Referat Print
Referat Print
lebih dari 80% tidak menyadari bahwa osteoporosis merupakan penyebab langsung fraktur
tulang panggul.
Kegagalan untuk mengidentifikasi, mendidik dan menerapkan langkah-langkah
pencegahan pasien yang berisiko menderita osteoporosis dapat menyebabkan konsekuensi
parah.
Perawatan medis termasuk kalsium, vitamin D, dan agen antiresorptif seperti
bifosfonat, raloxifene, kalsitonin, dan denosumab. Satu agen anabolik, teriparatid juga
tersedia. Perawatan bedah termasuk vertebroplasti dan kyphoplasty
Osteoporosis adalah penyakit yang dapat dicegah yang dapat mengakibatkan
konsekuensi fisik, psikososial, dan ekonomi yang berat. Identifikasi dan pencegahan dari
penyebab sekunder osteoporosis adalah tindakan lini pertama untuk mengurangi dampak dari
kondisi ini.
Tinjauan Pustaka
Definisi
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang yang berakibat pada
rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis
paling umum diderita oleh orang yang telah berumur, dan paling banyak menyerang wanita
yang telah menopause (Hortono, 2000).
Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit tulang
rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis disebut juga sebagai penyakit silent epidemic karena
sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur. (Dalimartha, 2002).
Osteoporosis merupakan penyakit kronik, sistemik progresif, dengan etiologi
multifaktorial yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan deteriorasi mikro
arsitektural jaringan tulang yang menyebabkan peningkatan kerapuhan tulang
WHO mendefiniskan osteoporosis sebagai kepadatan tulang yang berada 2.5 SD
dibawah nilai normal, yang diukur menggunakan dual X-ray absorptiometry (DXR) pada
tulang panggul.[1]
Osteoporosis dapat terjadi akibat massa puncak tulang (peak bone mass) yang lebih
rendah, dan kehilangan massa tulang yang lebih hebat. Kehilangan massa tulang pada wanita
terjadi pada masa menopause dikarenakan jumlah hormon estrogen yang berkurang.
Osteoporosis juga dapat terjadi akibat keadaan alkoholisme, anoreksia, hipertiroidisme,
penyakit ginjal, dan juga pengangkatan ovarium.
Definisi osteoporosis WHO
Definisi WHO berlaku untuk perempuan dan laki-laki berusia 50 tahun atau lebih
pascamenopause.
Meskipun
definisi
ini
diperlukan
untuk
menetapkan
prevalensi
pengobatan. Klasifikasi diagnostik ini tidak dapat diaplikasikan pada wanita premenopause,
pria usia < 50 tahun, dan anak-anak.
Definisi WHO mengenai osteoporosis berdasarkan pengukuran BMD pada wanita
muda sehat diringkas dalam tabel dibawah ini, Setiap berkuranganya standar deviasi pada
pengukuran bone mineral density (BMD), risiko patah tulang meningkat 1,5-3 kali lipat.
Merokok
Berat badan rendah
Kekurangan kalsium
Alkoholisme
Risiko jatuh
Aktifitas fisik kurang
Kesehatan buruk
Dua per tiga fraktur yang terjadi pada vertebra tidak memberikan rasa nyeri, adapun
fraktur vertebra yang memberikan rasa nyeri biasanya ditemukan hal-hal sbb:
lordosis)
Lordosis lumbal yang berkurang
Kehilangan tinggi badan 2-3 cm di setiap fraktur kompresi
Nyeri di groin, buttocks, anterior thigh, medial thigh, anterior knee pada saat
dari 80 % tidak sadar bahwa osteoporosis merupakan penyebab langsung dari fraktur panggul
yang dialami.
Etiologi
Osteoporosis dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan etiologi dan lokalisasi
di tulang, secara umum osteoporosis dibagi menjadi generalisata dan lokalisata. Kedua
kategori ini kemudian dijabarkan lebih jauh menjadi osteoporosis primer dan sekunder.
Osteoporosis primer
Pasien disebut menderita osteoporosis primer apabila kausa sekunder tidak dapat
ditegakkan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah Juvenile osteoporosis
dan
idiopathic osteoporosis. Osteoporosis idiopatik dapat dibagi lagi menjadi tipe 1 dan
tipe 2.
Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder ditegakkan apabila dapat ditemukan adanya penyakit yang
mendasari osteoporosis ataupun adanya penyebab lain seperti defisiesnsi hormon dan
pengaruh obat-obatan. 1/3 dari wanita menopause dan banyak wanita pre-menopause
dan laki-laki, memiliki penyakit yang mendasari kehilangan tulang. Diantara yang
paling penting adalah renal hypercalciuria yang dapat diobati dengan diuretika
thiazide.
Faktor risiko
Faktor risiko dapat dibagi menjadi dapat dimodifikasi (modifiable) dan tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable):
Non modifiable
Usia, baik pada perempuan dan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan defisiensi
hormon, estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-laki. Penurunan
estrogen pada perempuan menyebabkan penurunan bone mineral density
(BMD) yang cepat, sementara penurunan testosterone pada laki-laki memiliki
osteoporosis, ras asia dan eropa memiliki risiko paling besar. [5]
Hereditas. Pasien yang memiliki riwayat fraktur atau osteoporosis dalam
Modifiable
kepadatan tulang.[11]
Defisiensi vitamin D. Kadar vitamin D rendah pada darah sering terjadi pada
usia lanjut. Kekurangan vitamin D dalam tahap ringan berhubungan dengan
peningkatan hormon paratiroid (PTH). PTH meningkatkan resorpsi tulang,
Imobilisasi (use it or lose it), biasa terjadi pada orang dengan fraktur yang
kemudian di imobilisasi menyebabkan osteoporosis sekitar daerah fraktur.
Dapat juga terjadi pada astronot atau pasien tirah baring dalam waktu lama.
Hipogonadisme. Penyakit yang menyebabkan penyakit ini termasuk, sindrom
Turner, sindrom Klinefelter, sindrom Kallmann, anorexia nervosa, andropause,
hypothalamic amenorrhea, hyperprolactinemia. Pada perempuan, efek
hipogonadisme diperantarai oleh estrogen, pada laki-laki oleh androgen.
10
Penyakit
endokrin
seperti
sindroma
Cushing,
hyperthroidisme,
bulan.
Anti epileptik seperti barbiturat dan phenytoin dapat mempercepat metabolism
vitamin D.[2]
Patofisiologi
Untuk dapat memahami patofisiologi osteoporosis, patut dipahami bagaimana
terjadinya pembentukan tulang dan remodeling tulang terlebih dahulu
Pembentukan tulang dan remodeling pada keadaan normal
Mekanisme dasar terjadinya osteoporosis merupakan ketidakseimbangan antara
resorpsi tulang dan pembentukan tulang, akibat tingkat resorpsi tulang yang terlalu cepat,
tingkat pembentukan tulang yang lambat dan massa puncak tulang yang inadekuat akibat
pertumbuhan yang terhambat. Ketiga faktor ini berkontribusi terhadap pertumbuhan jaringan
tulang yang rapuh.
11
12
RANKL sebelum RANKL mengikat RANK sehingga mencegah diferensiasi osteoklas yang
kemudian menurunkan laju resorpsi tulang.[6]
Massa puncak tulang
Massa tulang memuncak pada dekade ketiga dalam hidup dan perlahan-lahan
menurun. Kegagalan tubuh untuk mencapai massa puncak tulang yang tinggi dalam rentang
waktu ini, akibat malnutrisi dsb. merupakan faktor yang berkontribusi terhadap osteoporosis.
Walaupun begitu, pada dasarnya faktor genetika lah yang menentukan massa puncak tulang.[7]
Penuaan dan peran gonadal
Penuaan dan peran organ reproduktif adalah 2 faktor yang paling penting dalam
perkembangan osteoporosis. Kekurangan hormon gonadal, terutama estrogen dapat
meningkatkan ekspresi RANKL dan penurunan sekresi OPG oleh osteoblas. Peningkatan
RANKL menyebabkan peningkatan preosteoklas dan juga meningkatkan aktifitas, ketahanan
dan usia osteoklas matur.
Pada tahap ketiadaan estrogen, sel T memicu peningkatan, diferensiasi dan ketahanan
osteoklas melalui IL-1, IL-2 dan TNF-alpha. Sel-T juga memicu apoptosis prematur osteoblas
dan menghambat diferensiasi osteoblas melalui IL-7.
