Anda di halaman 1dari 7

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KEGAWATAN NAFAS DAN TINDAKAN

RESUSITASI JANTUNG PARU PADA PASIEN YANG MENGALAMI


KEGAWATAN PERNAFASAN DI RUANG ICU DAN UGD
RSUD KOLONODALE PROPINSI SULAWESI TENGAH
Cristian.L1, Suarnianti2, H. Ismail3
1
2

STIKES Nani Hasanuddin Makassar


STIKES Nani Hasanuddin Makassar
3
Poltekkes kemenkes Makassar
ABSTRAK

Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi penderita gawat darurat, di
unit gawat darurat dan intensive care unit Perawat dituntut memberikan pelayanan cepat, tepat, dan
cermat dalam menangani kasus kegawatdaruratan, salah satunya keberhasilan menangani kasus
kegawatan nafas dan kegawatan jantung melalui resusitasi jantung paru. Berhasil atau tidaknya
resusitasi jantung paru tergantung pada cepat dan tepat tehnik pelaksanaannya. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan Perawat tentang kegawatan nafas dan tindakan
resusitasi jantung paru pada pasien yang mengalami kegawatan pernafasan di ruang ICU dan UGD
RSUD Kolonodale Propinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif,
populasi pada penelitian ini adalah 30 orang Perawat yang bertugas di ICU dan UGD. Pengambilan
sampel menggunakan tehnik total sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner.
Data yang terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan komputer program Microsoft excel dan
SPSS versi 20. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dimana didapatkan hasil
pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas 18 orang (60%) memiliki pengetahuan yang baik dan
12 orang (40%) memiliki pengetahuanyang kurang. Pengetahuan perawat tentang tindakan resusitasi
jantung paru, 15 orang (50%) memiliki pengetahuan yang baik dan 15 orang (50%) memiliki
pengetahuan kurang baik. Kesimpulan pada penelitian ini mengacu pada hasil kajian dan
dikembalikan kepada pihak Rumah Sakit sebagai bahan evaluasi pengetahuan dan kinerja Perawat
di RSUD Kolonodale Propinsi Sulawesi Tengah.
Kata Kunci : Pengetahuan, Kegawatan Nafas, Resusitasi Jantung Paru.
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan terminal
terakhir dalam menanggulangi penderita
gawat darurat, oleh karena itu fasilitas rumah
sakit, khususnya instalasi gawat darurat dan
intensive care unit harus dilengkapi sehingga
dapat
menanggulangi
kasus
gawat
darurat.(Maryuani,2009)
Pelayanan
gawat
darurat
dan
pelayanan intensif merupakan pelayanan
profesional yang didasarkan pada ilmu dan
metodologi yang berbentuk bio-psiko-sosiospiritual yang komprehensif ditujukan kepada
klien atau pasien yang mempunyai masalah
aktual dan potensial, mengancam kehidupan,
terjadi
secara
mendadak
atau
tidak
diperkirakan. (Maryuani,2009).
Sebagai
penyedia
layanan
pertolongan 24 jam, perawat dituntut
memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan
cermat
dengan
tujuan
mendapatkan
kesembuhan tanpa kecacatan. Oleh karena
itu perawat perlu membekali dirinya dengan

pengetahuan
dan
perlu
meningkatkan
keterampilan yang spesifik yang berhubungan
dengan
kasus-kasus
kegawatdaruratan
utamanya kasus kegawatan pernafasan dan
kegawatan jantung.(Maryuani,2009)
Salah
satu
kasus
kegawatan
pernafasan adalah sindroma gawat nafas,
sindroma gawat nafas terjadi dalam waktu 2448 jam. Setelah kelainan dasarnya, mula-mula
penderita akan merasakan sesak nafas,
pernafasan yang cepat dan dangkal. Karena
rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit
terlihat pucat atau biru dan organ lain seperti
jantung dan otak akan mengalami kelainan
fungsi. (Judarwanto, 2002).
Istilah sindrom gangguan pernafasan
akut digunakan bukan sindrom gangguan
pernapasan
dewasa.Karena
sindrom
terjadipada orang dewasa dan anak-anak.
(ARDS) diakui sebagai bentuk yang paling
parah
cedera
paru
akut.
(ARDS)
menyebabkan peningkatan ditandai shunting

