DAN
PENATALAKSANAANNYA
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian
terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002). Literatur lain
menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma (Mansjoer, 2000).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur dentoalveolar adalah kerusakan
atau putusnya kontinuitas jaringan keras pada stuktur gigi dan alveolusnya
disebabkan trauma.
Insidensi fraktur dentoalveolar sering terjadi di Indonesia, maka dari itu
penting untuk memahami berbagai hal mengenai fraktur dentoalveoar seperti definisi
dari
traumatic
injury,
etiologi,
indidensi,
klasifikasi,
tanda-tanda
klinis,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Olahraga beresiko tinggi terhadap Tdi contohnya American football, hockey, ice
hockey, lacrosse, martial sport, rugby, dan skating. Olahraga yang beresiko
c
TDI.
Penyiksaan fisik
Penyiksaan dan pemukulan terhadap anak atau orang sering mengakibatkan
terjadinya TDI. Pasien-pasien tersebut dibawa ke rumah sakit karena trauma
fasial. Penyembuhan fraktur multipel pada gigi atau rahang, terutama dengan
tahapan penyembuhan yang berbeda dapat menjadi tanda terjadinya suatu
penyiksaan. Pukulan saat berkelahi pun termasuk pada kategori ini. Penyiksaan
ini sering mengakibatkan kegoyangan, avulsi, atau fraktur gigi dan laserasi
jaringan lunak.
Insidensi
Insidensi fraktur adalah sekitar 5%, Ellis melaporkan suatu insidensi 4,2%,
dan Grundy melaporkan suatu insidensi sebesar 5,1%. Hal itu berarti apabila
terdapat 100 orang, maka 5 diantaranya mengalami fraktur dentoalveolar. Anak
laki-laki mempunyai sekitar 2 sampai 3 kali lebih banyak gigi yang patah
daripada anak perempuan. Karena begitu banyak kecelakaan gigi yang
berhubungan dengan olah raga,maka sebaiknya tiap usaha perlindungan diadakan
untuk melindungi gigi anak-anak terhadap kecelakaan-kecelakaan tersebut
dengan menggunakan program pendidikan di samping menggunakan pelidung
mulut.
4
Klasifikasi
Menurut ELLIS (FINN):
a Fraktur klas I : fraktur hanya email atau hanya melibatkan sedikit dentin.
b Fraktur klas II : fraktur mengenai jaringan dentin tetapi pulpa belum
c
terkena.
Fraktur klas III : fraktur gigi yang mengenai dentin dan pulpa sudah
terkena.
Fraktur klas IV : fraktur karena trauma sehingga gigi menjadi non vital,
gigi tersebut.
Fraktur klas VI : fraktur akar gigi tanpa atau disertai hilangnya struktur
mahkota gigi.
Fraktur klas VII : pindahnya tempat gigi tanpa disertai fraktur akar
maupun mahkota.
Fraktur Klas VIII : fraktur mahkota disertai dengan perubahan tempat
gigi.
Injury
Enamel infraction
Criteria
Fraktur mahkota yang tidak sempurna pada
Enamel-Dentin
pada enamel
fracture Fraktur dengan kehilangan substansi gigi
(uncomplicated)
Complicated crown fracture
Uncomplicated
fracture
Complicated crown-root fracture
Root fracture
Injury
Concussion
Criteria
Luka pada jaringan pendukung gigi tanpa
pelepasan abnormal atau perpindahan dari gigi,
tetapi bereaksi terhadap perkusi
Luka pada jar.pendukung gigi
Subluxation (loosening)
dengan
luxation
gigi
(peripheral Perpindahan sebagian dari gigi dari soketnya
luxation
dislocation)
Avulsion (exarticulation)
c.Luka terhadap tulang pendukung
Injury
Criteria
Comminution (pengurangan secara Hancurnya dan penekanan pada soket
bertahap partikel kecil) of the alveolar. Kondisi ini ditemukan dengan
maxillary alveolar socket
terjadinya intrusive dan lateral luxation
Comminution of the mandibular
alveolar socket
Fraktur dinding
maksila
Fraktur dinding
soket
soket
alveolar
mandibula
Fraktur prosesus alveolar maksila
Fraktur prosesus alveolar mandibula
Fraktur maksila dan Mandibula
gingiva
pernapasannya.
