Organophosphate-Degradating Snail
Organophosphate-Degradating Snail
Disusun oleh:
Mhd Fauzi Ramadhani Nasution
10612025
Diajukan sebagai ujian akhir semester (UAS) mata kuliah Bioteknologi Hewan (BI3203)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu cara pengontrolan hama adalah dengan menggunakan pestisida. Salah
satu golongan pestisida yang paling banyak digunakan adalah organofosfat. Berdasarkan
data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1994, penggunaan
pestisida yang ditujukan untuk serangga (insektisida) mencapai 55,42% di seluruh
Indonesia. Penggunaan pestisida golongan organofosfat sebanyak 23,29% di seluruh
Indonesia berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun
1998. Organofosfat dapat terakumulasi di dalam tubuh dan merupakan salah satu
penyebab utama keracunan dan kematian akibat keracunan di dunia. Organofosfat
merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja enzim asetilkolin esterase. Hal ini
dapat menyebabkan munculnya berbagai efek samping bahkan kematian (Titah, 2003;
Costa, 2013).
Keong mas (Pomacea canaliculata) merupakan spesies invasif yang banyak
ditemukan di sawah di negara-negara Asia. Saat ini, keong mas hanya dimanfaatkan
sebagai bahan makanan untuk hewan ternak dan manusia di beberapa negara, seperti
Indonesia, Malaysia, dan Cina (Dong et al., 2012). Berdasarkan data yang diperoleh dari
Ditjen Sarana dan Prasarana, Kementerian Pertanian RI pada tahun 2012, luas lahan
sawah di seluruh Indonesia sekitar 8,1 juta Ha.
Salah satu cara untuk mengurangi pencemaran organofosfat pada lahan sawah
sekaligus meningkatkan daya guna keong mas adalah melalui pembuatan keong mas
transgenik yang dapat mendegradasi organofosfat. Keong transgenik ini dikembangkan
dengan cara menyisipkan gen yang mengkode enzim pendegradasi organofosfat, yaitu
fosfotriesterase (PET), pada zigot keong mas (Rochu et al., 2002). Harapannya, keong
tersebut dapat mensekresikan enzim PET ke saluran pencernaan untuk dibuang bersama
feses. Enzim PET kemudian bekerja di dalam air untuk mendegradasi organofosfat yang
terlarut di dalam air. Keong mas transgenik ini sangat potensial untuk dikembangkan di
Indonesia karena Indonesia memiliki sawah yang sangat luas (8,1 juta Ha) dan tingginya
penggunaan organofosfat pada lahan pertanian, termasuk sawah. Selain itu, keong mas
yang bersifat invasif juga mendukung pengembangan teknologi ini.
1.2 Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari penulisan gagasan ini adalah tulisan ini dapat dimanfaatkan
sebagai acuan dalam pengembangan salah satu metode untuk mengurangi pencemaran
organofosfat pada lahan pertanian (sawah) berbasis organisme transgenik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Organofosfat
Organofosfat merupakan sekelompok senyawa yang banyak digunakan sebagai
insektisida. Organofosfat banyak digunakan sebagai insektisida setelah salah satu jenis
organofosfat, yaitu parathion, berhasil disintesis pada tahun 1994. Secara umum, struktur
organofosfat seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1. X pada gambar tersebut disebut
sebagai leaving group yang akan digantikan oleh gugus lain ketika organofosfat
mengalami reaksi. R1 dan R2 merupakan gugus alkoksi, seperti OCH3. Jenis-jenis
organofosfat yang banyak digunakan sebagai insektisida meliputi parathion, malathion,
chlorpyrifos, metamidophos, diazinon, guthion, dan dichlorvos (Costa, 2013).
mengalami dealkilasi dan dearilasi). Keracunan akut organofosfat terjadi pada berbagai
organ dan menyebabkan berbagai efek, seperti bronkokonstriksi dan peningkatan sekresi
bronkus pada saluran pernafasan. Hal ini dapat menyebabkan sulit bernafas. Selain itu,
efek keracunan akut organofosfat adalah paralisis, pandangan kabur, peningkatan
produksi saliva, air mata, urin, dan keringat, hipotensi, pusing, koma, bahkan kematian
(Costa, 2013).
Gambar 3.2 Keong Mas dan Telurnya (Holswade & Kondapalli, 2013)
BAB III
PENGEMBANGAN
dimiliki oleh sel keong mas (Adams, 2004). Proses rekombinasi homolog yang
diharapkan terjadi dijelaskan secara diagramatis pada gambar 3.2. Setelah rekombinasi
terjadi diharapkan gen Co2+/Co2+-PTE dan GFP mengalami transkripsi ketika gen
GHF10-Pc1 mengalami transkripsi. Diharapkan, enzim fosfotriesterase dan GFP dapat
disekresikan ke dalam saluran pencernaan keong mas dan ikut dibuang bersama feses.
