
2 amp
16.35
2 amp
14.40
2 amp
17.05
2 amp
14.50
2 amp
18.05
2 amp
15.00
2 amp
20.05
2 amp
15.10
2 amp
00.05
2 amp
15.20
2 amp
06.05
2 amp
15.30
2 amp
18.05
2 amp
15.40
2 amp
18.05
2 amp
II
III
atropinisasi
Follow up di ruangan
Tgl
5/11/12
SOA
O: TD 120/80 mmHg
- Ketorolak 3 x 1 amp
Nadi 80 x/mt
- Ranitidin 2 x 1 amp
Resp 18 x/mt
- Antasid 3 x 2 cth
Tax 36,8 C
- Norit 3 x 3 tab
6/11/12
- BPL
O: TD 130/80 mmHg
- Omeperazole 1 x 1 tab
Nadi 80 x/mt
- Norit 3 x 3 tab
Resp 18 x/mt
- Sucralfat 3 x 2 cth
Tax 36,4 C
Mata: an -/-, Pupil 5/5, RP +/+
THT: kesan tenang
Thorax:
Cor: S1S2 tgl, reg
Po: Ves +/+, Rh +/+, Wh +/+
Abd: dist (-), BU (+), NT (-)
Ext: akral hangat (-), edema (-)
KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT
(DIAZINON)
I.
PENDAHULUAN
Racun merupakan suatu zat yang bekerja secara kimiawi dan fisiologik yang
dalam dosis toksis selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, yang dapat
berakhir dengan penyakit ataupun kematian. Sedangkan keracunan merupakan
suatu keadaan dimana terjadi paparan bahan toksik atau racun yang dapat
melemahkan, atau bahkan membunuh suatu organisme dengan kadar yang tidak
semestinya.1,2,3
Sejak puluhan tahun yang lalu insektisida digunakan untuk membasmi
bermacam-macam hama yang dijumpai dalam kehidupan manusia, dengan
penggunaan yang terus meningkat. Namun seiring perkembangannya, penggunaan
insektisida ini menimbulkan berbagai dampak buruk dalam kehidupan manusia,
salah satunya adalah menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan kematian pada
manusia dan organisme lainnya. Kematian akibat insektisida ini banyak
dilaporkan akibat kecelakaan maupun penyalahgunaan, dalam hal ini digunakan
dalam kasus bunuh diri.1,4
Di antara semua jenis insektisida, golongan organofosfat yang paling umum
ditemukan di masyarakat, termasuk di Indonesia. Dari golongan organofosfat ini,
penggunaan Diazinon dan Malathion yang paling banyak digunakan. Insektisida
ini masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan saluran
pernafasan, akan mengikat enzim kholinesterase. Fungsi dari enzim kholinesterase
ini adalah mengatur bekerjanya saraf. Bila enzim yang berada dalam darah
tersebut diikat, akan menimbulkan gejala-gejala yang secara nyata tampak pada
sistem biologis yang dapat menyebabkan kesakitan sampai kematian.2
Tujuan penggunaan insektisida sebenarnya adalah untuk membasmi
serangga pengganggu lahan pertanian dan rumah, seperti kecoa, kumbang, semut,
lalat, kutu, jangkrik, tempayak, dan lainnya. Namun kenyataannya organofosfat
tidak spesifik mematikan serangga, tetapi dapat menimbulkan keracunan atau
mematikan
organisme
lain,
sehingga
penggunaan
insektisida,
terutama
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Keracunan Insektisida
2.2
Epidemiologi
Kontak terhadap insektisida saat ini sudah menjadi permasalahan kesehatan yang
mengglobal. WHO memperkirakan kejadian keracunan insektisida akut sebanyak
3.000.000 kasus setiap tahunnya, dengan angka kematian sejumlah 220.000 kasus.
Mayoritas insiden ini terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika,
Asia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di Amerika Tengah, misalnya,
terjadi peningkatan insiden yang bermakna dari tahun 1992 sampai tahun 2000,
dengan angka kejadian keracunan insektisida meningkat dari 6,3 per 100.000
populasi menjadi 19,3 per 100.000 populasi, dengan kecepatan mortalitas yang
meningkat dari 0,3 per 100.000 populasi menjadi 2,1 per 100.000 kasus.5
2.3
Penggolongan
Hidrokarbon Terklorinasi.
Golongan ini lambat diabsorpsi melalui saluran cerna. Jenis yang dalam
bentuk bubuk tidak diabsorpsi melalui kulit. Absorpsi dapat melalui pernafasan
bila terpapar dengan bentuk aerosol. Golongan ini merupakan stimulator SSP
yang kuat dengan efek eksitasi langsung pada neuron, yang mengakibatkan
kejang-kejang dengan metabolisme yang belum jelas. Kematian dapat terjadi
akibat depresi pernafasan atau fibrilasi ventrikel.
