Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

ISU DAN TREND ANAK


HYPER PARENTING

Disusun Oleh :
UMDHAH MUFIDHAH WAHYU ANDINI
P27220014111

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN DIII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

HYPER PARENTING

LATAR BELAKANG

Pastinya setiap orang tua menginginkan masa depan anaknya cerah serta pintar di
setiap mata pelajaran. Namun, cara yang dilakukan untuk mencapai itu semua terkadang
dipaksakan dan dirasa kurang tepat. Akhirnya, dengan memaksakan anak belajar menjadi
suatu tindakan yang kerap dilakukan. Pemaksaan yang dilakukan pada anak ketika memasuki
masa emas atau golden age, yakni umur 0-5 tahun, di usia seperti ini memang sewajarnya
anak diberikan dorongan atau stimulus. Akan tetapi, jika diberikan berlebihan seperti dengan
paksaan, tentu bukan cara yang tepat.
Pada usia tersebut seorang anak hanya perlu dibimbing. Tidak perlu hingga dipaksa
untuk belajar melakukan sesuatu. Apalagi seorang anak pada usia tersebut tidak hanya
membutuhkan kecerdasan intelektual. Seorang anak juga memerlukan penguasaan pada
kecerdasan emosional serta kecerdasan sosial. Maka dari itu pemaksaan belajar pada anak
dianggap hal yang tidak baik untuk proses perkembangan otak dan psikologis anak.
Menurut para psikolog, anak yang mengalami tekanan dari orang tuanya akan
mengalami stress, sering memberontak dan merasa dirinya tidak bebas dalam
mengembangkan bakat yang dimilikinya. Diharapkan agar setiap orang tua memahami akan
dampak buruk dari pemaksaan belajar. Kita tidak boleh menjadi orangtua yang hyper
parenting, yaitu orangtua yang memaksakan kehendaknya kepada anak-anak mereka untuk
mewujudkan keinginan kita sebagai orangtua. Bahkan meski itu untuk tujuan
mengembangkan kemampuan dan mewujudkan kehidupan yang baik bagi mereka.

Rumusan Masalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa pengertian dari hyper parenting ?


Bagaimana ciri-ciri orang tua yang hyper parenting
Apa saja akibat dari hyper parenting ?
Apa penyebab terjadinya hyper parenting ?
Bagaimana cara menghindari hyper parenting ?
Bagaimana cara seorang perawat mengatasi hyper parenting ?

A. Pengertian
Hyper-parenting atau dikenal juga dengan intensive parenting atau hypervigilance mengacu pada pola asuh anak dimana orang tua memiliki derajat kontrol
tinggi terhadap anak. Intinya, orangtua berusaha keras untuk mencermati apapun yang
dilakukan oleh anak dan segala hal yang diberikan kepada anak, dalam usaha untuk
mengantisipasi berbagai permasalahan yang mungkin bisa terjadi sekarang atau yang
akan datang
Setiap orangtua tentu menginginkan hal-hal yang terbaik untuk anak-anak
mereka. Orangtua pasti ingin anak-anak mereka semua sukses di dunia dan di akhirat.
Mereka ingin anak-anak-anak mereka semua dapat hidup bahagia, punya karir
mantap, penghasilan yang lebih dari cukup, perilaku yang baik dan menyenangkan,
dan lain sebagainya.
Sayangnya, tidak semua orangtua memahami bahwa masing-masing anak
memiliki kepribadian, karakter, bahkan juga impian dan cita-cita. Sering kali kita
sebagai orangtua memaksakan kehendak kita kepada anak-anak tanpa menimbang
kemampuan, kesiapan, dan perasaan anak-anak dengan dalih karena kita ingin anakanak kita mendapatkan yang terbaik untuk kehidupan mereka.
Pada dasarnya, orangtua memang harus memberi stimulasi untuk mendukung
tumbuh kembang anak secara optimal. Namun Anda perlu memerhatikan apa yang
dirasakan dan dipikirkan oleh anak. Bukan hanya apa yang penting atau baik untuk
anak menurut pandangan kita. Selain itu, Anda juga harus paham bahwa semua yang
dilakukan ada prosesnya. Akan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai
hasil yang maksimal dan seringkali yang disebut waktu panjang itu tahunan bahkan
belasan tahun.
Oleh karena itu, jangan terlalu memaksakan anak untuk mendapatkan targettarget luar biasa dalam waktu singkat. Jika anak tumbuh menjadi individu yang terlalu
luar biasa, perhatikan pula hal apa yang hilang dari dirinya. Coba lihat perkembangan
emosionalnya, apakah masih dalam tahapan sesuai usianya? Jika perkembangan
emosionalnya tidak sesuai, maka Anda perlu mencemaskannya.
Apapun keinginan atau mimpi orangtua yang berkaitan dengan anak,
sebaiknya murni berlandaskan rasa kasih sayang dan alasan ingin melihat anak balita
tumbuh kembang dengan maksimal. Bukan berdasarkan kecemasan diri sendiri atau
ambisi yang berlebihan, apalagi karena ego semata. Tidak apa-apa jika Anda
mengikutsertakan anak kursus berenang dengan tujuan agar ia dapat menikmati
liburan di pantai atau waterpark, bukan karena bertujuan agar anak lebih unggul dari
anak lain.
Tidak hanya itu, memberikan kesempatan pada anak atau balita untuk belajar
mengambil keputusan sendiri, memberi kesempatan bagi anak untuk beristirahat yang
cukup ditengah kegiatan yang Anda jadwalkan dan membiarkan anak
mengekspresikan perasaannya tanpa diatur orangtua juga merupakan hal yang perlu
Anda perhatikan saat Anda memiliki rencana-rencana untuk anak.

