Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien

: An. A

Umur

: 9 tahun

Alamat

: Bulung Kulon 01/08 Kudus

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Suku / Agama

: Jawa / Islam

Pekerjaan

: Pelajar

No. CM

: 735 298

Tanggal pemeriksaan : 8 Juni 2016


B. ANAMNESIS
Dilakukan pada hari Rabu, 8 Juni 2016 pukul 11.00 WIB di Bangsal Bougenvile 2
RSUD Kudus.
Keluhan Utama
Mata kanan merah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Kudus dengan keluhan mata merah pada
mata kanan 2 minggu yang lalu, mata merah kanan terasa merah timbul secara
mendadak, keluhan tidak berkurang dengan istirahat. Keluhan mata merah disertai
dengan penurunan penglihatan secara perlahan dan pandangan menjadi kabur hanya
dapat melihat bayangan.
Pasien juga mengeluhkan mata kanan kadang terasa kemeng dan gatal, pasien
kadang mengucek mata bila timbul gatal. Pasien menyangkal adanya keluhan silau
jika melihat cahaya langsung, pusing , melihat benda kecil melayang, belekan.
Pasien mengaku sebelumnya matanya pernah terbentur sikut. Pasien mengaku
pernah berobat untuk keluhan mata merah pada bidan dan diberikan obat tetes mata
namun setelah diberikan obat tetes mata , keluhan pada mata tidak membaik.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma pada mata (+)

Riwayat pernah mengalami keluhan yang sama (-)

Riwayat Sakit Gigi (-)

Riwayat sakit nyeri sendi (-)

Riwayat alergi (-)

Riwayat pengobatan TB (-)

Riwayat penyakit mata/ Op. mata (-)

Riwayat penggunaan kacamata/kontak lens (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang serupa.

Riwayat pemakaian kacamata pada keluarga (-)

Riwayat darah tinggi (-)

Riwayat Alergi (-)

Riwayat kencing manis (-)

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang siswa

Biaya pengobatan ditanggung BPJS

Kesan ekonomi cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran

: Compos mentis

Tanda-tanda vital

Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 92 x/menit

RR

: 20 x/menit
2

Suhu

: 36,5 0C

Status Gizi

: Cukup

Status Oftalmikus
OD

OS

Keterangan :
OCULI DEXTRA(OD)
1/300
Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal,

PEMERIKSAAN
Visus
Koreksi

OCULI SINISTRA(OS)
>6/60
Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal,

enoftalmus (-),

Bulbus okuli

enoftalmus (-),

eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),

eksoftalmus (-),
Palpebra
3

strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),

nyeri tekan(-),

nyeri tekan (-),

blefarospasme (-),

blefarospasme (-),

lagoftalmus (-),

lagoftalmus (-)

ektropion (-), entropion (-)


Edema (-),

ektropion (-),entropion (-)


Edema (-),

injeksi konjungtiva (-),

injeksi konjungtiva (-),

injeksi siliar (-),

Konjungtiva

infiltrat (-),

injeksi siliar (-),


infiltrat (-),

hiperemis (-),
Putih
Bulat, edema (-),

Sklera

hiperemis (-),
Putih
Bulat, edema (-),

keratik presipitat(-),

Kornea

keratik presipitat(-),

infiltrat (-), sikatriks (-)

infiltrat(-), sikatriks (-)

Arkus senilis (-)


Jernih, kedalaman cukup

Camera Oculi

Arkus senilis (-)


Jernih, kedalaman cukup,

hipopion (-),

Anterior

hipopion (-),

hifema (-)

(COA)

hifema (-)

Kripta(-), atrofi (-) ,warna

Iris

Kripta(+),atrofi (-) ,warna

coklat ,edema(-), synekia (+)

coklat ,edema(-), synekia (-),

bulat, diameter : 6 mm, letak

bulat, diameter 2 mm,

sentral,

Pupil

letak sentral,

refleks pupil langsung (-),

refleks pupil langsung (+),

refleks pupil tak langsung (-)

refleks pupil tak langsung (+)

Tidak dapat dinilai

Lensa

Jernih

Tidak dapat dinilai

Retina

Perdarahan (-), eksudat (-),


ablasio (-), sikatriks (-),

Negative

Fundus Refleks

neovaskularisasi (-)
Positif

TIO Digitalis

Epifora (-), lakrimasi (-)

Sistem Lakrimasi

Epifora (-), lakrimasi (-)

Tidak dapat dinilai

Optic Disc

Papil N II bentuk bulat, batas


tegas, warna kuning
kemerahan, C/D Ratio 0,3,
Ratio A/V 2:3, Edema (-),
Perdarahan (-),
Neovaskularisasi (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 02-06-16
Pemeriksaan
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
MCH
MCHC
MCV
RDW

