Anda di halaman 1dari 33

11

BAB II
DAFTAR PUSTAKA
2.1. Konsep Teori Gastritis
2.1.1. Definisi Gastritis
Gastritis adalah proses infalamasi pada mukosa dan
submukosa lambung yang sangat sering dijumpai di klinik
karena diagnosis biasanya hanya berdasarkan gejala klinis
tanpa ada pemeriksaan histopatologi (Hirlan, 2006). Gastritis
timbul karena rusaknya atau berkurangnya faktor defensif
normal mukosa atau karena faktor agresif limen yang berlebih
seperti asam dan pepsin (Kumar, et aL., 2005). Gastritis sering
dianggap

penyakit

kekambuhan

ringan,

gastritis

hingga

namun

dapat

kematian.

menyebabkan

Beberapa

faktor

predisposisi dalam munculnya kekambuhan gastritis adalah


karakteristik responden, stress psikologis, perilaku konsumsi
dan pola makan (Rahmawati, 2010).
Gastritis merupakan penyakit yang umum terjadi pada
mahasiswa karena pola makan yang kurang baik terutama pada
remaja purti yang melakukan diet untuk mencegah kegemukan,
sehingga menyebabkan ketidak seimbangan asupan nutrisi
dalam tubuhnya (Hurlock, 1980, dalam Saufika dkk, 2012). Jenis
gastritis fungsional yang dialami mahasiswa bukan disebabkan
oleh permasalahan pada organ lambung, tetapi lebih sering
dipicu oleh pola makan yang kurang sesuai, faktor psikis dan
kecemasan (Saydam, 2011).

12

Pada penyakit gastritis atau maag, kuantitas makanan


yang

dikonsumsi

pada

umumnya

kurang

baik

sehingga

mengakibatkan frekuensi kekambuhan gastritis sering terjadi.


Jenis

makanan

umumnya

yang

tidak

dikonsumsi

sesuai

sehingga

penderita

gastritis

mengakibatkan

pada

frekuensi

kekambuhan gastritis oleh penderita gastiris yang lebih sering


makanan yang bersifat merangsang produksi asam lambung
diantaranya makanan penghasil gas maupun mengandung
banyak bumbu dan rempah dan jadwal makan yang tidak teratur
lebih

sering

menimbulkan

(Sulastri, 2012).
Endotoksin

bakteri

kekambuhan
(setelah

penyakit

menelan

gastritis
makanan

terkontaminasi), kafein, alkohol dan aspirin merupakan agen


pencetus yang lazim pada penderita gastritis, selain itu infeksi
Helicobacter

Pylory

juga

lebih

sering

dianggap

sebagai

penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada


epitel

lambung

dan

menghancurkan

mukosa

pelindung,

meninggalkan daerah epital yang gundul. (Price &.Wilson,


2006).
2.1.2. Klasifikasi
2.1.2.1.
Gastritis akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan
mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian
superficial (Muttaqin, 2011). Dalam pengertian lain gastritis

13

akut adalah peradangan akut pada dinding lambung dan pada


umumnya dibagian antrum (Misnadiarly, 2009).
Gastrits akut bisa di katakan suatu bentuk peradangan
permukaan mukosa lambung yang terjadi dalam kurun waktu 7
14 hari dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Rasa
mual muntah dan anoreksia biasanya terjadi pada seseorang
dengan gastritis akut yang disebabakan karena beberapa
penyebab secara patofisiologis seperti kerusakan barier yang
menyebabkan difusi balik ion H+ meningkat, perfusi mukosa
lambung yang terganggu dan jumlah asam lambung yang tinggi
(Wehbi, 2009).
Gastritis
ditemukan,

akut

biasanya

merupakan
bersifat

penyakit
jinak

yang
dan

sering
sembuh

sempurna (Prince, 2005). Gastritis akut terjadi akibat respons


mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut
mukosa

lambung

pada

sebagian

besar

kasus

merupakan

penyakit yang ringan. Bentuk terberat dari gastritis akut


disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat
menyebabkan

mukosa

menjadi

ganggren

atau

perforasi.

Pembentukan jaringan parut dapat mengakibatkan obstruksi


pylorus (Brunner, 2000).
2.1.2.2.
Gastritis Kronis
Kerusakan pada mukosa lambung yang bersifat akut,
kronik difus atau lokal dengan karakteristik anoreksia, terasa
penuh, tidak enak di perut dan nyeri pada epigastri, mual dan

14

muntah. (Suratun & Lusianah 2009). Terjadinya infiltrasi sel-sel


radang yang terjadi pada lamina popria dan daerah intra
epitelial terdiri atas sel-sel radang kronik, seperti limfosit dan
sel

plasma

merupakan

proses

terjadinya

gastritis

kronis. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai


peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa
lambung dan gastritis kronis paling ringan adalah superfisial
kronis, yang mengenai bagian subepitel di sekitar cekungan
lambung, apabila kondisi parah juga mengenai kelenjar-kelenjar
pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan
dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia
intestinal (Chandaroma, 2005).
Pengertian lain menjelasakan bahwa gastritis kronik
adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
bersifat menahun dan berlangsung lama disebabkan oleh ulkus
benigna

atau

maligna

dari

lambung

atau

oleh

bakteri

Helicobacter Pylory (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Kistanti,


2011). Pada kasus gastritis kronis salah satu dari dua tipe, yaitu
tipe A yang merupakan gastritis autoimun yang mengenai tubuh
dan berkaitan dengan anemia pernisiosa dan tipe B yang
meliputi antrum dan berkaitan dengan infeksi Helicobacter
Pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak
tergolong dalam kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak
diketahui (Chandrasoma, 2005).