1
Volume 3 Nomor 4 Tahun 2013 ISSN : 2302-1721

intrapulmonary, menyebabkan hipoksemia


berat. (Judarwanto, 2002)
Data yang diperoleh melalui jaringan
studi
National Institute health (NIH),
menunjukkan bahwa kejadian (ARDS)
sebenarnya mungkin lebih tinggi dari
perkiraan semula dari 75 kasus per 100.000
penduduk. Sebuah penelitian prospektif
dengan menggunakan definisi 1944 AECC
dilakukan di King Country, Washington, dari
April 1999 sampai Juli 2000 menemukan
bahwa kejadian yang disesuaikan menurut
umur dari acute lung injury (ALI) adalah 86.2
per 100.000 orang-tahun meningkat dengan
usia, mencapai 306 per 100.000 orang-tahun.
Berdasarkan statistik ini, diperkirakan 190.600
kasus ada di Amerika Serikat setiap tahun dan
bahwa kasus-kasus yang berhubungan
74.500 kematian (Sudarwanto, 2002).
Kegawatan
pernafasan
adalah
kumpulan gejala gangguan pernafasan yang
didapatkan melalui faktor risiko, salah satunya
adalah kasus keracunan.kejadian keracunan
cukup sering di Indonesia tercatat 132 kasus
dan 13 insiden keracunan makanan
dilaporkan di sentra informasi keracunan
nasional badan pengawas obat dan makanan
RI(artikel kedokteran, 2012)
Kegawatan pernafasan akibat trauma
toraks menyumbang angka kematian yang
cukup tinggi, dimana insiden penderita trauma
toraks pada tahun 2010 di perkirakan 12
penderita per 1000 populasi per hari dan
kematian yang disebabkan oleh trauma toraks
sebesar 20-25%. Dan hanya 10-15%
penderita trauma toraks yang memerlukan
tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya
memerlukan
tindakan
resusitasi
untuk
menolong korban dari ancaman kematian.
Untuk saat ini Indonesia belum dapat
menyebutkan besaran angka kasus trauma
toraks (artikel kedokteran, 2012)
Suatu situasi trauma akibat tenggelam
juga merupakan kasus kegawatan pernafasan
karena mengakibatkan gangguan paru. Di
negara maju seperti Amerika Serikat, 15%
dari anak sekolah mempunyai resiko
meninggal akibat tenggelam dalam air, 40%
terjadi pada sebagian besar anak laki-laki
untuk semua kelompok usia dan umumnya
terjadi akibat tidak adanya pengamanan. Di
Indonesia terdapat banyak kasus near
drowningatau kejadian hampir tenggelam
namun tidak tercatat sekalipun di laporkan
(tempo, 2012)
Istilah Resusitasi atau Reanimasi
diartikan sebagai menghidupkan kembali atau
memberi hidup baru. Dalam arti luas resusitasi
merupakan segala bentuk usaha medis yang
dilakukan terhadap mereka yang berada

dalam keadaan gawat atau kritis untuk


mencegah kematian. Kematian di dalam klinik
diartikan sebagai hilangnya kesadaran dan
semua
refleks,
disertai
berhentinya
pernafasan dan peredaran darah yang
ireversibel. Oleh karena itu resusitasi
merupakan
segala
usaha
untuk
mengembalikan fungsi sistem pernafasan,
peredaran darah dan saraf yang terhenti atau
terganggu
sedemikian
rupa
sehingga
fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar
kembali menjadi normal seperti semula
(Sudarwanto, 2002).
Berhasil atau tidaknya resusitasi
jantung paru tergantung pada cepat dan
tepatnya tindakan dan teknik pelaksanaan.
Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi
tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila
henti
jantung
(cardiac
arrest)
telah
berlangsung lebih dari 5 menit karena
biasanya kerusakan otak permanen telah
terjadi. Permasalahan yang sering dihadapi
oleh perawat adalah cara menangani
kegawatan
pulmonal
serta
kegawatan
kardiovaskuler lewat resusitasi jantung paru
dengan tindakan danteknik pelaksanaan yang
tepat (Soerianata, 1998).
Informasi tersebut, membuat peneliti
tertarik untuk meneliti tentang: pengetahuan
perawat tentang kegawatan nafas dan
tindakan resusitasi jantung paru pada pasien
yang mengalami kegawatan pernafasan di
ruang ICU dan UGD RSUD Kolonodale,
Propinsi Sulawesi Tengah
BAHAN DAN METODE
Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang di
teliti maka jenis penelitian ini adalah deskriptif
yang bertujuan untuk mendeskripsikan
pengetahuan perawat tentang kegawatan
nafas dan tindakan resusitasi jantung paru
pada pasien yang mengalami kegawatan
pernafasan. Penelitian ini dilaksanakan di
ruang ICU dan UGD RSUD Kolonodale
Propinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 20
Desember 2012 sampai 20 Januari 2013.
Populasi penelitian ini adalah semua
perawat yang bertugas di ruang ICU dan UGD
RSUD Kolonodale Propinsi Sulawesi Tengah
yang berjumlah 30 orang perawat, penentuan
jumlah sampel menggunakan total sampling
dimana semua populasi di ambil sebagai
sampel sesuai dengan kriteria inklusi.
1. Kriteria inklusi :
a. Perawat
yang
bersedia
menjadi
responden
b. Semua yang bertugas di ICU dan UGD
c. Pegawai negeri sipil dan tenaga kontrak