Tindakan
pertama
adalah
aspirasi
darah,
luka lingual, menghisap udara panas atau menelan bahan kausatik. Hematom
bisa menyebabkan elevasi dan penempatan lidah ke arah posterior. Luka-luka
dan luka bakar sering menyebabkan terjadinya edema lidah yang besar dan
juga menyebabkan lidah tergeser ke arah posterior. Cedera pada saraf sering
mempersulit masalah yang sudah ada, yakni berupa gangguan dalam
melakukan kontrol gerakan lidah. Apabila diperkirakan akan terjadi edema
lingual atau faringeal, maka penggunaan fiksasi maksilomandibular ditunda.
Fiksasi interdental yang kaku menyebabkan lidah tidak dapat diprotrusikan,
sehingga membuat lidah cenderung bergerak ke arah posterior dan berakibat
fatal. Apabila kondisi saluran pernapasan diragukan, bisa dilakukan
pemasangan alat bantu pernapasan oro- atau nasofaringeal, intubasi
bonding agent.
Fraktur Mahkota dengan Pulpa Terbuka
Fraktur jenis ini adalah tipe fraktur yang bisa dikatakan complicated, karena
fraktur melibatkan daerah email, dentin dan juga pulpa. Perawatannya pun
agak sedikit berbeda dan tidak sesederhana dua kasus di atas. Hal lain yang
harus diperhatikan saat menangani kasus ini adalah maturasi gigi, ini penting
untuk menentukan apakah apeks gigi sudah menutup sempurna atau belum
karena akan membedakan langkah perawatan yang akan diberikan.
a Gigi dengan apeks yang masih terbuka
Kondisi ini sangat tidak memungkinkan dilakukan pulpektomi, karena
dinding akar masih tipis, vitalitas gigi harus tetap dipertahankan demi
kelangsungan hidup gigi selanjutnya. Hal yang bisa dilakukan pada tahap
ini adalah dengan melakukan pulpotomi dangkal dengan formokresol.
Tahap yang bisa dilakukan:
o Anestesi lokal dan pemasangan isolator karet
o Pembuangan jaringan pulpa bagian koronal sampai garis serviks
dengan bur bulat steril.
o Kemudian lakukan irigasi dengan akuades steril atau garam fisiologis
(NaOCl) dan keringkan dengan cotton pellet steril.
o Letakkan cotton pellet yang sudah diberi formokresol di atas sisa
jaringan pulpa (3 menit)
o Setelah tiga menit, angkat dan letakkan adukan encer pasta Zn oksid
dan formokresol di atas jaringan pulpa.
o Tambahkan adukan kental semen ZOE
o Tutup kavitas dengan semen Zn oksifosfat
o Lakukan pemeriksaan radiografis selang 6 bulan sampai penutupan
apeks memungkinkan untuk dilakukan perawatan saluran akar.
Namun jika ingin hasil restorasi yang lebih estetik dapt dilakukan restorasi
komposit, dengan tahapan:
Pembongkaran
kembali
ini
diharapkan
dapat
komposit.
Gigi dengan apeks yang sudah menutup sempurna
Perawatan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pulpektomi
disertai dengan perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar biasanya
dilakukan jika fraktur yang terjadi sudah mencapai daerah margin
menggunakan komposit.
Fraktur Mahkota dengan pulpa nekrotik dan terbuka
Perawatan untuk kasus seperti ini juga dibedakan berdasarkan keadaan di
derah apeks, jika apeks sudah tertutup maka perawatannya sama seperti
perawatan abses alveolar akut. Namun jika apeks masih terbuka maka
perawatan yang bisa dilakukan:
o Perawatan seperti abses alveolar akut
o Jika terjadi drainase maka biarkan terbuka dan pasien diminta datang
o
o
o
o
o
radiografik.
Fraktur Akar
Fraktur pada akar tidak selalu memerlukan perawatan saluran akar, hal
terpenting yang harus dilakukan adalah dengan menempatkan kembali
segmen koronal dan distabilkan dengan splin selama kurang lebih 12 minggu.
dilakukan perawatan saluran akar dan preparasi untuk pasak dan mahkota.
Fraktur Sepertiga Tengah
Perawatan yang bisa dilakukan antara lain dengan stabilisasi fragmen
fraktur, implan endosseous atau pengambilan kedua fragmen fraktur.
o Stabilisasi fragmen fraktur
Kunjungan pertama
Penstabilan gigi dengna menggunakan splin
Preparasi kedua segmen saluran akar dan lakukan pembersihan.