15

2.1.3. Manifestasi Klinis Gastritis


Pada penderita gastritis akut,

sering

mengeluhkan

adanya suatu gejala dengan nyeri epigastrik, lambung terasa


tidak enak, kram perut, nafsu makan berkurang, mual dan
muntah. Beberapa gejala tersebut akan berlangsung dalam
beberapa jam hingga beberapa hari. Adapun penderita gastritis
kronis mempunyai gejala yang sama atau rasa tak nyaman yang
ringan. Sering kali gejala tersebut menjadi samar-samar, seperti
tidak toleran terhadap makanan berlemak atau pedas. Bahkan
bila terjadi serangan ringan, akan dapat diatasi dengan makan
(Padmiarso, 2009 dalam Gobel, 20012).
Manifestasi klinis gastritis berupa nyeri epigastri, mual,
kembung, dan muntah merupakn salah satu keluhan yang sering
muncul. Ditemukan juga perdarahan saluran cerna berupa
hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda
anemia pasca perdarahan. Biasanya jika dilakukan anamnesa
lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau
bahan kimia tertentu. Pasien dengan gastritis juga disertai
dengan pusing, kelemahan dan rasa

tidak

nyaman pada

abdomen. (Mansjoer, 1999 dalam Kistanti, 2012).


2.1.4. Etiologi Gastritis
Penyakit

gastritis

akut

disebabkan

beberapa

faktor

antara lain seperti; merokok, jenis obat, alkohol, bakteri, virus,


jamur, stress akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari bahan

16

makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma


langsung

(Muttaqin,

2011).

Penyebab

gastritis

telah

di

klasifikasikan yaitu : Pertama, obat-obatan, seperti Obat AntiInflamasi

Nonsteroid/OAINS

(Indomestasin,

Ibuprofen,

dan

Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi


(Mitomisin,

5-fluoro-2-deoxyuridine),

Salisilat,

dan

Digitalis

bersifat mengiritasi mukosa lambung (Gelfand, 1999). Kedua,


Minuman beralkohol; seperti whisky, vodka, dan gin (Kang,
1985). Ketiga, Infeksi bakteri; seperti H. pylori (paling sering),
H. heilmani, Streptococci, Staphylococci, Protecus species,
Clostridium species, E.coli, Tuberculosis, dan secondary syphilis
(Anderson, 2007). Keempat, Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
(Giannkis, 2008). Kelima, Infeksi jamur; seperti Candidiasis,
Histoplasmosis, dan Phycomycosis (Feldman,1999). Keenam,
Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu
(komponen

penting

alkali

untuk

aktivasi

enzim-enzim

gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga


menimbulkan respon peradangan mukosa (Mukhejere, 2009).
Ketuju,

makanan

dan

minuman

bersifat

iritan,

makanan

berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alcohol


merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa lambung (Price,
1996). Kedelapan, Iskemik, dalam hal ini berhubungan dengan
gangguan vaskularisasi aliran darah ke lambung, sehingga
terjadi penurunan aliran darah ke lambung (Webhi, 2009).

17

Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan


antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga
intergritas

mukosa,

yang

dapat

menimbulkan

respon

peradangan pada mukosa (Whebi, 2009). Salah satu faktor yang


dapat menimbulkan munculnya gejala gastritis adalah stres dan
kebiasaan mengkonsumsi makanan yang bisa meningkatkan
asam lambung (Maulidah, 2006).
Salah satu penyebab gastritis adalah pada pola makan
yang kurang baik dan menyebabkan sebagian kecil menderita
gastritis kronis dan sebagian besar menderita gastritis akut, jadi
pola makan yang buruk merupajan salah satu penyebab
terbanyak pada penderita gastritis kronik (Putri dkk, 2010).
Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui beberapa
organ pencerna seperti pada mulut, lambung, usus halus dan
besar, dan melalui proses pemecehan oleh enzim-enzim yang
ada

pada

setiap

organ,

dan

lama

makanan

di

lambung

tergantung sifat dan jenis makanan, jika rata-rata lambung


kosong

antara

3-4

jam

maka

jadwal

makan

seharusnya

menyesuaikan kondisi lambung saat kosong, tapi pada penderita


gastritis akibat dari pola makan yang tidak teratur menjadi
salah satu penyebab tingginya frekuensi kekambuhan (Okviani,
2011).
Pada pola makan, jumlah makan perlu diperhatikan oleh
penderita gastritis, dalam hal jumlah kuantitas makanan yang

18

dikonsumsi

penderita

gastritis

kurang

baik

sehingga

mengakibatkan frekuensi kekambuhan gastritis meningkat. Jenis


makanan yang dikonsumsi penderita gastritis pada umumnya
tidak

seimbang

dengan

kebutuhan

tubuh

dan

tetap

mengkonsumsi makanan yang merangsang produksi asam


lambung

sehingga

mengakibatkan

frekuensi

kekambuhan

meningkat dan juga jadwal makan yang tidak teratur lebih


sering menimbulkan kekambuhan penyakit gastritis (Sulastri,
2012).

2.1.5. Patofisologi Gastritis


Faktor yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa
lambung yaitu produksi mucus yang terlalu sedikit dan terlalu
banyak asam yang diperoduksi akibat dari makanan, minuman,
atau stress. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan
menyebabkan

epitel

kolumner

yang

berfungsi

untuk

menghasilkan mukus mengurangi produksinya, sehingga kadar


mukus akan menurunkan kadar HCL yang dihasilkan oleh sel
parietal akan meningkat yang menyebabkan terjadinya gastritis
(Taringan, 2006).
Berawal dari mukosa barier lambung yang umumnya
melindungi

dinding

dinding

lambung

dari

pencernaan

terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti


acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika

19

mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis dan terjadilah


perlukaan

mukosa

dengan

diperburuk

oleh

histamin

dan

stimulasi saraf Colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik


kedalam mucus dan menyebabkan luka pada pembuluh darah
yang

kecil,

yang

mengakibatkan

terjadinya

bengkak,

perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin dan refluk


isi

duodenal

diketahui

sebagai

penghambat

difusi

barier

lambung (Dermawan & Rahayuningsih, 2010).