Hasil
10,0
4,37
36,2
306.000
11.800
46,4*
45,3*
4,6
2,7
0,8
27,9
33,7
82,8
10,2

Satuan
11,5-15,5 g/dL
4,0-5,2 jt/ul
35-45 %
150.000-400.000/L
4500-14.500/L
50 70%
25 40%
2 8%
2 4%
0 1%
27-31 pg
33-37 g/dL
79,0-99,0 fL
10,0-18,0 %

E. RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki usia 9 tahun dengan keluhan OD merah sejak
2 minggu yang lalu. OD merah timbul secara mendadak, keluhan tidak berkurang
dengan istirahat. OD merah disertai dengan penurunan penglihatan secara perlahan
dan hanya dapat melihat bayangan. Terkadang mata kanan terasa kemeng dan gatal,
5

pasien kadang mengucek mata bila timbul gatal. Keluhan seperti silau jika melihat
cahaya langsung, pusing , melihat benda kecil melayang, belekan disangkal. Riwayat
mata kanan pernah terbentur sikut. Pasien pernah berobat untuk keluhan mata merah
pada bidan dan diberikan obat tetes mata namun keluhan pada mata tidak membaik.
Riwayat

trauma

mata

(+),alergi

(-), TB(-),

Op.

mata

(-),

penggunaan

kacamata/kontak lens (-).


OCULI DEXTRA(OD)
1/300

PEMERIKSAAN
Visus

OCULI SINISTRA(OS)
>6/60

Kripta(-), atrofi (-) ,warna

Iris

Kripta(+),atrofi (-) ,warna

coklat ,edema(-), synekia (+)

coklat ,edema(-), synekia (-),

bulat, diameter : 6 mm,

bulat, diameter 3 mm,

letak sentral,

Pupil

letak sentral,

refleks pupil langsung (-),

refleks pupil langsung (+),

refleks pupil tak langsung (-)

refleks pupil tak langsung (+)

Tidak dapat dinilai

Lensa

Jernih

Tidak dapat dinilai

Retina

Perdarahan (-), eksudat (-),


ablasio (-), sikatriks (-),

Negative

Fundus Refleks

Tidak dapat dinilai

Optic Disc

F. DIAGNOSIS BANDING
- OD Panuveitis
- OD Uveitis Anterior
-

OD Uveitis Posterior

OD Konjungtivitis

OD Keratitis/keratokonjungtivitis

OD glaukoma akut
6

neovaskularisasi (-)
Positif
Papil N II bentuk bulat, batas
tegas, warna kuning
kemerahan, C/D Ratio 0,3,
Ratio A/V 2:3, Edema (-),
Perdarahan (-),
Neovaskularisasi (-)

G. DIAGNOSA KERJA
- OD Panuveitis
H. DASAR DIAGNOSA
- OD Panuveitis
Anamnesa :
OD merah disertai dengan penurunan penglihatan secara perlahan dan hanya
dapat melihat bayangan, kemeng,gatal. Riwayat trauma mata (+).
Pemeriksaan Fisik :
OCULI DEXTRA(OD)
1/300
Kripta(-), synekia (+)

PEMERIKSAAN
Visus
Iris

OCULI SINISTRA(OS)
>6/60
Kripta (+), Synekia (-)

diameter : 6 mm

Pupil

diameter 3 mm

refleks pupil langsung (-),

refleks pupil langsung (+),


refleks pupil tak langsung
(+)

refleks pupil tak langsung (-)

Tidak dapat dinilai

Lensa

Jernih

Tidak dapat dinilai

Retina

Perdarahan (-), eksudat (-),


ablasio (-), sikatriks (-),

Negative

Fundus Refleks

Tidak dapat dinilai

Optic Disc

neovaskularisasi (-)
Positif
Papil N II bentuk bulat, batas
tegas, warna kuning
kemerahan, C/D Ratio 0,3,
Ratio A/V 2:3, Edema (-),
Perdarahan (-),
Neovaskularisasi (-)

I. TERAPI

Promotif

Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita, serta perjalanan


penyakit dan komplikasi.
7

Preventif

Menjaga kebersihan mata

Hindari bahan-bahan yang dapat mengiritasi mata.

Gunakan pelindung mata saat bepergian agar mata tidak terpapar oleh debu
dan sinar matahari.

Mencegah agar tidak terjadi rekurensi dan komplikasi

Mencari faktor risiko / fokal infeksi

Kuratif

Cendotropin 1% (Atropine sulfat) 3 dd gtt 1 OD

Inmatrol (Dexamethasone ,Polymyxin B sulfate, Neomycin) eye drop 6 dd gtt


1 OD

Dexametason inj 2 dd 1amp

Rehabilitatif

Kontrol rutin ke dokter spesialis mata.

