Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

Oleh :
dr. I Kadek Juniadi Dwipayana, S.Ked
Pendamping :
dr. Ni Made Supatriasih

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGASEM


2012

LAPORAN KASUS
KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

I.

II.

Identitas
Nama

: IKSM

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 19 tahun

Bangsa

: Indonesia

Suku

: Bali

Agama

: Hindu

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Umasari Kangin, Karangasem

Anamnesis
Karena pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik, maka dilakukan allo

anamnesia pada orang tua pasien.


Keluhan Utama: Pingsan
Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien datang tidak sadar diantar oleh keluarga. Pasien ditemukan pingsan
sejak 1,5 jam SMRS (pk. 13.00). Pasien dikatakan mengeluarkan cairan
bening bercampur busa dari mulut yang tidak berbau. Pasien juga dikatakan
seperti kejang-kejang selama perjalanan ke RS.
- Pasien dicurigai minum insektisida untuk tanaman cabai, karena di tempat
pasien pingsan ditemukan ceceran dan bungkus insektisida yang isinya tinggal
setengah.
- Pasien sempat muntah 1 kali pada saat perjalanan ke RS, muntah berisi
makanan, tanpa disertai darah
- Pasien sempat BAB cair 1 kali pada saat tiba di UGD, BAK 1 kali di UGD

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien dikatakan tidak pernah mengalami penyakit dengan gejala yang serupa
maupun memiliki riwayat penyakit jantung, epilepsi, asma dan penyakit sistemik
lain sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Orang Tua mengatakan tidak ada di keluarga yang pernah mengalami penyakit
dengan gejala yang serupa dengan pasien maupun penyakit sistemik yang lain.
Riwayat Pengobatan
Pasien dikatakan sempat dibawa ke puskesmas dan langsung dirujuk ke RS tanpa
diberikan pengobatan.
Riwayat Sosial dan Lingkungan
Pasien dikatakan tidak memiliki kebiasaan merokok, minum-minuman keras dan
obat-obatan terlarang.

III. Pemeriksaan Fisik


Primary Survey
A (Airway ):
- Evaluasi jalan nafas: ditemukan adanya bahan muntahan, air liur dan busa
- Kesimpulan: hambatan jalan nafas
- Pengelolaan: bersihkan jalan nafas
- Reevaluasi: airway clear
B (Breathing):
Evaluasi pernafasan:
- Ins dan Pal: nafas spontan (+), garakan dada simetris (+), pemakaian otot
tambahan (-), frekuensi nafas 16 kali/menit
- Aus: Ves +/+; Rh -/-, Wh -/- Per: sonor pada kedua lapang paru
- Kesimpulan: breating spontan
- Pengelolaan: pemberian oksigen dengan sungkup muka 10 lpm

C (Circulation):
Evaluasi kardiovaskular:
- Nadi 64 kali/menit, reguler
- Tekanan Darah 100/70 mmHg
Kesimpulan: penurunan tekanan darah
Pengelolaan: IVFD NaCl 28 tetes makro per menit
D (Disability):
GCS tidak bisa dievaluasi, dalam pengaruh obat
E (Exposure)
Dekontaminasi kulit dengan melepaskan pakaian pasien

Secondary Survey
Mata

: anemis -/-, refleks pupil -/-, pupil miosis/pinpoint 2/2

mm
THT
Telinga

: sekret tidak ada

Hidung

: sekret tidak ada

Tenggorokan

: tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-)

Mulut

: hipersalivasi (+)

Thoraks
Cor
Inspeksi

: Ictus Kordis tidak terlihat

Auskultasi

: S1 S2 tunggal regular, murmur (-)

Pulmo
Inspeksi

: simetris statis dan dinamis

Palpasi

: VF +/+

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen
Inspeksi

: distensi (-)

Auskultasi

: BU (+)

Palpasi

: nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,

Perkusi

: timpani

Ekstremitas

: Akral hangat

, edema

, fasikulasi (+)

Kulit

: Hiperhidrosis (+), fasikulasi (+)

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

V.

