Disusun Oleh :
UMDHAH MUFIDHAH WAHYU ANDINI
P27220014111
HYPER PARENTING
LATAR BELAKANG
Pastinya setiap orang tua menginginkan masa depan anaknya cerah serta pintar di
setiap mata pelajaran. Namun, cara yang dilakukan untuk mencapai itu semua terkadang
dipaksakan dan dirasa kurang tepat. Akhirnya, dengan memaksakan anak belajar menjadi
suatu tindakan yang kerap dilakukan. Pemaksaan yang dilakukan pada anak ketika memasuki
masa emas atau golden age, yakni umur 0-5 tahun, di usia seperti ini memang sewajarnya
anak diberikan dorongan atau stimulus. Akan tetapi, jika diberikan berlebihan seperti dengan
paksaan, tentu bukan cara yang tepat.
Pada usia tersebut seorang anak hanya perlu dibimbing. Tidak perlu hingga dipaksa
untuk belajar melakukan sesuatu. Apalagi seorang anak pada usia tersebut tidak hanya
membutuhkan kecerdasan intelektual. Seorang anak juga memerlukan penguasaan pada
kecerdasan emosional serta kecerdasan sosial. Maka dari itu pemaksaan belajar pada anak
dianggap hal yang tidak baik untuk proses perkembangan otak dan psikologis anak.
Menurut para psikolog, anak yang mengalami tekanan dari orang tuanya akan
mengalami stress, sering memberontak dan merasa dirinya tidak bebas dalam
mengembangkan bakat yang dimilikinya. Diharapkan agar setiap orang tua memahami akan
dampak buruk dari pemaksaan belajar. Kita tidak boleh menjadi orangtua yang hyper
parenting, yaitu orangtua yang memaksakan kehendaknya kepada anak-anak mereka untuk
mewujudkan keinginan kita sebagai orangtua. Bahkan meski itu untuk tujuan
mengembangkan kemampuan dan mewujudkan kehidupan yang baik bagi mereka.
Rumusan Masalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
A. Pengertian
Hyper-parenting atau dikenal juga dengan intensive parenting atau hypervigilance mengacu pada pola asuh anak dimana orang tua memiliki derajat kontrol
tinggi terhadap anak. Intinya, orangtua berusaha keras untuk mencermati apapun yang
dilakukan oleh anak dan segala hal yang diberikan kepada anak, dalam usaha untuk
mengantisipasi berbagai permasalahan yang mungkin bisa terjadi sekarang atau yang
akan datang
Setiap orangtua tentu menginginkan hal-hal yang terbaik untuk anak-anak
mereka. Orangtua pasti ingin anak-anak mereka semua sukses di dunia dan di akhirat.
Mereka ingin anak-anak-anak mereka semua dapat hidup bahagia, punya karir
mantap, penghasilan yang lebih dari cukup, perilaku yang baik dan menyenangkan,
dan lain sebagainya.
Sayangnya, tidak semua orangtua memahami bahwa masing-masing anak
memiliki kepribadian, karakter, bahkan juga impian dan cita-cita. Sering kali kita
sebagai orangtua memaksakan kehendak kita kepada anak-anak tanpa menimbang
kemampuan, kesiapan, dan perasaan anak-anak dengan dalih karena kita ingin anakanak kita mendapatkan yang terbaik untuk kehidupan mereka.
Pada dasarnya, orangtua memang harus memberi stimulasi untuk mendukung
tumbuh kembang anak secara optimal. Namun Anda perlu memerhatikan apa yang
dirasakan dan dipikirkan oleh anak. Bukan hanya apa yang penting atau baik untuk
anak menurut pandangan kita. Selain itu, Anda juga harus paham bahwa semua yang
dilakukan ada prosesnya. Akan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai
hasil yang maksimal dan seringkali yang disebut waktu panjang itu tahunan bahkan
belasan tahun.
Oleh karena itu, jangan terlalu memaksakan anak untuk mendapatkan targettarget luar biasa dalam waktu singkat. Jika anak tumbuh menjadi individu yang terlalu
luar biasa, perhatikan pula hal apa yang hilang dari dirinya. Coba lihat perkembangan
emosionalnya, apakah masih dalam tahapan sesuai usianya? Jika perkembangan
emosionalnya tidak sesuai, maka Anda perlu mencemaskannya.
Apapun keinginan atau mimpi orangtua yang berkaitan dengan anak,
sebaiknya murni berlandaskan rasa kasih sayang dan alasan ingin melihat anak balita
tumbuh kembang dengan maksimal. Bukan berdasarkan kecemasan diri sendiri atau
ambisi yang berlebihan, apalagi karena ego semata. Tidak apa-apa jika Anda
mengikutsertakan anak kursus berenang dengan tujuan agar ia dapat menikmati
liburan di pantai atau waterpark, bukan karena bertujuan agar anak lebih unggul dari
anak lain.
Tidak hanya itu, memberikan kesempatan pada anak atau balita untuk belajar
mengambil keputusan sendiri, memberi kesempatan bagi anak untuk beristirahat yang
cukup ditengah kegiatan yang Anda jadwalkan dan membiarkan anak
mengekspresikan perasaannya tanpa diatur orangtua juga merupakan hal yang perlu
Anda perhatikan saat Anda memiliki rencana-rencana untuk anak.
butuhkan, dan bagaimana cara orangtua harus mendidik anaknya. Treatment yang
lebih akurat dilakukan oleh psikiater anak yang juga akan mencegah anak menjadi
depresi lebih berat.
KESIMPULAN
Hyper-parenting atau dikenal juga dengan intensive parenting atau hyper-vigilance
mengacu pada pola asuh anak dimana orang tua memiliki derajat kontrol tinggi terhadap
anak. Intinya, orangtua berusaha keras untuk mencermati apapun yang dilakukan oleh anak
dan segala hal yang diberikan kepada anak, dalam usaha untuk mengantisipasi berbagai
permasalahan yang mungkin bisa terjadi sekarang atau yang akan datang
Dampaknya akan berpengaruh pada kesehatan mental anak. Anak akan menjadi
pemberontak, pendendam, dan kurang ekspresif. Ini menjadikan penghambat dalam
perkembangan anak jika terus-menerus mendapat paksaan dari orangtua dan pengawasan
ketat dari orangtua. Anak tidak akan bebas melakukan sesuatu yang dia inginkan
Cara menghindari berasal dari orangtua dengan cara meluangkan waktu untuk
anaknya, bermain untuk anaknya, dan memeberikan kasih sayang pada anaknya. Jika masalah
terus berlanjut anjurkan orangtua dan anak datang ke psikiater anak untuk mendapatkan
terapi lebih lanjut, agar tidak terulang kembali.
Daftar Pustaka
Ariani, Anna Surti. 2011. Hyper Parenting . (online
http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/hyper-parenting- pada 19 Maret
2016 )
Faqih F, 2014. Bahaya Hyper Parenting. (online http://www.kesekolah.com/artikeldan-berita/pendidikan/bahaya-memaksakan-anak-untukbelajar.html#sthash.kZw6UE4K.dpbs pada 19 Maret 2016)
Icha, 2011. Dampak Hyper Parenting . ( online
http://www.rumahbunda.com/parenting/efek-negatif-dari-hyper-parentingorangtua-yang-memaksakan-kehendak-pada-anak/ pada 20 Maret 2016 )
Rosenfeld Alvin, MD and Nicole Wise . 2014. Hyper Parenting ( online
http://www.hyper-parenting.com/paper.htm pada 19 Maret 2016)