Anda di halaman 1dari 46

FRAKTUR DENTOALVEOLAR

DAN
PENATALAKSANAANNYA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I
PENDAHULUAN
Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian
terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002). Literatur lain
menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma (Mansjoer, 2000).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur dentoalveolar adalah kerusakan
atau putusnya kontinuitas jaringan keras pada stuktur gigi dan alveolusnya
disebabkan trauma.
Insidensi fraktur dentoalveolar sering terjadi di Indonesia, maka dari itu
penting untuk memahami berbagai hal mengenai fraktur dentoalveoar seperti definisi
dari

traumatic

injury,

etiologi,

indidensi,

klasifikasi,

tanda-tanda

klinis,

perawatan/penanggulangan trauma ecara umum, perawatan segera, perawatan fraktur


mahkota/akar gigi, avulsi gigi dan perawatan, alat restorasi semi tetap,
penanggulangan gigi sulung yang terkena trauma, dan macam-macam alat stabilisasi
untuk fraktur mandibula.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

Definisi Traumatik Injuri


Traumatic injury adalah injury yang dapat bersifat fisik (badan) atau
emosional yang dihasilkan oleh luka luka fisik atau mental, atau shock. Traumatic
dental injury atau dental trauma merupakan injury yang terjadi pada mulut,
termasuk gigi, bibir, gusi, lidah, dan tulang rahang. Traumatic dental injury
umumnya merupakan kombinasi trauma jaringan lunak peri-oral, gigi, dan
jaringan pendukungnya. Traumatic Dental Injuries (TDI) atau luka trauma dental
di klasifikasikan berdasarkan beberapa faktor seperti etiologi, anatomi, patologi,
pertimbangan terapeutik, dan derajat keparahannya.

Etiologi Traumatik Injuri


Traumatic Dental Injury terjadi oleh benturan yang dapat menyebabkan energi
mekanis yang cukup untuk menghasilkan suatu injuri/luka. Peristiwa TDI terjadi
karena aktivitas yang menyebabkan kejadian TDI seperti jatuh, benturan, aktivitas
fisik diwaktu senggang, kecelakaan lalu lintas, permaian yang kasar, kekerasan,
penggunaan gigi yang tidak sesuai, serta menggigit benda keras. Perilaku manusia
seperti pengambilan resiko, masalah hubungan dengan kawan, hiperaktivitas, dan

perilaku stress juga merupakan penyebab terjadinya TDI.


Jatuh dan benturan
Sering terjadi pada anak dan orang tua. Seperti jatuh dari tangga, di garasi, teras,
dan anak2 pada area bermain.

Aktivitas fisik (olahraga)

Olahraga beresiko tinggi terhadap Tdi contohnya American football, hockey, ice
hockey, lacrosse, martial sport, rugby, dan skating. Olahraga yang beresiko
c

medium misalnya basket, selam, squash, gymnastic, parachuting, dan waterpolo.


Kecelakaan lalu lintas
Termasuk kedalamnya pejalan kaki, sepeda, dan mobil/motor. Trauma disini
didominasi oleh multiple dental injuri, meliputi tulang pendukung, jaringan lunak,

bibir, dan dagu.


Penggunaan gigi yang tidak sesuai
Contohnya adalah menggigit pulpen, membuka bungkus makanan, memotong

atau memegang barang dengan gigi, dan lainnya.


Menggigit benda keras
TDI dapat terjadi pada pasien pemakai tindikan pada lidah dan oral. Tindikan
telah dilaporkan dapat mengakibatkan potong dan frakturnya suatu gigi dan

restorasi, kerusakan pulpa, gigi yang retak, dan abrasi gigi.


Keadaan sakit, keterbatasan fisik
Penderita epilepsi, cerebral palsy, anemia, dan kepusingan beresiko mengalami

TDI.
Penyiksaan fisik
Penyiksaan dan pemukulan terhadap anak atau orang sering mengakibatkan
terjadinya TDI. Pasien-pasien tersebut dibawa ke rumah sakit karena trauma
fasial. Penyembuhan fraktur multipel pada gigi atau rahang, terutama dengan
tahapan penyembuhan yang berbeda dapat menjadi tanda terjadinya suatu
penyiksaan. Pukulan saat berkelahi pun termasuk pada kategori ini. Penyiksaan
ini sering mengakibatkan kegoyangan, avulsi, atau fraktur gigi dan laserasi
jaringan lunak.

Insidensi

Insidensi fraktur adalah sekitar 5%, Ellis melaporkan suatu insidensi 4,2%,
dan Grundy melaporkan suatu insidensi sebesar 5,1%. Hal itu berarti apabila
terdapat 100 orang, maka 5 diantaranya mengalami fraktur dentoalveolar. Anak
laki-laki mempunyai sekitar 2 sampai 3 kali lebih banyak gigi yang patah
daripada anak perempuan. Karena begitu banyak kecelakaan gigi yang
berhubungan dengan olah raga,maka sebaiknya tiap usaha perlindungan diadakan
untuk melindungi gigi anak-anak terhadap kecelakaan-kecelakaan tersebut
dengan menggunakan program pendidikan di samping menggunakan pelidung
mulut.
4

Klasifikasi
Menurut ELLIS (FINN):
a Fraktur klas I : fraktur hanya email atau hanya melibatkan sedikit dentin.
b Fraktur klas II : fraktur mengenai jaringan dentin tetapi pulpa belum
c

terkena.
Fraktur klas III : fraktur gigi yang mengenai dentin dan pulpa sudah

terkena.
Fraktur klas IV : fraktur karena trauma sehingga gigi menjadi non vital,

dapat atau tanpa disertai hilangnya struktur mahkota gigi.


Fraktur klas V : fraktur karena trauma yang menyebabkan terlepasnya

gigi tersebut.
Fraktur klas VI : fraktur akar gigi tanpa atau disertai hilangnya struktur

mahkota gigi.
Fraktur klas VII : pindahnya tempat gigi tanpa disertai fraktur akar

maupun mahkota.
Fraktur Klas VIII : fraktur mahkota disertai dengan perubahan tempat
gigi.

Fraktur klas IX : khusus untuk gigi decidui, di mana trauma akan


menyebabkan kerusakan gigi

Berdasarkan sistem WHO


a

Luka terhadap jaringan keras gigi dan pulpa

Injury
Enamel infraction

Criteria
Fraktur mahkota yang tidak sempurna pada

Enamel fracture (uncomplicated)

enamel tanpa kehilangan substansi gigi


Fraktur dengan kehilangan substansi gigi

Enamel-Dentin

pada enamel
fracture Fraktur dengan kehilangan substansi gigi

(uncomplicated)
Complicated crown fracture
Uncomplicated

pada enamel dan dentin


Fraktur yang melibatkan enamel, dentin

hingga pulpa terbuka


crown-root Fraktur yang melibatkan enamel, dentin

fracture
Complicated crown-root fracture

dan sementum, tapi tidak membuka pulpa


Fraktur yang melibatkan enamel, dentin

Root fracture

dan sementum, dan membuka pulpa


Fraktur yang
melibatkan dentin dan
sementum, dan pulpa

b.Luka terhadap jaringan periodontal

Injury
Concussion

Criteria
Luka pada jaringan pendukung gigi tanpa
pelepasan abnormal atau perpindahan dari gigi,
tetapi bereaksi terhadap perkusi
Luka pada jar.pendukung gigi

Subluxation (loosening)

dengan

pelepasan abnormal, tetapi dengan perpindahan


Extrusive

luxation

gigi
(peripheral Perpindahan sebagian dari gigi dari soketnya

dislocation, partial avulsion)


Lateral luxation
Intrusive

Perpidahan gigi dengan arah selain aksial.