Volume 3 Nomor 4 Tahun 2013 ISSN : 2302-1721

2. Kriteria Eklusi :
a. Perawat perawat yang sedang menjalani
cuti
b. Perawat yang sedang melanjutkan studi
c. Perawat yang ditugaskan pelatihan di luar
kota.
Pengumpulan data
Pengumpulan data menggunakan
data primer yang diperoleh dengan cara
mengumpulkan data melalui kuisioner yang di
isi oleh responden yang memenuhi kriteria
inklusi
dengan
berisikan
pertanyaanpertanyaan mengenai pengetahuan perawat
tentang kegawatan nafas dan tindakan
resusitasi jantung paru dan data sekunder
diperoleh
dari
Rekam
medik
RSUD
Kolonodale, Propinsi Sulawesi Tengah.
Pengolahan data dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Editing yaitu untuk melihat apakah data
yang diperoleh sudah terisi lengkap/masih
kurang lengkap.
2. Coding, yaitu mengklarifikasi jawaban dari
responden menurut macamnya
3. Entri Data, yaitu kegiatan memasukkan data
yang dikumpulkan ke dalam database
komputer sehingga dapat dianalisis secara
deskriptif
4. Analisa
data
dilakukan
dengan
menggunakan program SPSS, untuk
menjelaskan karakteristik variabel. Teknik
yang digunakan adalah analisis univariat,
dimana analisa ini dilakukan pada tiap
variabel dari hasil penelitian, sehingga
tampak distribusi dari variabel yang di teliti
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik responden.
Tabel 5.1: Karakteristik Responden di
Rumah Sakit Kolonodale Propinsi Sulawesi
Tengah Tahun 2013
Jumlah Persentase
Karakteristik
(n)
(%)
Jenis kelamin
a. laki-laki
8
26,7
b. perempuan
22
73,3
Masa kerja
a. < 5 tahun
14
46,7
b. 5 tahun
16
53,3
Keikutsertaan
pelatihan
a. Pernah
3
90,0
b. Tidak pernah
27
10,0
Total
30
100
Sumber: Data primer Januari 2013

Tabel 5.1 menggambarkan distribusi


frekuensi hasil penelitian berdasarkan
karakteristik responden, diketahui bahwa
berdasarkan
jenis
kelamin,
jumlah
responden terbanyak adalah perempuan
yaitu 22 orang (73,3%) dan selebihnya lakilaki berjumlah 8 orang (26,7%), berdasarkan
masa kerja didapatkan bahwa responden
yang memiliki masa kerja kurang dari 5
tahun berjumlah 14 orang (47,7%) dan yang
memiliki masa kerja 5 tahun keatas adalah
16 orang (53,3%). Selanjutnya berdasarkan
keikutsertaan pelatihan, didapatkan bahwa
sebagian besar responden yakni 27 orang
(90%) tidak pernah mengikuti pelatihan dan
hanya 3 orang (10%) yang pernah mengikuti
pelatihan.
2. Tingkat pengetahuan responden tentang
kegawatan nafas
Tabel 5.2: Distribusi responden berdasarkan
tingkat pengetahuan tentang kegawatan
nafas di RSUD Kolonodale propinsi
Sulawesi Tengah Tahun Januari 2013
Tingkat
Jumlah
Persentase
pengetahuan
(n)
(%)
Baik
18
60,0
kurang
12
40,0
Total
30
100
Sumber: Data primer Januari 2013
Tabel 5.2. menggambarkan distribusi
responden
berdasarkan
tingkat
pengetahuan tentang kegawatan nafas,
yang menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat pengetahuan
baik sejumlah 18 orang (60%) sedangkan
responden yang berpengetahuan kurang
sebanyak 12 orang (40%).
3. Tingkat pengetahuan responden tentang
resusitasi jantung paru.
Tabel 5.3: Distribusi responden berdasarkan
tingkat pengetahuan tentang resusitasi
jantung paru di RSUD Kolonodale propinsi
Sulawesi Tengah Tahun Januari 2013
Tingkat
Jumlah
Persentase
pengetahuan
(n)
(%)
Baik
15
50,0
kurang
15
50,0
Total
30
100
Sumber: Data primer Januari 2013.
Tabel 5.3, menggambarkan distribusi
responden
berdasarkan
tingkat
pengetahuan tentang resusitasi jantung
paru, yang menunjukan bahwa responden
yang memiliki tingkat pengetahuan baik
jumlahnya sama dengan responden yang