J. PROGNOSIS

Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad kosmetikam
Quo ad functionam

OCULI DEXTRA
(OD)
Dubia ad bonam
Dubia ad malam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

OCULI SINISTRA
(OS)
ad bonam
ad bonam
ad bonam
ad bonam

K. USUL DAN SARAN


Usul:
- ANA autoimun
Saran:
Gunakan obat tetes mata dengan teratur dan sesuai anjuran pakai.

Melakukan kontrol rutin ke dokter spesialis mata minimal 1 bulan sekali


atau segera jika terdapat keluhan.

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI UVEITIS DAN PANUVEITIS


Uveitis didefinisikan sebagai proses inflamasi pada salah satu atau semua bagian dari
uvea (iris, badan siliar/korpus siliar, dan koroid). Sedangkan uveitis difus atau panuveitis adalah
proses inflamasi yang mengenai semua unsur traktus uvealis atau dengan kata lain panuveitis
tidak memiliki tempat inflamasi/peradangan yang predominan dimana inflamasi merata pada
9

kamera okuli anterior, vitreous, retina dan atau koroid seperti retinitis, koroiditis, dan vaskulitis
retinal. Keadaan ini seringnya disebabkan karena infeksi yang berkembang pada toxocariasis
infantil, endoftalmitis bakterial postoperasi, atau toksoplasmosis yang berat. Ciri morfologis khas
seperti infiltrat geografik secara khas tidak ada. 1
Uvea merupakan lapisan vaskular mata yang tersusun atas banyak pembuluh darah yang
dapat memberikan nutrisi kepada mata. Adanya peradangan pada area ini dapat mempengaruhi
elemen mata yang lain seperti kornea, retina, sklera, dan beberapa elemen mata penting lainnya. 1
B. EPIDEMIOLOGI
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian
panuveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya panuveitis diakibatkan oleh
toxoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk panuveitis pada umumnya oftalmia simpatika
akibat tingginya angka trauma tembus. Sedangkan pada wanita banyak disebabkan oleh
toxoplasmosis.1
C. LOKASI PANUVEITIS
Lokasi anatomi panuveitis pada dasarnya merupakan seluruh traktus uvealis yang
merupakan gabungan dari uveitis anterior, uveitis intermediet, dan uveitis posterior, yaitu
meliputi:
a) Uveitis anterior
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus. 1,2

Gambar 1. Lokasi Panuevitis (gabungan dari lokasi uveitis anterior, intermediet, dan
posterior)2

10

D. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis panuveitis meliputi gambaran klinis yang terjadi pada uveitis
anterior,intermediet,dan posterior. Gambaran klinis dari uveitis anterior antara lain: fotofobia,
epifora, gatal yang dalam dan tumpul pada daerah sekitar orbit mata dan sekitarnya. Gejala akan
memburuk apabila terpapar cahaya sehingga pasien sering datang ke pasien dengan mengenakan
kacamata. Epifora yang terjadi dihubungkan dengan peningkatan stimulasi neuron dari kelenjar
airmata, dan tidak ada hubungannya dengan sensasi benda asing yang dirasakan.3-5
Tajam penglihatan tidak selalu menurun drastis (20/40 atau kadang masih lebih baik,
walaupun pasien melaporkan pandangannya berkabut). Daya akomodasi menjadi lebih sulit dan
tidak nyaman. Inspeksi difokuskan pada kongesti palpebra ringan hingga sedang dan
menyebabkan pseudoptosis. Kadang dapat ditemukan injeksi perilimbus dari konjungtiva dan
sklera, walaupun konjungtiva palpebra normal. Kornea dapat terlihat edem pada pemeriksaan
slitlamp. Pada beberapa kondisi yang lebih parah, dapat ditemukan deposit endotel berwarna
coklat keabu-abuan yang disebut keratic precipitates (KP).5

Gambar 2. Keratic Precipitates4

Tanda patagonomis dari uveitis anterior adalah ditemukannya sel leukosit (hipopion); dan
flare (protein bebas yang lepas dari iris dan badan siliar yang meradang; dan dapat ditemukan
pada kamera okuli anterior sehingga kamera okuli anterior tampak kotor dan berkabut). Iris dapat
mengalami perlengketan dengan kapsul lensa (sinekia posterior) atau kadang dapat terjadi

11

perlengketan dengan kornea perifer (sinekia anterior). Sebagai tambahan kadang terlihat nodul
granulomatosa pada stroma iris.3-5