2.
Inhibitor Kolinesterase.
Golongan ini diabsorpsi secara cepat dan efektif melalui oral, inhalasi,
mukosa, dan kulit. Setelah masuk ke dalam tubuh, senyawa ini akan mengikat
enzim asetilkolinesterase (AChE) sehingga AChE menjadi inaktif dan terjadi
akumulasi asetilkoline.
Inhibitor Kolinesterase terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:1
- Organofosfat
- Karbamat
2.4
Diazinon
2.5
Keracunan Diazinon
2.6
Patofisiologi
10
dari
impuls
saraf
pada
post-ganglionik,
serabut
saraf
11
4. Hambatan aktivitas AChE berhubungan dengan stress oksidatif pada sel darah.
Jika antioksidan dalam tubuh tidak mampu menangani radikal bebas yang
terbentuk akibat terhambatnya AChE, radikal bebas ini akan merusak sel-sel,
dan menyebabkan terjadinya stres oksidatif.7
5. Efek toxic Diazinon juga terjadi pada sel hati, dimana Diazinon juga
meningkatkan pelepasan glukosa ke darah dengan jalan mengaktifkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis, sehingga menjadi predisposisi terjadinya
Diabetes Mellitus.7
2.7
Diazinon diabsorbsi melalui cara yang bervariasi, baik melalui kulit yang terluka,
mulut, dan saluran pencernaan serta saluran pernafasan.
- Melalui saluran pernafasan gejala timbul dalam beberapa menit. Bila terhirup
dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk.
- Melalui mulut atau kulit umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk
menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan
akibat terlokalisir.
- Penyerapan melalui kulit yang terluka dapat menimbulkan keringat yang
berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja.
- Pajanan pada mata dapat menimbulkan gajala berupa miosis atau pandangan
kabur saja. 1,4,7
Keracunan diazinon dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda
dan gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten atau
depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer. Tanda dan gejala
awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan
reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare,
defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu
bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis
menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek
muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul
paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma). Penumpukan asetilkolin pada
susunan saraf pusat menyebabkan tegang, ansietas, insomnia, gelisah, sakit
12
kepala, emosi tidak stabil, neurosis, mimpi buruk, apatis, bingung, tremor,
kelemahan umum, ataxia, konvulsi, depresi pernafasan dan koma. Pada umumnya
gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan
dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah
lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut jarang
terjadi.4,7
Kematian
akibat
keracunan
diazinon
umumnya
berupa
kegagalan
delayed
neuropathy
(OPIDN).
Sindrom
ini
2.8
Penatalaksanaan
Primary Survey
A (Airway ):
Bebaskan jalan nafas dari sumbatan:
- Bahan muntahan
- Lendir
- Gigi palsu
- Pangkal lidah
- Kalau perlu dengan pemasangan gudel dan penggunaan suction pump
B (Breathing):
Jaga agar pernafasan tetap dapat berlangsung dengan baik
Bila perlu berikan nafas buatan
13
C (Circulation):
Tekanan darah dan nadi dipertahankan dengan infus RL atau NS dengan tetesan
15 20 tetes/ menit kalau perlu dengan kecepatan tinggi
Bila terjadi cardiac arrest lakukan resusitasi jantung paru (CPR)
D (Disability):
Penilaian terhadap kesadaran
E (Exposure)
Kontrol dekontaminasi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap
racun, mengurangi absorsi dan mencegah kerusakan.
- Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari
pemaparan inhalasi racun, monitor kemungkinan gawat nafas.
- Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun
yaitu posisi kepala pasien ditengadahkan dan miring kesisi mata yang
terkena atau terburuk kondisinya. Buka kelopak mata perlahan dan irigasi
dengan larutan aquades atau NaCl 0,9% perlahan sampai zat racunnya
diperkirakan sudah hilang (hindaari bekas bilasan mengenai bagian wajah
atau mata lainnya) selanjutnya tutup mata dengan kasa streril dan segera
konsul dokter mata.
- Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji,
sepatu, aksesorin dan memasukkannya ke dalam wadah plastik yangg kedap
air dan tutup rapat. Cuci bagian kulit dengan air mengalir dan disabun
minimal 10 menit selanjutnya keringkn dengan handuk kering dan lembut.
- Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute tersering, sehingga tindakan pemberian bahan
pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan
cara induksi muntah atau aspirasi dengan kumbah lambung dapat
mengurangi pemaparan bahan toksik.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Diazinon.
2004.
Available
th
from:
16
http://www.atsdr.cdc.gov/