Assesment
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien diassesment dengan
Keracunan Organophosphat

VI. Penatalaksanaan
Konsul dr. Sp. PD
O2 Sungkup Muka, 10 lpm
IVFD NaCl 0,9 % 28 tetes makro per menit
Inj Sulfas Atropin 1 mg IV, dilanjutkan 0,5 mg IV setiap 5-10 menit
sampai terjadi atropinisasi, kemudian diulang setiap 30 mnt, 60 mnt, 2, 4,
6, 12, 24 jam
Dekontaminasi pernafasan, mata, kulit
Dekontaminasi Gastrointestinal
kumbah lambung + norit 10 tab + susu
Ranitidin 2 x 1 amp
Norit 3 x 3 tab
Antacid 3 x 2 cth
Observasi UGD
MRS
Monitor VS, tanda-tanda atropinisasi, keluhan

Tabel pemberian Sulfas Atropin


Pukul

Atropin

14.20

atropinisasi

Pukul

Atropin

4 amp

15.50

2 amp

14.25

2 amp

16.05

2 amp

14.30

2 amp

16.20

2 amp

14.35

2 amp

16.35

2 amp

14.40

2 amp

17.05

2 amp

14.50

2 amp

18.05

2 amp

15.00

2 amp

20.05

2 amp

15.10

2 amp

00.05

2 amp

15.20

2 amp

06.05

2 amp

15.30

2 amp

18.05

2 amp

15.40

2 amp

18.05

2 amp

II

III

atropinisasi

Pupil mid 7/7


mm
Refleks +/+
Muka merah
Pasien
merasa panas
TD 120/80
Nadi 92

Follow up di ruangan
Tgl

5/11/12

SOA

S: keluhan tidak ada

- Sulfas atropin sesuai protap

O: TD 120/80 mmHg

- Ketorolak 3 x 1 amp

Nadi 80 x/mt

- Ranitidin 2 x 1 amp

Resp 18 x/mt

- Antasid 3 x 2 cth

Tax 36,8 C

- Norit 3 x 3 tab

Mata: an -/-, Pupil 5/5, RP +/+


THT: kesan tenang
Thorax:
Cor: S1S2 tgl, reg
Po: Ves +/+, Rh +/+, Wh +/+
Abd: dist (-), BU (+), NT (-)
Ext: akral hangat (-), edema (-)

6/11/12

S: keluhan tidak ada

- BPL

O: TD 130/80 mmHg

- Omeperazole 1 x 1 tab

Nadi 80 x/mt

- Norit 3 x 3 tab

Resp 18 x/mt

- Sucralfat 3 x 2 cth

Tax 36,4 C
Mata: an -/-, Pupil 5/5, RP +/+
THT: kesan tenang
Thorax:
Cor: S1S2 tgl, reg
Po: Ves +/+, Rh +/+, Wh +/+
Abd: dist (-), BU (+), NT (-)
Ext: akral hangat (-), edema (-)

KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT
(DIAZINON)

I.

PENDAHULUAN

Racun merupakan suatu zat yang bekerja secara kimiawi dan fisiologik yang
dalam dosis toksis selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, yang dapat
berakhir dengan penyakit ataupun kematian. Sedangkan keracunan merupakan
suatu keadaan dimana terjadi paparan bahan toksik atau racun yang dapat
melemahkan, atau bahkan membunuh suatu organisme dengan kadar yang tidak
semestinya.1,2,3
Sejak puluhan tahun yang lalu insektisida digunakan untuk membasmi
bermacam-macam hama yang dijumpai dalam kehidupan manusia, dengan
penggunaan yang terus meningkat. Namun seiring perkembangannya, penggunaan
insektisida ini menimbulkan berbagai dampak buruk dalam kehidupan manusia,
salah satunya adalah menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan kematian pada
manusia dan organisme lainnya. Kematian akibat insektisida ini banyak
dilaporkan akibat kecelakaan maupun penyalahgunaan, dalam hal ini digunakan
dalam kasus bunuh diri.1,4
Di antara semua jenis insektisida, golongan organofosfat yang paling umum
ditemukan di masyarakat, termasuk di Indonesia. Dari golongan organofosfat ini,
penggunaan Diazinon dan Malathion yang paling banyak digunakan. Insektisida
ini masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan saluran
pernafasan, akan mengikat enzim kholinesterase. Fungsi dari enzim kholinesterase
ini adalah mengatur bekerjanya saraf. Bila enzim yang berada dalam darah
tersebut diikat, akan menimbulkan gejala-gejala yang secara nyata tampak pada
sistem biologis yang dapat menyebabkan kesakitan sampai kematian.2
Tujuan penggunaan insektisida sebenarnya adalah untuk membasmi
serangga pengganggu lahan pertanian dan rumah, seperti kecoa, kumbang, semut,
lalat, kutu, jangkrik, tempayak, dan lainnya. Namun kenyataannya organofosfat
tidak spesifik mematikan serangga, tetapi dapat menimbulkan keracunan atau

mematikan

organisme

lain,

sehingga

penggunaan

insektisida,

terutama

organofosfat juga dapat menimbulkan keracunan pada manusia.