Gambar 3. Sinekia posterior.5

Gambar 4. Flare.5

12

Gambar 5. Hipopion.6

Gambar 6. Uveitis anterior dengan keratik presipitat mutton-fatdan nodul Koeppe dan Busacca.6

Gambar 7. Uveitis anterior dengan nodul Busacca pada permukaan iris

13

dan sedikit mutton-fat pada aspek inferior.6

Tekanan intraokular dapat menurun karena penurunan sekresi dari badan siliar. Namun
saat reaksi berlangsung, produk peradangan dapat perakumulasi pada trabekulum. Apabila debris
ditemukan signifikan, dan apabila badan siliar menghasilkan sekresi yang normal maka dapat
terjadi peningkatan tekanan intraokular dan menjadi glaukoma uveitis sekunder.
Uveitis Intermediate adalah bentuk peradangan yang tidak mengenai uvea anterior atau
posterior secara langsung. Sebaliknya ini mengenai zona intermediate mata. Ini terutama terjadi
pada orang dewasa muda dengan keluhan utama melihat bintik-bintik terapung di dalam
lapangan penglihatannya. Pada kebanyakan kasus kedua mata terkena. Tidak ada perbedaan
distribusi antara pria dengan wanita. Tidak terdapat rasa sakit, kemerahan, maupun fotofobia.
Pasien mungkin tidak menyadari adanya masalah pada matanya, namun dokter melihat adanya
kekeruhan dalam vitreus, yang sering menutupi pars plana inferior, dengan oftalmoskop. 5
Jikapun ada, hanya sedikit gejala uveitis anterior. Kadang-kadang terlihat beberapa sel di
kamera okuli anterior, sangat jarang terjadi sinekia posterior dan anterior. Sel radang lebih besar
kemungkinan terlihat di ruangan retrolental atau di vitreus anterior pada pemeriksaan dengan slitlamp. Sering timbul katarak subkapsular posterior. Oftalmoskopi indirek sering menampakan
kekeruhan tipis bulat halus di atas retina perifer. Eksudat seluler ini mungkin menyatu, sering
menutupi pars plana. Sebagian pasien ini mungkin menunjukan vaskulitis, yaitu terlihat adanya
selubung perivaskuler pada pembuluh retina.4,5
Pada kebanyakan pasien, Penyakit ini tetap stasioner atau berangsur membaik dalam
waktu 5 sampai 10 tahun. Pada beberapa pasien timbul edema makular kistoid dan parut makular
permanen, selain katarak subkapsular posterior. Pada kasus berat dapat terjadi pelepasan
membran-membran siklitik dan retina. Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang jarang
terjadi.

Uveitis posterior merupakan peradangan pada koroid dan retina; meliputi koroiditis,
korioretinitis (bila peradangan koroidnya lebih menonjol), retinokoroiditis (bila peradangan
retinanya lebih menonjol), retinitis dan uveitis disseminta. Kebanyakan kasus uveitis posterior
bersamaan dengan salah satu bentuk penyakit sistemik. 5

14

Secara tipikal, retinitis merupakan manifestasi dari infeksi toksoplasma dan herpes.
Koroiditis dapat muncul diikuti dengan uveitis granulomatosa (seperti tuberkulosis, sarcoidosis,
penyakit Lyme, sifilis), histoplasmosis, atau sindrom yang tidak biasa seperti korioretinitis
serpiginous atau birdshot. Papilitis dapat timbul dengan toksoplasmosis, retinitis viral, limfoma,
atau sarkoidosis.6
Lesi pada segmen posterior mata dapat fokal, geografis atau difus. Yang menimbulkan
kekeruhan pada vitreus di atasnya harus dibedakan dari yang tidak pernah menimbulkan sel-sel
vitreus. Jenis dan distribusi kekeruhan vitreus harus dijelaskan. Lesi radang di segmen posterior
umumnya berawal tenang, namun ada yang disertai kekeruhan vitreus dan kehilangan
penglihatan secara tiba-tiba. Penyakit demikian biasanya disertai uveitis anterior, yang pada
gilirannya kadang-kadang diikuti sebentuk glaukoma sekunder.
Uveitis posterior pada pasien 3 tahun dapat disebabkan oleh sindrom samaran, seperti
retinoblastoma atau leukemia. Penyebab infeksi uveitis posterior pada kelompok umur ini adalah
infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, sifilis, retinitis herpes, dan infeksi rubella. 5,6
Dalam kelompok umur 4 sampai 15 tahun, penyebab uveitis posterior termasuk
toksokariasis, toksoplasmosis, uveitis intermediate, infeksi sitomegalovirus, sindrom samaran,
panensefalitis sklerosis subakut, dan kurang penting, infeksi bakteri atau fungi pada segmen
posterior. Dalam kelompok umur 16 sampai 40 tahun, yang termasuk diagnosis diferensial adalah
toksoplasmosis, penyakit Behcet, sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, sifilis, endoftalmitis candida,
dan kurang sering, infeksi bakteri endogen misalanya meningitis meningococcus. 6
Pasien uveitis posterior dan berumur di atas 40 tahun mungkin menderita sindrom nekrosis retina
akut, toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus, retinitis, sarcoma sel retikulum, atau kriptokosis.
Uveitis yang terjadi unilateral lebih condong untuk diagnosis akibat toksoplasmosis,
kandidiasis, toksocariasis, sindrom nekrosis retina akut, atau infeksi bakteri endogen. Onset
uveitis posterior bisa akut dan mendadak atau lambat tanpa gejala. Penyakit pada segmen
posterior mata yang onset mendadak adalah retinitis toksoplasmosis, nekrosis retina akut, dan
infeksi bakterial. Kebanyakan penyebab uveitis posterior yang lain onsetnya lambat.4,5

