TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Lensa
Lensa berbentuk bikonveks, transparan dan terdiri dari struktur kristalin yang
terletak antara iris dan badan vitreous. Diameter lensa 9-10 mm dan ketebalannya
bervariasi bergantung pada usia. Pada saat lahir diameter bagian ekuatorialnya adalah
6,54 mm dan bagian antero-posteriornya 3.5 mm. Pada saat dewasa rata-rata
diameternya ekuatorialnya 9 mm dan antero-posterior 5 mm. Beratnya juga bervariasi
mulai dari 135 mg (0-9 tahun) hingga 255 mg (40-80 tahun). 1 Lensa tidak memiliki
suplai darah. Untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya, lensa bergantung penuh
dengan aqueous humor. Letak lensa berada di posterior iris dan anterior dari corpus
ciliaris. Posisi lensa sangat bergantung pada zonula zinii yang berfungsi sebagai
penggantung lensa dan melekat ke corpus ciliaris. Zonula zinii terdiri dari jaringan
serat-serat kecil yang elastis. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan
nukleus, seperti yang terlihat pada gambar 2.1.
Kapsul lensa adalah suatu struktur yang elastis dan transparan terbentuk dari
jaringan kolagen tipe IV yang berada tepat dibawah lapisan epithelial. Kapsul
membungkus lensa dan dapat menyesuaikan bentuk pada saat lensa berakomodasi.
Lapisan terluar dari kapsul, zonular lamella, merupakan tempat perlekatan dengan
serat-serat dari zonula zinii. Kapsul lensa yang paling tebal berada di bagian anterior
dan posterior sekitar dari bagian ekuator dan paling tipis berada pada bagian tengah
dari kutub posterior, dimana ketebalan dari daerah tersebut hanya berkisar 2 - 4 m.
Bagian anterior dari kapsul lebih tebal dibanding bagian posterior kapsul pada saat
lahir dan bertambah ketebalannya dengan bertambahnya umur (lihat Gambar 2.2).
Epitelium Lensa
Dibawah kapsul lensa terdapat sebuah lapisan sel epithelial. Sel-sel ini
melakukan fungsi metabolisme sebagaimana yang dilakukan sel normal lainnya,
termasuk membentuk DNA, RNA, protein, dan lipid. Sel ini juga memproduksi ATP
untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel-sel epithelial ini juga mengalami
pembelahan, dimana proses pembelahan yang paling aktif terdapat di cincin yang
mengelilingi bagian anterior lensa, disebut dengan germinative zone. Sel-sel yang
baru akan berimigrasi kearah ekuator, disana sel tersebut akan berubah menjadi seratserat lensa (lihat Gambar 2.3).
antara korteks dan nukleus lensa, karena transisi diantara keduanya tersebut bersifat
gradual. 1
2.2
kekeruhan atau hilangnya transparasi lensa kristalin. Katarak senilis adalah setiap
kekeruhan pada lensa yang biasanya ditemukan pada penderita diatas usia 40 tahun.3
2.3
Klasifikasi Katarak Senilis
Katarak terkait usia atau katarak senilis adalah proses kondensasi normal
dalam nukleus lensa menyebabkan terjadinya sklerosis nuclear setelah usia
pertengahan. Gejala yang paling dini mungkin berupa membaiknya penglihatan dekat
tanpa kacamata (penglihatan kedua). Ini merupakan akibat meningkatnya kekuatan
focus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi bergeser kemiopia (penglihatan
dekat). Gejala-gejala lain dapat berupa diskriminasi warna yang buruk atau diplopia
monokular. Sebagian besar katarak nuclear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik.