Penuaan mengakibatkan penurunan jumlah osteoblas secara progresif, dan
proporsional terhadap tuntutan kebutuhan tubuh. Kebutuhan ini ditentukan oleh frekuensi
pembntukan unit multiseluler yang baru dan siklus remodelling yang terjadi.
Defisiensi kalsium
Kalsium, vitamin D, dan PTH bantuan mempertahankan homeostasis tulang. Diet
kalsium tidak memadai atau gangguan penyerapan usus kalsium akibat penuaan atau penyakit
dapat menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder. PTH disekresi dalam menanggapi kadar
kalsium serum yang rendah. Hal ini meningkatkan resorpsi kalsium dari tulang, menurunkan
13
osteoporosis
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
radiografi
konvensional dan dengan mengukur kepadatan mineral tulang (BMD). Metode yang
digunakan untuk mengukur BMD adalah dual-energy X-ray absorptiometry (DXA). Selain
deteksi normal BMD, diagnosis osteoporosis memerlukan penyelidikan penyebab yang
mendasar yang berpotensi untuk dimodifikasi; hal ini dapat dilakukan dengan tes darah dan
tergantung pada kemungkinan masalah yang mendasari.
Dual X-Ray absorptiometry/bone densitometry (DXA)
DXA dianggap sebagai gold standard untuk diagnosis osteoporosis. Diagnosis
osteoporosis ditegakkan ketika kepadatan mineral tulang kurang dari atau sama dengan 2,5
standar deviasi di bawah wanita dewasa muda yang sehat. Hal ini dartikan sebagai T-score.
WHO telah membentuk pedoman diagnostik berikut:
Keterangan
Normal
Osteopenia
Osteoporosis
Osteoporosis Berat
T-score
T > -1
-2,5 < T < -1
T < -2,5 tanpa riwayat fraktur osteoporosis
T < -2,5 dengan riwayat fraktur osteoporosis
BMD harus pada posteroanterior (PA) tulang belakang dan panggul pada semua
pasien yang menjalani DXA. BMD lengan hanya diukur dalam situasi berikut:
Pinggul dan / atau tulang belakang tidak bisa diukur atau ditafsirkan
Hiperparatiroidisme
Pasien sangat gemuk (di atas batas berat untuk tabel DXA)
14
X-Ray konvensional
Radiografi konvensional berguna, baik dengan sendirinya atau disuplementasi dengan
CT-scan atau MRI, untuk mendeteksi komplikasi osteopenia (penurunan massa tulang;
preosteoporosis), seperti patah tulang; untuk diagnosis diferensial dari osteopenia; atau untuk
pemeriksaan tindak lanjut dalam keadaan klinis tertentu, seperti kalsifikasi jaringan lunak,
hiperparatiroidisme sekunder, atau osteomalacia pada osteodistrofi ginjal. Namun, radiografi
konvensional relatif tidak sensitif terhadap deteksi dini dan membutuhkan sejumlah besar
kehilangan massa tulang (sekitar 30%) agar jelas pada gambar X-ray. Plain radiografi tidak
seakurat tes BMD. Karena osteoporosis terutama mempengaruhi tulang trabekular daripada
tulang kortikal, radiografi tidak mengungkapkan perubahan osteoporosis sampai mereka
mempengaruhi tulang kortikal. Tulang kortikal tidak terpengaruh oleh osteoporosis sampai
lebih dari 30% dari tulang telah hilang. Sekitar 30-80% dari mineral tulang harus hilang
sebelum lusensi radiografi menjadi jelas.[16]
Radiografi polos konvensional dianjurkan untuk menilai integritas tulang secara
keseluruhan. Secara khusus, dalam pemeriksaan osteoporosis, radiografi polos dapat
diindikasikan jika patah tulang sudah dicurigai atau jika pasien telah kehilangan lebih dari 1,5
inci tinggi badan atau sekitar 4 cm.
Gambaran radiografi konvensional utama pada osteoporosis adalah penipisan korteks
dan peningkatan radiolusensi. Fraktur vertebra yang merupakan salah satu komplikasi
tersering osteoporosis dapat terbantu dalam diagnosis dan follow-up nya dengan radiografi
konvensional.
Biomarker tulang
Penanda biokimia dari turnover tulang mencerminkan aktifitas pembentukan tulang
atau resorpsi tulang. Penanda tersebut (baik pada pembentukan dan resorpsi) mungkin
meningkat dalam keadaan dimana aktifitas bone turnover tinggi (misalnya, awal menopause,
15
osteoporosis) dan mungkin berguna pada beberapa pasien untuk memantau respon awal
terhadap terapi.
