Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Lensa
Lensa berbentuk bikonveks, transparan dan terdiri dari struktur kristalin yang

terletak antara iris dan badan vitreous. Diameter lensa 9-10 mm dan ketebalannya
bervariasi bergantung pada usia. Pada saat lahir diameter bagian ekuatorialnya adalah
6,54 mm dan bagian antero-posteriornya 3.5 mm. Pada saat dewasa rata-rata
diameternya ekuatorialnya 9 mm dan antero-posterior 5 mm. Beratnya juga bervariasi
mulai dari 135 mg (0-9 tahun) hingga 255 mg (40-80 tahun). 1 Lensa tidak memiliki
suplai darah. Untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya, lensa bergantung penuh
dengan aqueous humor. Letak lensa berada di posterior iris dan anterior dari corpus
ciliaris. Posisi lensa sangat bergantung pada zonula zinii yang berfungsi sebagai
penggantung lensa dan melekat ke corpus ciliaris. Zonula zinii terdiri dari jaringan
serat-serat kecil yang elastis. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan
nukleus, seperti yang terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Potongan Melintang Struktur Lensa2


Kapsul

Kapsul lensa adalah suatu struktur yang elastis dan transparan terbentuk dari
jaringan kolagen tipe IV yang berada tepat dibawah lapisan epithelial. Kapsul
membungkus lensa dan dapat menyesuaikan bentuk pada saat lensa berakomodasi.
Lapisan terluar dari kapsul, zonular lamella, merupakan tempat perlekatan dengan
serat-serat dari zonula zinii. Kapsul lensa yang paling tebal berada di bagian anterior
dan posterior sekitar dari bagian ekuator dan paling tipis berada pada bagian tengah
dari kutub posterior, dimana ketebalan dari daerah tersebut hanya berkisar 2 - 4 m.
Bagian anterior dari kapsul lebih tebal dibanding bagian posterior kapsul pada saat
lahir dan bertambah ketebalannya dengan bertambahnya umur (lihat Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Gambaran dari berbagai tingkat ketebalan kapsul lensa di


berbagai zona lensa
Serat Zonular
Lensa ditunjang oleh serat zonular yang berorigo di lamina basalis epitelium
nonpigmen pars plana dan pars plicata korpus siliaris. Serat zonular ini terhubung ke
kapsul lensa di daerah ekuoator lensa, masuk 1,5 mm kearah anterior kapsul lensa dan
1,25 mm kearah posterior. Ultrastruktur dari serat ini berupa untaian benang fibril
berdiameter 8 10 nm.

Epitelium Lensa
Dibawah kapsul lensa terdapat sebuah lapisan sel epithelial. Sel-sel ini
melakukan fungsi metabolisme sebagaimana yang dilakukan sel normal lainnya,
termasuk membentuk DNA, RNA, protein, dan lipid. Sel ini juga memproduksi ATP
untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel-sel epithelial ini juga mengalami
pembelahan, dimana proses pembelahan yang paling aktif terdapat di cincin yang
mengelilingi bagian anterior lensa, disebut dengan germinative zone. Sel-sel yang
baru akan berimigrasi kearah ekuator, disana sel tersebut akan berubah menjadi seratserat lensa (lihat Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Suatu gambaran skematis potongan melintang lensa manusia.


Panah menunjukan arah dari migrasi sel dari lapisan epitelium kea rah korteks
Nukleus dan Korteks
Nukleus terdiri dari sel-sel yang terbentuk sejak proses embriologi janin. Serat
yang baru terbentuk menumpuk ke sentral lensa (nukleus) dan memadati serat yang
telah terbentuk sebelumnya. Serat yang lebih tua berada di sentral dan serat yang
terluar membentuk korteks lensa. Tidak terdapat diferensiasi morfologi yang jelas

antara korteks dan nukleus lensa, karena transisi diantara keduanya tersebut bersifat
gradual. 1

2.2

Definisi Katarak Senilis


Istilah katarak berasal dari bahasa Latin cataracta yang didefinisikan sebagai

kekeruhan atau hilangnya transparasi lensa kristalin. Katarak senilis adalah setiap
kekeruhan pada lensa yang biasanya ditemukan pada penderita diatas usia 40 tahun.3
2.3
Klasifikasi Katarak Senilis
Katarak terkait usia atau katarak senilis adalah proses kondensasi normal
dalam nukleus lensa menyebabkan terjadinya sklerosis nuclear setelah usia
pertengahan. Gejala yang paling dini mungkin berupa membaiknya penglihatan dekat
tanpa kacamata (penglihatan kedua). Ini merupakan akibat meningkatnya kekuatan
focus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi bergeser kemiopia (penglihatan
dekat). Gejala-gejala lain dapat berupa diskriminasi warna yang buruk atau diplopia
monokular. Sebagian besar katarak nuclear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik.
Klasifikasi katarak berdasarkan letak:
a. Katarak Nuklear
Pada derajat tertentu sklerosis nuklear dan penguningan lensa normal terjadi
pada pasien paruh baya. Secara umum kondisi ini tidak terlalu mengganggu fungsi
visual. Penghamburan cahaya dalam jumlah besar dan penguningan lensa disebut
dengan katarak nuklear yang mengakibatkan kekeruhan pada bagian sentral lensa.4
Katarak nuklear biasanya menyebabkan gangguan lebih besar dalam melihat
jauh dibanding dalam melihat dekat. Pada tahap awal, terjadi pengerasan progresif
pada nukleus lensa yang biasanya menyebabkan peningkatan pada index refraksi
lensa dan akan terjadi myopic shift pada refraksi (lentikular miopia). Pada mata