3
Volume 3 Nomor 4 Tahun 2013 ISSN : 2302-1721

berpengetahuan kurang yaitu sejumlah 15


orang (50%).
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukan rata-rata
pengetahuan responden tentang konsep
dasar kegawatan nafas dari total 30
responden, 18 orang memiliki pengetahuan
baik, sedangkan 12 orang masih memiliki
pengetahuan kurang.
Pengetahuan
(Knowledge)
merupakan domain yang sangat penting untuk
di kuasai, karena dengan mengetahui sesuatu
kita dapat melaksanakan dan menjadikan
pedoman
untuk
tindakan
selanjutnya
(sastroasmoro,
2008),
pengetahuan
seseorang di pengaruhi oleh proses
pembelajaran,
sedangkan
proses
pembelajaran sendiri di pengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain, subjek belajar,
pengajar, metode yang di gunakan, kurikulum
dan sebagainya. sehingga bila faktor-faktor
tersedia dengan baik maka proses belajar
akan efektif dan hasil yang dicapai akan
optimal (notoatmodjo, 2007)
Selain melalui pendidikan formal,
pengetahuan seseorang dapat juga di
pengaruhi oleh pelatihan-pelatihan atau
seminar kesehatan yang pernah ia ikuti,
dengan adanya pelatihan seseorang dapat
lebih terampil dalam melakukan suatu
pekerjaan karena dengan pelatihan dan
tugas-tugas yang terkait dengan kemampuan
kognitif dapat mempengaruhi perilaku dan
pola pikir yang lebih positif (FKUI, 2000)
Tingkat pendidikan merupakan faktor
yang mendukung pengetahuan seseorang.
pendidikan adalah proses untuk mempelajari
dan meningkatkan ilmu yang diperoleh,
pendidikan yang lebih tinggi secara otomatis
akan berbanding lurus dengan pengetahuan
yang dimiliki (Notoatmodjo, 2007) sejalan
dengan yang dikemukakan oleh keraf (2001)
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka akan semakin baik
pengetahuan yang dimiliki.
Berdasarkan penelitian Naser dkk,
(2010) dari hasil penelitian yang dilakukan di
RS Raja Faisal Riyadh, 53% perawat gawat
darurat melakukan pelayanan terhadap pasien
yang masuk, dalam waktu 5 menit. Hal ini
sudah sesuai dengan standar pelayanan
gawat darurat. Selanjutnya Naser juga
menjelaskan hal ini di dukung karena rata-rata
perawat yang bertugas di ruang gawat darurat
rumah sakit tersebut sudah mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan karena sudah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan
kegawatdaruratan.