II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Keracunan Insektisida

Insektisida adalah racun serangga yang banyak dipakai dalam pertanian,


perkebunan, dan dalam rumah tangga. Keracunan insektisida biasanya terjadi
karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri, dan jarang sekali ditemukan pada
kasus pembunuhan.3

2.2

Epidemiologi

Kontak terhadap insektisida saat ini sudah menjadi permasalahan kesehatan yang
mengglobal. WHO memperkirakan kejadian keracunan insektisida akut sebanyak
3.000.000 kasus setiap tahunnya, dengan angka kematian sejumlah 220.000 kasus.
Mayoritas insiden ini terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika,
Asia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di Amerika Tengah, misalnya,
terjadi peningkatan insiden yang bermakna dari tahun 1992 sampai tahun 2000,
dengan angka kejadian keracunan insektisida meningkat dari 6,3 per 100.000
populasi menjadi 19,3 per 100.000 populasi, dengan kecepatan mortalitas yang
meningkat dari 0,3 per 100.000 populasi menjadi 2,1 per 100.000 kasus.5

2.3

Penggolongan

Insektisida digolongkan menjadi


1.

Hidrokarbon Terklorinasi.
Golongan ini lambat diabsorpsi melalui saluran cerna. Jenis yang dalam

bentuk bubuk tidak diabsorpsi melalui kulit. Absorpsi dapat melalui pernafasan
bila terpapar dengan bentuk aerosol. Golongan ini merupakan stimulator SSP
yang kuat dengan efek eksitasi langsung pada neuron, yang mengakibatkan
kejang-kejang dengan metabolisme yang belum jelas. Kematian dapat terjadi
akibat depresi pernafasan atau fibrilasi ventrikel.

2.

Inhibitor Kolinesterase.
Golongan ini diabsorpsi secara cepat dan efektif melalui oral, inhalasi,

mukosa, dan kulit. Setelah masuk ke dalam tubuh, senyawa ini akan mengikat
enzim asetilkolinesterase (AChE) sehingga AChE menjadi inaktif dan terjadi
akumulasi asetilkoline.
Inhibitor Kolinesterase terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:1
- Organofosfat
- Karbamat

2.4

Diazinon

Diazinon termasuk ke dalam golongan organophosphat, yang merupakan suatu


bahan kimia yang efektif digunakan untuk membasmi serangga, yang bekerja
dengan cara menghambat enzim kolinesterase secara irreversibel, dimana enzim
ini berfungsi dalam pemecahan asetilkolin yang bersifat merangsang saraf otot.7
Diazinon digunakan secara luas untuk membasmi serangga dalam industri
pertanian. Zat ini juga efektif dalam membasmi serangga di dalam tanah dan
ectoparasit seperti kutu pada domba. Untuk penggunaan rumah tangga, diazinon
juga efektif untuk membasmi kecoa, semut, kutu karpet, dan serangga pada hewan
piaraan.

2.5

Keracunan Diazinon

Keracunan Diazinon merupakan pemaparan oleh bahan kimia yang digunakan


untuk membasmi serangga, yang mengakibatkan manusia yang terpapar
mengalami gejala klinis yang dapat berkembang menuju kematian.4,6

2.6

Patofisiologi

Secara umum, organophosphat merupakan insektisida yang paling toksik diantara


pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia, dengan
diazinon dan malathion merupakan komponen organophosphat yang paling
banyak digunakan. Efek sistemik yang timbul pada manusia ataupun pada
binatang percobaan yang terpapar, baik secara inhalasi, oral, ataupun melalui