hiperopi, myopic shift memungkinkan pasien presbiopi dapat membaca tnpa kaca
mata, kondisi ini disebut second sight. Adakalanya perubahan tiba tiba pada index
refraksi antara nukleus yang sklerosis dan korteks lensa mengakibatkann diplopia
monokular. Fungsi photopic retina berkurang denga semakin lanjutnya katarak
nuklear. Pada kasus lanjut, nukleus lensa menjasi keruh dan coklat, keadaan ini
disebut katarak nuklear brunescent.4
Secara histopatologi, nukleus pada katarak nukleus sulit dibedakan dari
nukleus lensa normal yang sudah mengalami penuaan. Pemeriksaan dengan
mikroskop elektron menunjukkan peningkatan jumlah lengkungan membran lamelar.
Bagaimana agregagi protein dan modifikasi membran meningkatkan penghamburan
cahaya masih belum dipahami sepenuhnya.4

Gambar 2.4 Katarak Nuklear


b. Katarak Kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan gangguan struktur serat serat sel matur
lensa. Ketika integritas membran lemah, metabolit metabolit penting lepas dari dalam
sel. Kehilangan ini mengakibatkan oksidasi protein dan presipitasi. Gejala umum
katarak kortikal adalah silau saat melihat sumber cahaya seperti lampu mobil.
Diplopia monokular dapat terjadi. katarak kortikal dapat menetap dalam jangka waktu
lama namun dapat juga mengalami progresifitas dalam waktu cepat.4
Tanda pertama pada pembentukan katarak kortikal dapat dilihatdengan slit
lamp berupa vakuola dan pecahan pecahan air pada korteks anterior atau posterior.
Lamella kortikal dapat dipidahkan oleh air. Kekeruhan berbentuk duri yang sering
disebut Cortical spokes atau cuneiform opacities terbentuk didekat bagian perifer
lensa dengan ujung kekeruhan mengarah ke bagian sentral. Pada tahap awal, serat
yang terlibat tetap bening pada ujung bagian anterior dan posteriornya. Duri kortikal
tampak seperti kekeruhan berwarna putih pada pemeriksaan slitlamp dan tampak
seperti bayangan hitam pada pemeriksaaan retroillumination. Disebut katarak matur
jika keseluruhan korteks dari kapsul hingga nukleus menjadi pitih dan keruh. Pada
katarak matur, lensa menyerap air membengkak dan menjadi katarak kortikal
intumesent.4
Katarak hipermatur terjadi ketika materi kortikal yang mengalami degenerasi
bocor melewati kapsul lensa yang mengakibatkan kapsul menjadi keriput dan
mengecil. Katarak margognian terjadi ketika nukleus dapat bergerak babas didalam
kapsul akibat pencairan korteks yang lebih lanjut. Secara histopatologi, katarak

kortikal ditandai dengan pembengkakan lokal dan gangguan sel serabut lensa.
Gumpalan material eosinofilik (morgagnian globules) dapat diamati pada ruang
diantara serabut lensa.4

Gambar 2.5 Katarak kortikal


c. Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis
Katarak tipe ini sering terdapat pada pasien yang lebih muda dari pasien yang
mengamali katarak nuklear ataupun kortikal. Katarak posterior subkapsular berlokasi
pada lapisan kortikal posterior dan dalam posisi axial. Tanda pertama katarak
posterior subkapsular adalah terbentuknya kilau warna warni pada lapisan kortikal
posterior yang tampak dari pemeriksaan slit lamp. Pada tahap selanjutnya kekeruhan
granular dan plak muncul pada korteks subkapsular posterior. Pasien

sering

mengeluhkan silau dan kesulitan melihat pada cahaya terang, karena

katarak

posterior subkapsular menutupi lebih banyak celah pupil ketika pupil diinduksi untuk
miosis akibat cahaya terang, akomodasi, atau obat obatan miotik. Ketajaman

penglihatan untuk jarak dekat berkurang dibandingkan tajam penglihatan jarak jauh.
Beberapa pasien juga mengeluhkan monokular diplopia.4
Secara histopatologi, katarak posterior subkapsulardihubungkan dengan
migrasi posterior sel epitelial lensa dari equator lensa ke axis permukaan dalam
kapsul posterior lensa. Selama migrasi ke axis posterior, sel sel mengalami
pembengkakan yang dikenal dengan Wedl atau bladder sel.4

Gambar 2.6 Katarak subkortikal posterior


Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur,
matur, hipermatur:
1. Katarak Insipient. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut:
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior
dan posterior (katarak kortikal); Vakuol mulai terlihat didalam korteks;
Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi
jaringan

degenerative

(benda

Morgagni)

pada

katarak

insipient.

Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi


yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.8
2. Katarak Imatur memiliki sebagian protein transparan. Katarak yang
belum mengenai lapis lensa, akan dapat bertambahnya volume lensa

akibat meningkatnya tekanan osmotic bahan lensa yang degeneratif.