Berdasarkan
penelitian
diatas
diketahui pengetahuan perawat RSUD
kolonodale cukup baik, dimana sebagian
besar memiliki pengetahuan yang baik
tentang konsep dasar kegawatan nafas. Hal
ini
dikarenakan
seluruh
responden
berpendidikan diploma III keperawatan,
responden yang memiliki pengetahuan kurang
perlu
diberikan
kesempatan
untuk
meningkatkan pendidikan ke jenjang sarjana
keperawatan ataupun mengikuti pelatihan
sebab tingkat pendidikan berpengaruh besar
terhadap pengetahuan perawat yang bekerja
di RSUD Kolonodale.
Hasil
penelitian
menujukan
pengetahuan perawat tentang tindakan
resusitasi jantung paru masih kurang dari total
30 responden hanya 15 orang (50.0%) yang
memiliki pengetahuan baik dan 15 orang
(50.0%) memiliki pengetahuan kurang.
Pengetahuan yang baik sangat
berpengaruh pada ketrampilan perawat.
Ketrampilan asal dari kata terampil yang
bermakna cakap dalam melaksanakan tugas,
mampu dan cekatan atau dalam arti lain
keterampilan atau kemampuan seseorang
menerapkan pengetahuan yang dimiliki
kedalam bentuk tindakan. dimana perawat
harus memiliki keterampilan baik dalam
komunikasi
efektif,
objektifitas
dan
kemampuan dalam membuat keputusan klinis
secara cepat dan tepat agar perawatan setiap
pasien menjadi maksimal (Dunnete, 2007
dalam Cristian, 2008).
Keterampilan merupakan keahlian
yang dimiliki seseorang dalam melakukan
suatu pekerjaan dengan dilandasi pendidikan,
keahlian yang tinggi serta bertanggung jawab
terhadap pekerjaannya tersebut (Abidin,
2011).
Perawat intensive care unit dan unit
gawat darurat harus memiliki keterampilan
yang professional, keterampilan (kompetensi)
khusus tersebut bisa didapatkan melalui
pendidikan
dan
pelatihan
tentang
kegawatdaruratan.
keterampilan tersebut
harus selalu di tingkatkan/dikembangkan dan
dipelihara sehingga menjamin perawat dapat
melaksanakan peran dan fungsinya secara
professional (Musliha, 2010).
Pelatihan merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan terutama dalam kasus
kegawatdaruratan.
penelitian sebelimnya
oernah dilakukan oleh Nurhayati dkk (2008)
terhadap upaya peningkatan pengetahuan
dan ketrampilan kegawatan dilaut, dari hasil
yang
diperoleh
tingkat
pengetahuan
meningkat setelah mengikuti pelatihan, Oh

Volume 3 Nomor 4 Tahun 2013 ISSN : 2302-1721

Soo-il (2008), pada penelitiannya mengenai


Dampak pendidikan yang berkelanjutan
terhadap
tingkat
pengetahuan
dan
ketrampilan perawat dalam melakukan
Resusitasi cardiopulmonary di RSU Pocheon
korea . Hasilnya didapatkan setelah
dilakukan pendidikan dan pelatihan secara
berkesinambungan
tentang
resusitasi
cardiopulmonary (CPR) terhadap perawat,
tingkat pengetahuan dan ketrampilan perawat
semakin meningkat dan semakin baik dalam
melakukan
tindakan.
Senada
dengan
penelitian diatas perawat yang telah mengikuti
pelatihan kegawatdaruratan ketrampilannya
lebih baik dibandingkan dengan perawat yang
telah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan
ketrampilan lebih baik dibandingkan dengan
perawat yang belum pernah mengikuti
pelatihan.
Masa kerja juga merupakan suatu hal
yang dapat mempengaruhi pengetahuan serta
ketrampilan, karena seseorang yang memiliki
masa kerja yang lama secara otomatis akan
terbentuk pengalaman kerja yang memadai
serta tercipta pola kerja yang efektif dan dapat
menyelesaikan
berbagai
persoalan
berdasarkan pengalaman ketrampilan serta
tercipta pola kerja yang efektif dan dapat
menyelesaikan
berbagai
persoalan
berdasarkan pengalaman, ketrampilan, serta
pengetahuannya (Erlita, 2008).
Di instalasi care unit dan unit gawat
darurat pengetahuan dan ketrampilan perawat
sangat
dibutuhkan
terutama
dalam
pengambilan
keputusan
klinis
dimana
ketrampilan sangat penting dalam penilaian
awal, perawat harus mampu memprioritaskan
perawatan pasien atas dasar pengambilan
keputusan yang tepat, untuk mendukung hal
tersebut
dibutuhkan
pengetahuan
dan
ketrampilan dalam hal melakukan tindakan
keperawatan. Pengetahuan dan ketrampilan
perawat sangat penting di dalamnya karena
perawat merupakan ujung tombak utama
dalam
senuah
pelayanan
khususnya
pelayanan di ruang gawat darurat (Oman,
2008).
Dari hasil uraian di atas yang
menggambarkan
pengetahuan
perawat
tentang kegawatan nafas dan tindakan
resusitasi jantung paru di dapatkan penyebab
utama kurang pengetahuan yang dimiliki
perawat karena sebagian besar perawat
belum
pernah
mengikuti
pelatihan
kegawatdaruratan,
padahal
pelatihan
kegawatdaruratan merupakan hal yang
penting
yang
harus
di
ikuti
guna
pengembangan
pengetahuan
dalam
menangani kasus kegawatan nafas dan
menerapkan tindakan resusitasi jantung paru.