Hal ini bertujuan agar enzim fosfotriesterase dapat mendegradasi organofosfat yang
terdapat di dalam air. Selain itu, GFP dapat dijadikan indikator untuk mengetahui
apakah gen Co2+/Co2+-PTE dan GFP berhasil diinsersi.
keong yang dimasukkan ke dalam wadah tersebut. Dengan kata lain, keong tersebut
merupakan keong transgenik. Setelah keong transgenik didapatkan, dilakukan
perbanyakan individu transgeni dengan cara mengawinkan sesama keong transgenik
(Lipinski et al., 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Adams, D. J., P. J. Biggs, T. Cox, R. Davies, L. van der Weyden, J. Jonkers, J. Smith, B.
Plumb, R. Taylor, I. Nishijima, Y. Yu, J. Rogers, & A. Bradley. 2004. Mutagenic
Insertion and Chromosome Engineering Resource (MICER). Nature Genetics, 36(8):
1-5.
Costa, L. G. 2013. Toxic Effects of Pesticides. In: Klaassen, C. D. (ed.). Casarett and Doulls
Toxicology: The Basic Science of Poisons. New York: McGraw-Hill.
Ditjen Sarana dan Prasarana Kementerian Pertanian RI. 2012. Audit Lahan Pertanian.
[Online] http://psp.pertanian.go.id/index.php/page/lahan_audit diakses tanggal 13 Mei
2015.
Dong, S., G. Zheng, X. Yu, & C. Fu. 2012. Biological Control of Golden Apple Snail,
Pomacea canaliculata by Chinese Soft-Shelled Turtle, Pelodiscus sinensis in the Wild
Rice, Zizania latifolia Field. Scientia Agricola, 69(2): 142-146.
Dumas, D. P., S. R. Caldwell, J. R. Wild, & F. M. Raushel. 1989. Purification and Properties
of the Phosphotriesterase from Pseudomonas diminuta. The Journal of Biological
Chemistry, 264(33): 19659-19665.
Gibson, D. G., L. Young, R. Y. Chuang, J. C. Venter, C. A. Hutchison, & H. O. Smith. 2009.
Enzymatic Assembly of DNA Molecules up to Several Hundred Kilobases. Nature
Methods (6)5: 343-345.
Gibson, D. G. 2011. Enzymatic Assembly of Overlapping DNA Fragments. Methods in
Enzymology 498: 349-361.
Haseloff, J., K. R. Siemering, D. C. Prasher, & S. Hodge. 1997. Removal of a Cryptic Intron
and Subcellular Localization of Green Fluorescent Protein are Required to Mark
Transgenic Arabidopsis Plants Brightly. PNAS, 94: 2122-2127.
Holswade, E. & A. Kondapalli. 2013. Pomacea canaliculata. [Online]
http://animaldiversity.org/accounts/Pomacea_canaliculata/ diakses pada tanggal 13
Mei 2015.
Imjongjirak, C., P. Amparyup, & S. Sittipraneed. 2008. Cloning, Genomic Organization and
Expression of Two Glycosyl Hydrolase Family 10 (GHF10) Genes from Golden Apple
Snail (Pomacea canaliculata). DNA Sequence, 19(3): 224-236.
Lipinski, D., J. Zeyland, M. Szalata, A. Plawski, M. Jarmuz, J. Jura, A. Korcz, Z. Smorag,
M. Pienkowski, & R. Slomski. 2012. Expression of Human Growth Hormone in the
Milk of Transgenic Rabbits with Transgene Mapped to the Telomere Region of
Chromosome 7q. Journal of Applied Genetics, 53: 435-442.
Rochu, D., N. Beaufet, F. Renault, N. Viguie, & P. Masson. 2002. The Wild Type Bacterial
Co2+/Co2+-Phosphotriesterase Shows a Middle-Range Thermostability. Biochimica et
Biophysica Acta, 1594(2): 207-218.
Roodveldt, C. & D. S. Tawfik. 2005. Directed Evolution of Phosphotriesterase from
Pseudomonas diminuta for Heterologous Expression in Escherichia coli Results in
Sabilization of the Metal-Free State. Protein Engineering, Design & Selection, 18(1):
51-58.
Titah, H. S. 2003. Pengaruh Pajanan Inhalasi Campuran Insektisida Klorpirifos dan
Profenofos terhadap Aktivitas Enzim Asetilkolinesterase pada Tikus Putih (Rattus
novergicus) Galur Wistar. Tesis Program Pasca Sarjana Teknik Lingkungan, ITB,
Bandung.