Katarak imatur didahului dengan katarak intumesen. Kekeruhan lensa
diserati pembengkakan lensa akibat lensa degenerative menyerap air.
Masuknya air kedalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak
dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada
katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan mipoia lentikular.Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung
dan daya biasanya akan bertambah,yang memberikan miopisasi. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak
lamel serat lensa.

Gambar 2.7

Katarak imatur
(Khurana, 2007)

3. Katarak Matur, adalah bentuk katarak yang seluruh proteinnya telah


mengalami kekeruhan; kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa, bisa
terjadi akibat deposisi ion ca yang menyeluruh.

Gambar 2.8 Katarak matur (Khurana, 2007)

4. Katarak Hipermatur, mengalami proses degenerasi lanjut, proteinprotein di bagian korteks lensa telah mencair. Cairan ini bisa keluar dari
kapsul yang utuh, meninggalkan lensa yang mengkerut dengan kapsul
keriput. Katarak hipermatur yang lensanya mengembang dengan bebas di
dalam kantungnya disebut sebagai katarak morgagni.

Gambar 2.9 Katarak hipermatur (Khurana, 2007)

Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak


nigra) terutama pada nucleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien
diabetes militus dan myopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik
daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia
lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal
2.4

posterior.8
Etiologi Katarak Senilis

Banyak mekanisme yang diduga penyebab katarak, termasuk cairan dan


ketidakseimbangan ion, kerusakan oksidatif, modifikasi protein, dan gangguan
metabolisme. Pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein
yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparasinya. Perubahan
protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau
coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel diantara serat-serat lensa atau
migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpan. Sejumlah faktor
yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak, antara lain kerusakan
oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet, dan mal nutrisi. Hingga kini
belum ditemukan pengobatan yang dapat memperlambat atau membalikan
perubahan-perubahan kimiawi yang mendasari pembentukan katarak. 4-6
Beberapa faktor resiko terjadinya katarak senilis adalah herediter, paparan
ultraviolet, faktor diet, dan merokok.
Perubahan lensa pada usia lanjut: 7
a. Kapsul
-

Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)


Mulai presbiopia
Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
Terlihat bahan granular

b. Epitel, yang makin tipis.


-

Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat


Bengkak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata

c. Serat lensa
-

Lebih iregular
Pada korteks jelas kerusakan serat sel

Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein


nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna
coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding

normal.
Korteks tidak berwarna karena:
- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.

Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya
mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senilis sebaiknya
disingkirkan penyakit mata local dan penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata.
2.5
Faktor Risiko Katarak Senilis 9
a. Herediter
Herediter memiliki peran yang perlu dipertimbagkan, usia mulai
timbulnya katarak berbeda pada keluarga yang berbeda.
b. Paparan Ultraviolet
Berdasarkan studi epidemiologi, paparan sinar UV yang berlebihan
dapat menyebabkan timbulnya katarak pada usia yang lebih awal dan maturasi
yang lebih cepat pada katarak senilis.
c. Faktor diet
Defisiensi zat makanan berupa protein tertentu, asam amino, vitamin
(riboflavin, vit E, Vit C) dan elemen-elemen esensial berperan dalam terjadinya
dan matangnya katarak pada usia yang lebih awal.
d. Krisis dehidrasi
Ditemukan juga hubungan cepatnya usia kemunculan dan kematangan
katarak dengan krisis dehirasi yang terjadi pada seorang individu (seperti: diare,
kolera, dan lain-lain).
e. Merokok

Merokok telah dilaporkan memeiliki beberapa efek terhadap usia


munculnya katarak. Rokok menyebabkan akumulasi dari pigmen molekul -3
hydroxykynurinine dan chompores yang menyebabkan kekuningan.Sianat pada
rokok meyebabkan carbamylation dan denaturasi protein.
2.6
Patogenesis Katarak Senilis
Lensa memiliki fungsi yang relatif sederhana, yaitu bersama dengan
kornea membawa sinar ke titik focus yang tepat pada fotoreseptor retina
sehingga terjadi proses melihat. Pada 4 dekade pertama kehidupan, lensa
dapat memfokuskan objek yang berada pada jarak 6 meter didepan mata.
Fungsi ini secara perlahan menurun, biasanya pada dekade kelima kehidupan
akibat lensa kehilangan transparansinya.
Area pada lensa yang berkemampuan metabolic tertinggi adalah epitel
lensa. Oksigen dan glukosa digunakan oleh epitel lensa untuk sintesa protein,
serta untuk transport aktif elektrolit, karbohidrat, dan asam amino menuju
lensa. Proses tersebut dibutuhkan lensa untuk mempertahankan pertumbuhan
dan transpartasinya.
Untuk mempertahankan transparansinya lensa mempunyai mekanisme
pengontrolan keseimbangan cairan dan elektrolit. Lensa normal mengandung
sekitar 60% cairan dan 33%, dan 7% lainnya terdiri dari sodium dan
potassium. Keseimbangan kation antara bagian dalam dan bagian luar lensa
merupakan hasil dari kemampuan permeabilitas membran sel lensa dan
aktivitas pompa sodium. Pompa sodium berfungsi memompa ion sodium
keluar dan membawa ion potassium masuk. Mekanisme ini tergantung dari
pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+, -ATPase.