Diantara biomarker yang dapat digunakan untuk membantu penegakan diagnosis
osteoporosis adalah sbb:
Biomarker serum
- Cathepsin K
Enzim ini mampu melakukan katabolisme terhadap elastin, kolagen (tipe
1), dan gelatin sehingga memungkinkannya untuk memecah tulang dan
kartilago. Fragmen yang dihasilkan oleh pemecahan tulang dan kartilago
-
aktivitas osteoblas.[18]
- Carboxy terminal propeptide of type I collagen (PICP)
- Amino terminal propeptide of type I collagen (PinP)
Biomarker urin
- Hydroxyproline
- Pyridinoline (PYD)
- Deoxypyridinoline (Dpd)
- N-telopeptide of collagen cross-links (NTx)
16
Tatalaksana
Menurut pedoman praktek klinis oleh American College of Physicians, karena
kecacatan, morbiditas, mortalitas, dan biaya yang berhubungan dengan pengobatan patah
tulang karena osteoporosis signifikan, maka pengobatan ditujukan untuk pencegahan patah
tulang. Tindakan pencegahan termasuk modifikasi faktor gaya hidup umum, seperti
meningkatkan latihan beban dan latihan penguatan otot, dan memastikan kalsium dan vitamin
D asupan optimal sebagai tambahan.
Perawatan medis termasuk pemberian kalsium yang cukup, vitamin D, dan obat antiosteoporosis seperti bifosfonat, hormon paratiroid (PTH), raloxifene, dan estrogen. Selain itu,
penyebab mendasar osteoporosis yang dapat diobati seperti hiperparatiroidisme dan
hipertiroidisme harus dikesampingkan atau diobati jika terdeteksi.
Perawatan bedah termasuk vertebroplasti dan kyphoplasty untuk meringankan rasa
sakit akibat fraktur kompresi vertebra karena osteoporosis.
Saat ini, tidak ada perawatan benar-benar dapat menyembuhkan osteoporosis yang
telah terjadi. Intervensi dini dapat mencegah osteoporosis pada kebanyakan orang. Untuk
pasien dengan osteoporosis, intervensi medis dapat menghentikan perkembangan
osteoporosis. Jika terdapat penyebab sekunder osteoporosis, penyebab tersebut harus diatasi.
Terapi harus individual didasarkan pada skenario klinis setiap pasien, dengan risiko dan
manfaat dari pengobatan dibahas antara dokter dan pasien.
Gaya hidup
Latihan beban ringan atau latihan ringan yang memperkuat otot dapat memperkuat
tulang pada penderita osteoporosis. Latihan aerobik, latihan beban ringan menunjukkan
peningkatan BMD pada wanita post-menopause.[8]
17
Wanita hamil dan menyusui usia 18 tahun / lebih muda: 1300 mg / hari
Wanita hamil dan menyusui usia 19 tahun / lebih muda: 1000 mg / hari
Farmakologik
National Osteoporotic Foundation (NOF) merekomendasikan bahwa terapi
farmakologis hanya dilakukan untuk wanita menopause dan pria berusia 50 tahun atau lebih
yang memiliki keadaan berikut:[9]
Bifosfonat
Raloxifene
Kalsitonin
Denosumab
Teriparatide (rekombinan hormon paratiroid manusia)
Bifosfonat
Bifosfonat adalah kelas obat yang dapat mencegah hilangnya massa tulang, digunakan
untuk mengobati osteoporosis dan penyakit serupa. Bifosfonat adalah obat yang paling sering
diresepkan untuk mengobati osteoporosis.[20]
Bifosfonat terbagi menjadi 2 kategori yaitu nitrogenous dan non-nitrogenous.
Bifosfonat bekerja dengan cara menghancurkan osteoklas.
Bifosfonat
non-nitrogendimetabolisme
dalam
sel
menjadi
senyawa
yang
menggantikan pirofosfat bagian terminal dari ATP, membentuk molekul non-fungsional yang
19
bersaing dengan adenosine triphosphate (ATP) dalam metabolisme energi sel. Akibatnya,
osteoklas mengalami apoptosis, yang menyebabkan penurunan secara keseluruhan dalam
resorpsi tulang. Contoh obat dari bifosfonat non-nitrogenus adalah etidronat, clodronate, dan
tiludronate.