Perubahan-perubahan patologi yang terjadi pada gastritis
temasuk kongesti vaskuler, edema, peradangan sel supervisial.
Manifestasi patologi awal dari gastritis adalah penebalan,
kemerahan

pada

tonjolan/terlipat,

membran

Sejalan

mukosa

dengan

dengan

adanya

perkembangan

penyakit

dinding dan saluran lambung menipis dan mengecil, atropi


gastrik progresif karena perlukaan mukosa kronik menyebabkan
fungsi sel utama dan parietal memburuk. Ketika fungsi sel
sekresi asam memburuk, sumber-sumber faktor intrinsik hilang.
Vitamin B12 tidak dapat terbentuk lebih lama, dan penumpukan
vitamin

B12

dalam

badan

menipis

secara

merata

yang

mengakibatkan anemi berat. Degenerasi mungkin ditemukan


pada sel utama dan parietal sekresi lambung menurun secara
berangsur, baik jumlah maupun konsentrasi asamnya sampai
hanya tinggal mukus dengan air. Resiko teradinya kanker
gastrik yang berkembang dikatakan meningkat setelah 10 tahun

20

gastritis kronik. Perdarahan mungkin terjadi setelah satu


episode gastritis akut atau dengan luka yang disebabkan oleh
gastritis kronis (Deden,2010. Dalam Kistanti, 2012).
Kebiasaan makan tidak teratur akan membuat lambung
sulit untuk beradapatasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi
asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi
dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi
tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan
mual.

Gejala

tersebut

bisa

naik

ke

kerongkongan

yang

menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005). Pada intinya


penderita

penyakit

gastritis

juga

terjadi

karena

gastroduodenal tidak dapat menahan kerja asam

mukosa
lambung

pencernaan (asam HCL) dan pepsin, erosi membran lambung


berkaitan dengan peningkatan pertahanan normal mukosa.
Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresikan mokus cukup
untuk melindungi dinding lambung terhadap HCL dan akan
sangat sensitiv ketika asam lambung mengalami peningkatan
(Passion, 2009. Dalam Zakaria, 2012).
2.1.6. Penatalaksanaan Gastritis
2.1.1. Farmakologis
Pada terapi obat, tidak ada

obat

spesifik

untuk

menyembuhkan kecuali pada infeksi H. pylori (Santacore, 2008).


Obat farmakologis disesuaikan dengan kondisi dan toleransi
penderita gastritis seperti Antasida untuk profilaksis secara
umum yang mengandung almunium dan magnesium untuk

21

membantu menetralkan kondisi lambung dengan asam lambung


tinggi. Penghambat H2 seperti Cimetidin, Ranitidine, Famotidin,
dan Nizatidin sebagai penghambat reseptor histamine yang
berperan dalam sekresi asam lambung. Mengahmbat histamine
efektif untuk menekan pengeluaran asam lambung berlebih dan
stimulasi pengeluaran asam oleh makanan dari sistem saraf
(Muttaqin, 2011).
Penghambat pompa proton seperti H+, K+, dan ATP-ase,
yang akan menghambat agen pompa proton yang berlokasi di
sekretori membran apical dari sel-sel asam lambungn (Sel
parietal), dengan kata lain agen ini mempunyai kemampuan
mengahambat sekresi asam lambung dalam jangka waktu
panjang, jenis obat ini seperti Omeprazole (Kee, 1996, dalam
Muttaqin 2011). Dan Antibiotik digunakan pada pasien gastritis
dengan infeksi bakteri seperti H. Pylori, dan beberapa agen
antibiotik

adalah

Amoksisilin

oral,

Tetrasiklin

oral,

atau

Metronidazol oral . Anemia yang disebabkan oleh gastritis


kronik biasanya bereaksi baik pada pemberian Vitamin B12 atau
preparat besi (Muttaqin, 2011).
H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis;
tetrasiklin atau amoxicillin) dan garam bismuth (Pepto Bismol)
atau terapi H. Phylory. Terapi terhadap H. Pylori. Terdapat
beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang
paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan
penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan bismuth

22

subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri,


penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa
sakit,

mual,

menyembuhkan

inflamasi

dan

meningkatkan

efektifitas antibiotik. Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak


selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat
beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan
tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada
kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama
(terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga
tampaknya

meningkatkan

efektifitas.

Memastikan H.

pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali


setelah terapi dilaksanakan (Misnadiarly, 2009).

23

2.1.2. Non Farmakologis


Gastritis

akut

biasanya

akan

mereda

jika

agen

penyebabnya dapat dihilangkan dan jika belum juga hilang


maka dengan menghindari agen penyebab adalah dengan terapi
Non farmakologis, meliputi terapi cairan dan terapi obat
(Wehbi,

2008).

Terapi

cairan

diberikan

untuk

mencegah

dehidrasi pasca muntah berlebihan.


Gastritis kronik diatasi dengan modifikasi diet pasien dan
meningkatkan istirahat. Jika tidak dapat dilakukan endoskopi
bisa dengan cara mengatasi dan menghindari penyebab pada
gastritis akut (Mansjer, 2001, dalam Hidayat 2013).
2.1.7. Komplikasi
Saat seorang penderita gastritis akut tanpa penanganan
yang baik dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna bagian
atas,

yang

perdarahan

merupakan
yang

terjadi

kedaruratan
cukup

medis;

banyak

terkadang

sehingga

dapat

menyebabkan kematian,. Ulkus, gangguan cairan dan elektrolit


pada kondisi muntah hebat. Pada penderita gastritis kronis
penanganan yang kurang tepat dapat menyebabkan ulkus
peptikum, anemia pernisiosa, hingga terjadi keganasan lambung
(Muttaqin, 2011).
2.2.
1.1.