Preparasi saluran akar dengan file
Tutup kavitas dengan cotton pellet dan semen ZnOE.
Pasien diminta datang 1-2 minggu kemudian.
Kunjungan kedua
Lakukan irigasi dan pembersihan saluran akar
Keringkan dengan kertas isap (paper point)
Pilih pin chrome-cobalt yang sesuai dengan panjang saluran akar,
dibuat.
Periksa kedudukan pin, jika sudah pas bisa dilakukan restorasi
tetap.
diharapkan
penyembuhan
akan
preparasi.
Usahakan posisi pin mencapai posisi ujung akar semula, namun
jangan sampai menyentuh tulang. Setelah di dapat posisi yang pas,
Fraktur Mahkota-Akar
Fraktur mahkota akar sangat sulit dirawat dan keberhasilannya tergantung
pada kedalaman garis fraktur di palatal. Bila pasien datang, fragmen korona
sering sangat goyang dapat tetap melekat melalui ligament periodontal.
Biasanya anestesi local perlu diberikan agar fragmen dapat dilepas dan
dilakukan pemeriksaan dari luas fraktur. Bila fraktur terletak superficial, maka
perawatan saluran akar dapat dilakukan dan dilakukan pembuatan mahkota
pasak. Bila fraktur lebih dalam, akan lebih sulit untuk mengisolasi gigi untuk
perawatan
saluran
akar
dan
ekstruksi
ortodonti
dari
akar
perlu
Maxillofacial Surgery)
Cara-cara replantasi gigi avulsi yang dilakukan di tempat terjadinya trauma:
(1). Tekan gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar pada soketnya
sesegera mungkin.
(2). Cara lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah dan gigi atau bila
tidak memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu.
(3). Periksakan ke dokter gigi sesegera mungkin.
Gambar
2 Retensi
Restorasi korona memperoleh retensinya dari inti dan sisa dentin yang masih
ada. Jika intinya memerlukan retensi, maka yang dimanfaatkan adalah sistem saluran
akarnya yang memakai pasak. Namun pasak ini akan melemahkan dan mungkin
menyebabkan perforasi sehingga hendaknya dipakai hanya jika diperlukan untuk
retensi inti.
Gambar.. Retensi
dengan memanfaatkan
gigi.
Proteksi sisa struktur gigi ini
diaplikasikan pada gigi posterior untuk memproteksi cusp yang tidak terdukung
supaya bisa menghindari terjadinya fleksur dan fraktur. Restorasi didesain
serta rasio antara pulp-chamber yang relatif besar, menyebabkan banyak terjadinya
trauma dentoalveolar pada anak. Dalam mengelola pasien tersebut, mungkin
memerlukan sedasi dan restraint (pengekangan) . Dengan demikian, faktor-faktor
tambahan harus ditangani selama dilakukan pengobatan. Displacement lebih
banyak terjadi daripada patah gigi pada gigi primer karena daerah sekeliling
tulangnya masih resilien. Begitu pula dengan cedera ini yang lebih sering terjadi
pada gigi anak dibandingkan pada gigi permanen. (Peterson)
Mengobati trauma pada gigi primer ditentukan oleh kemungkinan
bahaya terhadap benih gigi permanen, sekunder ke posisi bukal - oklusal gigi
primer terhadap benih gigi permanen.
.
Gambar. posisi bukal - oklusal gigi primer terhadap benih gigi permanen
Andreasen dan Raven melaporkan tentang prognosis pada trauma gigi pengganti
permanen, juga gaya yang diberikan oleh gigi primer. Mereka menemukan bahwa
usia individu pada saat cedera dan jenis cedera berperan penting dalam
pengembangan gigi permanen (Peterson)
tetanus
Apakah trauma cukup berat sehingga menyebabkan masalah medis
seperti sakit kepala, muntah, dan simptom lainnya pada trauma kepala
Stimuli apa yang menyebabkan respon pada wilayah trauma (termal,
tekanan, kimia).