Klasifikasi katarak berdasarkan letak:
a. Katarak Nuklear
Pada derajat tertentu sklerosis nuklear dan penguningan lensa normal terjadi
pada pasien paruh baya. Secara umum kondisi ini tidak terlalu mengganggu fungsi
visual. Penghamburan cahaya dalam jumlah besar dan penguningan lensa disebut
dengan katarak nuklear yang mengakibatkan kekeruhan pada bagian sentral lensa.4
Katarak nuklear biasanya menyebabkan gangguan lebih besar dalam melihat
jauh dibanding dalam melihat dekat. Pada tahap awal, terjadi pengerasan progresif
pada nukleus lensa yang biasanya menyebabkan peningkatan pada index refraksi
lensa dan akan terjadi myopic shift pada refraksi (lentikular miopia). Pada mata
hiperopi, myopic shift memungkinkan pasien presbiopi dapat membaca tnpa kaca
mata, kondisi ini disebut second sight. Adakalanya perubahan tiba tiba pada index
refraksi antara nukleus yang sklerosis dan korteks lensa mengakibatkann diplopia
monokular. Fungsi photopic retina berkurang denga semakin lanjutnya katarak
nuklear. Pada kasus lanjut, nukleus lensa menjasi keruh dan coklat, keadaan ini
disebut katarak nuklear brunescent.4
Secara histopatologi, nukleus pada katarak nukleus sulit dibedakan dari
nukleus lensa normal yang sudah mengalami penuaan. Pemeriksaan dengan
mikroskop elektron menunjukkan peningkatan jumlah lengkungan membran lamelar.
Bagaimana agregagi protein dan modifikasi membran meningkatkan penghamburan
cahaya masih belum dipahami sepenuhnya.4
kortikal ditandai dengan pembengkakan lokal dan gangguan sel serabut lensa.
Gumpalan material eosinofilik (morgagnian globules) dapat diamati pada ruang
diantara serabut lensa.4
sering
katarak
posterior subkapsular menutupi lebih banyak celah pupil ketika pupil diinduksi untuk
miosis akibat cahaya terang, akomodasi, atau obat obatan miotik. Ketajaman
penglihatan untuk jarak dekat berkurang dibandingkan tajam penglihatan jarak jauh.
Beberapa pasien juga mengeluhkan monokular diplopia.4
Secara histopatologi, katarak posterior subkapsulardihubungkan dengan
migrasi posterior sel epitelial lensa dari equator lensa ke axis permukaan dalam
kapsul posterior lensa. Selama migrasi ke axis posterior, sel sel mengalami
pembengkakan yang dikenal dengan Wedl atau bladder sel.4
degenerative
(benda
Morgagni)
pada
katarak
insipient.
Gambar 2.7
Katarak imatur
(Khurana, 2007)
4. Katarak Hipermatur, mengalami proses degenerasi lanjut, proteinprotein di bagian korteks lensa telah mencair. Cairan ini bisa keluar dari
kapsul yang utuh, meninggalkan lensa yang mengkerut dengan kapsul
keriput. Katarak hipermatur yang lensanya mengembang dengan bebas di
dalam kantungnya disebut sebagai katarak morgagni.
posterior.8
Etiologi Katarak Senilis
c. Serat lensa
-
Lebih iregular
Pada korteks jelas kerusakan serat sel
normal.
Korteks tidak berwarna karena:
- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya
mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senilis sebaiknya
disingkirkan penyakit mata local dan penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata.
2.5
Faktor Risiko Katarak Senilis 9
a. Herediter
Herediter memiliki peran yang perlu dipertimbagkan, usia mulai
timbulnya katarak berbeda pada keluarga yang berbeda.
b. Paparan Ultraviolet
Berdasarkan studi epidemiologi, paparan sinar UV yang berlebihan
dapat menyebabkan timbulnya katarak pada usia yang lebih awal dan maturasi
yang lebih cepat pada katarak senilis.
c. Faktor diet
Defisiensi zat makanan berupa protein tertentu, asam amino, vitamin
(riboflavin, vit E, Vit C) dan elemen-elemen esensial berperan dalam terjadinya
dan matangnya katarak pada usia yang lebih awal.
d. Krisis dehidrasi
Ditemukan juga hubungan cepatnya usia kemunculan dan kematangan
katarak dengan krisis dehirasi yang terjadi pada seorang individu (seperti: diare,
kolera, dan lain-lain).
e. Merokok
dan
menyebabkan
overhidrasi
pada
lensa
dan
akhirnya
menyebabkan likuefaksi serat lensa. Proses yang kedua terjadi dalam nucleus
lensa yang ditandai dengan modifikasi protein lensa dan menyebabkan
agregasi.