E. PENDEKATAN DIAGNOSIS PANUVEITIS

15

Gejala penyakit pada traktus uvealis tergantung tempat terjadinya penyakit itu. Misalnya,
karena terdapat serabut-serabut nyeri di iris, pasien dengan iritis akan mengeluh sakit dan
fotofobia. Peradangan iris itu sendiri tidak mengaburkan penglihatan kecuali bila prosesnya berat
atau cukup lanjut hingga mengeruhkan humor aqueous, kornea, dan lensa. Penyakit koroid
sendiri tidak menimbulkan sakit atau penglihatan kabur. Karena dekatnya koroid dengan retina,
penyakit koroid hampir selalu melibatkan retina, penglihatan sentral akan terganggu. 7 Vitreus
juga dapat menjadi keruh sebagai akibat infiltrasi sel dari bagian koroid dan retina yang merdang.
Namun gangguan penglihatan proposional dengan densitas kekeruhan vitreus dan bersifat
reversible bila peradangan mereda. Adapun, secara umum pasien yang sedang mengalami
peradangan uvea akan mengeluhkan gejala-gejala umum sebagai berikut:
-

Mata merah (hiperemis konjungtiva)

Mata nyeri

Fotofobia

Pandangan mata menurun dan kabur

Epifor
Pasien dengan uveitis anterior menunjukan banyak gejala. Gejala-gejala ini bervariasi

dari gejala ringan (pandangan kabur dengan kondisi mata normal) hingga gejala berat, fotofobia,
dan hilang penglihatan yang berhubungan dengan injeksi yang muncul dan hipopion. Faktor
diluar gejala mata kadang membantu dalam menegakan diagnosis uveitis anterior. Onset, durasi,
dan keparahan gejala seperti unilateral atau bilateral harus diketahui. Selain itu usia pasien, latar
belakang pasien, dan keadaan mata harus menjadi pertimbangan. Riwayat rinci dan review dari
sistem merupakan pendekatan diagnosis yang berharga bagi pasien dengan uveitis. 7

Untuk menegakkan diagnosis dari uveitis ada beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan
antara lain:
1.

Pemeriksaan subyektif mata


a. Pemeriksaan subyektif mata yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan tajam
pengllihatan, pemeriksaan gerakan bola mata.
16

b. Pada mata yang terkena akan mengalami penurunan tajam penglihatan


c. Sedangkan pada pemeriksaan gerakan bola mata ditemukan hasil yang normal.
2.

Pemeriksaan obyektif mata


Pada pemeriksaan obyektif mata dapat ditemukan:
a. Pemeriksaan sekitar mata, palpebra, dan duktus lakrimalis dalam kondisi normal
b. Ditemukan injeksi konjungtiva (Pola dari injeksi konjungtiva pada uveitis sering
ditemukan pada 360 derajat dari injeksi perilimbus dan akan semakin meningkat menuju
arah limbus. Hal inilah yang membedakannya dengan konjungtivitis yang terlihat
injeksi semakin banyak dengan arah menjauhi limbus.)
c. Pemeriksaan tekanan intraokular dapat meningkat atau menurun, tergantung kondisi dari
produksi humor aqueous, drainase, dan keberadaan sel radang, putih dan merah.
d. Pada pemeriksaan iris dapat ditemukan sinekia.
e. Pupil, pasien dapat mengalami fotofobia direct ketika cahaya secara langsung mengenai
iris yang terkena, sebagaimana fotofobia consensus ketika cahaya secara langsung
mengenai iris berlawanan. Arti klinis dari temuaan ini yaitu:
-

Fotofobia consensus sangat membantu dalam membedakan antra iritis dan beberapa
penyebab fotofobia lain, seperti konjungtivitis.