bur
tajam
diperlukan
menghambat
penggantian
gigi
permanen,
tampaknya
tersebut
dapat
ruang yang
Klasifikasi
Klasifikasi dari fraktur tulang alveolar menurut Per Clark
sedikit
perubahan posisi
Treatment Pulpa
Observasi
Perhatikan bila terdapat
perbedaan warna
Calcium hydroxide liner
Restorasi
Smooth / rough edges
II)
steel crown
Open-faced stainless steel
(Kelas III)
Formocresol pulpotomi
Pulpektomi ( jika devital)
crown
Fraktur Akar
Avulsi
Displacement
Intrusi/Concussion
Ekstraksi
Reposisi
Observasi perubahan
Space maintainer
Space maintainer
Splint
1
a
b
2
a
Rigid : dapat digunakan pada cervical root fracture dan replantasi gigi
1
2
3
4
5
6
7
dibawah ini :
Aplikasi direct intraoral
Mudah dibuat dengan matetial yang tersedia dalam praktek dental
Tidak meningkatkan periodontal injury atau memicu caries
Tidak iritasi terhadap jaringan lunak oral
Pasif, tidak menggunakan tekanan orthodontic pada gigi
Serbaguna dalam mencapai rigid, semi-rigid, atau fleksibel splint
Mudah dikembalikan dan berakibat minimal atau tidak ada kerusakan permanen pada
8
9
gigi
Memungkinkan tes pulpa dan perawatan endodontic
Hygiene dan estetik
Tipe-tipe splinting
Suture splint
Arch bar
Orthodontic appliance
mengakibatkan iritasi pada mukosa oral, gangguan pada oral hygiene dan
ketidaknyamanan, terutama pada awal dari periode splinting. Selanjutnya, permintaan
untuk splinting pasif (dengan gigi pada posisi netral) terancam jika bracket bersatu
dengan rectangular orthodontic wire. Maka dari itu, direkomendasikan untuk
d
pada ruang interdental. Bagaimanapun, terdapat masalah yang sama pada resiko
kerusakan potensial pada underlying enamel sebagaimana dengan composite splint.
Pada studi comparative baru pada berbagai tipe dari splint pada sukarelawan,
wire-composite splint terbukti dapat diterima dengan baik, tidak mengakibatkan
kerusakan
besar
pada
mukosa
oral
dan
memperbolehkan
sukarelawan
Gambar : Pemasangan Resin Splint penuh pada permukaan gigi anterior rahang
atas
Protemp dan Luxatemp merupakan multi-fase material resin digunakan dalam
restorasi temporary prosthetic dan untuk lining prefabricated crown. Protemp
merupakan chemical cured; sedangkan Luxatemp merupakan dual cured (chemical
dan light cured).bhal ini memungkinkan untuk menerima material dalam tahapannya,
keuntungan dengan multiple displaced dan reposition teeth. Material ini tidak
menggunakan tenaga pada gigi selama aplikasi dan secara estetik dan hygiene dapat
diterima. Selanjutnya, keduanya telah menunjukkan untuk memperbolehkan
penggunaan semi-rigid splinting.
Pada kasus kehilangan gigi atau dalam mixed dentition, dimana gigi yang
bersebelahan tidak sepenuhnya erupsi, hal ini diperlukan untuk merentangkan area
edentulous. Pada kasus ini, diperlukan reinforcement. Hal ini dapat dicapai dengan
metal bars, orthodontic wire, nylon line, glass fiber, atau synthetic fiber atau tape
yang terdapat di market (Kevlar, Dupont Corp., Fiber-splint, Polydent Corp.,
Mezzovico, Switzerland) dan yang dapat dipadukan dengan resin. Jika tidak tersedia,
bahkan paperclip dapat diluruskan untuk mencapai tujuannya. Diperbolehkan
beberapa material yang bersifat fleksibel dan splint diterima secara direct pada etched
g
crown surface.
Metal (TTS) splint
Gambar 2.15: Pemasangan Metal Splint yang mampu beradaptasi dengan baik
menggunakan bahan titanium
Secara komersial, dental splint yang tersedia telah diperkenalkan. Prefabricated splint
yang terbuat dari titanium telah dilaporkan oleh von Arx dan co-author. Prefabricated
titanium trauma splint (TTS) mempunyai ketebalan hanya 0,2 mm dan dapat dengan
mudah dibengkokan dengan jari dan beradaptasi pada dental arch. Karena desain
rhomboid dari splint, dapat juga beradaptasi dengan panjangnya. TTS berikatan pada
enamel dengan light cured composite resin dan dikembalikan dengan peeling pada
permukaan gigi. Splint ini telah ditemukan agar dapat bertoleransi dengan baik dan
mengakibatkan ketidaknyamanan hanya pada sebagian kecil pasien.