Food Combining
Definisi Food Combining
Food combining adalah pola makan yang dikombinasikan

sesuai dengan kandungan gizinya yang dihubungkan pada

24

mekanisme alamiah tubuh, memiliki tujuan untuk melancarkan


pencernaan dan penyerapan makanan saat masuk kedalam
tubuh sehingga energi untuk mencerna makanan lebih effisien
dan penumpukan zat-zat yang tidak dapat dicerna atau tidak
diperlukan tubuh dapat dihindari (Gunawan, 2009).
Dalam pengertian lain food combining merupakan cara
untuk mengatur makanan yang diselaraskan dengan mekanisme
alamiah

tubuh,

khususnya

berhubungan

dengan

sistem

pencernaan manusia. Dampak dari kombinasi makanan serasi


adalah minimalkan jumlah penumpukan sisa makanan dan
metabolisme , sehingga fungsi pencernaan dan penyerapan zat
makanan menjadi lancar dan juga pemakaian energi jauh lebih
efiesien (Gunawan 2009). Food combining juga mendorong
terciptanya perilaku makan yang mengoptimalkan masukan dan
penyerapan zat gizi dengan cara mengonsumsi makanan yang
serasi setiap kali makan dan seoptimal mungkin memanfaatkan
fungsi pencernaan dengan cara menyesuaikan pola makan
dengan

kebutuhan

asam

basa

dan

siklus

alamiah

tubuh

(Gunawan, 2009).
1.2. Unsur Gizi dalam Food Combining
Karbohidrat, lemak dan protein merupakan unsur dasar
makanan yang paling berperan dalam proses pencernaan dan
juga termasuk dalam zat gizi yang harus di peroleh tubuh dalam
jumlah besar, dan vitamin mineral hanya sedikit dibutuhkan
tubuh.

Hampir

semua

makanan

mengandung

karbohidrat,

25

protein, dan lemak, namun proporsinya berbeda dalam setiap


makanan. Pada kondisi ini secara ilmiah selaras dengan
pencernaan manusia yang tidak memiliki kemampuan mencerna
lebih dari satu zat gizi dominan berbeda saat bersamaan
(Gunawan, 2009). Untuk jelasnya contoh skema menu kombinasi
nasi dan ayam goreng di bawah ini.

Tabel 2.1 Menu kombinasi nasi dan ayam.

Sumber : Gunawan, 2009

Bagan warna biru unsur dominan pada nasi adalah


karbohidrat (58 g), protein dan lemak lebih kecil. Bagan warna
merah unsur dominan pada ayam goreng adalah protein. Pada
bagan warna hijau terlihat bahwa kombinasi nasi dan ayam
goreng menghasilkan rasio pati yang hampir sama. Klasifikasi
gizi food combining dibagi lagi dari yang awalnya tiga unsur

26

karbohidrat, protein, dan lemak menjadi lima unsur gizi utama,


yaitu gula, pati, protein, asam, dan lemak (Jan Dries, dalam
Gunawan, 2009).
Gula, salah satu bentuk karbohidrat dan banyak diet yang
menganjurkan

pengurangan

karbohidrat,

terutama

untuk

penderita obesitas dan diabetes. Pada food combining (FC) gula


di bagi menjadi dua, yaitu gula alami seperti gula batu, madu,
buah-buahan segar, dan susu ternak segar

dan gula olahan

seperti gula pasir dan beberapa produk olahan semacam


permen, sirup, dam selai (Gunawan, 2009). Tubuh manusia akan
menyerap gula sederhana lewat saluran pencernaan, umunya
satu molekul gula sederhana memiliki tiga hingga tujuh atom
karbon (Hartono, 2009).
Pati, walaupun sama

dengan

gula

yakni

berbentuk

karbohidrat, tetapi berbeda dalam proses pencernaan pati dan


gula, jika gula lebih mudah dan tidak memakan waktu lama
dicerna oleh tubuh karena mengandung rantai molekul lebih
pendek dari pada pati. Pada pati juga sama dengan gula dibagi
menajdi dua, yaitu pati alami kaya akan mineral, vitamin, serat,
zat-zat penting lainnya seperti pada beras merah dan biji-bijian
(wholegrains) alami lainnya seperti umbi umbian dan sayuran,
jika pati olahan yang awalnya merupakan pati yang utuh tapi
diproses sedemikian rupa menyebabkan zat gizi alaminya rusak
bahkan hilang seperti roti, biskuit, krupuk, dan lain-lain
(Gunawan, 2009).

27

Protein, yang dikenal sebagai zat pembangun, berperan


dalam pertumbuhan sel-sel baru perbaikan jaringan tubuh,
pembentukan hormon, dan antibodi serta enzim pencernaan,
protein yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan otot dan
perbaikannya (Peri, 2007).

Protein lebih lama dari pada pati

karena kandungan lemak lebih banyak dari pada pati. Protein


dibedakan menjadi dua, yaitu protein hewani dan nabati, meski
protein hewani memiliki komponen asam amino paling lengkap
dari

pada

protein

hewani

jika

konsumsi

berlebih

akan

berdampak pada penimbunan (Gunawan, 2009). Protein dibagi


menjadi tiga pokok, yaitu protein lengkap (Complete protein)
yang berfungsi untuk pertumbuhan, pengganti jaringan rusak,
hormon, antibodi serta energi jika diperlukan, protein pelengkap
(Half

complete

protein)

juga

berfungsi

membantu

pertumbuhan karena asam-asam amino yang dikandung tidak


cukup

menjadikan

(incomplete

jaringan

protein)

yang

baru,
tidak

protein
dapat

tidak

lengkap

digunakan

untuk

pertumbuhan dan pergantian jaringan rusak/aus karena jenis


asam amino esensialnya tidak lengkap (Hartono, 2006).
Asam, derajat keasaman ditentukan oleh nilai pH, jika
kandungan

asam

ditentukan

oleh

presentasi

volum

dari

kandungan unsur asam dalam makanan, semakin besar derajat


keasamannya semakin rendah nilai pHnya dan sebaliknya,
semakin kecil derajat keasamannya semakin tinggi pHnya.