Bifosfonat nitrogenus bekerja dengan cara mengikat dan menghalangi enzim sintase
farnesyl difosfat (FPPS) di jalur HMG-CoA reduktase
mevalonat). Gangguan FPPS mencegah pembentukan dua metabolit yaitu farnesol dan
geranylgeraniol yang penting untuk menghubungkan beberapa protein kecil ke membran sel.
Fenomena ini dikenal sebagai prenilasi. Prenilasi atas protein spesifik bernama Ras, Rho, dan
Rac, mendasari mekanisme kerja bifosfonat nitrogenous yang mempengaruhi sitoskeleton
dari osteoklas menyebabkan kerapuhan ketahanan sel osteoklas, dan juga proses
pembentukan osteoklas. Contoh obat dari golongan ini adalah Olpadronate, Neridronate
Pamidronate, Alendronate, Risedronate, dan Zoledronate.[21]
Raloxifene
Raloxifene merupakan selective estrogen receptor modulator (SERM). Raloxifene
memiliki sifat estrogenik pada tulang dan anti-estrogenik pada rahim dan payudara.
Raloxifene digunakan dalam pencegahan osteoporosis pada wanita pascamenopause dan
untuk mengurangi risiko kanker payudara invasif pada wanita postmenopause dengan
osteoporosis dan pada wanita menopause yang berisiko tinggi untuk kanker payudara. [22] Baik
untuk pengobatan atau pencegahan osteoporosis, suplementasi kalsium dan / atau vitamin D
harus ditambahkan pada diet jika asupan harian tidak memadai.
Kalsitonin
Kalsitonin meruakan hormon yang diproduksi oleh sel paraffolikular dari kelenjar
tiroid. Dalam bentuk obat, sumber kalsitonin diambil dari kelenjar ultimobrankial ikan
20
Salmon. Kalsitonin dapat digunakan untuk perawatan terhadap osteoporosis, Pagets disease
of the bone, dan juga phantom limb pain.
Kalsitonin berperan dalam kalsium metabolisme kalsium dan metabolisme fosfor.
Secara garis besar, kalsitonin merupakan antagonis PTH. Secara spesifik, kalsitonin
menurunkan kalsium darah dengan mekanisme:[23]
Denosumab
Denosumab merupakan antibodi monoklonal untuk perawatan osteoporosis.
Denosumab menghambat pematangan osteoklas dengan mengikat dan menghambat RANKL.
Hal ini meniru mekanisme osteoprotegerin yang merupaka inhibitor RANKL endogen, yang
konsentrasi dan afinitasnya menurun pada pasien yang menderita osteoporosis. Hal Ini
melindungi tulang dari degradasi, dan membantu untuk melawan perkembangan
osteoporosis.
Teriparatide
Teriparatide merupakan bentuk rekombinan dari PTH. Teriparatide efektif sebagai
agen anabolik tulang dan juga dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan fraktur.
Teriparatide (Forteo) merupakan satu-satunya agen anabolik yang tersedia untuk
pengobatan osteoporosis. Hal ini diindikasikan untuk pengobatan wanita dengan osteoporosis
postmenopause yang berisiko tinggi fraktur, yang telah toleran terapi osteoporosis
sebelumnya, atau pengobatan osteoporosis telah gagal untuk meningkatkan massa tulang. Hal
ini ditunjukkan pada pria dengan osteoporosis idiopatik atau hipogonadisme yang berisiko
tinggi fraktur, yang telah toleran terapi osteoporosis sebelumnya, atau di antaranya terapi
osteoporosis telah gagal. Teriparatide juga disetujui untuk pengobatan pasien dengan
21
22
PENUTUP
Osteoporosis telah menjadi masalah global yang sulit diatasi. Kesulitan ini terjadi
akibat sifatnya yang laten menyebabkan osteoporosis tidak terdiagnosis sehingga terjadi suatu
fraktur. Fraktur yang merupakan komplikasi osteoporosislah yang menyebabkan peningkatan
mortalitas dan penurunan kualitas hidup secara signifikan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kewaspadaan dari pihak masyarakat umum
dan para pekerja kesehatan. Masyarakat umum harus lebih sadar dengan kesehatan mereka
dan mawas diri kepada tubuh mereka sendiri dalam upaya mengatasi masalah kesehatan
mereka sedini mungkin. Sementara pekerja kesehatan dan pemerintah harus melakukan
upaya aktif pula untuk melakukan screening pada populasi berisiko dengan tujuan yang sama,
yaitu mengatasi masalah sedini mungkin dan menghindari terjadinya komplikasi lebih lanjut.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. [Guideline] Institue for Clinical System Improvement. Health Care Guideline.