BAB III
KESIMPULAN
Traumatic injury adalah injury yang dapat bersifat fisik (badan) atau emosional yang
dihasilkan oleh luka luka fisik atau mental, atau shock. Traumatic dental injury atau
dental trauma merupakan injury yang terjadi pada mulut, termasuk gigi, bibir, gusi,
lidah, dan tulang rahang. Traumatic Dental Injury terjadi oleh benturan yang dapat
menyebabkan energi mekanis yang cukup untuk menghasilkan suatu injuri/luka.
Peristiwa TDI terjadi karena aktivitas yang menyebabkan kejadian TDI seperti jatuh,
benturan, aktivitas fisik diwaktu senggang, kecelakaan lalu lintas, permaian yang
kasar, kekerasan, penggunaan gigi yang tidak sesuai, serta menggigit benda keras.
Insidensi fraktur adalah sekitar 5%, Ellis melaporkan suatu insidensi 4,2%, dan
Grundy melaporkan suatu insidensi sebesar 5,1%. Hal itu berarti apabila terdapat 100
orang, maka 5 diantaranya mengalami fraktur dentoalveolar. Anak laki-laki
mempunyai sekitar 2 sampai 3 kali lebih banyak gigi yang patah daripada anak
perempuan.
Klasifikasi fraktur oleh Ellis terbagi dalam 9 klas, sedangkan WHO membagi dalam
luka jaringan keras gigi dan pulpa, luka terhadap jaringan periodontal, luka terhadap
tulang pendukung, dan luka pada gingival atau mukosa.
Tanda-tanda klinis fraktur dentoalveolar meliputi adanya kegoyangan dan pergeseran
beberapa gigi dalam satu segmen, laserasi pada gingiva dan vermilion bibir, serta
adanya pembengkakan atau luka pada dagu, adanya luka pada gingiva dan hematom
di atasnya, serta adanya nyeri tekan pada daerah garis fraktur. Penanganan trauma
secara umum dan segera meliputi pemeriksaan jalur nafas, sumbatan jalan napas yang
tertunda, perdarahan, antibiotik, perawatan pendukung, dan kontrol rasa sakit.
Perawatan fraktur mahkota dan akar berbeda-beda tergantung daerah yang mengalami
fraktur (email, mahkota, pulpa, akar) dan tingkat keparahan fraktur. Avulsi gigi adalah
berpindahnya gigi secara menyeluruh dari soketnya. Perawatan avulsi adalah dengan
replantasi yang dapat dilakukan di ruang praktik dokter gigi.
Jika restorasi akhirnya ditunda, restorasi sementaranya harus bisa bertahan selama
mungkin (sampai satu tahun). Restorasi ini harus protektif, rapat, dan bagus estetik
serta fungsinya. Restorasi sementara semipermanen untuk gigi posterior yang baik
adalah amalcore yang mengonlay cusp yang telah lemah, sehingga dapat
melindungi
fungsi
dan
kerapatannya.
Pada
prinsipnya
ada
tiga,
yaitu
tidak meningkatkan periodontal injury atau memicu caries, tidak iritasi terhadap
jaringan lunak oral, pasif tidak menggunakan tekanan orthodontic pada gigi,
serbaguna dalam mencapai rigid, semi-rigid, atau fleksibel splint, mudah
dikembalikan dan berakibat minimal atau tidak ada kerusakan permanen pada gigi,
memungkinkan tes pulpa dan perawatan endodontic, hygiene dan estetik. Tipe-tipe
splinting termasuk suture splint, arch bar, orthodontic appliance, composite, wirecomposite, resin, dan metal splint.
DAFTAR PUSTAKA
Booth, Peter Ward, dkk. 2012. Maxillofacial Trauma & Esthetic Facial
Reconstruction. Missouri: Elsevier.
Fonseca RJ., 2005. Oral and Maxillofacial Trauma. 3 rd ed. St. Louis : Elsevier
Saunders.
Grossman, Louis I, Seymour Oliet. 1988. Endodontic Practice 11th edition.
Philadelphia: Lea & Febiger.
Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002
Mathewson, Richard J., DDS, MS, PhD., Primosch, E. Robert, DDS, MS, Mend
1995. Fundamental of Pediatric Dentistry, 3 rd. Ed. Quintescience Publishing
Co, Inc. US.
Peterson Lj., 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4 th ed St Louis :
Mosby
Riyanti, Eriesca., Sp.KGA. Penatalaksanaan Trauma Gigi Pada Anak
pustakaunpad.ac.id
http://media.unpad.ac.id/thesis/160110/2007/160110070075_2_9049.pdf