28

Buah-buahan seperti jeruk nipis atau buah asam memiliki


kandungan asam sekitr 3,9% - 4,9% dan pH sekitar 2,0 2,9.
Contoh makanan asam seperti asam hasil peragian seperti cuka
murni, cuka anggur, cuka gula aren, tapai beras, tapai ketan,
tapai singkong. Asam pada minuman rendah energi seperti
semua minuman soda, alkohol, teh, kopi instan, dan minuman
dengan bahan pengawet. Asam laktat seperti yogurt, tomat,
acar kol/mentimun yang diasamkan dalam larutan garam
(sauerkraut) (Gunawan, 2009).
Lemak, tanpa lemak jutaan sampai miliaran sel tubuh
tidak terbentuk sempurna dan tubuh tidak dapat mengatur
keluar masuknya nutrisi, hormon, dan zat-zat penting lainnya.
Fungsi lemak sebagai tempat cadangan kalori, protein, dan
hidrat arang, selain lemak itu membantu penyebaran vitamin A,
D, E, dan K ke seluruh tubuh, melindungi organ-organ tubuh,
dan lain-lain (Gunawan, 2009).

Lemak adalah zat gizi paling

lama dalam proses pencernaan sehingga seseorang yang makan


lemak akan merasa kenyang, dan lemak yang dianjurkan adalah
lemak tak jenuh yang asam aminonya memang dibutuhkan
tubuh seperti jagung, kedelai, biji bunga matahari, dan zaitun
(Marsden, 2005). Lemak sehat adalah asam lemak omega-3 yang
banyak dijumpai pada ikan yang hidup di perairan laut dalam,
dengan kadar kolesterol yang rendah (Vita, 2006).
1.3. Prinsip Dasar dan Aturan dalam Food Combining
1.1. Memulai dengan sikap positif

29

Memusatkan pikiran, bersungguh sungguh, dan perilaku


positif terhadap diri sendiri merupakan cara untuk memulai diit
food

combining sebagai sebuah terapi yang akan dilakukan

(Gunawan, 2009). Keyakinan pada diri sendiri adalah yang


terpenting dalam meraih sesuatu, terlebih lebih seseorang harus
belajar

untuk

mempercayai

dirinya

bahwa

dirinya

bisa

melakukan sesuatu dalam meraih tujuan (Collier, 2010). Sikap


positif merupakan minat seseorang pada topik atau tema,
berpikir positif pada diri sendiri, dan tidak mengkritik diri dan
orang lain. Dalam memulai penerapan diit food combining, sikap
positif perlu diterapkan untuk mempermudah menjalani aturanaturan pada diit food comibing, sikap positif bermanfaat dalam
pengambilan keputusan dan pengelolaan diri demi menjalankan
sebuah tujuan (Clements, 2006). Dilihat dari tujuannya pada
terapi diit food combining yang bertujuan untuk menyehatkan
tubuh

dan

menekan

angka

kekambuhan,

terutama

pada

penderita gastritis.
1.2.

Mengubah Pola Makan


Tujuan utama menerapkan diit food combining bukan

pada penurunan berat badan, melainkan perbaikan sistem dan


kondisi tubuh secara menyeluruh yang berorientasi pada pola
makan dan berpusat pada fungsi pencernaan, karena pada
dasarnya

semua penyakit degeneratif

(menurunnya

fungsi

jaringan tubuh akibat penyakit beresiko kematian) berawal dari

30

terganggunya fungsi pencernaan (Gunawan, 2009). Penyakit


gagal

jantung,

gagal

ginjal,

hepatomegali,

seplenomogali,

diabetes, serta kanker bukan penyakit keturunan melainkan


penyakit yang berasal dari kesalahan dalam menjaga sistem
pencernaan yang tidak sesuai dengan siklus dan sifat alamiah
pencernaan (Ali, 2009).
Sakit lambung (popular dengan istilah panas dalam)
sering diabaikan penderita gastritis dengan cara minum obat
tanpa

konsultasi

padahal

bila

dokter

penyakit

karena

gastritis

dianggap
ini

terus

gangguan

kecil

dibiarkan,

akan

berakibat semakin parah dan akhirnya asam lambung akan


membuat luka-luka (ulkus) yang dikenal dengan tukak lambung,
bahkan bisa juga disertai muntah darah (Arifianto, 2009 dalam
Gobel, 2012).
1.3.

Aturan dalam Food Combining


Dalam melakukan diit food combining ada beberapa

prinsip-prinsip

dasar

yang

harus

di

terapkan

untuk

mendapatkan hasil dari diit food combining secara maksimal


Aturan

pertama,

mengkonsumsi

buah-buahan

tanpa

mengkonsumsi makanan lain, sebelum atau diantara waktu-watu


makan.

Aturan

kedua,

dilarang

mencampur

protein

terkonsentrasi dan berkualitas tinggi dengan makanan banyak


mengandung pati dan dalam satu waktu makan karena dapat

31

menyebabkan

pembentukan

radikal

bebas

dalam

tubuh

(Marsden, 2008).
Sebuah penelitian tahun 1963 yang dilaporkan dalam
American Journal pembahasan penyakit pencernaan dan gizi
menunjukkan grafik keasamaan isi perut diberbagai makanan,
pertama saat makanan tinggi protein dan tinggi pati bergabung
dalam perut. Protein tingkat keasaman tinggi untuk pemecahan
molekul dan pati dengan tingkat keasaman jauh dibawah tingkat
keasaman

protein.

Tercatat

saat

pati

memasuki

lambung

senyawa alkali relatif kecil, ketika protein masuk kedalam


lambung senyawa alkali meningkat, akan tetapi tidak mencapai
tingkat yang seharusnya untuk memecah protein dan bahkan
untuk

mencerna

pati

menjadi

terganggu

karena

tingkat

keasaman terlalu tinggi untuk memecah pati (Kaslow, 2013)


1.4.

Buah-buah

dan

Sayur-sayuran

dalam

Food

Combining
Supaya keseimbangan kadar air selalu terjaga, air yang
terbuang melalui proses eliminasi seperti Co2, urine, feses,
keringat hasrus selalu diganti dengan yang baru. Tidak cukup
hanya minum delapan gelas air putih sehari karena air putih
tidak mengandung cukup nutrisi, agar metabolisme seimbang
dan penyerapan nutrisi maksimal tubuh membutuhkan elemen
pembentuk basa yang terdapa pada buah buahan dan sayursayuran (Gunawan, 2009).