Homeostasis kalsium juga penting bagi lensa. Hilangnya homeostasis


kalsium dapat sangat bersifat merusak terhadapat metabolisme lensa.
Peningkatan kadar kalsium dapat menekan metabolisme glukosa, membentuk
agregat protein dengan berat molekul tinggi, dan dapat mengaktifkan enzim
protease yang bersifat destruktif.
Patogenesis katarak belum diketahui pasti. Berbagai perubahan terjadi
pada lensa selama proses pembentukan katarak, tapi terdapat 2 proses
mendasar yaitu proses yang terjadi korteks akibat ketidakseimbangan
elektrolit

dan

menyebabkan

overhidrasi

pada

lensa

dan

akhirnya

menyebabkan likuefaksi serat lensa. Proses yang kedua terjadi dalam nucleus
lensa yang ditandai dengan modifikasi protein lensa dan menyebabkan
agregasi.
Pada pertambahan usia, lensa bertambah berat, bertambah tebal dan
berkurang daya akomodasinya. Serat-serat korteks lensa yang baru terbentuk
secara konsentris mendesak nucleus dan membuatnya menjadi lebih keras
(sklerosis). Protein lensa (Kristalin) mengalami perubahan kimia dan agregasi
menjadi protein dengan berat molekul yang tinggi. Agregat protein ini
menyebabkan fluktuasi indeks refraksi, menghamburkan cahaya, dan
menurunkan transparansi. Perubahan kimia pada nucleus akan menyebabkan
pigmentasi yang progresif, berwarna kuning atau kecokelatan. Terjadi pula
penurunan konsenterasi glutation dan potasium serta penurunan konsenterasi
2.7

sodium dan kalsium.


Manifestasi Klinis 10
a. Subyektif
Kemunduran visus

Tajam penglihatan akan menurun, penglihatan buram atau berkabut. Tergantung


tebal tipisnya kekeruhan serta lokalisasi kekeruhan,

makin tebal kekeruhan

lensa, tajam penglihatan makin mundur, jika kekeruhan terletak di sentral maka

penderita akan merasa kabur dibandingkan dengan kekeruhan di perifer.


Tampak adanya bercak putih pada lapang pandang yang tidak ikut bergerak
dengan pergerakan mata (stasioner), yang mana harus dibedakan dengan

kekeruhan di korpus vitreus (bercak bergerak-gerak).


Pada stadium permulaan terjadi artificial myope sehingga jika penderita
melihat jauh kabur dan akan merasa lebih enak membaca dekat tanpa kacamata.
Hal ini terjadi karena proses pembentukan katarak sehingga lensa menjadi
cembung dan kekuatan refraksi mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh di

depan retina.
Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita mengeluh silau dan

penurunan penglihatan pada keadaan terang.


Penderita mengeluh melihat dua bayangan atau lebih (diplopia monokuler).
Keluhan ini disebabkan adanya refraksi ireguler dari lensa. Akibat kelainan ini
penderita mengeluh silau dan pusing.

b. Obyektif

Leukokoria : pupil berwarna putih pada katarak matur


Test iris shadow : positif pada katarak imatur dan negatif pada katarak matur
Refleks fundus warna jingga akan menjadi gelap (negatif) pada katarak matur
Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi

2.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Katarak Senilis


Diagnosis katarak dapat ditegakkan mulai dari gejala dan tanda klinis, serta
pemeriksaan sebagai berikut.4

a. Penurunan Ketajaman Penglihatan


Pasien mengeluhkan adanya keterbatasan aktivitas akibat penurunan
ketajaman penglihatan, namun beberapa pasien justru baru menyadari keparahan
penurunan ketajaman visusnya pada saat diperiksa.
Jenis katarak yang berbeda akan menyebabkan efek yang berbeda pada
ketajaman penglihatan, tergantung pada cahaya, ukuran pupil, dan derajat miopia.
Adanya katarak subkapsular posterior yang kecil sekalipun, dapat sangat
mengganggu kemampuan membaca meskipun penglihatan jauh relatif tidak terlalu
terganggu. Sebaliknya, oil droplet cataract

justru menyebabkan gangguan

penglihatan jauh, sedangkan kemampuan membaca masih terjaga.


Setelah didapatkan riwayat penyakit yang lengkap dari anamnesis pasien, baru
dilakukan pemeriksaan visus yang lengkap.

b. Keluhan mata silau


Pasien katarak sering mengeluhkan sensitivitas terhadap cahaya yang silau,
dengan keparahan yang berbeda-beda. Peningkatan sensitivitas ini mencolok pada
katarak subkapsular posterior, atau kadang-kadang pada korteks anterior.
c. Sensitivitas kontras yang menurun

