Anda di halaman 1dari 5

1.

Puisi Mantra
Menuai Padi
Hai si lansari baginda sari
Si lansari sari bagadun
Angkau banamo banyak namo
Si lansari ka aku tuai
Urang Kinari pai barameh
Urang Singkarank pai mandulang
Si lansari aku jaanlah cameh
Ka ku tuai ku bao pulang
Hai si lansari bagindo sari
Molah kito pulang ka rumah
Sarato jo rajo rajo angkau
Panggia-mamanggia molah angkau
Kabik-mengkabiak molah angkau
Dari Siuak dari siatang
Dari Agam dari Batipuah
Dari kasiak sumaniak
Taluak ranah rang sungai pagu
Rang nak padi tak baampo
Rang nak ameh tak batintiang
Hai si lansari bagindo sari
Lolah kito pulang ka rumah
Sarato jo raja rajo angkau
Nan babaku hadun tamadun
Bakain kambang ka marindu
Biliak dalam alah mananti
Kalambu tirai - alah mananti
Siupiak itam alah mananti
Bujang kinangan alah mananti
Hu hu huuu si lansari aku
Maknanya : Petani yang telah tiba waktu panen membaca mantra ini berharap padi hasil panen
mereka yaitu padi yang akan dibawa pulang mendapat berkah.

2. Puisi Konkret
Tragedi Winka dan Sihka
kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
sihka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
Ku
(Sutardji Calzoum Bachri, 1983)

Maknanya : Meskipun makna puisi tersebut tidak diungkapkan, bentuk fisik puisi di atas
membentuk makna. Puisi di atas merupakan tragedi. Pembalikan kata /kawin/ menjadi /winka/

dan /kasih/ menjadi /sihka/ mengandung makna bahwa perkawinan antara suami istri itu
berantakan dan kasih antara suami dan isteri sudah berbalik menjadi kebencian.
Baris-baris puisi yang membentuk zig-zag mengandung makna terjadinya kegelisahan
dalam perjalanan perkawinan itu. Pada baris ketujuh kata /kawin/ berjalan mundur. Hal ini
mengandung makna bahwa cinta dalam perkawinan yang tadinya besar, berubah menjadi
semakin lama semakin mengecil. Pada baris ke-15 kata /kawin/ berubah menjadi /winka/, ini
berarti percek-cokan dan perpisahan sudah sering terjadi sehingga kata /kasih/berubah
menjadi/sihka/, artinya kasih itu berubah menjadi kebencian. Pada baris ke-22 kasih itu mundur
sekali, sampai akhirnya tinggal kasih sebelah saja, yakni tinggal /sih/ . Pada akhir puisi ini kawin
dan kasih itu menjadi kaku atau mati. /Ku/ diawali dengan huruf kapitall menyatakan bahwa
mereka kembali kepada Tuhan.

3. Puisi Mbeling

DOA
A
AA
AAA
A A AA
AAAAA
AAAAAA
AAAAAAA
AAAAAAAA
AAAAAAAAA
AAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAAAAA
(Jeihan Sukmantoro)
Maknanya : huruf A dalam puisi tersebut bisa ditafsir sebagai permulaan dari nama Adam, yang
lebih lanjut bisa juga ditafsir sebagai manusia pada umumnya, yang kerap berdoa dan seusai doa
mengatakan Amin. Frase Amin yang diucap sebanyak tujuh belas kali itu, yang berdasar pada
susunan huruf A dalam bentuk piramid itu, apakah merupakan akhir dari pembacaan surat AlFatihah yang diucap dalam setiap rokaat shalat? Bukankah jumlah rokaat shalat wajib dari Subuh
hingga Isya itu sejumlah 17 rokaat? Boleh ditafsirkan demikian, dan boleh juga tidak. Namun,
puisi ini juga dapat diartikan sebagai ucapan persetujuan dalam doa, yang berarti manusia
menyetujui semua yang dipancarkan dan berasal dari Atas, yaitu Tuhan sendiri.

4. Puisi Tipografi
TAPI
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih

aku bawakan resah padamu


tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padmu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah!
(Sutardji Calzoum Bachri, 1981)
Maknanya : Dengan tipografi seperti di atas bisa kita simpulkan bahwa perwajahan puisi
tersebut menggambarkan sebuah pertentangan antara aku dan kau sehingga apa pun yang
dibawa oleh aku selalu kandas dan terjatuh (tak bermakna) di mata aku seperti digambarkan
dalam baris puisi yang anjlok ke bawah dan menjorok ke dalam. Tipografi barisnya yang anjlok
dan menjorok ke dalam seolah menggambarkan bahwa apa yang dimiliki aku sangat
diremehkan, tidak ada apa-apanya dalam pandangan kau. Selain itu, dengan adanya
pemisahan antara baris aku dan kau, seolah menggambarkan bahwa percakapan dalam puisi
itu terjadi dialog antara dua orang, baik antara seorang Budak dengan Tuannya, maupun Hamba
dengan Tuhannya. Hal itu menggambarkan bahwa seorang hamba dengan Tuhannya tidak akan
pernah sejajar.

Anda mungkin juga menyukai