32

Buah-buahan segar yang menyehatkan dan lezat adalah


satu komponen vital setiap program makan yang sehat . Buahbuahan adalah bagian sangat penting. Buah-buahan segar
adalah

gudang

kaya

antioksidan,

nutrisi

yang

diyakini

membantu dan melindungi dari berbagai masalah kesehatan


yang

terkait

dengan

penuaan,

antioksidan

mampu

menghancurkan radikal-radikal bebas, molekul-molekul jahat


yang memicu degenerasi dan menggangu sistem kekebalan
tubuh dengan memutasi zat genetik dan merusak fungsi enzimenzim

esensial

mengandung

(Marsden,

berbagai

jenis

2009).
serat

Buah-buhan

makanan

yang

selain
sangat

bermanfaat, kandungan tinggi airnya memasok tubuh dengan


air sehat yang membantu membuang berbagai jenis racun. Oleh
karena itu, buah-buahan segar dan jus segar merupakan bagian
penting program diit food combning (Ali, 2009).
Buah-buahan memang sangat penting untuk sebuah diet
yang sehat, tetapi menetapkan aturan yang tegas tentang kapan
buah-buahan dapat dimakan. Buah-buahan masam sebaiknya
dimakan dengan protein, dan bahwa buah-buahan yang manis,
matang, atau mengandung pati dapat di kombinasikan dengna
baik dengan roti dan makanan-makanan yang mengandung pati
lainnya (Hay, 1997 dalam Marsden, 2009). pencernaan buahbuahan
makanan

ditunda
lain,

dalam

perut

buah-buahan

karena

tadi

dikonsumsi

bukan

saja

dengan

menghilang

33

sebagian besar manfaatnya, bahkan makanan lain pun menjadi


rusak. Semua jadi rusak dan berbagai

bakteri-bakteri mulai

bekerja.

pati

Protein

membusuk

dan

berfermentasi,

menyebabkan keasaman, perut kembung, panas, dan gas


(Shelton, dalam Marsden, 2008).
Buah-buahan sangat sedikit dicerna dalam mulut dan
sama sekali tidak dicerna dalam perut. Tidak seperti penguraian
protein dan pati yang menyerap banyak energi dari tubuh saat
mereka melewati proses pencernaan, buah-buahan sangat
sedikit membutuhkan energi. Jika dimakan tanpa makanan lain,
buah-buahan dapat dengan cepat dan effisien bergerak ke
proses pencernaan tahap berikutnya usus halus (Marsden,
2008). Tingkat mineral dan air dalam makanan tertentu akan
memberikan sifat basa saat masuk kedalam lambung dan dalam
proses

pencernaannya

makanan

tinggi

kandungan

airnya

semakin cepat meninggalkan lambung. Hal ini menjelaskan


bahwa makanan yang mengandung tinggi mineral dan cairan
seperti buah-buahan dan sayuran, selain tinggi vitamin akan
cepat dicerna oleh sistem pencernaan (Harvey, 2004).
Berikut ini adalah aturan tentang buah-buahan : Pertama,
makanlah banyak buah-buahan dua atau tiga butir setiap hari
adalah jumlah yang ideal. Kedua, makanlah buah-buahan saat
perut kosong. Boleh diantara waktu-waktu makan atau pada
awal makan, tetapi jangan makan buah dengan makanan lain,
ditengah waktu makan, atau sesaat setelah makan. Ketiga, Jika

34

makan buah-buahan dengan yogurt atau sekali-sekali dengan


keju,

nikmatilah

sebagai

kudapan-kudapan

yang

terpisah

(Marsden, 2008).
Sayuran juga memiliki faktor pembentuk basa seperti
buah-buahan yang membedakan adalah komposisi zat gizi dan
strukturnya. Kandungan gula dan asam pada buah-buahan
cukup tinggi sedangkan pada sayur-sayuran sangat rendah
sehingga

bisa

dikombinasikan

dengan

protein

atau

pati,

sedangkan buah tidak. Sebagian besar sayuran kaya akan


karbohidrat utuh, tinggi serat, vitamin, dan mineral, sayangnya
beberapa jenis vitamin dan mineral pada sayuran mudah rusak
atau hilang pada saat dimasak atau dicuci. (Kaslow, 2013).
1.4. Keutamaan Food Combining
Food combining bagi pemula akan mengalami kesulitan
melakukan diit food combining secara teratur karena perubahan
pola makan yang mendadak dengan melihat kondisi lambung
yang sebelumnya mencerna makanan dengan pola makan biasa
atau sering disebut empat sehat lima sempurna, dengan kata
lain

pemula

belum

terbiasa

dalam

melakukan

diif

food

combining secara teratur dalam satu minggu pertama, tapi


dengan memulai cukup 3 hari di minggu pertama, 4 hari di
minggu kedua, 5 hari diminggu ketiga, dan dengan melakukan
diit food combining secara teratur diminggu-minggu selanjutnya
hingga didapati hasil yang maksimal (Marsden, 2009).

35

Sesuai dengan Siklus Sistem Pencernaan

Ada 4 fase

dalam siklus sistem pencernaan yang dibuat dalam table berikut


ini :
Tabel 2.2 Siklus sistem pencernaan tubuh dan aturannya

No
Fase
.
1. Fase
Pencernaan

Waktu
pukul

Aturan
12 Merupakan saat yang tepat untuk

siang

malam

8 meng- konsumsi makanan padat


seperti lemak atau protein karena
fungsi

pencernaan

masih

aktif

pada jam ini. Setelah pukul 8 9


malam

tidak

dianjurkan

makan

makanan yang padat karena akan


mengganggu fungsi tubuh pada
2.

fase berikutnya
8 Merupakan saat-saat

Fase

pukul

penyerapan

malam 4 tubuh

dan asimilasi

pagi

dan

istirahat

di

manan

kita

sedang

memulai

proses

pikiran

untuk

penyerapan,
mengedarkan

mengasimilasi,
zat

dan

makanan

dan

detoksifiaki. Makan di atas jam 9


malam

dan

mengganggu

telat
proses

tidur

akan

penyerapan

dan asimilasi karena pada waktu


ini

energi

difokuskan

untuk

mencerna makanan dan aktivitas


3.