Sensitivitas kontras adalah kemampuan untuk mendeteksi variasi dari


bayangan. Sensitivitas ini dites dengan kartu yang berdesain khusus, yang
menampilkan bermacam-macam kontras. Penurunan sensitivitas kontras yang
signifikan dapat terjadi tanpa penurunan ketajaman penglihatan yang signifikan pula
dari Snellen chart. Bagaimanapun, sensitivitas kontras yang abnormal bukan
merupakan indikator spesifik untuk katarak.
d. Miopia
Katarak dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya menyebabkan
miopia derajat ringan atau sedang. Pasien hipermetropi dan presbiopi akan merasakan
kebutuhan kacamata jauhnya berkurang. Fenomena ini muncul dengan adanya
katarak nuklear sklerotik dan akan menghilang ketika kualitas optik dari lensa
kristalin memburuk. Terjadinya lens induced myopia yang asimetris pada kedua mata
dapat menyebabkan terjadinya anisometropia yang tidak dapat ditoleransi, sehingga
menjadi pertimbangan untuk ekstraksi katarak.
e. Diplopia atau Poliopia
Kadang-kadang, perubahan nukleus lensa terlokalisir pada inner layer,
menyebabkan timbulnya beberapa area refraktil pada bagian tengah lensa. Area
tersebut terlihat sebagai ketidakteraturan pada red reflex di retinoskopi atau
oftalmoskopi direk. Katarak jenis ini akan menghasilkan diplopia atau poliopia.

Penilaian Fungsi Visual


a. Tes ketajaman penglihatan

Penting untuk menilai ketajaman penglihatan dengan Snellen chart dibawah


kondisi cahaya yang terang dan gelap. Ketajaman penglihatan jauh dan dekat juga
harus diperiksa, dan refraksi yang baik harus dilakukan agar didapatkan koreksi
terbaik untuk ketajaman penglihatan. Pada beberapa pasien, ketajaman penglihatan
dengan pinhole lebih baik dibandingakan dengan koreksi refraksi. Ketajaman
penglihatan juga dapat meningkat setelah dilatasi pupil, terutama pada pasien dengan
katarak posterior subkapsular.
b. Refraksi
Pemeriksaan refraksi yang baik harus dilakukan pada kedua mata. Penilaian
ini berguna untuk perencanaan besarnya kekuatan lensa intraokular untuk
memperoleh hasil refraksi post-operasi yang diinginkan. Jika mata yang satu lagi
masih memiliki lensa yang jernih dengan kelainan refraksi yang tinggi sehingga
membutuhkan koreksi kacamata, maka kesamaan hasil refraksi pada mata yang
dioperasi akan menghindari masalah anisometropia post operasi.
c. Ketajaman penglihatan pada kondisi cahaya terang
Ketika pasien mengeluhkan penglihatan yang silau, penting untuk memeriksa
ketajaman penglihatan jauh dan dekat pada kondisi cahaya yang terang seperti di
lingkungan luar. Pasien dengan katarak yang signifikan akan mengalami penurunan
ketajaman penglihatan 3 baris atau lebih pada cahaya yang terang ini, dibandingkan
dengan ketajaman penglihatannya pada keadaan gelap.
d. Sensitivitas terhadap kontras
Pasien katarak dapat mengalami penurunan sensitivitas kontras yang jauh,
meski ketajaman penglihatan berdasarkan Snellen chartnya baik.

e. Pemeriksaan lapangan pandang


Pemeriksaan lapangan pandang harus dilakukan pada semua pasien katarak.
Pada pasien dengan katarak yang sangat menghalangi oftalmoskopi untuk menilai
retina perifer, maka pemeriksaan proyeksi cahaya dilakukan untuk memeriksa
lapangan pandang perifer. Katarak yang progresif dapat mengakibatkan defek
lapangan pandang yang difus, namun dapat menghilang setelah operasi.

Pemeriksaan Eksternal
a. Motilitas
Dokter harus mengevaluasi motilitas otot-otot ekstraokuler pasien. Cover test
harus dilakukan untuk mendokumentasikan adanya deviasi otot. Motilitas yang
abnormal dapat mencetuskan kemungkinan adanya strabismus dengan ambliopia
yang memang sudah ada, sebagai penyebab kehilangan visus. Pasien harus
diinformasikan bahwa adanya tropia yang signifikan akibat kegagalan fusi dapat
menjadi diplopia setelah operasi.
b. Pupil
Evaluasi respon pupil terhadap cahaya sangat penting, untuk mendeteksi
adanya defek pupil aferen yang menunjukkan penyakit retina ekstensif atau disfungsi
nervus optikus. Meskipun pasien katarak dengan defek pupil aferen masih bisa
memperoleh visus yang lebih baik setelah operasi katarak, namun hasil perbaikan
visus bisa tetap terbatas dengan adanya disfungsi nervus optikus.

Pemeriksaan Slit Lamp


a. Konjungtiva

Konjungtiva diperiksa untuk menemukan parut atau adanya bleb. Adanya


simblefaron atau pemendekan fornix berhubungan dengan penyakit sistemik atau
okular yang mendasari.
b. Kornea
Untuk mengevaluasi kesehatan kornea sebelum operasi katarak, dokter harus
menilai ketebalan kornea dan melihat adanya kornea guttata. Abnormalitas dari
lapisan endotel atau ketebalan kornea yang lebih dari 640 m dengan adanya udem
stromal menunjukkan bahwa kejernihan kornea setelah operasi katarak akan sulit
kembali. Meskipun ini bukan merupakan kontraindikasi operasi, masalah ini harus
didiskusikan terlebih dahulu dengan pasien. Iregularitas dari membran descemet yang
berhubungan dengan kornea guttata dapat membatasi ketajaman penglihatan setelah
operasi. Sebelum dilakukan operasi perlu diukur kekuatan IOL yang akan dipilih.
c. Camera Oculi Anterior (COA)
COA yang dangkal mungkin mengindikasikan sudut COA yang sempit,
nanoftalmus, lensa intumesen, pendorongan diafragma lensa dan iris oleh penyakit di
segmen