Pupil dalam kondisi miosis.

3.

Pemeriksaan funduskopi

4.

Pemeriksaan biomikroskopis/slit lamp


a. Periksa epithelium dari kornea untuk menemukan adanya abrasi, edem, ulkus, atau
benda asing.
b. Lakukan inspeksi pada kondisi ulkus yang dalam dan edema kornea
c.

Temukan tanda patogonomis dari iritis yaitu keratitic precipitates / KP (sel darah putih
pada endothelium). Apabila ditemukan KP kecil-sedang maka diklasifikasikan ke

17

dalam uveitis nongranuloma, sedangkan KP pada uveitis granuloma lebih besar, kotor,
dan penuh lemak (gambaran granula mutton-fat).
d. Pada kamera okuli anterior ditemukan fler (sel radang) yang menyebabkan kamera
okuli anterior tampak kotor.
e. Sel darah merah (hifema) atau sel darah putih (hipopion) dapat ditemukan pada kamera
okuli anterior dan dapat diklasifikasikan menjadi derajat +1 s/d +4:
- 0 tidak ditemukan
- +1 ditemukan dalam jumlah sedikit
- +2ditemukan dalam jumlah sedang (iris dan lensa masih terlihat jelas)
- +3 iris dan lensa terlihat berkabut
- +4 intens (ditemukan deposit fibrin dan aqueous terkoagulasi).
5.

Pemeriksaan laboratorium
a.

Pemeriksaan laboratorium ini dilakukan jika saat dilakukan anamnesis ditemukan


hubungan etiologi uveitis dengan penyebab sistemik. Namun pemeriksaan
laboratorium ini tidak dilakukan bila pasien mengalami uveitis nongranulomatosus
unilateral untuk pertama kali dan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak
ditemukan penanda yang khas

b. Apabila dalam kondisi uveitis bilateral, uveitis granulomatosa, dan uveitis rekurens,
pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak menunjukan tanda khas maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium nonspesifik, seperti tes darah lengkap, dll.

F.

TATALAKSANA
Penanganan panuveitis paling awal adalah melakukan diagnosis yang tepat dan bagi

setting penanganan pelayanan primer ataupun pada IRD segera melakukan rujukan kepada ahli
spesialis mata. Walaupun ditemukan mata merah dan ditemukan sel radang, darah putih, atau
darah merah pada kamera okuli anterior, antibiotik tidak diindikasikan untuk diberikan kepada

18

pasien. Penanganan panuveitis secara garis besar bertujuan untuk mencegah komplikasi
penglihatan, mengurangi keluhan pasien, dan mentatalaksana penyakit yang mendasari. 8
Adapun penanganan secara medikamentosa, ditujukan untuk mengurangi nyeri dan
peradangan. Secara tradisional, manajemen medis terdiri atas kortikosteroid topikal atau sistemik
dan sering diberikan sikloplegik. Obat yang dapat dipakai adalah:

1.

Pemberian Obat Anti Radang


Kortikosteroid
Kortikosteroid memiliki efek yang baik untuk menghambat peradangan yaitu
dengan cara:

Mengurangi gejala radang dengan cara menghambat pengeluaran asam arakidonat dari
fosfolipid, menghambat transkripsi dan mengaktifkan sitokin, dan membatasi aktifitas sel
B dan sel T. Kortikosteroid diberikan dengan indikasi adanya peradangan yang bukan
disebabkan karena infeksi.

Mengurangi permeabilitas pembuluh darah

Mengurangi pembentukan jarangan parut


Cara pemberian dengan topikal, periokular dan sistemik. Pemberian dosis juga
sangat bervariasi, tergantung dari kondisi pasien, tapi pemberian dalam jumlah minimal
untuk mengontrol inflamasi harus diberikan untuk menurunkan peluang terjadinya
komplikasi. Initial dose yang digunakan untu mengontrol penyakit rata-rata dari 2,5 mg
hingga beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dari 3-4 minggu, kortikosteroid
diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang paling kecil dengan masa kerja yang pendek
dapat diberikan setiap pagi untuk meminimal efek samping karena kortisol mencapai
puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan terjadi umpan balik yang maksimal dari seekresi
ACTH. Sedangkan pada malam hari kortikosteroid level yang rendah dan dengan sekresi
ACTH yang normal sehingga dosis rendah dari prednison (2,5 sampai 5mg) pada malam hari
sebelum tidur dapat digunakan untuk memaksimalkan supresi adrenal.
Penggunaan glukokortikoid jangka panjang yaitu lebih dari 3 sampai 4 minggu
perlu dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk mencari dosis pemeliharaan
dan menghindari terjadi supresi adrenal. Cara penurunan yang baik dengan menukar dari
dosis tunggal menjadi dosis selang sehari diikuti dengan penurunan jumlah dosis obat. Untuk
19

mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal kortikosteroid dapat diberikan selang
sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari (jam8), karena kadar kortisol tertinggi dalam
darah pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat
penyakit dapat kambuh. Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih
diberikan kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari pemberian
obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapi 7,5 mg
prednison, selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid
lagi. Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis
fisiologik. Seterusnya dapat diberikan selang sehari.

Adapun beberapa hal penting yang perlu diperhatikan antara lain:


Kortikosteroid topikal : untuk uveitis anterior, digunakan steroid topikal tetes.
Tergantung dari keparahan peradangan yang akan dipulihkan, frekuensi pemberian
bervariasi. Prednisolon asetat 1% merupakan obat yang paling disukai namun karena
persediaan berbentuk precipitate, sehingga pasien harus menggoyangkan dahulu botol
sebelum digunakan. Kadang-kadang steroid dapat menyebabkan hipertensi okular;
sehingga pemakaian dalam jangka 4-6 minggu perlu dimonitor.
Kortikosteroid periokular; digunakan apabila segmen posterior terkena atau ketika mulai
dirasakan gejala yang mengarah komplikasi. Pemberian terapi inisial selama 3-4 minggu
sebelum pemberian steroid jangka panjang dapat membantu mengidentifikasi pasien
yang responsive terhadap kortikosteroid. Beberapa bukti menunjukan bahwa injeksi
dalam transeptal menyebabkan lebih sedikit hipertensi ocular dibandingkan dengan
pemberian sub-tenon. Namun pemberian injeksi ini tidak digunakan pada pasien dengan
uveitis yang infeksius atau skleritis karena penebalan sclera dan kemungkinan terjadi
perforasi.
Kortikosteroid sistemik; diberikan pada saat:
1.

Uveitis yang mengancam penglihatan seperti beresiko menyebabkan kebutaan

2.

Uveitis yang tidak responsive terhadap pemberian dengan metode lainnya

Contoh obat kortikosteroid yang digunakan untuk uveitis:


- Prednisolone 1% (pred forte) steroid paling kuat dan merupakan drug of choice untuk
uveitis. Prednisolone dapat menurunkan reaksi peradangan dengan mendepresi migrasi dari
leukosit PMN dan menurunkan permeabilitas dari pembuluh darah. Homatropine dapat
menghambat kerja obat carbacol dan kolinesterase inhibitor. Selain itu prednisolone juga
tidak boleh digunakan pada pasien hipersensitif dengan prednisolone dan pasien sedang
mengalami infeksi jamur, virus, dan bakteri. Dosis yang digunakan yaitu 1 gtt setiap 1-6 jam
(dewasa). Prednisolone dapat meningkatkan tekanan intraocular dan beresiko menimbulkan
katarak dalam pemakaian jangka panjang.

20

2.

Obat sikloplegia
Obat sikloplegia bekerja melumpuhkan otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi pupil.

Selain itu, juga mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melumpuhkan akomodasi.
Mekanisme ini dapat mengurangi rasa nyeri dan fotofobia yang terjadi.
Contoh obat sikloplegia:
-

Atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik kuat dan juga bersifat midriatik. Efek maksimal
dicapai setelah 30-40 menit. Bila terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal
kembali 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin memberikan efek samping seperti nadi
cepat, demam, merah, dan mulut kering.

Siklopentolate 0,5-2% (cyclogyl) menyebabkan efek sikloplegia 25-75 menit dan midriasis
setelah 30-60 menit. Efek yang dihasilkan bertahan selama 1 jam. Namun efek ini dapat
menurun pada kondisi parah. Sehingga homatropin lebih sering digunakan pada uveitis
dibandingkan siklopentolat. Siklopentolate dapat menghambat kerja obat carbacol dan
kolinesterase inhibitor. Selain itu siklopentolate juga tidak boleh digunakan pada pasien yang
mengalami glaukoma sudut tertutup dan pasien yang hipersensitif dengan siklopentolate.
Dosis yang digunakan yaitu cyclogyl 1 gtt 3dd (dewasa).

