Tinpus Print
Tinpus Print
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spondilolistesis
merupakan
pergeseran
kedepan
korpus
vertebra
dalam
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI VERTEBRA
13
vertebra
coccygea
Korpus
vertebra
ujung
vertebralis,
kaudal
kolumna
dan
kemudian
structural
ini
daerah
lumbal
dan
sakral menanggung beban yang lebih besar daripada servikal dan torakal. Lengkung
torakal dan sakrokoksigeal mencekung ke arah ventral. Sedangkan servikal dan lumbal
mencekung ke arah dorsal. 2
Vertebra dari berbagai daerah berbeda dalam ukuran dan sifat khas lainnya, dan
vertebra dalam satu daerah pun satu dengan yang lain memperlihatkan perbedaan yang
lebih kecil. Vertebra yang khas terdiri dari corpus vertebra dan arcus vertebra. Corpus
vertebrae adalah bagian ventral yang memberi kekuatan pada kolumna vertebralis dan
menanggung berat tubuh. Corpus vertebrae terutama dari vertebra thorakalis IV ke kaudal
14
berangsur bertambah besar supaya dapat memikul beban yang makin berat. Arcus
vertebrae adalah bagian dorsal vertebra yang terdiri dari pediculus dan lamina arcus
vertebra. Pediculus adalah taju pendek yang kokoh dan menghubungkan lengkung pada
corpus vertebrae; incisura vertebralis merupakan torehan pada pediculus arcus vertebrae.
Incisura vertebralis superior dan incisura vertebralis inferior pada vertebra-vertebra yang
bertetangga membentuk sebuah foramen intervertebalis. Pediculus menjorok kearah
dorsal untuk bertemu dengan dua lempeng tulang yang lebar dan gepeng, yakni lamina
arcus vertebra. Arcus vertebra dan permukaan dorsal corpus vertebra membatasi foramen
vertebrale.Foramen vertebrale berurutan pada kolumna vertebralis yang utuh membentuk
canalis vertebralis yang berisi medulla spinalis, meningens, jaringan lemak, akar saraf
dan pembuluh darah. 2
Tujuh
arcus vertebra :2
Prosessus spinosus
Sendi-sendi kolumna vertebralis terdiri dari sendi-sendi korpus vertebralis, sendisendi arcus vertebralis, sendi kraniovertebralis, sendi kostovertebralis dan sendi sacroiliaca. Sendi korpus vertebralis termasuk jenis sendi kondral (simfisis) yang dirancang
untuk menangguang beban dan kekuatan. Permukaan vertebra-vertebra berdekatan yang
bersendi memperoleh hubungan melalui sebuah discus dan ligamentum. Setiap discus
intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yang terbentuk dari lamel-lamel
fibrokartilago yang teratur konsentris mengelilingi nucleus pulposus yang berkonsistensi
jeli. Antara vertebra servikalis I (atlas) dan II (axis) tidak terdapat diskus intervertebralis.
Ketebalan diskus intervertebralis di berbagai daerah berbeda satu dari yang lain; diskus
intervertebralis
yan
paling
tulang
16
BAB III
SPONDILOLISTESIS
3.1 Definisi
Kata spondylolisthesis berasal dari bahsa Yunani yang terdiri atas kata
spondylo yang berarti tulang belakang (vertebra) dan listhesis yang berarti bergeser.
Maka spondilolistesis adalah suatu pergeseran korpus vertebrae (biasanya kedepan)
terhadap korpus vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan
lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal
tersebut dapat terjadi pula pada tingkat vertebra yang lebih tinggi. 3
Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk : kongenital atau displastik,
isthmus, degeneratif, traumatik dan patologis. Banyak kasus dapat diterapi secara
konservatif. Meskipun demikian, pada individu dengan radikulopati, klaudikasio
neurogenik, abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak berhasil dengan
penanganan non-operatif, dan terdapatnya pergeseran yanf progresif, pembedahan
17
vertebra mengalami pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini
disebut dengan spondilolistesis. Tipe II dibagi dalam tiga subkategori :
Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress
spondilolistesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktur rekuren
yang disebabkan oleh hiperekstensi. Juga disebut dengan stress fraktur
21
patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau
penyakit metabolic tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling
abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage).
Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberculosis tulang, Giant cell
Tumor dan metastasis tumor. 4
3.5 Gambaran Klinis
Gambaran klinis spondilolistesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe
pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya berupa
low back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong, terutama
selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage),
meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental yang terjadi. Tanda neurologis
berhubungan dengan derajat pergeseran dan mengenai system sensoris, motoric dan
perubahan reflex akibat dari pergeseran serabut saraf. Progresifitas listesis pada individu
dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik
berupa :5
Pasien dengan spondilolistesis degenerative biasanya pada orang tua dan muncul
dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio neurogenic atau
gabungan beberapa gejala tersebut. Pergeseran tersebut paling sering terjadi pada L4-5
dan jarang terjadi L3-4. Gejala radikuler sering terjadi akibat stenosis resesus lateralis
dan hipertrofi ligamen atau herniasi diskus. Cabang akar saraf L5 sering terkena dan
menyebabkan kelemahan otot ekstensor halluces longus. Penyebab gejala klaudikasio
neurogenic selama pergerakan adalah bersifat multifactorial. Nyeri berkurang ketika
pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk. Fleksi memperbesar ukuran kanal
dengan menegangkan ligamentum flavum, mengurangi overriding lamina dan
23
pembesaran foramen. Hal tersebut mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga
mengurangi nyeri yang timbul. 5
3.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
radiologis.