Available
at:
http://web.archive.org/web/20070718014056/http://www.icsi.org/osteoporosis/diagno
sis_and_treatment_of_osteoporosis__3.html 27 May 2016.
2. Petty SJ, TJ O'Brien, Wark JD. Anti-epileptic medication and bone health.Osteoporos
Int. 2007 February; 18 (2): 129-42. Epub 2006 November 8.
3. Sinnesael M, Claessens F, Boonen S, Vanderschueren D. Novel insights in the
regulation and mechanism of action of androgens on bone. Curr Opin Endocrinol
Diabetes Obese. 2013 Jun; 20 (3): 240-4.
4. Sennesael M, Boonen S, Claessens F, Gielen E, Vanderschuren D. Testosterone and
the male skeleton: a dual mode of action. A Osteoporos. 2011; 2011: 240 328.
5. Melton LJ 3rd. Epidemiology worldwide. Endocrinol Metab Clin North Am. 2003
March; 32 (1): 1-13, v.
6. Raisz LG. Pathogenesis of osteoporosis: concepts, conflicts, and prospects. J Clin
Invest. 2005 Dec. 115(12):3318-25.
7. Mora S, Gilsanz V. Establishment of peak bone mass. Endocrinol Metab Clin North
Am. 2003 Mar. 32(1):39-63.
8. Body JJ, Bergmann P, Boonen S, Boutsen Y, Bruyere O, Devogelaer JP, et al. Nonpharmacological management of osteoporosis: a consensus of the Belgian Bone Club.
Osteoporos Int. 2011 November; 22 (11): 2769-88.
9. [Guidelines] National Osteoporosis Foundation. Clinician's Guide to Prevention and
Treatment
of
Osteoporosis:
2014
Issue,
Version
1.
Available
at
24
12. Ilich JZ, Kerstetter JR. Nutrition in bone health revisited: a story beyond calcium. J
Am Coll Nutr. 2000 Nov-Dec; 19 (6): 715-37.
13. Tucker KL, Morita K, Qiao N, Hannan MT, Cupples LA, Kiel DP. Colas, but not
other carbonated beverages, are associated with low bone mineral density in older
women: The Framingham Osteoporosis Study. Am J Clin Nutr. 2006 Oct; 84 (4): 93642.
14. The American Academy of Pediatrics Committee on School Health. Soft drinks in
schools. Pediatrics. 2004 January; 113 (1 Pt 1): 152-4.
15. Shapses SA, Riedt CS. Bone, body weight, and weight reduction: what are the
concerns? J Nutr. 2006 June; 136 (6): 1453-6.
16. Resnick D, Kransdorf M. Osteoporosis. Bone and Joint Imaging. Third Edition. 2005.
551.
17. Yasuda Y, J Kaleta, Brmme D. The role of cathepsins in osteoporosis and arthritis:
rationale for the design of new therapeutics. Adv Drug deliv Rev. 2005 May 25; 57
(7): 973-93. Epub 2005 Apr 15th.
18. Bharadwaj S, Naidu AG, Betageri GV, Prasada Rao NV, US Naidu. Milk
ribonuclease-enriched lactoferrin induces positive effects on bone turnover markers in
postmenopausal women. Osteoporos Int. 2009 September; 20 (9): 1603-11. doi:
10.1007 / s00198-009-0839-8. Epub 2009 Jan 27.
19. Watts NB, Bilezikian JP, Camacho PM, Greenspan SL, Harris ST, Hodgson SF, et al.
American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guidelines for Clinical
Practice for the diagnosis and treatment of postmenopausal osteoporosis. Endocr
Pract. 2010 Nov-Dec. 16 Suppl 3:1-37.
20. National
Osteoporosis
Society.
Osteoporosis
Available
at:
25
22. Food
and
Drug
Administration.
Available
at:
26