Diikuti dengan fraktur soket alveolar
(central Perpindahan gigi ke tulang alveolar. Diikuti

luxation

dislocation)
Avulsion (exarticulation)
c.Luka terhadap tulang pendukung

dengan fraktur soket alveolar


Perpindahan gigi sepenuhnya keluar dari soket

Injury
Criteria
Comminution (pengurangan secara Hancurnya dan penekanan pada soket
bertahap partikel kecil) of the alveolar. Kondisi ini ditemukan dengan
maxillary alveolar socket
terjadinya intrusive dan lateral luxation
Comminution of the mandibular
alveolar socket
Fraktur dinding
maksila
Fraktur dinding

soket

alveolar Fraktur yang terbatas pada bagian fasial


atau oral dinding soket

soket

alveolar

mandibula
Fraktur prosesus alveolar maksila
Fraktur prosesus alveolar mandibula
Fraktur maksila dan Mandibula

Fraktur prosesus alveolar, dengan/ tidak


melibatkan soket alveolarnya
Fraktur yang melibatkan dasar maksila

atau mandibula dan prosesus alveolaris


(fraktur rahang). Fraktur tersebut bisa/
tidak melibatkan soket alveolar
d.Luka pada gingival atau mukosa oral
Injury
Criteria
Laserasi gingiva atau mukosa Luka yang dangkal/ dalam pada mukosa
oral
Contusion
mukosa oral

gingiva

akibat robekan, biasanya oleh benda tajam


atau Luka memar akibat tekanan oleh benda
tumpul, tidak diikuti robeknya mukosa,

biasanya menyebabkan hemoragi submukosa


Abrasi gingiva atau mukosa Luka pada superfisial akibat gosokan atau
oral

kikisan pada mukosa, menghasilkan suatu


lecet dan permukaan yang berdarah

Tanda Tanda Klinis Fraktur Dentoalveolar


Tanda-tanda klinis fraktur alveolar diantaranya adalah adanya kegoyangan dan
pergeseran beberapa gigi dalam satu segmen, laserasi pada gingiva dan vermilion
bibir, serta adanya pembengkakan atau luka pada dagu. Untuk menegakkan diagnosa
diperlukan pemeriksaan klinis yang teliti dan pemeriksaan radiografi. Tanda-tanda
klinis lainnya dari fraktur alveolar yaitu adanya luka pada gingiva dan hematom di
atasnya, serta adanya nyeri tekan pada daerah garis fraktur. Pada kasus ini fraktur
alveolar mungkin terjadi karena adanya trauma tidak langsung pada gigi atau tulang
pendukung yang dihasilkan dari pukulan atau tekanan pada dagu. Hal ini bisaa
terlihat dengan adanya pembengkakan dan hematom pada dagu serta luka pada bibir.

Perawatan/ Penanggulangan Trauma Secara Umum dan Segera


Kondisi Saluran Pernapasan
Pasien yang mengalami trauma orofasial harus diperhatikan benar-benar
mengenai

pernapasannya.

Tindakan

pertama

adalah

aspirasi

darah,

pengambilan serpihan gigi atau protesa. Dasar dari usaha mempertahankan


jalan napas adalah dengan mengontrol perdarahan dari mulut/hidung dan
membersihkan orofaring. Gigi yang sangat goyang yang dikhawatirkan akan
terlepas sendiri, atau terhisap sebaiknya dicabut. Fraktur-fraktur tertentu
misalnya fraktur bilateral melalui region mentalis atau fraktur maksilla dengan
pergesaran ke arah posteroinferior menuju faring, cenderung menyumbat
saluran pernapasan. Jika fragmen symphysis mandibulae bergeser ke
posterior, maka dukungan ke arah anterior terhadap lidah akan hilang,
sehingga mengakibatkan kolaps lidah ke arah posterior (ke faring). Pergeseran
maksilla ke arah inferoposterior bisa mengakibatkan penyumbatan mekanis
langsung pada orofaring. Lidah bisa dikontrol dengan melakukan penjahitan
menggunakan benang sutera tebal pada ujung lidah dan menahan lidah untuk
tetap pada posisi anterior. Keterlibatan maksila tidak mudah diatasi dan
mungkin tergantung pada reduksi dari fraktur, atau paling tidak pada
imobilisasi sementara yang dilakukan dengan jalan mengfiksasinya terhadap

mandibula yang masih utuh.


Sumbatan Jalan Napas yang Tertunda
Sumbatan tertunda dari jalan napas bisa disebabkan karena pembengkakan
atau edema lidah atau faring yang diakibatkan oleh hematom sublingual, luka-

luka lingual, menghisap udara panas atau menelan bahan kausatik. Hematom
bisa menyebabkan elevasi dan penempatan lidah ke arah posterior. Luka-luka
dan luka bakar sering menyebabkan terjadinya edema lidah yang besar dan
juga menyebabkan lidah tergeser ke arah posterior. Cedera pada saraf sering
mempersulit masalah yang sudah ada, yakni berupa gangguan dalam
melakukan kontrol gerakan lidah. Apabila diperkirakan akan terjadi edema
lingual atau faringeal, maka penggunaan fiksasi maksilomandibular ditunda.
Fiksasi interdental yang kaku menyebabkan lidah tidak dapat diprotrusikan,
sehingga membuat lidah cenderung bergerak ke arah posterior dan berakibat
fatal. Apabila kondisi saluran pernapasan diragukan, bisa dilakukan
pemasangan alat bantu pernapasan oro- atau nasofaringeal, intubasi

endotracheal dan tracheostomi pada kasus tertentu.


Perdarahan
Perdarahan yang menyertai trauma orofasial jarang berakibat fatal.
Penekanan, baik langsung dengan jari atau secara tidak langsung dengan
menggunakan kasa, bisa menghentikan sebagian besar kasus perdarahan
rongga mulut. Untuk membatasi perdarahan kadang-kadang diperlukan klem
dan pengikat pembuluh yang terlibat (biasanya a. maksillaris, a. lingualis, a.
karotis eksterna). Walaupun perdarahan yang tertunda jarang menimbulkan
masalah yang serius, tetapi karena diperlukan untuk tindakan bedah pada
waktu selanjutnya, maka pada sebagian besar trauma orofasial mayor harus

dilakukan pemeriksaan golongan darah untuk keperluan tranfusi.


Antibiotik

Terapi antibiotic profilaksis diberikan berdasarkan pada kondisi individu.


Terapi ini diperuntukkan pada individu resiko tinggi, terutama untuk pasien di
mana daerah yang mengalami fraktur terbuka (berhubungan dengan
permukaan kulit atau mukosa) dan kemungkinan besar terkontaminasi, atau

apabila perawatan definitif harus ditunda.


Kontrol Rasa Sakit
Terapi untuk menghilangkan rasa sakit biasanya minimal, karena pasien yang
mengalami cedera yang relatif berat, tidak terlalu menderita seperti
kelihatannnya. Karena analgesic narkotik cenderung menimbulkan edema
serebral dan menyulitkan penentuan tingkat kesadaran, pemberiannya ditunda
sampai pasien jelas mengalami cedera kranioserebral. Pada mulanya obatobatan narkotik untuk pemberian intravena atau intramuscular sering
digunakan. Namun selanjutnya, kombinasi narkotik/ non narkotik mulai dapat
diberikan secara oral dan sering terdapat dalam bentuk cairan. Aplikasi dingin
pada bagian yang mengalami cedera bisa mengurangi ketidaknyamanan, dan

sekaligus mengontrol edema.