Suatu hal yang darurat untuk di ubah


dimana masyarakatlah yang dirugikan karena
tidak mendapatkan tindakan maksimal,
sementara di sisi lain pihak manajemen rumah
sakit belum menyadari fenomena tersebut
sehingga sampai saat ini belum ada usaha
yang
sangat
signifikan
serta
berkesinambungan untuk mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan perawat
antara lain dengan mengadakan atau
mengirim perawat untuk mengikuti pelatihanpelatihan
kegawatdaruratan
yang
berkesinambungan.
Hal yang patut diperhatikan juga
bahwa RSUD Kolonodale belum ada suatu
aturan
atau
prosedur
tetap
yang
mengharuskan kepada semua perawat untuk
mengikuti pelatihan kegawatan dan menjadi
salah satu syarat masuk/bekerja, karena ratarata perawat yang bertugas di ruang instalasi
khusus tanpa terlebih dahulu mengikuti suatu
pelatihan atau magang.
Ini merupakan suatu hal yang perlu
dibenahi karena ini sangat berdampak pada
pelaksanaan
proses
asuhan
keperawatan,sewajarnya pihak manajemen
rumah sakit lebih memperhatikan hal-hal
semacam ini guna untuk meningkatkan mutu
pelayanan. Jika mutu pelayanan baik maka
sudah pasti klien/pasien dan keluarga akan
merasa puas sehingga citra rumah sakit akan
lebih baik dimata masyarakat.
KESIMPULAN
Berdasarkan
Hasil
kajian
dari
penelitian pengetahuan perawat tentang
resusitasi jantung paru di ruang ICU dan UGD
RSUD Kolonodale propinsi Sulawesi Tengah
maka peneliti mengambil kesimpulan di
uraikan sebagai berikut :
a. Hasil penelitian menunjukan rata-rata
pengetahuan responden tentang konsep
kegawatan nafas di ruang ICU dan UGD
RSUD Kolonodale propinsi Sulawesi
tengah masih tergolong cukup dimana dari
total 30 responden, hanya 18 orang yang
memiliki pengetahuan baik, sedangkan 12
orang masih memiliki pengetahuan kurang.
b. Hasil penelitian menunjukan rata-rata
pengetahuan responden tentang konsep
resusitasi jantung paru di ruang ICU dan
UGD RSUD Kolonodale Propinsi Sulawesi
tengah masih tergolong cukup dimana dari
total 30 responden, hanya 15 orang yang
memiliki pengetahuan baik, sedangkan 15
orang masih memiliki pengetahuan kurang.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas maka
penulis memberikan beberapa saran dengan

5
Volume 3 Nomor 4 Tahun 2013 ISSN : 2302-1721

harapan dapat dapat mengembangkan serta


meningkatkan upaya pelayanan kegawat
daruratan khususnya pelayanan di ruang ICU
dan UGD, antara lain :
a. Bagi Pihak Rumah Sakit
1) Kiranya dapat merencanakan dan
melakukan
program
peningkatan
pengetahuan
dan
ketrampilan
professional
perawat
dengan
mengadakan suatu pelatihan atau
mengirimkan perawat untuk mengikuti
pelatihan.
2) Mengadakan diskusi rutin atau simulasi
pasien
gawat
darurat
guna
mempertahankan pengetahuan tersebut
atau bahkan meng up-date ilmu yang
telah ada.
3) Melakukan
evaluasi
dilapangan
terhadap
keberhasilan
dalam
penanganan tindakan kegawatan dan
menentukan upaya-upaya yang harus
dilakukan
serta
mengidentifikasi
hambatan hambatan yang mungkin
terjadi.

b. Bagi profesi Keperawatan


1) Diharapkan dapat mengadakan suatu
pelatihan atau seminar secara kontinyu
di setiap daerah sehingga pengetahuan
perawat terhadap asuhan keperawatan
khususnya kegawatdaruratan dapat
tersebar secara merata serta cepat
diperoleh.
2) Melakukan suatu uji sertifikasi kepada
semua perawat terhadap kelayakan dan
kemampuan dalam melakukan tindakan
sehingga semua perawat yang bekerja
di rumah sakit atau pusat kesehatan lain
benar-benar
mampu
secara
professional dalam memberikan asuhan
keperawatan
khususnya
tindakan
kegawatan daruratan.
c. Bagi peneliti selanjutnya.
1) Agar melakukan penelitian yang lebih
mendalam lagi dengan menggunakan
populasi dan sampel yang besar,
sehingga nantinya mendapatkan hasil
yang lebih bermakna.