1. Gambaran Klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas.
Umunya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Aktivitas membuat
nyeri makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme
otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri yang
spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak
sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti subluksasi vertebra. Keadaan
umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak
berhubungan dengan penyakir atau kondisi lainnya.
2. Pemeriksaan Fisik
Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat
ringan. Dengan subluksasio berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan
tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot.
Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan
nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran/keretakan,
kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat dimana
lesi mulai timbul. Ketika pasien dalam posisi telungkup (prone) di atas meja
pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika
palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang. Nyeri
dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak pasien,
lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien
diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi
fetus. Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Pemeriksaan neurologis
terhadap pasien dengan spondilolistesis biasanya negative. Fungsi berkemih
dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan sindrom cauda
equine yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi.
24
3. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos vertebra merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam diagnosis
spondilosis atau spondilolistesis. X ray pada pasien dengan spondilolistesis
harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri. Film posisi AP, Lateral dan oblique
adalah modalitas standard dan posisi lateral persendian lumbosacral akan
melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada lumbosacral joints,
membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi
defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pad aposisi tersebut
dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri. Pada beberapa kasus
tertentu studi pencitraan seperti bone scan atau CT scan dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada pars interartikularis sangat
mudah terlihat dengan CT scan. Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam
diagnosis awal reaksi stress/tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak
terlihat baik dengan foto polos. Scan positif menunjukkan bahwa proses
penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa
penyembuhan yang definitive akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan
abnormalitas pada tulang dengan baik, akan tetapi MRI sekarang lebih sering
digunakan
karena
selain
dapat
mengidentifikasi
tulang
juga
dapat
mengidentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal dan anatomi serabut saraf ) lebih
baik dibandingkan dengan foto polos. 5
25
26
3.7
Penatalaksanaan
Terapi pada spondilolistesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu operative dan
non operative. Pemilihan terapi pada pasien tergantung dari usia pasien, tipe subluksasi
dan gejala yang dialami oleh pasien. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan nyeri yang
dirasakan pasien dan memperkuat serta stabilisasi vertebra. Prinsip terapi pada
spondilolistesis adalah apabila spondilolistesis yang ringan tanpa gejala, tidak diperlukan
terapi tertentu. Apabila muncul gejala yang masih ringan, terapinya biasanya diberikan
latihan agar tidak terjadi kekakuan vertebra dan penggunaan brace untuk stabilisasi
vertebra. Namun, jika gejala yang timbul berat dan lebih penting lagi apabila sampai
mengganggu aktivitas pasien, maka operasi menjadi pilihan terbaik. 6
1. Konservatif (Non operatif)
27
injuri
untuk
menghilangkan nyeri.
TENS
Transcutaneous electrical
mengurangi
nerve
inflamasi
stimulation
dan
membantu
3.8 Komplikasi
Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan pada
saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang membutuhkan penanganan
dengan pembedahanuntuk menstabilkan spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti
nerve root injury (<1%), kebocoran LCS (2-10 %), kegagalan melakukan fusi (5-25 %),
infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1-5 %). Pada pasien yang perokok,
kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat fusi ialah (>50%). Pasien yang
berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita spondilolistesis
isthmic atau kongenital yang lebih progresif. Radiografi serial dengan posisi lateral harus
dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui perkembangan pasien ini. 6
3.9 Prognosis
Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal kemungkinan
akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien dengan perubahan
vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan mengalami gejala yang
sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya spondilolistesis degenerative meningkat
seiring dengan bertambahnya usia, dan pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada
30% pasien. Bila pergeseran vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin
dekat dan menyebabkan penekanan pada saraf, ha lini akan membutuhkan dekompresi.6
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Sistem Muskuloskeletal. In : Buku Ajar Ilmu Bedah.
2nd ed. Jakarta : EGC; 2005. p. 835.
2. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates : Jakarta; 2002.
3. Spondylolisthesis.
Available
at
http://my.clevelandclinic.org/disorders/back_pain/hic_spondylolisthesis.aspx.
Accessed on May, 23rd 2016.
4. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System.
Williams & Wilkins : USA; 1999.
5. Vokshoor A, Keenan MAE. Spondylolisthesis, Spondylolysis, and Spondylosis.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/1266860-overview.
at
http://www.spine-
health.com/video/spondylolisthesis-symptoms-and-causes-video.
May 23 rd 2016.
31
Accessed
on