Perawatan Pendukung
Karena pasien biasanya tidak bisa makan secara normal, terapi pendukung
untuk pasien orofasial terdiri atas pemberian cairan yang cukup. Di rumah
sakit hal ini dilakukan dengan pemberian cairan intravena (biasanya larutan
elektrolit yang seimbang). Untuk perawatn di rumah, maka pemberian cairan
bisa dilakukan lewat mulut. Pasien diberi diet cairan, kadang ditambah dengan

protein atau vitamin. Seringkali pasien trauma orofasial harus berpuasa


selama menunggu pembedahan.
Perawatan fraktur Mahkota dan Akar
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada beberapa hal yang mampu
menyebabkan fraktur pada mahkota maupun pada akar, klasifikasikan pun sudah
diterangkan sebelumnya. Disini akan dibahas mengenai langkah-langkah perawatan
yang harus dilakukan untuk memperbaiki fraktur tersebut sehingga gigi bisa
berfungsi kembali dengan normal.
1 Fraktur Email
Yang dimaksud dengan fraktur email disini adalah fraktur tidak mengenai
jaringan gigi yang lebih dalam (dentin mauapun pulpa) namun hanya sebatas
email. Sebenarnya kasus ini memiliki prognosis yang baik.. Namun tidak
memungkinkan timbulnya pergeseran letak gigi (luksasi). Perawatan yang
dapat diberikan antara lain dengan menghaluskan bagian email yang kasar
2

akibat fraktur tersebut atau dengan memperbaiki struktur gigi tersebut.


Fraktur Makhota dengan Pulpa Masih Tertutup
Fraktur ini mengenai jaringan gigi yang lebih dalam, tidak hanya sebatas pada
email namun juga sudah mengenai dentin namun pulpa masih terlindungi.
Perawatan yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan material
komposit untuk mengembalikan struktur gigi atau dengan cara yang lebih
konservatif lagi yakni menempelkan kembali fragmen fraktur tersebut pada
jaringan gigi setelah sebelumnya dilakukan etsa asam dan dengan bantuan

bonding agent.
Fraktur Mahkota dengan Pulpa Terbuka

Fraktur jenis ini adalah tipe fraktur yang bisa dikatakan complicated, karena
fraktur melibatkan daerah email, dentin dan juga pulpa. Perawatannya pun
agak sedikit berbeda dan tidak sesederhana dua kasus di atas. Hal lain yang
harus diperhatikan saat menangani kasus ini adalah maturasi gigi, ini penting
untuk menentukan apakah apeks gigi sudah menutup sempurna atau belum
karena akan membedakan langkah perawatan yang akan diberikan.
a Gigi dengan apeks yang masih terbuka
Kondisi ini sangat tidak memungkinkan dilakukan pulpektomi, karena
dinding akar masih tipis, vitalitas gigi harus tetap dipertahankan demi
kelangsungan hidup gigi selanjutnya. Hal yang bisa dilakukan pada tahap
ini adalah dengan melakukan pulpotomi dangkal dengan formokresol.
Tahap yang bisa dilakukan:
o Anestesi lokal dan pemasangan isolator karet
o Pembuangan jaringan pulpa bagian koronal sampai garis serviks
dengan bur bulat steril.
o Kemudian lakukan irigasi dengan akuades steril atau garam fisiologis
(NaOCl) dan keringkan dengan cotton pellet steril.
o Letakkan cotton pellet yang sudah diberi formokresol di atas sisa
jaringan pulpa (3 menit)
o Setelah tiga menit, angkat dan letakkan adukan encer pasta Zn oksid
dan formokresol di atas jaringan pulpa.
o Tambahkan adukan kental semen ZOE
o Tutup kavitas dengan semen Zn oksifosfat
o Lakukan pemeriksaan radiografis selang 6 bulan sampai penutupan
apeks memungkinkan untuk dilakukan perawatan saluran akar.
Namun jika ingin hasil restorasi yang lebih estetik dapt dilakukan restorasi
komposit, dengan tahapan:

o Lakukan langkah a-c seperti di atas.


o Diberikan pelapis CaOH.
o Tambahkan semen glass ionomer
o Lakukan restorasi komposit sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pada perawatan dengan CaOH ini , jika memungkinkan dilakukan
pembukaan gigi kembali sekitar 6-12 bulan kemudian untuk membuang
lapisan kalsium hidroksida dan menggantinya dengan material adhesif.
Hal ini dikarenakan CaOH adalah bahan yang semakin lama akan makin
terdisintegrasi.

Pembongkaran

kembali

ini

diharapkan

dapat

meminimalisir kebocoran mikro yang nantinya akan menyebabkan adanya


rongga antara jembatan dentin yang baru dengan restorasi yang
menutupinya. Lain halnya jika kita menggunakan MTA (mineral trioksid
agregat), jika menggunakan material ini maka tidak diperlukan
pembukaan gigi kembali setelah 6-12 bulan. Namun ada tahapan yang
berbeda yakni, pengaplikasian MTA harus pada keadaan gigi yang lembab
diletakkan sedikit demi sedikit pada pulpa lalu biarkan mengeras selama
6-12 jam (tidak perlu ditutupi restorasi, pada saat ini pasien diharapkan
tidak menggunakan gigi tersebut). Setelah itu barulah diberikan tambalan
b

komposit.
Gigi dengan apeks yang sudah menutup sempurna
Perawatan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pulpektomi
disertai dengan perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar biasanya
dilakukan jika fraktur yang terjadi sudah mencapai daerah margin

ginggiva dan diperlukan pembuatan mahkota pasak dan inti. Perawatan


saluran akar tentunya akan sangat membantu sebagai tahap persiapan.
Lain halnya jika fraktur dengan pulpa terbuka ini terjadi pada gigi sulung.
Ada dua hal yang diindikasikan yakni pencabutan dan pulpotomi. Semua
ini bergantung pada usia pasien, jika setengah bagian apeks sudah resorpsi
maka pencabutan adalah indikasi utama. Namun, jika akar belum
mengalami resorpsi bisa dilakukan perawatan saluran akar dengan pasta
OSE yang bisa diresorpsi, mahkota yang fraktur kemudian bisa direstorasi
4

menggunakan komposit.
Fraktur Mahkota dengan pulpa nekrotik dan terbuka
Perawatan untuk kasus seperti ini juga dibedakan berdasarkan keadaan di
derah apeks, jika apeks sudah tertutup maka perawatannya sama seperti
perawatan abses alveolar akut. Namun jika apeks masih terbuka maka
perawatan yang bisa dilakukan:
o Perawatan seperti abses alveolar akut
o Jika terjadi drainase maka biarkan terbuka dan pasien diminta datang
o
o
o
o
o

5-7 hari kemudian


Pada kunjungan berikutnya, dilakukan pembersihan saluran akar
Kemudian dikeringkan dengan kertas isap steril
Pasta campuran CaOH dan CMCP diletakkan di saluran akar
Penutupan kavitas dengan semen ZnOe dan Zn oksifosfat.
Pasien diminta datang 6 bulan kemudian untuk pemeriksaan klinis dan

radiografik.
Fraktur Akar
Fraktur pada akar tidak selalu memerlukan perawatan saluran akar, hal
terpenting yang harus dilakukan adalah dengan menempatkan kembali
segmen koronal dan distabilkan dengan splin selama kurang lebih 12 minggu.