Fase

pukul

Pembuangan

pagi
siang

disaat tidur.
4 Merupakan proses dimana terjadi

12 pembuangan zat sisa makanan dan


metabolisme , dan sebaiknya tidak
makan makanan yang berat seperti
mengandung tinggi protein atau
pati karena pada proses ini sudah

36

membutuhkan energi yang cukup


banyak
Siklus alamiah di atas merupakan tatalaksana inti dari
diit

food

combining

yang

memaksimalkan

energi

dari

metaboisme tubuh. metabolisme adalah proses kimia yang


berlansung terus menerus di dalam tubuh, dan sangat penting
bagi kelangsungan hidup manusia. Metabolisme erat kaitannya
dengan sejumlah aktivitas tubuh yang terjadi di dalam sistem
pencernaan mulai dari proses makan, proses penyerapan,
sampai proses pembentukan dan pembelahan sel-sel dari
seluruh jaringan tubuh. Ketidakseimbangan metabolisme dapat
menimbulkan toksemia (suatu kondisi keracunan di dalamm
pembulu darah) (Gunawan, 2009).
Pada saat kita tidur, aktivitas metabolisme

tetap

berlansung, setiap saat dalam tubuh terjadi pergantian sel,


dimana sejumlah 300 sampai 800 miliar sel tua diganti dengan
yang baru melalui proses pembelahan sel yang melibatkan
metabolisme

tubuh, dan sel-sel tua dan akan di eksresikan

melalui tinja, urine, keringat, dan pernafasan. Proses ini terjadi


secara alamiah jika metabolisme terjaga, dan masalah akan
terjadi jika sel tua tidak diekskresikan dalam waktu yang
bersamaan sel muda terus di produksi (Ali, 2009).
Teori Dietetics didasarkan pada hipotesis

bahwa

penyerapan yang tidak sempurna pada makanan menyebabkan


degenerasi jaringan, dan metabolisme tidak sempurna terjadi

37

karena gabungan anta makanan tinggi pati, tinggi lemak, dan


tinggi protein dalam waktu konsumsi yang sama. Kesemibangan
metabolisme juga erat dengan effiesiensi pemakaian energi
dalam

mencerna

digunakan

dalam

makanan.
sistem

Semakin

pencernaan

boros

energi

menyebabkan

yang
tubuh

kurang energi dalam berbagai proses-proses yang terjadi dalam


tubuh. Hampir semua makanan mengandung beberapa protein,
beberapa

karbohidrat,

dan

beberapa

lemak

dalam

mengkonsumsi makanan dalam satu waktu dapat bercampur


dengan catatan satu unsur yang dominan (Kaslow, 2013).
Tubuh yang sehat tergantung pada usaha untuk
menyelaraskan cara kerja tubuhnya dengan alam, maka hal
pertama yang harus di lakukan adalah menyeimbangkan asam
basa tubuh, dengan pengaturan makan secara dan disesuaikan
dengan Kepatuhan yang dapat memberikan perubahan dalam
melakukan diit food combining demi mencapai hasil yang lebih
dibandingkan dengan orang lain, pemilihan komponen makanan
yang cermat sesuai dengan food combining, efeknya cukup
untuk membuat dampak besar pada manajemen kesehatan dan
mengurangi kebutuhan untuk konsumsi obat yang memiliki efek
samping tertentu (Harland, 2012). Nutrisi sebagai bahan dasar
pembentukan energi tubuh merupakan peran utama, terbagi
dalam beberapa unsur protein, lemak, dan karbohidrat didukung

38

oleh beberapa unsur seperti mineral dan vitamin sebagai bahan


dasar kerja enzim-enzim tubuh (Oluwole, 2013).
Tentang asam basah tubuh seimbang dalam tubuh
manusia didasarkan dari sistem pencernaan yang bekerja sesuai
dengan aturan alam, dan waktu makan sesuai dengan siklus
pencernaan dan kesimbangan asam basah jaringan tubuh
beserta darah manusia berada pada kisaran pH 7,3 - 7,5 agar
sehat dan dapat berfungsi optimal. Oleh karena itu tubuh perlu
makanan pembentuk basa dari pada pembentuk asam dan yang
peling menentukan berpotensi membentuk asam basa dalam
tubuh adalah makanan dengan kandungan mineral yang cukup
(Gunawan, 2009).
Setiap proses pembakaran makanan dalam tubuh akan
meninggalkan

sejumlah

residua

atau

abu

mineral

yang

mengandung elemen logan dan non-logam(Gunawan, 2009).


Makanan pembentuk asam mengandung labih banyak mineral
non-logam

seperti

sulfur

[S],

fosfor

[P],

dan

klor

[CL].

Sedangkan makanan yang dapat menurunkan keasaman tubuh


atau membentuk efek basa dalam tubuh mengandung lebih
banyak

mineral

logam

seperti

potassium/Kalium

[K],

Sodium/natrium [Na], Magnesium [Mg], zat besi [Fe], dan


kalsium [Ca] (Gunawan, 2009). Meski buah-buahan mengandung
makanan pembentuk basa, tetapi tidak semua buah-buahan
pembentuk basa baik bagi golongan darah, seperti melon
bersifat

membentuk

basa

tetapi

buah

ini

cukup

banyak

39

mengandung jamur, pada tubuh dengan golongan darah A


sangat sensitif terhadap jamur (Apriadji, 2008).
Makanan pembentuk asam tergolong pada makanan
dengan jumlah protein yang banyak dan sedikit air seperti
beras, gandum, dan biji-bijian lain termasuk dalam makanan
protein rendah air. Makan pembentuk basa tergolong pada
makanan dengan jumlah air yang banyak dan mengandung
sedikit protein seperti jenis buah-buahan dan sayur-sayuran
termasuk selada, umbi umbian rendah pati, dan sayuran
rambat lainnya kecuali tomat membentuk basa dalam tubuh (Ali,
2009). Makanan yang terasa asam belum tentu membentuk
asam dalam tubuh, seperti jeruk, nanas, stroberi, dan lain-lain
merupakan makanan yang terasa asam akan tetapi membentuk
basa dalam tubuh karena tinggi air dan rendah protein.
Makanan yang tidak terasa asam juga belum tentu membentuk
basa dalam tubuh seperti ikan dan daging yang membentuk
asam dalam tubuh (Gunawan, 2009).