Homatropine 2-5% (isopto) menyebabkan efek sikloplegia 30-90 menit dan midriasis setelah
10-30 menit. Efek yang dihasilkan bertahan selama 10-48 jam untuk sikloplegia dan 6 jam 4 hari untuk midriasis. Homatropine merupakan agent of choiceyang sering digunakan pada
uveitis. Homatropine dapat menghambat kerja obat carbacol dan kolinesterase inhibitor.
Selain itu homatropine juga tidak boleh digunakan pada pasien yang mengalami glaucoma
sudut tertutup dan pasien yang hipersensitif dengan homatropin. Dosis yang digunakan yaitu
1 gtt 3dd (dewasa).

G. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang paling sering terjadi pada panuveitis yaitu: 8
1. Glaukoma sekunder
Adapun mekanisme terjadinya peningkatan tekanan intraocular pada peradangan uvea antara
lain:
a.

Sinekia anterior perifer (iris perifer melekat pada kornea) dan terjadi akibat peradangan
iris pada uveitis anterior. Sinekia ini menyebabkan sudut iridokornea menyempit dan
mengganggu drainase dari humor aqueous sehingga terjadi peningkatan volume pada
kamera okuli anterior dan mengakibatkan peningkatan tekanan intraocular.

b. Sinekia posterior pada uveitis anterior terjadi akibat perlekatan iris pada lensa di beberapa
tempat sebagi akibat radang sebelumnya, yang berakibat pupil terfiksasi tidak teratur dan
terlihat pupil yang irreguler. Adanya sinekia posterior ini dapat menimbulkan glaukoma
dengan memungkinkan berkumpulnya humor aqueous di belakang iris, sehingga
menonjolkan iris ke depan dan menutup sudut iridokornea.

21

c.

2.

Gangguan drainase humor aqueous juga dapat terjadi akibat terkumpulnya sel-sel radang
(fler) pada sudut iridokornea sehingga volume pada kamera okuli anterior meningkat dan
terjadi glaukoma.

Atrofi nervus optikus


Setelah terjadi peningkatan tekanan intraokular, pasien dapat mengalami atrofi nervus
optikus sehingga terjadi kebutaan permanen.

3.

Katarak komplikata
Katarak komplikata akibat penyakit intraocular disebbakan karena efek langsung pada
fisiologis lensa. Katarak biasnya berawal dari di daerah subkapsul posterior dan akhirnya
mengenai seluruh struktur lensa. Katarak yang terjadi biasanya unilateral. Prognosis
visualnya tidak sebaik katarak senilis biasanya.

4.

Ablasio retina

5.

Edema kistoid macular.

6.

Efek penggunanan steroid jangka panjang.

Tabel 1. Efek Penggunaan Steroid Jangka Panjang


Tempat
1.

Saluran cerna

Macam efek samping


-

Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster,


ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional,
kolitis ulseratif.

2.

Otot

3.

Susunan saraf pusat

Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.

Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah


tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan
bunuh diri), nafsu makan bertambah.

Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur


tulang panjang.

4.

Tulang

Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis


akneiformis, purpura, telangiektasis.

5.

Kulit

Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

22

6.

Mata

7.

Darah

8.

Pembuluh darah

9.

Kelenjar adrenal bagian


kortek

10. Metabolisme protein, KH

Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

Kenaikan tekanan darah

Atrofi, tidak bisa melawan stres

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula

dan lemak

meninggi, obesitas, buffalo hump, perlemakan hati.

11. Elektrolit
-

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis,


tetani, aritmia kor)

12. Sistem immunitas

Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan


herpes simplek, keganasan dapat timbul.

DAFTAR PUSTAKA

1. Huang JJ, Gaudio PA. Ocular inflammatory disease and uveitis manual:
diagnosis and treatment. Philladelphia: Wolters Kluwer; 2010.p. 70-5.
2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan dan asbury : oftamologi umum. Ed ke-17.
Jakarta: EGC; 2014.h. 62-7; 151-60.
3. Foster CS, Vitale AT. Diagnosis and treatment of uveitis. Michigan:
Saunders WB; 2002.p. 82-90.
4. Bonfioli AA et al. Intermediate uveitis. Semin ophthalmol 2005; 20:
147.
5. Nussenblatt RB, Whitcup SM. Uveitis: fundamentals and clinical
practice. 4th ed. Los Angeles: Elsevier Health Science; 2010.p. 35-40;
69-90.
23

6. Kuta Gregory, Cantor Luis, Weiss Jayne. 2008. Clinical Approach to


Uveitis. Intraocular Inflammation and Uveitis. American Academy
Ophtalmology. Singapura.
7. Ilyas Sidarta. Radang Uvea. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum
Dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2002.h.
110-20.
8. Janigian, Robert H. Uveitis, evaluation and treatment. 2010. Diunduh
pada 11 April 2016 dari www.emedicine.medscape.com

24

Anda mungkin juga menyukai