10

kulit, terutama disebabkan oleh penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE)


oleh Diazoxon, senyawa metabolit aktif dari diazinon.7
Penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE) terjadi pada hubungan
antara saraf dan otot, serta pada ganglion sinap. Asetilkolin merupakan suatu
neurotransmiter

dari

impuls

saraf

pada

post-ganglionik,

serabut

saraf

parasimpatik, saraf somatomotorik pada otot bergaris, serat saraf pre-ganglionik


baik parasimpatis dan simpatis serta sinap-sinap tertentu pada susunan saraf.
Secara normal, asetilkolin dilepaskan melalui perangsangan pada saraf, yang
kemudian akan diteruskan dari motor neuron ke otot volunter, misalkan pada
bronkus atau jantung. Asetilkolin yang dilepaskan tersebut kemudian akan
dihidrolisa menjadi kolin dan asam asetat oleh enzim asetilkolinesterase.7
Sebagai antikolinesterase organofosfat, diazinon menghambat AChE dengan
membentuk kompleks fosforilasi yang stabil, sehingga tidak mampu memecah
asetilkoline pada hubungan antara saraf dan otot, serta pada ganglion sinap,
sehingga terjadi penumpukan asetilkoline pada reseptor asetilkolin, yang
menyebabkan terjadinya stimulasi yang berlebihan dan berkelanjutan pada seratserat kolinergic pada parasimpatis postganglionik, hubungan neuromuskular pada
otot skeletal, dan hiperpolarisasi dan desentisasi sel-sel pada sistem saraf pusat.7
Reaksi-reaksi yang terjadi dapat digolongkan menjadi:
1. Perangsangan terhadap parasimpatik postganglionik, yang berefek pada
beberapa organ, antara lain kontriksi pada pupil (miosis), perangsangan
terhadap kelenjar (salivasi, lakrimasi, dan rhinitis), nausea, inkontinensia urin,
muntah, nyeri perut, diare, bronkokontriksi, bronkospasme, peningkatan
sekresi bronkus, vasodilatasi, bradikardia, dan hipotensi.
2. Efek nicotinik, terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada hubungan otot
skeletal dan simpatis preganglionik. Gejal-gejala yang muncul seperti muscular
fasciculations, kelemahan, midriasis, takikardia, dan hipertensi.
3. Efek pada sistem saraf pusat terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada tingkat
cortical, subcortical, dan spinal, terutama pada korteks serebral, hipocampus,
dan sistem motorik ekstrapiramidal. Gejala-gejalanya seperti depresi
pernafasan, cemas, insomnia, nyeri kepala, lemas, gangguan mental, gangguan
konsentrasi, apatis, mengantuk, ataksia, tremor, konvulsi, dan koma.6,7

11

4. Hambatan aktivitas AChE berhubungan dengan stress oksidatif pada sel darah.
Jika antioksidan dalam tubuh tidak mampu menangani radikal bebas yang
terbentuk akibat terhambatnya AChE, radikal bebas ini akan merusak sel-sel,
dan menyebabkan terjadinya stres oksidatif.7
5. Efek toxic Diazinon juga terjadi pada sel hati, dimana Diazinon juga
meningkatkan pelepasan glukosa ke darah dengan jalan mengaktifkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis, sehingga menjadi predisposisi terjadinya
Diabetes Mellitus.7

2.7

Tanda dan Gejala Klinis

Diazinon diabsorbsi melalui cara yang bervariasi, baik melalui kulit yang terluka,
mulut, dan saluran pencernaan serta saluran pernafasan.
- Melalui saluran pernafasan gejala timbul dalam beberapa menit. Bila terhirup
dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk.
- Melalui mulut atau kulit umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk
menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan
akibat terlokalisir.
- Penyerapan melalui kulit yang terluka dapat menimbulkan keringat yang
berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja.
- Pajanan pada mata dapat menimbulkan gajala berupa miosis atau pandangan
kabur saja. 1,4,7
Keracunan diazinon dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda
dan gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten atau
depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer. Tanda dan gejala
awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan
reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare,
defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu
bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis
menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek
muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul
paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma). Penumpukan asetilkolin pada
susunan saraf pusat menyebabkan tegang, ansietas, insomnia, gelisah, sakit

12

kepala, emosi tidak stabil, neurosis, mimpi buruk, apatis, bingung, tremor,
kelemahan umum, ataxia, konvulsi, depresi pernafasan dan koma. Pada umumnya
gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan
dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah
lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut jarang
terjadi.4,7
Kematian

akibat

keracunan

diazinon

umumnya

berupa

kegagalan

pernafasan. Hal ini disebabkan karena adanya oedem paru, bronkokonstriksi,


kelumpuhan otot-otot pernafasan, kelumpuhan pusat pernafasan, peningkatan
sekresi bronkus, dan depresi saraf pusat yang kesemuanya itu akan meningkatkan
kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih
sedikit ditemukan sebagai penyebab kematian.7
Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan
organophosphorus-induced

delayed

neuropathy

(OPIDN).