posterior

(tumor).Pemeriksaan

gonioskopi

sebelum

operasi

dapat

menemukan abnormalitas pada sudut, termasuk PAS (sinekia anterior perifer),


neovaskularisasi atau sirkulus arterialis mayor yang prominen.
d. Iris
Adanya iridodonesis atau exfoliation pada tepi pupil yang tidak berdilatasi
mengindikasikan adanya kelemahan hubungan zonula dengan lensa.
e. Lensa Kristalin

Penampilan lensa harus diperhatikan dengan hati-hati sebelum dan setelah


dilatasi pupil. Adanya katarak nuclear oil droplet dan katarak subkapsular posterior
yang kecil berhubungan dengan gejala gangguan pengllihatan sebelum pupil
dilebarkan. Setelah pupil dilebarkan, densitas nukleus dapat dievaluasi, sindrom
eksfoliasi dapat terdeteksi, dan kekeruhan dari refleks retinoskopik dapat dilihat
dengan lebih mudah. Dokter harus mengevaluasi kejernihan media pada aksis visual
untuk menilai kontribusi lensa pada defisit visus. Dengan pemeriksaan slit lamp
menggunakan cobalt blue, jika kapsul posterior tidak lagi bercahaya maka, kontribusi
dari kekeruhan lensa pada ketajaman penglihatan biasanya lebih dari 20/50.

Pemeriksaan funduskopi dengan media opaq


Jika kekeruhan katarak menghalangi visualisasi dari segmen posterior, maka
dibutuhkan instrumen selain oftalmoskop direct dan indirect untuk mengevaluasi
retina. Dengan menggunakan ultrasonografi B-scan dapat terlihat ablasio retina,
kekeruhan vitreus dan kelainan lainnya.
Penilaian Preoperatif
a. Biometri
Pengukuran dari panjang aksial mata menggunakan USG A-scan dibutuhkan
untuk menghitung kekuatan IOL yang dibutuhkan. Sebagai tambahan kekuatan
kornea harus dinilai dengan keratometri atau topografi kornea.
b. Topografi Kornea
Topografi kornea memperlihatkan peta kontur kornea sehingga dapat
diketahui permukaan kornea. Topografi kornea dapat berguna pada pasien yang

mengalami astigmatisme irreguler atau keratokonus sehingga dapat menjalani


pembedahan keratorefraktif pada saat operasi katarak.
c. Pachymetri Kornea
Merupakan suatu metode untuk mengukur ketebalan kornea, dan secara tidak
langsung berguna untuk menilai fungsi endotel. Secara umum, jika ketebalan kornea
sentral lebih dari 640m dan disfungsi endotel dapat meningkatkan resiko
dekompensasi kornea post operasi.

2.9 Penatalaksanaan Katarak Senilis 11-13


a. Non-bedah
Tatalaksana non bedah pada katarak meliputi konseling terhadap pasien mengenai
katarak itu sendiri. Saat ini, belum ada cukup bukti ilmiah untuk memperbaiki
gangguan penglihatan karena katarak melalui obat-obatan ataupun nutrisi sehingga
tatalaksana utama katarak adalah melalui operasi. Dalam hal ini, dokter harus bisa
menjelaskan kepada pasien dan keluarganya dengan baik.
Namun, pasien bisa memperlambat progesifitas kataraknya dengan mengontrol
factor-faktor risiko yang mungkin dimiliki misalnya dengan berhenti merokok atau
control gula darah teratur. Bagi pasien pengguna obat-obatan steroid bisa dikonsulkan
untuk terapi penggantinya.
b. Bedah
Indikasi utama untuk bedah adalah gangguan penglihatan yang sudah
mengganggu aktivitas pasien. Jika katarak mengenai kedua mata, operasi dilakukan
terhadap mata yang lebih dahulu sakit.
Kontraindikasi bedah yaitu:

a.

Koreksi refraktif masih bisa memenuhi kebutuhan pasien


b. Tindakan pembedahan tidak bisa diharapkan untuk meningkatkan fungsi
c.
d.

penglihatan dan tidak ada indikasi lain untuk pengangkatan lensa


Pasien tidak bisa melewati operasi dengan baik karena ada penyakit lain
Pasien atau keluarganya tidak bisa memberikan informed consent

Sebelum operasi katarak, ada beberapa hal yang harus dievaluasi, yaitu:
a.
b.
c.
d.

Keadaan umum pasien


Riwayat penyakit mata
Riwayat social
Fungsi penglihatan meliputi visus, kelainan refraksi, serta pemeriksaan
lapangan pandang.

Metode operasi katarak antara lain:


a.

Metode Ekstraksi intrakapsuler (ICCE)


Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.

Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan


dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya
dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan
terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang
dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Kontraindikasi
absolut ICCE adalah katarak pada anak dan dewasa muda serta katarak traumatik
dengan ruptur kapsul. Kontraindikasi relatif ICCE adalah miopi tinggi, sindrom
Marfan, katarak Morgagni.10,11 Operasi ini lebih susah untuk sembuh karena luka
insisi yang sangat lebar sekitar 160-1800, IOL harus diletakkan di camera oculi
anterior atau dijahit di posterior, dan resiko terjadi komplikasi atau penyulit lebih

besar. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma,
uveitis, endoftalmitis, kebocoran vitreus, dan perdarahan.
b. Metode Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit
pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang
dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
Meskipun phakoemulsifikasi telah menjadi metode ekstraksi ekstrakapsular yang
disukai untuk sebagian besar operasi katarak di Amerika Serikat sejak tahun 1990-an,
EKEK konvensional atau standar dianggap kurang berisiko untuk pasien dengan
katarak yang sangat keras atau jaringan epitel kornea yang lemah. Getaran ultrasound
yang digunakan dalam phakoemulsifikasi cenderung menimbulkan stress kornea.
Sebuah ekstraksi katarak ekstrakapsular konvensional membutuhkan waktu
kurang dari satu jam untuk dilakukan. Setelah daerah sekitar mata telah dibersihkan
dengan antiseptik, kain steril digunakan untuk menutupi sebagian wajah
pasien. Pasien diberikan baik anestesi lokal untuk membuat mati rasa jaringan di

sekitar mata atau anestesi topikal untuk membuat mati rasa mata itu sendiri. Eyelid
holder digunakan untuk membuat mata tetap terbuka selama prosedur. Jika pasien
sangat gelisah, dokter mungkin dapat menggunakan obat penenang secara intravena.
Setelah anestesi telah diberlakukan, ahli bedah membuat sayatan di kornea
pada titik di mana sklera dan kornea bertemu. Meskipun panjang khas sayatan EKEK
standar adalah 10-12 mm pada 1970-an, perkembangan IOLs akrilik yang dapat
dilipat telah memungkinkan ahli bedah banyak untuk bekerja dengan sayatan yang
hanya 5-6 mm. Variasi ini kadang-kadang disebut sebagai EKEK sayatan kecil
(small-insision / SICS). Setelah sayatan dibuat, ahli bedah membuat robekan sirkular
di depan kapsul lensa, teknik ini dikenal sebagai capsulorrhexis. Ahli bedah
kemudian dengan hati-hati membuka kapsul lensa dan membuang nukleus lensa
dengan memberikan tekanan dengan instrumen khusus. Setelah nucleus dikeluarkan,
ahli bedah menggunakan suction untuk menghisap sisa korteks lensa. Suatu bahan
viskoelastik khusus disuntikkan ke dalam kapsul lensa kosong untuk membantu
mempertahankan bentuk sementara ahli bedah memasukkan IOL. Setelah lensa
intraokular telah ditempatkan dalam posisi yang benar, substansi viskoelastik akan
dibuang dan sayatan ditutup dengan dua atau tiga jahitan.(17)

Gambar 2.10 Teknik ECCE


c. Metode fakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai
bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan
sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan
keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.

Dalam phakoemulsifikasi, ahli bedah menggunakan probe ultra-sound dimasukkan


melalui sayatan untuk memecah nukleus lensa menjadi potongan-potongan yang lebih
kecil. Teknik baru menawarkan keuntungan insisi yang lebih kecil dari standar
EKEK, jahitan sedikit atau tidak ada untuk menutup sayatan, dan waktu pemulihan
lebih pendek untuk pasien. Kelemahan adalah kebutuhan untuk peralatan khusus dan
kurva belajar yang curam untuk ahli bedah. Satu studi menemukan bahwa ahli bedah
yang diperlukan untuk melakukan sekitar 150 katarak ekstraksi menggunakan
phakoemulsifikasi sebelum tingkat komplikasi mereka jatuh ke tingkat dasar.7
Teknik ini memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan EKEK konvensional,
terutama karena diperlukan insisi lebih kecil. Hal ini diyakini dapat mengurangi
surgically induced astigmatism dan memungkinkan refraksi stabil dan rehabilitasi visi
dan kegiatan sehari-hari. Selain itu, operasi phakoemulsifikasi menunjukkan
inflamasi dan kerusakan sawar darah-aqueus humor yang lebih rendah daripada yang
diamati dengan operasi EKEK . (18)

Gambar 2.11 Teknik Fakoemulsifikasi

d. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS)

yang merupakan

teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih
cepat sembuh, jahitan lebih sedikit atau tidak ada, kauterisasi minimal sampai tidak
ada daripada ECCE, dan lebih murah, tidak butuh latihan lama dibanding phaco.
Operasi ini menggunakan teknik insisi supero oblik (arah jam 9-12) pada perbatasan
sklera-konjungtiva selebar 5-6 mm, lalu membuat terowongan (tunnel) untuk
capsulorhexis, pengeluaran korteks lensa, sampai pemasukkan IOL yang dapat
dilipat. (19,20)

Gambar 2.12 Lokasi insisi pada SICS

Gambar 2.13 Lokasi insisi dan pembuatan terowongan (tunnel).

Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian Operasi Katarak


Metod Indikasi
Keuntungan
e
ICCE
Zonula lemah Tidak
ada
resiko
katarak sekunder.
Peralatan
yang
dibutuhkan sedikit.