Kemudian pasien diminta datang untuk melakukan pemeriksaan apakah


fraktur sudah membaik serta mengetahui kevitalan pulpa.
a Fraktur Sepertiga Serviks dengan Pulpa Nekrotik
o Perawatan yang bisa dilakukan antara lain:
o Melakukan anestesi lokal
o Melepaskan segmen korona
Lakukan ginggivektomi dan alveoplasti agar akar terlihat sehingga bisa
b

dilakukan perawatan saluran akar dan preparasi untuk pasak dan mahkota.
Fraktur Sepertiga Tengah
Perawatan yang bisa dilakukan antara lain dengan stabilisasi fragmen
fraktur, implan endosseous atau pengambilan kedua fragmen fraktur.
o Stabilisasi fragmen fraktur
Kunjungan pertama
Penstabilan gigi dengna menggunakan splin
Preparasi kedua segmen saluran akar dan lakukan pembersihan.
Preparasi saluran akar dengan file
Tutup kavitas dengan cotton pellet dan semen ZnOE.
Pasien diminta datang 1-2 minggu kemudian.
Kunjungan kedua
Lakukan irigasi dan pembersihan saluran akar
Keringkan dengan kertas isap (paper point)
Pilih pin chrome-cobalt yang sesuai dengan panjang saluran akar,

dapat di cek dengan bantuan rontgen.


Jika letaknya sudah sesuai maka pada bagian pin kita beri takik

kira-kira pada bagian orifis agar bisa dipisahkan ketika sementasi.


Sterilkan pin dan kemudian dimasukkan ke dalam saluran akar
dengan bantuan semen saluran akar, sambil ditekkan ke arah apeks
dilakukan pemutaran pin agar patah pada bagian takik yang sudah

dibuat.
Periksa kedudukan pin, jika sudah pas bisa dilakukan restorasi
tetap.

o Penempatan implant endosseous


Pada perawatan jenis ini,

diharapkan

penyembuhan

akan

memungkinkan tulang baru terbentuk di sekitar pin dan gigi akan


menjadi stabil. Tahapan yang dilakukan:
Preparasi saluran akar
Pengambilan bagian apeks dengan teknik bedah, bagian apeks

dibuka dan fragmen akar diangkat.


Pilih pin chrome-cobbalt yang sesuai, masukkan melalui lubang

preparasi.
Usahakan posisi pin mencapai posisi ujung akar semula, namun
jangan sampai menyentuh tulang. Setelah di dapat posisi yang pas,

maka buat takik pada pin.


Ketika saluran akar sudah bersih dan sudah dikeringkan dapat
dimasukkan adukan semen saluran akar, ulasi pin dengan adukan

semen yang sama. Masukkan pin ke dalam saluran akar.


Tutup kavitas dengan restorasi kemudian flap dijahit.
Selama periode penyembuhan dapat dipakai splin jika sesudah
perawatan gigi terlihat goyang.

Fraktur sepertiga apeks


Perawatannya bisa berupa stabilisasi kedua fragmen seperti pada kasus
fraktur sepertiga tengah atau dengan preparasi fragmen korona secara
konvensional dan diisi gutta perca, fragmen apeks dibiarkan dan jaringan
pulpa mungkin tetap vital. Terapi lain yang mungkin diberikan adalah
dengan preparasi fragmen korona dan mengisinya secara konvensional,
fragmen apeks di angkat dengan cara bedah dan dilakukan pengisian
retrogard dengan amalgam.

Fraktur Mahkota-Akar
Fraktur mahkota akar sangat sulit dirawat dan keberhasilannya tergantung
pada kedalaman garis fraktur di palatal. Bila pasien datang, fragmen korona
sering sangat goyang dapat tetap melekat melalui ligament periodontal.
Biasanya anestesi local perlu diberikan agar fragmen dapat dilepas dan
dilakukan pemeriksaan dari luas fraktur. Bila fraktur terletak superficial, maka
perawatan saluran akar dapat dilakukan dan dilakukan pembuatan mahkota
pasak. Bila fraktur lebih dalam, akan lebih sulit untuk mengisolasi gigi untuk
perawatan

saluran

akar

dan

ekstruksi

ortodonti

dari

akar

perlu

dipertimbangkan sebelum merestorasi dengan mahkota pasak (Heithersay).


Bila fraktur sangat dalam maka apa yang tertinggal terlalu kecil untuk
mendukung restorasi bahkan setelah dilakukan ekstruksi ortodonti; gigi
seperti ini juga cenderung tanggal (Feiglin).
1

Avulsi Gigi dan Perawatan


Avulsi adalah berpindahnya gigi secara menyeluruh dari soketnya ( dapat

terasosiasi dengan fraktur dinding alveolar)

(Contemporary Oral and

Maxillofacial Surgery)
Cara-cara replantasi gigi avulsi yang dilakukan di tempat terjadinya trauma:
(1). Tekan gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar pada soketnya
sesegera mungkin.
(2). Cara lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah dan gigi atau bila
tidak memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu.
(3). Periksakan ke dokter gigi sesegera mungkin.

Cara-cara replantasi gigi di ruang praktek:


(1). Lakukan anestesi lokal.
(2). Bilas gigi perlahan-lahan dengan NaCl fisiologis menggunakan syringe.
(3). Soket diirigasi menggunakan cairan NaCl fisiologis.
(4). Letakkan gigi perlahan-lahan dengan tekanan jari.
(5). Apabila fragmen tulang alveolar menghalangi replantasi maka lepaskan
kembali gigi dan tempatkan pada NaCl fisiologis. Kembalikan tulang pada
posisinya dan ulangi kembali replantasi.
(6). Pembuatan foto rontgen dilakukan untuk memeriksa apakah posisi sudah
benar.
(7). Stabilisasi gigi dengan menggunakan splint.
(8). Berikan antibiotika selama 4-5 hari.
(9). Berikan profilaksis tetanus bila gigi yang avulsi telah berkontak dengan
sesuatu.

(10). Pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin 0,1%


sehari 2 kali selama 1 minggu.
(11). Lepaskan splint setelah 1-2 minggu.
(12). Perawatan saluran akar dipertimbangkan bila tampak adanya kelainan pada
pulpa.

Gambar == avulsi gigi


Pertimbangan perawatan saluran akar pada gigi yang mengalami avulsi:
(1). Perawatan saluran akar dapat dilakukan setelah 7-10 hari kemudian atau
setelah splint dilepas.
(2). Saluran akar diisi pasta kalsium hidroksida untuk sementara.
(3). Pada gigi dengan foramen apikal yang masih terbuka kemungkinan akan
terjadi revaskularisasi pada pulpa sehingga perawatan saluran akar hendaknya
ditangguhkan.
(4). Apabila pada foto rontgen terlihat tanda-tanda nekrosis pulpa dan adanya
gambaran radiolusen di daerah apikal dengan atau tanpa disertai resorpsi akar
eksternal maka perawatan saluran akar harus segera dilakukan.
(5). Pada gigi dengan apeks belum tertutup dianjurkan untuk dilakukan
pembuatan foto rontgen setiap 2 minggu sekali sampai terlihat pulpa
tidaknekrosis dan penutupan apeks terjadi.

Gambar .. treatment untuk gigi avulsi

Gambar treatment untuk gigi avulsi setelah 2 jam


2

Alat Restorasi Semi Tetap


Jika restorasi akhirnya ditunda, restorasi sementaranya harus bisa
bertahan selama mungkin (sampai satu tahun). Restorasi ini harus protektif,

rapat, dan bagus estetik serta fungsinya. Restorasi sementara semipermanen


untuk gigi posterior yang baik adalah amalcore yang mengonlay cusp yang
telah lemah, sehingga dapat melindungi fungsi dan kerapatannya. Jika
dikemudian hari harus diganti dengan mahkota, preparasi mahkota akhirnya
dapat diselesaikan tanpa membuang intinya. Restorasi anterior analognya
biasanya lebih sukar karena adanya faktor estetik dan adanya kesukaran dalam
memperoleh mahkota yang rapat. Suatu mahkota pasak sementara tidak
menjamin adanya kerapatan yang adekuat. Lebih disukai untuk membuat pasak
dan inti segera setelah perawatan (yang menjamin adanya kerapatan mahkota
yang baik) jika gigi tersebut merupakan indikasi bagi pemasangan mahkota
sementara.
Prinsip dan Konsep
Ada tiga prinsip praktis agar restorasi dapat berfungsi dengan baik dan
bertahan lama, yakni:
1

Mempertahankan struktur gigi.