DAFTAR PUSTAKA
Abiding, Z. M. 2011.Makalah tentang Profesionalisme Guru, diakses tanggal 20 Januari 2013, <http:
//www.masbid.com> .
Atmaja,

ArifinDwi,
Resusitasi
Jantung
Paru,
<http://www.nursecerdas.wordpress.com>.

diakses

tanggal

November

2012,

Christian, P. 2008. Keterampilan dalam Keperawatan Kamus Elektronik, diakses tanggal 10 Januari 2013,
<http://petracristian.com>.
Dian, Sari. Kegawatan Pernafasan, diakses tanggal 24 November 2012, <http://www.tempo.co.id>.
Eliastam, Michael. 1998. Penuntun Kedaruratan Medis, edisi5. EGC. Jakarta.
Elita,

R. 2008. Kajian tentang


<http://www.content.com>.

Manajemen

Pengetahuan,

diakses

tanggal

22

Januari

2013,

Judarwanto, Widodo. 2002. Penanganan Terkini Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).FKUI. Jakarta.
Jackson, L., Jackson, M. 2009. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Erlangga. Surabaya.
Keraf, S. 2001. Ilmu Pengetahuan. Kanisius.Yogyakarta.
Krisanty, Paula. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Trans Info Media. Jakarta.
Maryuani. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan. Trans Info Media. Jakarta.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. NuhaMedika. Yogyakarta.
Naser, B., Elkum, B., Omran, A. I. 2010. Canadian Emergency Departemen Triage an Acuity Scale:
Implementation In a Tertiary Care Center In Saudi Arabia, diaksestanggal 10 Januari 2013,
<http://www.ncbi.nlm.gov/pubmed/21310024>.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Perilaku. RinekaCipta. Jakarta.

Volume 3 Nomor 4 Tahun 2013 ISSN : 2302-1721

Nurhayati, S., Pranowo.,Jumaini. 2006. Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Ketermpilan Masyarakat dalam
Memberikan BHD pada Kejadian Gawat Darurat Kelautan di Kelurahan Cilacap Kecamatan Cilacap
Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Barat Tahun 2006, diaksestanggal 5 Januari 2013,
<http://bemfkund.kanashii.cainjeksiinjeksi022009.pdf>.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan
Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.
Oman, K., Koziol, J., Scheetz. 2008. Panduan Belajar Emergency. EGC. Jakarta.
Oktafiani, Y. 2009. Pengaruh Pendidikan dan Masa Kerja terhadap Kedisiplinan Karyawan. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.
Rab, Tabrani. 1998. Agenda Gawat Darurat (Clinical Care),Jilid 2. Alumni. Bandung.Rizky, Gusti, Kemampuan
Dasar Medik: Cardiopulmonary Resuscitation (CPR), diakses tanggal 6 November
2012,<http://www.medicinesia.com>.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Vol 1.EGC.
Jakarta.
Soo-iL, O., Han, S. 2008.A Study On The Sustainable Effects of Reeducationon Cardiopulmonary Resucitation
On Nurses, Knowledge and Skill, diaksestanggal 8 Januari 2013, <http://synapse.koreamed.org/
DOIx.php>.
Sorinata, S. 1998. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kardiologi Resusitasi Jantung Paru. FKUI. Jakarta.
Sugiono, S. 1998. Statistik Non Parametrik Untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung.
Suriadi.,Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak, edisi 1.CV SagungSeto. Jakarta.
Utama, Wahyu, Berpikir Kritis Dalam Keperawatan, diakses tanggal 17 Desember 2012, <http://ppnisardjito.
blogspot.com/2012/06/berpikir-kritis-dalam-kperawatan.html>.

7
Volume 3 Nomor 4 Tahun 2013 ISSN : 2302-1721

Anda mungkin juga menyukai