ECCE Lensa sangat Peralatan


keras.
dibutuhkan
sedikit.
Endotel kornea

Baik
untuk
kurang bagus.
kornea.
IOL di COP.
Phaco
Sebagian besar Rehabilitasi
katarak kecuali cepat.
katarak
Morgagni dan
trauma.

Kerugian

Resiko tinggi kebocoran vitreous


(20%).
Astigmatisme.
Rehabilitasi visual terhambat.
IOL di COA atau dijahit di
posterior.
yang Astigmatisme.
paling Rehabilitasi visual terhambat.

endotel

visual Peralatan / instrumen mahal.


Pelatihan lama.
Ultrasound dapat mempengaruhi
endotel kornea.

Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita


memerlukan lensa pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara
sebagai berikut(21,15)
1. Kacamata afakia yang tebal lensanya
2. Lensa kontak
3. Lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata pada
saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat.
Perawatan pasca bedah
Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya
lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan
untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda
berat selama sekitar satu mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga
berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari

pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama
pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung
seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi
biasanya pasien dapat melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan
kacamata permanen ( Biasanya 6-8 minggu setelah operasi ). Selain itu juga akan
diberikan obat untuk :
1. Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat
maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
benerapa jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.
2. Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan
perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan
yang tidak sempurna.
3. Obat tetes mata steroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
4. Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.
Tentunya setiap tindakan operasi memiliki resiko, yang paling buruk adalah
hilangnya penglihatan secara permanen. Setelah dilakukan operasi masih mungkin
muncul masalah pada mata, sehingga diperlukan kontrol post operasi yang teratur.
2.10 Komplikasi Katarak Senilis
1. Komplikasi intra operatif
Laserasi muskulus rectus superior
Pendarahan yang banyak
Kerosakan pada kornea( descement detachment)
Iridodialisis dan kerosakan pada iris
Rupture kapsular posterior
2. Kompilikasi dini pasca operatif
Hyphema
Prolapsed iris
Coa menyempit
Post operatis uveitis

Bacteria endophtalmitis
3. Komplikasi lambat pasca operatif
Edema cystoids macular
Retinal detachment
After cataract
Glaucoma in aphakia dan pseudophakia
4. Komplikasi berkaitan intra ocular implant
Malposisi IOL

Tosik bilik mata depan (TASS)

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebab terjadinya katarak senilis ialah karena proses
degeneratif. Selain itu katarak senilis juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor
seperti adanya penyakit metabolisme, trauma serta paparan sinar ultraviolet.
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam empat stadium, yaitu stadium
insipien, imatur, matur dan hipermatur. Gejala umum gangguan katarak meliputi
penglihatan tidak jelas seperti terdapat kabut menghalangi objek, peka terhadap sinar
atau cahaya, dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata memerlukan
pencahayaan yang baik untuk dapat membaca, lensa mata berubah menjadi buram
seperti kaca susu.

Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan kapan katarak


dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan
dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita. Apabila dibiarkan katarak akan
menimbulkan gangguan penglihatan dan komplikasi seperti glaukoma, uveitis dan
kerusakan retina.
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis
ialah disebabkan oleh faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-

hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan


langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan
sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara
teori bermanfaat.
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat
sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada
saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kuszak J., et al.,. Basic and Clinical Science Course Lens and Cataract. San
Fransisco: American Academy of Ophtalmology. 2013.
2. Anderson, R.,. Anatomy. Dalam: Basic and Clinical Science Course. San
Francisco: American Academy of Ophthalmology, p. 8. 2013
3. Riordan-Eva P. & Whitcher J. P.,. Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum.
Edisi 17. s.1: McGraw-Hill. 2010.
4. AAO. Cataract surgery in special situation. In Basic and clinical
sciencecourse : Lens and Cataract. United State of America. Lifelong
Education for The Ophthalmology (LEO). 2003.
5. Clinical anatomy and physiology of the visual system
6. Vaughan DG, Asbury T, riordan-Eva P. Oftalmology Umum Edisi 14. Penerbit
Widya medika. Jakarta: 2000.18.
7. Ilyas, Prof. Sidarta, dr., Sp.M. 2005. Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: FKUI.
8. Bradford C. Basic Ophtalmology. 8TH Edition. San FransiscoAmericanAcademy of opthalmology. 2004.19.
9. Ocampo
VVD,
Roy
H.
Senile

Cataract.

Available

at: http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview. Updated on: 22 January


2013. Accessed on: 19 August 2015
10. Victor V.D et all, 2012, Senile Cataract, Accessed on 18 August 2015,
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#a0104
11. Extra

Capsular

Cataract

Extraction.

Diakses

http://www.surgeryencyclopedia.com/Ce-Fi/Extracapsular-CataractExtraction.html, tanggal 18 Agustus 2015

dari

12. Gogate PM. Small incision cataract surgery: Complications and mini-review.
Indian J Ophthalmol. 2009 Jan-Feb; 57(1): 4549. http://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pmc/articles/PMC2661529/
13. . Sharma RL, Panwar P. Minimal Duration Cataract Surgery Small Incision Cataract
Surgery. Diakses dari http://www.djo.org.in/printerfriendly.aspx?id=159, tanggal 15
April 2013.

Anda mungkin juga menyukai