Struktur gigi yang memerlukan perawatan biasanya sudah tidak baik sehingga
pengambilan dentin lebih lanjut sebaiknya diminimalkan. Sebaliknya, cusp mungkin
perlu dikurangi dan diberi pelindung (capping). Tindakan, secara rutin membuang
mahkota dan kemudian membangunnya kembali pada gigi yang telah dirawat saluran
akarnya merupakan cara yang sudah tidak layak lagi.

Gambar

Fraktur gigi akibat pembuangan restorasi lama yang tidak


sempurna.

2 Retensi
Restorasi korona memperoleh retensinya dari inti dan sisa dentin yang masih
ada. Jika intinya memerlukan retensi, maka yang dimanfaatkan adalah sistem saluran
akarnya yang memakai pasak. Namun pasak ini akan melemahkan dan mungkin
menyebabkan perforasi sehingga hendaknya dipakai hanya jika diperlukan untuk
retensi inti.

Gambar.. Retensi

dengan memanfaatkan

undercut pada kamar

pulpa dan orifis saluran akar

3 Proteksi sisa struktur

gigi.
Proteksi sisa struktur gigi ini

diaplikasikan pada gigi posterior untuk memproteksi cusp yang tidak terdukung
supaya bisa menghindari terjadinya fleksur dan fraktur. Restorasi didesain

sedemikian rupa sehingga beban fungsional dapat ditransmisikan melalui gigi


ke jaringan penyangga.
3

Penanggulangan Gigi Sulung yang Terkena Trauma


Koordinasi yang buruk pada pasien anak yang sedang belajar berjalan ,

serta rasio antara pulp-chamber yang relatif besar, menyebabkan banyak terjadinya
trauma dentoalveolar pada anak. Dalam mengelola pasien tersebut, mungkin
memerlukan sedasi dan restraint (pengekangan) . Dengan demikian, faktor-faktor
tambahan harus ditangani selama dilakukan pengobatan. Displacement lebih
banyak terjadi daripada patah gigi pada gigi primer karena daerah sekeliling
tulangnya masih resilien. Begitu pula dengan cedera ini yang lebih sering terjadi
pada gigi anak dibandingkan pada gigi permanen. (Peterson)
Mengobati trauma pada gigi primer ditentukan oleh kemungkinan
bahaya terhadap benih gigi permanen, sekunder ke posisi bukal - oklusal gigi
primer terhadap benih gigi permanen.

.
Gambar. posisi bukal - oklusal gigi primer terhadap benih gigi permanen

Transmisi gaya pada gigi yang berkembang memungkinkan terjadinya


displacement yang dapat menyebabkan gangguan odontogenesis, sehingga
menghasilkan perubahan warna enamel dan atau hyploplasia. (Peterson)
Fraktur Mahkota Sebagian
Pada fraktur mahkota sebagian, bagian runcing dari mahkota harus di
haluskan atau restorasi morfologi mahkota dapat didapatkan dengan cooperation
reasonable.

Andreasen dan Raven melaporkan tentang prognosis pada trauma gigi pengganti
permanen, juga gaya yang diberikan oleh gigi primer. Mereka menemukan bahwa
usia individu pada saat cedera dan jenis cedera berperan penting dalam
pengembangan gigi permanen (Peterson)

Diagnosis dan Assesment


Dokter gigi harus memutuskan :
1 Waktu luka terjadi dan ketika kedatangan berikutnya untuk
perawatan, hasil pengobatan adalah sangat tergantung pada waktu
yang telah berlalu
2 Penyebab luka
3 Dimana luka terjadi untuk menentukan apakan perlu diberikan injeksi
4

tetanus
Apakah trauma cukup berat sehingga menyebabkan masalah medis

seperti sakit kepala, muntah, dan simptom lainnya pada trauma kepala
Stimuli apa yang menyebabkan respon pada wilayah trauma (termal,
tekanan, kimia).

Gambar : sistem untuk menentukan treatment pada gigi primer anterior


Crown Fracture
Dalam kasus fraktur yang tidak parah dengan tepian
dipinggirnya, abrasive disc atau

bur

tajam

dapat digunakan untuk

menghaluskan fraktur. jika pasien menginginkan hasil yang estetis, dan


pasien mampu, mahkota dapat diperbaiki dengan resin komposit.
Fraktur mahkota yang parah merupakan kasus yang sulit untuk
dihadapi jika kurangnya kerjasama dari anak dan karena perawatan
(pulpotomy) adalah teknik-sensitif.

Pilihan perawatan parsial

pulpotomy dengan kalsium hidroksida atau pulpotomy dengan


formocresol atau seng oksida eugenol. tampaknya hasilnya sama baik
antara pilihan yang tersedia, mendukung indikasi untuk pendekatan
konservatif untuk mengobati luka. dalam satu studi klinis, tingkat
keberhasilan dari pulpotomy adalah 76%. studi clinical lain, pulpotomy
(menggunakan formocresol) dan pulpectomy (menggunakan seng
oksida eugenol) yang dibandingkan dan ditemukan memiliki tingkay
keberhasilan masing-masing dari 86% dan 78%. Temuan yang
menghalangi

keberhasilan pulpectomy bahwa sebagian besar kasus

menunjukkan resorpsi lengkap partikel seng oksida di daerah gingiva.


prosedur ini biasanya tidak direkomendasikan.
Trioksida mineral agregat (MTA) baru-baru ini telah diusulkan
untuk pulpotomy tapi penelitian klinis jangka panjang

diperlukan

sebelum merekomendasikan penggunaan secara umum.


Crown-Root Fracture
Ekstraksi merupakan pilihan perawatan yang sering dilakukan
Root Fracture
Fraktur akar dengan sedikit perpindahan fragmen koronal dapat
dibiarkan tidak diobati dan akan resorbsi pada waktu yang diharapkan.
ketika fragmen mahkota sangat longgar fragmen koronal yang ekstruksi

harus diekstraksi untuk mencegah anak menghirup itu. fragmen apikal


dapat dibiarkan untuk resorpsi fisiologis. jika anak mampu mengatasi
dan fragmen koronal tidak berpindah, kawat-komposit splint telah
dianjurkan selama 3 minggu. Namun, nilai perawatan semacam ini
tampaknya dipertanyakan.
Concussio dan Subluxasi
Cedera ini tidak memerlukan perawatan akut, namun harus
memberitahukan orangtua untuk menjaga kebersihan mulut anak untuk
mencegah kontaminasi bakteri melalui ligamentum periodontal.
chlorhexidine dapat diaplikasi ke gingiva gigi dua kali sehari selama 7
hari dapat direkomendasikan.
Ekstrusi
Ekstrusi gigi primer dapat mangalami reposisi dan stabil untuk
waktu yang singkat jika anak segera diobati jika ada cedera. jika bekuan
darah sudah masuk ke dalam soket alveolar dan tidak terjadi reposisi,
gigi dapat kembali normal secara spontan atau diekstraksi tergantung
pada tingkat ekstrusi dan mobilitas.
Lateral Luxation
Dalam beberapa kasus lateral luksasi mungkin terdapat gangguan
occlusal. dalam kasus ini, setelah penggunaan anestesi lokal, gigi yang
posisinya kombinasi antara gabungan tekanan labial dan palatal. jika
perlu dan mungkin, splint dapat digunakan selama 2-3 minggu.
Karena open bite anterior pada anak kecil lebih sering terlukasi
lateral gigi utama tidak mengalami gangguan oklusal dapat sembuh
tanpa pengobatan, dan reposisi spontan dipengaruhi oleh kekuatan