Sindrom

ini

berkembang dalam 8 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Gejala


yang timbul berupa kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal,
kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop.4,7

2.8

Penatalaksanaan

Primary Survey
A (Airway ):
Bebaskan jalan nafas dari sumbatan:
- Bahan muntahan
- Lendir
- Gigi palsu
- Pangkal lidah
- Kalau perlu dengan pemasangan gudel dan penggunaan suction pump

B (Breathing):
Jaga agar pernafasan tetap dapat berlangsung dengan baik
Bila perlu berikan nafas buatan

13

C (Circulation):
Tekanan darah dan nadi dipertahankan dengan infus RL atau NS dengan tetesan
15 20 tetes/ menit kalau perlu dengan kecepatan tinggi
Bila terjadi cardiac arrest lakukan resusitasi jantung paru (CPR)

D (Disability):
Penilaian terhadap kesadaran

E (Exposure)
Kontrol dekontaminasi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap
racun, mengurangi absorsi dan mencegah kerusakan.
- Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari
pemaparan inhalasi racun, monitor kemungkinan gawat nafas.
- Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun
yaitu posisi kepala pasien ditengadahkan dan miring kesisi mata yang
terkena atau terburuk kondisinya. Buka kelopak mata perlahan dan irigasi
dengan larutan aquades atau NaCl 0,9% perlahan sampai zat racunnya
diperkirakan sudah hilang (hindaari bekas bilasan mengenai bagian wajah
atau mata lainnya) selanjutnya tutup mata dengan kasa streril dan segera
konsul dokter mata.
- Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji,
sepatu, aksesorin dan memasukkannya ke dalam wadah plastik yangg kedap
air dan tutup rapat. Cuci bagian kulit dengan air mengalir dan disabun
minimal 10 menit selanjutnya keringkn dengan handuk kering dan lembut.
- Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute tersering, sehingga tindakan pemberian bahan
pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan
cara induksi muntah atau aspirasi dengan kumbah lambung dapat
mengurangi pemaparan bahan toksik.

14

Pemberian Anti Dotum


Antidotum dari racun organophosphat adalah sulfas atropine dan pralidoksim
Sulfas Atropine bekerja dengan menghambat efek akumulasi asetilkolin pada
tempat penumpukan.
- Sulfas Atropin diberikan bolus 1-2 mg IV,
- Kemudian dilanjutkan dengan sulfas atropine 0,5 mg setiap 5 10 menit
sampai muncul reaksi atropinisasi berupa (muka merah ,mulut kering,
takikardi, midriasis, febris)
- Kemudian interval diperpanjang setiap 15, 30, 60, menit, selanjutnya 2, 4, 12
jam
- Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
Pralidoksim berkerja dengan reaktivasi koliesterase di luar CNS yang sebelumnya
diinaktivasi oleh phosphorilasi organophosphat. Dengan demikian asetilkolin
dapat dihancurkan.
- Setelah muncul reaksi atropinisasi dengan pemberian sulfas atropin,
pralidoksim diberikan 1 - 2 gr IM/IV. Dosis diulang setelah 1 jam kemudian 8
12 jam bila diperlukan.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; Bagian Kedokteran


Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1999.
2. Katzung, B.G & Trevor, A.J. Introduction to Toxicology in: Pharmacology,
Examination and Board Review. 6th ed. United States of America; Lange
Medical Book/McGraw Hill. 2002.
3. Jaga, Kushik & Dharmani, Chandrabhan. Sources of Exposure to and Public
Health Implications of Organophosphate Pesticides in: Rev Panam Salud
Publica/Pan AmJ Public Health. Vol 14(3). 2003.
4. Buffin, D. Diazinon. in: Pesticides News. No. 49. September 2000. p.20.
Available at: http://www.pan-uk.org/search/index.html. Acessed: Nov 7th,2012
5. Wikipedia. Diazinon. in: Wikipedia, the Free Encyclopedia. U.S.; Wikimedia
Foundation, Inc. 2008. Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Diazinon.
Acessed: Nov 7th,2012
6. Kamanyire, R. & Karalliedde, L. In-Depth Interview, Organophosphate
Toxicity and Occupational Exposure. in: Occupational Medicine. Vol.54. p.
69-75. 2004.
7. CDC.

Diazinon.

2004.

Available
th

from:

toxprofiles/tp86-c3.pdf Accessed: Nov 7 ,2012

16

http://www.atsdr.cdc.gov/

Anda mungkin juga menyukai