Pada pertambahan usia, lensa bertambah berat, bertambah tebal dan
berkurang daya akomodasinya. Serat-serat korteks lensa yang baru terbentuk
secara konsentris mendesak nucleus dan membuatnya menjadi lebih keras
(sklerosis). Protein lensa (Kristalin) mengalami perubahan kimia dan agregasi
menjadi protein dengan berat molekul yang tinggi. Agregat protein ini
menyebabkan fluktuasi indeks refraksi, menghamburkan cahaya, dan
menurunkan transparansi. Perubahan kimia pada nucleus akan menyebabkan
pigmentasi yang progresif, berwarna kuning atau kecokelatan. Terjadi pula
penurunan konsenterasi glutation dan potasium serta penurunan konsenterasi
2.7
lensa, tajam penglihatan makin mundur, jika kekeruhan terletak di sentral maka
depan retina.
Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita mengeluh silau dan
b. Obyektif
Pemeriksaan Eksternal
a. Motilitas
Dokter harus mengevaluasi motilitas otot-otot ekstraokuler pasien. Cover test
harus dilakukan untuk mendokumentasikan adanya deviasi otot. Motilitas yang
abnormal dapat mencetuskan kemungkinan adanya strabismus dengan ambliopia
yang memang sudah ada, sebagai penyebab kehilangan visus. Pasien harus
diinformasikan bahwa adanya tropia yang signifikan akibat kegagalan fusi dapat
menjadi diplopia setelah operasi.
b. Pupil
Evaluasi respon pupil terhadap cahaya sangat penting, untuk mendeteksi
adanya defek pupil aferen yang menunjukkan penyakit retina ekstensif atau disfungsi
nervus optikus. Meskipun pasien katarak dengan defek pupil aferen masih bisa
memperoleh visus yang lebih baik setelah operasi katarak, namun hasil perbaikan
visus bisa tetap terbatas dengan adanya disfungsi nervus optikus.
posterior
(tumor).Pemeriksaan
gonioskopi
sebelum
operasi
dapat
a.
Sebelum operasi katarak, ada beberapa hal yang harus dievaluasi, yaitu:
a.
b.
c.
d.
besar. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma,
uveitis, endoftalmitis, kebocoran vitreus, dan perdarahan.
b. Metode Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit
pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang
dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
Meskipun phakoemulsifikasi telah menjadi metode ekstraksi ekstrakapsular yang
disukai untuk sebagian besar operasi katarak di Amerika Serikat sejak tahun 1990-an,
EKEK konvensional atau standar dianggap kurang berisiko untuk pasien dengan
katarak yang sangat keras atau jaringan epitel kornea yang lemah. Getaran ultrasound
yang digunakan dalam phakoemulsifikasi cenderung menimbulkan stress kornea.
Sebuah ekstraksi katarak ekstrakapsular konvensional membutuhkan waktu
kurang dari satu jam untuk dilakukan. Setelah daerah sekitar mata telah dibersihkan
dengan antiseptik, kain steril digunakan untuk menutupi sebagian wajah
pasien. Pasien diberikan baik anestesi lokal untuk membuat mati rasa jaringan di
sekitar mata atau anestesi topikal untuk membuat mati rasa mata itu sendiri. Eyelid
holder digunakan untuk membuat mata tetap terbuka selama prosedur. Jika pasien
sangat gelisah, dokter mungkin dapat menggunakan obat penenang secara intravena.
Setelah anestesi telah diberlakukan, ahli bedah membuat sayatan di kornea
pada titik di mana sklera dan kornea bertemu. Meskipun panjang khas sayatan EKEK
standar adalah 10-12 mm pada 1970-an, perkembangan IOLs akrilik yang dapat
dilipat telah memungkinkan ahli bedah banyak untuk bekerja dengan sayatan yang
hanya 5-6 mm. Variasi ini kadang-kadang disebut sebagai EKEK sayatan kecil
(small-insision / SICS). Setelah sayatan dibuat, ahli bedah membuat robekan sirkular
di depan kapsul lensa, teknik ini dikenal sebagai capsulorrhexis. Ahli bedah
kemudian dengan hati-hati membuka kapsul lensa dan membuang nukleus lensa
dengan memberikan tekanan dengan instrumen khusus. Setelah nucleus dikeluarkan,
ahli bedah menggunakan suction untuk menghisap sisa korteks lensa. Suatu bahan
viskoelastik khusus disuntikkan ke dalam kapsul lensa kosong untuk membantu
mempertahankan bentuk sementara ahli bedah memasukkan IOL. Setelah lensa
intraokular telah ditempatkan dalam posisi yang benar, substansi viskoelastik akan
dibuang dan sayatan ditutup dengan dua atau tiga jahitan.(17)
yang merupakan
teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih
cepat sembuh, jahitan lebih sedikit atau tidak ada, kauterisasi minimal sampai tidak
ada daripada ECCE, dan lebih murah, tidak butuh latihan lama dibanding phaco.