fisiologis lidah biasanya dapat terjadi dalam waktu 3 bulan. Namun,


dalam studi lanjutan, 5% dari gigi yang terluksasi lateral tidak
sepenuhnya reposisi setelah 1 tahun.
Untuk mengobati lateral luxations tanpa open bite yang tidak
dapat direposisi, mengikis tepi incisal gigi atas dan bawah atau
sementara menambahkan komposit ke permukaan occlusal molar untuk
membuat artifisial anterior.
Intrusion
Perawatan gigi instrusi dapat dibagi 3, yaitu : Reposisi dengan
pesawat ortodonti, reposisi gigi dengan tindakan bedah dan observasi
gigi dengan cara reerupsi. Sebaiknya jika gigi yang intrusi akarnya
belum tumbuh sempuma, dapat diobservasi dengan cara re-erupsi,
sedangkan jika akar gigi sudah tumbuh sempurna reposisi secara bedah
atau dengan pesawat ortodonti merupakan pilihan.
Perawatan gigi intrusi masih diperdebatkan. masalah penting
adalah pencegahan dari cedera gigi susu berlanjut pada gigi permanen.
dalam studi eksperimen pada monyet, di mana gigi insisif primer yang
sengaja

menghambat

penggantian

gigi

permanen,

tampaknya

mengganggu ekstraksi dari gigi insisif primer histologis mengakibatkan


kerusakan ringan pada epitel enamel gigi pengganti. Namun, dalam
studi makroskopik yang sama, ditemukan frekuensi dan tingkat
makroskopik cacat enamel yang hampir identik dalam dua kelompok.

Studi klinis juga menunjukkan hanya sebagian kecil dan


perbedaan yang tidak signifikan dalam tingkat perkembangan dan
frekuensi pengganggu dalam pertumbuhan gigi permanen ketika
perawatan atau ekstraksi dari intrusi gigi primer telah dibandingkan.
Avulsion
Traumatik injuri pada rongga mulut dan sekitarnya merupakan
kasus yang banyak terjadi di kalangan anak dan remaja, sehingga
mernbutuhkan perhatian baik dan teliti mengenai perawatan dari dokter
gigi. Penyebab trauma pada gigi permanen antara lain jatuh dari sepeda,
berkelahi, kecelakaan lalu linlas dan olahraga.
Keparahan trauma pada gigi geligi

tersebut

dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yang salah satu diantaranya


adalah lepasnya seluruh bagian gigi dari soket atau yang biasa kita sebut
dengan avulsi. Keberhasi1an perawatan dari gigi yang avulsi tergantung
dari berapa lama terjadinya, tempat kejadian, tindakan apa yang
dilakukan pertama kali ketika terjadinya gigi avulsi dan bagaimana cara
penanganan gigi avulsi tersebut. Penanganan pendahuluan terhadap gigi
yang mengalami avulsi ini terdiri dari replantasi, splinting serta kontrol
secara periodik. Kemudian dilanjutkan dengan perawatan saluran akar
dan restorasi resin komposit.
Meskipun beberapa laporan telah dipublikasikan pada replantasi
gigi avulsi, pada praktikya tidak dapat direkomendasikan sampai bukti
lebih lanjut menunjukkan bahwa pengganti permanen tidak akan
terlibat, karena replantasi gigi primer dapat menggantikan coagulum ke

dalam folikel gigi insisal permanen. Selanjutnya, inflamasi periapical


dapat menjadi nekrosis pulp pada replantasi gigi permanen karena
gangguan mineralisasi pertumbuhan gigi permanen.

ruang yang

dihasilkan dari kehilangan gigi incisal primer rahang atas dapat


dikembalikan untuk tujuan estetik dengan manggunakan fixed
appliances.

Namun, perlu perhatian khusus dalam kasus-kasus ini

terhadap kemungkinan gangguan pada fisiologis ekspansi rahang atas


Fractures of The Alveolar Processus
Tulang alveolar merupakan tulang tempat melekat gigi pada
maksila dan mandibula. Fraktur adalah hilang atau putusnya
kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur tulang alveolar adalah hilang
atau putusnya kontinuitas jaringan tulang alveolar pada maksila atau
mandibula.
Fraktur dari processus alveolaris sering terjadi pada maksila
yang tipis dibandingkan dengan mandibula. Akan tetapi, tipe fraktur
yang sering terjadi pada mandibula adalah fraktur alveolar. Trauma
alveolar pada mandibula berhubungan dengan fraktur komplit pada
daerah penyangga gigi, sedangkan pada maksila biasanya disebabkan
oleh trauma lokal. Jika terjadi trauma secara langsung processus
alveolaris bagian anterior memiliki resiko terbesar untuk terjadi
fraktur.
Trauma lokal pada tulang rahang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur pada tulang alveolar. Fraktur pada tulang alveolar

biasanya tidak menyababkan kerusakan yang serius pada gigi, gigi


diharapkan masih dapat melakukan devitalisasi pasca trauma.
Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur tulang alveolar diantaranya adalah
karena trauma facial seperti trauma athletik, terjatuh, kecelakaan
industri, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain. Penyebab lainnya adalah
akibat dari prosedur iatrogenik pada pencabutan gigi.
Gambaran klinik fraktur alveolar
Fraktur prosesus alveolaris biasanya berupa fraktur terbuka
sehingga rentan terhadap infeksi. Fraktur yang terjadi pada tulang
alveolar dapat meluas sampai keperbatasan tulang. Pada segmen yang
fraktur sering ditemukan pergerakan, pergeseran segmen, dan
dislokasi. Terjadi perubahan oklusal akibat ketidaksejajaran dari
segmen alveolar yang fraktur. Tes sensitivitas pada gigi di daerah
fraktur dapat positif atau negatif. Pada fraktur tulang alveolar, gigi
dapat mengalami perubahan posisi, gigi dapat menjadi luksasi, avulsi,
atau impaksi.
Gambaran radiografis
Pada fraktur tulang alveolar garis fraktur dapat terlokalisasi,
dari tepi tulang alveolar sampai apeks akar. Teknik panoramik sangat
membantu dalam menentukan bagian dan posisi garis fraktur. Garis
fraktur dapat terlihat dengan atau tanpa adanya pemisahan
fragmen. Periapical dental radiographs dapat memberikan informasi
mengenai status gigi geligi di daerah tulang alveolar yang mengalami
fraktur.