2.3. Pengaruh

Food

combining

terhadap

frekuensi

kekambuhan gastritis
Food combining merupakan sebuah seni mengatur asupan
makan untuk mencegah gangguan pencernaan seperti gastritis.
Prinsip pencernaan tubuh yang alami adalah sesuai dengan
waktu pembuangan (4 pagi 12 siang), pencernaan (12 siang

40

8 malam), penyerapan dan asimilasi (8 malam 4 pagi)


(Gunawan, 2009). Menjaga keseimbangan asam basa tubuh,
makan sesuai dengan sistem pencernaan dan sistem alamiah
tubuh dengan mengkombinasikan makanan dipilih berdasarkan
kebutuhan enzim pencernaan yang bekerja pada kondisi asambasaber beda, ada enzim yang bekerja efektif pada kondisi basa
dan ada juga yang efektif pada kondisi asam (Apriadji, 2007).
Dalam menerapkan food combining dalam mengatur pola
makan, akan menyeimbangkan asam basa dalam tubuh melalui
jenis

makanan

yang

diatur

sesuai

dengan

siklus

sitem

pencernaan. Naik turunnya tingkat keasaman lambung juga


dipengaruhi oleh jenis protein yang dikonsumsi, jika pH protein
sudah terlalu rendah, tambahan makanan rasa asam (acid food)
akan

lebih

meningkatkan

keasaman

lambung

dan

akan

mempermudah pencernaan protein (Gunawan, 2009). Semua


asam buah-buahan, termasuk yang ada di dalam apel, ceri,
anggur, jeruk bali, lemon, persi, dan jeruk sangat menghambat
sekresi

asam

hidroklorat

dan

karenanya

mengganggu

pencernaan protein, disinilah pentingnya memisah buah-buahan


dengan
Menjaga

protein

(Herbert

keseimbangan

Shelton,

asam

basa

dalam
tubuh

Marsden
terutama

2008).
pada

lambung dapat menuruhnkan gangguan sistem pencernaan


seperti frekuensi kekambuhan gastritis (Gunawan, 2009).
Pada penyakit gastritis disebabkan karena produksi asam
lambung berlebih karena pola makan tidak tepat yang terjadi

41

pada seorang penderita gastritis baik dalam jenis, jadwal, dan


kuantitas (Sulastri, 2012) dengan gejala terasa tidak nyaman
pada perut (kram), nyeri epigastrik, mual muntah, sendawa,
kembung dan sampai gejala terparah hematemesis atau muntah
darah (Muttaqin, 2011). Pemberian diit food combining akan
memperbaiki sistem pencernaan tubuh terlebih lagi dalam
menjaga asam basa tubuh tetap seimbang, sistem pencernaan
bekerja sesuai aturan alam, dan waktu makan sesuai dengan
siklus

sistem

pencernaan

dengan

memepercepat

proses

penyembuhan luka (Gunawan, 2009).


Inti sari dari food combining adalah menjaga kinerja yang
sempurna dari sistem pencernaan dengan memperhatikan pola
makan pada sistem pencernaan tubuh yang memiliki tiga siklus
(waktu pembuangan, pencernaan, penyerapan dan asimilasi)
dalam memproses makanan dan keasaman berbeda dalam
mencerna jenis makan (gula, pati, mineral, vitamin, protein).
Dalam food combining juga memperhatikan effisiensi energi
yang digunakan di setiap proses mencerna makanan dan unsur
gizi makanan yang masuk ke dalam tubuh dimanfaatkan
semaksimal mungkin. Setelah kesempurnaan kinerja sistem
pencernaan terjaga dengan baik dengan kata lain permasalahan
pencernaan tidak akan didapati, sehingga penyakit pencernaan
bisa

dihindari

(Marsden, 2008).

dengan

menerapkan

diit

food

combining

42

Manfaat diit food combining dalam proses penyembuhan


luka akibat peningkatan asam lambung berlebih tidak lepas dari
tiga fase mekanisme penyembuhan luka yang terjadi yaitu fase
inflamasi (0-3 hari), fase proliferasi dan pembentukan jaringan
(3-10 hari) (Reddy et al., 2012) dimana proses penyembuhan
membutuhkan peningkatan energi yang di alirkan melalui
pembulu darah. Hal ini didukung oleh teori yang menyatakan
peningkatan aliran darah karena perlukaan dengan memberikan
cukup energi dan oksigen yang diperlukan bagi kesembuhan
luka. Fibroblast berpindah dari pembuludarah keluka membawa
fibrin, sering perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan
berwarna merah dan disebut sebagai granulasi jaringan lunak,
tertutupnya permukaan luka ditandai oleh sintesis kolagen
dimana sinteis kolagen dimulai 24 jam setelah cidera. Setelah
itu sintesis kolagen akan berkurang selama 7 hari. Dilanjutkan
dengan proses Remodelling luka mengacu pada keseimbangan
antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen, dimana pada
saat serabut-serabut kolagen tua diuraikan oleh kolagenase
jaringan, serabut-serabut baru dibentuk dengan depadatan
pengerutan yang makin bertambah sehingga proses ini akan
meningkatkan

potensial

penyembuhan

dibagi

jaringan

menjadi

(Schwarz,
fase

yaitu

2000).
fase

Proses
vascular

response, inflamasi, poliferasi/resolusi, dan maturasi (Hawks,


2005). Adapun komponen-komponen dalam penyembuhan luka

43

yaitu kolagen, angiogenesis, dan granulasi jaringan dengan


membentuk epitelisasi (Hirland, 2009).

Anda mungkin juga menyukai