Operasi ini menggunakan teknik insisi supero oblik (arah jam 9-12) pada perbatasan
sklera-konjungtiva selebar 5-6 mm, lalu membuat terowongan (tunnel) untuk
capsulorhexis, pengeluaran korteks lensa, sampai pemasukkan IOL yang dapat
dilipat. (19,20)
Baik
untuk
kurang bagus.
kornea.
IOL di COP.
Phaco
Sebagian besar Rehabilitasi
katarak kecuali cepat.
katarak
Morgagni dan
trauma.
Kerugian
endotel
pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama
pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung
seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi
biasanya pasien dapat melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan
kacamata permanen ( Biasanya 6-8 minggu setelah operasi ). Selain itu juga akan
diberikan obat untuk :
1. Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat
maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
benerapa jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.
2. Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan
perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan
yang tidak sempurna.
3. Obat tetes mata steroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
4. Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.
Tentunya setiap tindakan operasi memiliki resiko, yang paling buruk adalah
hilangnya penglihatan secara permanen. Setelah dilakukan operasi masih mungkin
muncul masalah pada mata, sehingga diperlukan kontrol post operasi yang teratur.
2.10 Komplikasi Katarak Senilis
1. Komplikasi intra operatif
Laserasi muskulus rectus superior
Pendarahan yang banyak
Kerosakan pada kornea( descement detachment)
Iridodialisis dan kerosakan pada iris
Rupture kapsular posterior
2. Kompilikasi dini pasca operatif
Hyphema
Prolapsed iris
Coa menyempit
Post operatis uveitis
Bacteria endophtalmitis
3. Komplikasi lambat pasca operatif
Edema cystoids macular
Retinal detachment
After cataract
Glaucoma in aphakia dan pseudophakia
4. Komplikasi berkaitan intra ocular implant
Malposisi IOL
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebab terjadinya katarak senilis ialah karena proses
degeneratif. Selain itu katarak senilis juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor
seperti adanya penyakit metabolisme, trauma serta paparan sinar ultraviolet.
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam empat stadium, yaitu stadium
insipien, imatur, matur dan hipermatur. Gejala umum gangguan katarak meliputi
penglihatan tidak jelas seperti terdapat kabut menghalangi objek, peka terhadap sinar
atau cahaya, dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata memerlukan
pencahayaan yang baik untuk dapat membaca, lensa mata berubah menjadi buram
seperti kaca susu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kuszak J., et al.,. Basic and Clinical Science Course Lens and Cataract. San
Fransisco: American Academy of Ophtalmology. 2013.
2. Anderson, R.,. Anatomy. Dalam: Basic and Clinical Science Course. San
Francisco: American Academy of Ophthalmology, p. 8. 2013
3. Riordan-Eva P. & Whitcher J. P.,. Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum.
Edisi 17. s.1: McGraw-Hill. 2010.
4. AAO. Cataract surgery in special situation. In Basic and clinical
sciencecourse : Lens and Cataract. United State of America. Lifelong
Education for The Ophthalmology (LEO). 2003.
5. Clinical anatomy and physiology of the visual system
6. Vaughan DG, Asbury T, riordan-Eva P. Oftalmology Umum Edisi 14. Penerbit
Widya medika. Jakarta: 2000.18.
7. Ilyas, Prof. Sidarta, dr., Sp.M. 2005. Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: FKUI.
8. Bradford C. Basic Ophtalmology. 8TH Edition. San FransiscoAmericanAcademy of opthalmology. 2004.19.
9. Ocampo
VVD,
Roy
H.
Senile
Cataract.
Available
Capsular
Cataract
Extraction.
Diakses
dari
12. Gogate PM. Small incision cataract surgery: Complications and mini-review.
Indian J Ophthalmol. 2009 Jan-Feb; 57(1): 4549. http://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pmc/articles/PMC2661529/
13. . Sharma RL, Panwar P. Minimal Duration Cataract Surgery Small Incision Cataract
Surgery. Diakses dari http://www.djo.org.in/printerfriendly.aspx?id=159, tanggal 15
April 2013.