Klasifikasi
Klasifikasi dari fraktur tulang alveolar menurut Per Clark

Kelas 1, fraktur pada segmen edentulous

Kelas 2, fraktur pada segmen dentulous dengan

sedikit

perubahan posisi

Kelas 3, fraktur pada segmen dentulous dengan sedang-berat


perubahan posisi

Kelas 4, fraktur processus alveolaris. Terdapat satu atau lebih


garis fraktur dengan fraktur pada tulang facial penyangga gigi
Perawatan
Perawatan medikasi
Perawatan ini ditujukan untuk memberi kenyamanan pada
pasien dan untuk mencegah komplikasi terutama akibat infeksi.
Analgesik ringan sampai sedang dapat diberikan, namun perlu
mempertimbangkan status kesehatan umum pasien dan dosis obat.
Contoh analgesik yang bisa diberikan adalah Acetaminophen.
Terapi antibiotik mengurangi prevalensi dari infeksi. Golongan
penisilin diberikan dan disesuaikan dosisnya dengan umur. Pada
pasien yang alergi dengan golongan penisilin, clindamycin dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti.
Perawatan bedah
Pada fraktur alveolar perawatan dilakukan dengan tujuan
mengembalikan segmen farktur ke posisi semula. Sebelum dilakukan
perawatan, sebaiknya dilakukan foto rontgen untuk mengetahui
seberapa luas fraktur yang terjadi. Perawatan dilakukan dengan
bantuan anestesi lokal. Namun pada keadaan tertentu perlu dilakukan
anestesi umum yaitu apabila anastesi lokal tidak berhasil atau pada

pasien yang sangat penakut. Reposisi segmen fraktur yang mengalami


perubahan lokasi dengan melakukan reduksi yaitu menggerakkan
segmen yang fraktur dengan finger manipulation, periksa hubungan
oklusalnya. Fiksasi untuk imobilisasi segmen yang fraktur dengan
splint atau arch bar. Hilangkan kontak prematur dan trauma oklusal.
Stabilisasi segmen yang fraktur tersebut selama 4 minggu. Contoh
cara fiksasi lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan 20 Chromic gut suture material untukimmobilisasi gigi.
Alat untuk stabilisasi segmen dilepas setelah 4-6 minggu
kemudian evaluasi mobilitas gigi dan segmen. Untuk mengetahui
keberhasilan perawatan, lakukan foto rontgen. Status pulpa perlu dilihat
untuk mempertimbangkan kemungkinan perawatan endodontik bila gigi
menjadi nonvital.
Tabel Ringkasan Penanggulangan Trauma Gigi Sulung Anterior
Trauma
Enamel (Kelas I)

Enamel dan dentin (Kelas

Treatment Pulpa
Observasi
Perhatikan bila terdapat
perbedaan warna
Calcium hydroxide liner

Restorasi
Smooth / rough edges

Acid etch composite resin

II)

atau open-faced stainless

Enamel, dentin, dan pulpa

steel crown
Open-faced stainless steel

(Kelas III)

Formocresol pulpotomi
Pulpektomi ( jika devital)

crown

Fraktur Akar
Avulsi
Displacement
Intrusi/Concussion

Ekstraksi
Reposisi
Observasi perubahan

Space maintainer
Space maintainer
Splint

warna atau preerupsi:


a Hitam pulpa
nonvital ; pulpektomi
b Kuning pulpa
terkalsifikasi ;
observasi
Fundamentals of Pediatric Dentistry

Macam-macam Alat Stabilisasi untuk Fraktur Mandibula


Splinting properties
Rigiditas dari splint dapat digambarkan sebagai berikut :

1
a
b

Flexible dan semi-rigid : optimal untuk pulpa dan periodontal healing


Lebih mobility daripada gigi non-injured
Sama dengan mobilitas normal gigi

2
a

Rigid : dapat digunakan pada cervical root fracture dan replantasi gigi

setelah PDL removal dan perawatan fluoride.


Kurang dari mobilitas normal gigi
Splint yang optimal dapat memenuhi mayoritas dari seluruh persyaratan

1
2
3
4
5
6
7

dibawah ini :
Aplikasi direct intraoral
Mudah dibuat dengan matetial yang tersedia dalam praktek dental
Tidak meningkatkan periodontal injury atau memicu caries
Tidak iritasi terhadap jaringan lunak oral
Pasif, tidak menggunakan tekanan orthodontic pada gigi
Serbaguna dalam mencapai rigid, semi-rigid, atau fleksibel splint
Mudah dikembalikan dan berakibat minimal atau tidak ada kerusakan permanen pada

8
9

gigi
Memungkinkan tes pulpa dan perawatan endodontic
Hygiene dan estetik
Tipe-tipe splinting

Suture splint

Gambar : Pemasangan suture splint pada gigi incisive 1 regio 2


Tipe paling simple adalah letak suture pada incisal edge dari palatal/lingual
gingival menuju buccal gingival. Fiksasi seperti ini dapat digunakan, contohnya,
dalam mencegah reposisi incisor dari ekstruding, tapi hanya akan efektif untuk jangka
waktu pendek. Setelah autotransplantasi pada premolar, suture diletakkan pada
permukaan oklusal pada transplant. Suture splint ditemukan untuk meningkatkan
prognosis gigi autotransplanted dibandingkan rigid splint.

Arch bar

Gambar : Penggunaan Arch Bar yang mengiritasi jaringan periodontal disekitar


tempat pemasangan.
Beberapa decade yang lalu, rigid splinting dari gigi luxasi dianggap perlu, dan
jenis splint yang digunakan adalah arch bar atau cap splint. Splint ini menyebabkan
kerusakan pada gigi yang terluka, dikarenakan reposisi tidak akurat, yang dapat
menekan jaringan longgar gigi terhadap dinding soket. Selanjutnya, terdapat resiko
invasi bakteri ke dalam jaringan periodontal karena dekatnya letak splint dan wire
terhadap margin gingival.
c

Orthodontic appliance

Gambar : Penggunaan Orthodontic splint pada anterior rahang atas


Orthodontic ligature wire bonded dengan composite atau attached pada bracket
telah dianjurkan. Bagaimanapun, orthodontic bracket wire dan composite dapat

mengakibatkan iritasi pada mukosa oral, gangguan pada oral hygiene dan
ketidaknyamanan, terutama pada awal dari periode splinting. Selanjutnya, permintaan
untuk splinting pasif (dengan gigi pada posisi netral) terancam jika bracket bersatu
dengan rectangular orthodontic wire. Maka dari itu, direkomendasikan untuk
d

menggunakan malleable steel wire.


Composite
Splint yang sepenuhnya terdiri dari composite resin bersifat estetik dan mudah
untuk dibuat, tetapi telah ditemukan untuk fraktur pada daerah interdental,
sebagaimana material tersebut fragile. Splint bersifat rigid dan dengan demikian
melanggar permintaan untuk splinting pada kebanyakan kasus. Terlebih lagi, karena
kecocokan warna dan bonding strength pada goresan enamel, hal ini sulit untuk
mengembalikannya tanpa merusak underlying tooth structure. Jika splint dengan
material ini harus digunakan, maka dianjurkan untuk splint pada gigi luxasi dengan

hanya satu gigi yang berdekatan.


Wire-composite

Gambar: Pemasangan Wire Composite pada gigi anterior rahang atas


Satu dari keuntungan utama adalah splint CONSTRUCTED dari material yang
secara rutin tersedia di kantor dental. Mudah dimodifikasi menjadi rigid splint oleh
perubahan dimensi dari wire atau oleh penambahan composite selama labial wire up

pada ruang interdental. Bagaimanapun, terdapat masalah yang sama pada resiko
kerusakan potensial pada underlying enamel sebagaimana dengan composite splint.
Pada studi comparative baru pada berbagai tipe dari splint pada sukarelawan,
wire-composite splint terbukti dapat diterima dengan baik, tidak mengakibatkan
kerusakan

besar

pada

mukosa

oral

dan

memperbolehkan

sukarelawan

mempertahankan oral hygiene yg bagus.


Pada beberapa studi yang menggunakan fiber glass daripada wire telah
dideskripsikan dan secara berkala digunakan. Fiber glass ribbon dibasahkan dengan
composite resin dan tidak ada material pengisi yang digunakan. Fleksibilitas dapat
f

divariasikan dengan sejumlah layer dan extention pada splint.


Resin

Gambar : Pemasangan Resin Splint penuh pada permukaan gigi anterior rahang
atas
Protemp dan Luxatemp merupakan multi-fase material resin digunakan dalam
restorasi temporary prosthetic dan untuk lining prefabricated crown. Protemp
merupakan chemical cured; sedangkan Luxatemp merupakan dual cured (chemical
dan light cured).bhal ini memungkinkan untuk menerima material dalam tahapannya,
keuntungan dengan multiple displaced dan reposition teeth. Material ini tidak

menggunakan tenaga pada gigi selama aplikasi dan secara estetik dan hygiene dapat
diterima. Selanjutnya, keduanya telah menunjukkan untuk memperbolehkan
penggunaan semi-rigid splinting.
Pada kasus kehilangan gigi atau dalam mixed dentition, dimana gigi yang
bersebelahan tidak sepenuhnya erupsi, hal ini diperlukan untuk merentangkan area
edentulous. Pada kasus ini, diperlukan reinforcement. Hal ini dapat dicapai dengan
metal bars, orthodontic wire, nylon line, glass fiber, atau synthetic fiber atau tape
yang terdapat di market (Kevlar, Dupont Corp., Fiber-splint, Polydent Corp.,
Mezzovico, Switzerland) dan yang dapat dipadukan dengan resin. Jika tidak tersedia,
bahkan paperclip dapat diluruskan untuk mencapai tujuannya. Diperbolehkan
beberapa material yang bersifat fleksibel dan splint diterima secara direct pada etched
g

crown surface.
Metal (TTS) splint

Gambar 2.15: Pemasangan Metal Splint yang mampu beradaptasi dengan baik
menggunakan bahan titanium
Secara komersial, dental splint yang tersedia telah diperkenalkan. Prefabricated splint
yang terbuat dari titanium telah dilaporkan oleh von Arx dan co-author. Prefabricated

titanium trauma splint (TTS) mempunyai ketebalan hanya 0,2 mm dan dapat dengan
mudah dibengkokan dengan jari dan beradaptasi pada dental arch. Karena desain
rhomboid dari splint, dapat juga beradaptasi dengan panjangnya. TTS berikatan pada
enamel dengan light cured composite resin dan dikembalikan dengan peeling pada
permukaan gigi. Splint ini telah ditemukan agar dapat bertoleransi dengan baik dan
mengakibatkan ketidaknyamanan hanya pada sebagian kecil pasien.

BAB III
KESIMPULAN
Traumatic injury adalah injury yang dapat bersifat fisik (badan) atau emosional yang
dihasilkan oleh luka luka fisik atau mental, atau shock. Traumatic dental injury atau
dental trauma merupakan injury yang terjadi pada mulut, termasuk gigi, bibir, gusi,
lidah, dan tulang rahang. Traumatic Dental Injury terjadi oleh benturan yang dapat
menyebabkan energi mekanis yang cukup untuk menghasilkan suatu injuri/luka.
Peristiwa TDI terjadi karena aktivitas yang menyebabkan kejadian TDI seperti jatuh,
benturan, aktivitas fisik diwaktu senggang, kecelakaan lalu lintas, permaian yang
kasar, kekerasan, penggunaan gigi yang tidak sesuai, serta menggigit benda keras.
Insidensi fraktur adalah sekitar 5%, Ellis melaporkan suatu insidensi 4,2%, dan
Grundy melaporkan suatu insidensi sebesar 5,1%. Hal itu berarti apabila terdapat 100
orang, maka 5 diantaranya mengalami fraktur dentoalveolar. Anak laki-laki
mempunyai sekitar 2 sampai 3 kali lebih banyak gigi yang patah daripada anak
perempuan.
Klasifikasi fraktur oleh Ellis terbagi dalam 9 klas, sedangkan WHO membagi dalam
luka jaringan keras gigi dan pulpa, luka terhadap jaringan periodontal, luka terhadap
tulang pendukung, dan luka pada gingival atau mukosa.
Tanda-tanda klinis fraktur dentoalveolar meliputi adanya kegoyangan dan pergeseran
beberapa gigi dalam satu segmen, laserasi pada gingiva dan vermilion bibir, serta
adanya pembengkakan atau luka pada dagu, adanya luka pada gingiva dan hematom
di atasnya, serta adanya nyeri tekan pada daerah garis fraktur. Penanganan trauma

secara umum dan segera meliputi pemeriksaan jalur nafas, sumbatan jalan napas yang
tertunda, perdarahan, antibiotik, perawatan pendukung, dan kontrol rasa sakit.
Perawatan fraktur mahkota dan akar berbeda-beda tergantung daerah yang mengalami
fraktur (email, mahkota, pulpa, akar) dan tingkat keparahan fraktur. Avulsi gigi adalah
berpindahnya gigi secara menyeluruh dari soketnya. Perawatan avulsi adalah dengan
replantasi yang dapat dilakukan di ruang praktik dokter gigi.
Jika restorasi akhirnya ditunda, restorasi sementaranya harus bisa bertahan selama
mungkin (sampai satu tahun). Restorasi ini harus protektif, rapat, dan bagus estetik
serta fungsinya. Restorasi sementara semipermanen untuk gigi posterior yang baik
adalah amalcore yang mengonlay cusp yang telah lemah, sehingga dapat
melindungi

fungsi

dan

kerapatannya.

Pada

prinsipnya

ada

tiga,

yaitu

mempertahankan struktur gigi, retensi, dan proteksi sisa gigi.


Penanggulangan gigi sulung yang terkena trauma harus memperhatikan efeknya
terhadap benih gigi, serta tergantung dari tempat terjadinya fraktur dan tingkat
keparahannya.
Fraktur prosesus alveolaris adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan tulang
alveolar pada maksila atau mandibula, namun lebih sering terjadi pada maksila.
Klasifikasinya berdasarkan pembagian oleh per Clark yang membaginya dalam 4
kelas. Perawatan ditujukan untuk memberi kenyamanan pada pasien dan untuk
mencegah komplikasi terutama akibat infeksi. Terapi yang diberikan adalah obat
obatan dan bedah.
Macam-macam alat stabilisasi untuk fraktur mandibula meliputi splinting. Termasuk
di dalamnya jenis rigid dan non-rigid. Syarat splinting yang baik adalah aplikasi
direct intraoral, mudah dibuat dengan matetial yang tersedia dalam praktek dental,

tidak meningkatkan periodontal injury atau memicu caries, tidak iritasi terhadap
jaringan lunak oral, pasif tidak menggunakan tekanan orthodontic pada gigi,
serbaguna dalam mencapai rigid, semi-rigid, atau fleksibel splint, mudah
dikembalikan dan berakibat minimal atau tidak ada kerusakan permanen pada gigi,
memungkinkan tes pulpa dan perawatan endodontic, hygiene dan estetik. Tipe-tipe
splinting termasuk suture splint, arch bar, orthodontic appliance, composite, wirecomposite, resin, dan metal splint.

DAFTAR PUSTAKA
Booth, Peter Ward, dkk. 2012. Maxillofacial Trauma & Esthetic Facial
Reconstruction. Missouri: Elsevier.
Fonseca RJ., 2005. Oral and Maxillofacial Trauma. 3 rd ed. St. Louis : Elsevier
Saunders.
Grossman, Louis I, Seymour Oliet. 1988. Endodontic Practice 11th edition.
Philadelphia: Lea & Febiger.
Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002
Mathewson, Richard J., DDS, MS, PhD., Primosch, E. Robert, DDS, MS, Mend
1995. Fundamental of Pediatric Dentistry, 3 rd. Ed. Quintescience Publishing
Co, Inc. US.
Peterson Lj., 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4 th ed St Louis :
Mosby
Riyanti, Eriesca., Sp.KGA. Penatalaksanaan Trauma Gigi Pada Anak
pustakaunpad.ac.id
http://media.unpad.ac.id/thesis/160110/2007/160110070075_2_9049.pdf

Anda mungkin juga menyukai