B. Ciri-Ciri Orangtua Hyper Parenting


1. Cermat dan Mendetail Terhadap Aktivitas Anak
Orangtua tahu benar, bagaimana orangtua tahu berapa sendok ia makan, berapa
lama waktu bermain, dan segala aspek kehidupan anak.
2. Stimulasi berlebihan pada anak atau balita
Si kecil yang belum merespon karena memang belum mampu terus saja
dipaksakan oleh orangtua dengan pola asuh seperti ini. Misalkan dalam
penggunaan toilet. Meski si kecil belum bisa,tapi terus saja dilatih bahkan dipaksa
atau dimarahi jika tidak berhasil atau menolak melakukannya
3. Harus sama
Mereka akan berusaha menyamakan pengasuhan yang dilakukan asistennya di
rumah, bahkan menyamakan pengasuhan yang dilakukan kakek atau nenek si
anak. Padahal, normalnya pasti terdapat perbedaan-perbedaan pola asuh meski
memiliki tujuan akhir yang sama.
4. Merasakan cemas yang berlebihan
Sebenarnya sah-sah saja hal ini dilakukan oleh orangtua. Namun,jika berlebihan
hanya akan menimbulkan kesan overprotective terhadap anak. Sebut saja misalkan
anak Anda sedang bermain di rumah temannya dan Anda bisa menelpon berkalikali hanya untuk menanyakan keadaan anak, apa yang dimakan, apa yang
dimainkan dan tak lupa menitipkan sederet larangan untuk anak.
5. Memaksakan kehendak anak
Ketika Anda sudah melarang anak untuk Berperilaku tak masuk akal seperti
meminta anak untuk tidak bermain seharian dan memaksanya mengerjakan suatu
kegiatan yang dianggap positif seperti terus-menerus belajar membaca, menulis
dan berhitung
C. Akibat dari Hyper Parenting
1. Anak-anak menjadi pemarah, emosional, pemberontak, dan pendendam
Disebabkan karena paksaan dan beban yang diberikan orangtua kepadanya. Tidak
ada kesempatan pada anak untuk bisa melakukan kemauan yang dia miliki
menyebabkan rasa marah, memberontak dan pendendam.
2. Mudah cemas dan memiliki kekhawatiran yang berlebihan
Anak akan merasa cemas dan takut jika tindakan yang dia lakukan salah dan
membuat orangtua marah. Setiap tindakan yang dia lalukan tidak dapat bebas dan
selalu diawasi oleh orangtua.
3. Sering sakit (terutama sakit kepala)
Perasaan stress yang diterima anak akan menyebabkan sakit kepala dan penyakit
lainnya.
4. Kurang ekspresif, kurang bisa bergaul, dan malas berbicara
Anak tidak mempunyai kesempatan untuk mengekspresikan isi hatinya, karena
selalu ditekan oleh orangtua. Pergaulan anak juga dibatasi karena dengan bergaul
dengan sembarang orang akan memengaruhi masa depan anak. Dengan jarang
bergaul anak akan malas untuk berbicara.
5. Nampak tertekan, tidak bahagia, dan tidak bergairah
6. Dapat mendorong anak untuk melakukan hal-hal menyimpang

D. Penyebab dari Hyper Parenting


Tidak bisa dipungkiri juga, bahwa orangtua yang menerapkan pola asuh
demikian (hyper parenting) biasanya mengalami masa kecil yang hampir sama. Atau,
biasanya juga terjadi pada orangtua yang merasa tidak puas dengan karir atau segala
hal yang mereka peroleh, sehingga mereka melampiaskannya pada anak-anak mereka.
Sebenarnya, wajar saja jika orangtua berharap anak-anak mereka dapat mewujudkan
keinginan mereka. Tapi, kita pun perlu tahu bahwa memaksakan kehendak bukanlah
jalan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah. Ada dampak yang bisa menjadi
sangat fatal bagi anak-anak, yaitu dapat menghambat pertumbuhannya, juga dapat
menimbulkan kemarahan yang berlebihan dikarenakan anak-anak merasa tidak
memiliki kebebasan untuk memilih atau melakukan keinginannya sendiri.
Anak-anak akan berpresepsi jika apa yang mereka lakukan salah akan
membuat orangtua marah ataupun kecewa terhadap mereka. Ini juga yang akan
menyebabkan mereka menjauhi orang tua, menjadi pribadi yang buruk dan merasa
depresi saat menginjak usia remaja. Anak akan cenderung memberontak jika terus
terjadi pemaksaan dalam perkembangannya.
Orang tua selalu berfokus pada masa depan anak dan tidak memikirkan
perkembangan anaknya. Orangtua selalu ingin anaknya menjadi sukses dan
membanggakan dirinya. Tetapi, orangtua hyper parenting dalam cara mereka
mendidik terdapat pemaksaan yang akan mempengaruhi perkembangan mental anak
itu sendiri. Seperti dampak yang akan ditimbulkan hyper parenting. Orangtua dengan
hyper parenting terkadang mempunyai masa lalu dengan hyper parenting juga, dan
akan menurunkan didikannya kepada anaknya. Mereka juga mempunyai rasa khawatir
yang berlebih kepada apa yang dilakukan oleh anaknya.
Orangtua hyper parenting cenderung memaksa anaknya menjadi yang dia
inginkan tanpa peduli bagaimana hobi ataupun kemamuan mereka. Status sosialpun
termasuk dalam sebab kenapa orangtua lebih melakukan hyper parenting, dengan
masa depan anak yang cerah, orangtua akan merasa bangga. Orangtua akan
melakukan segala cara mulai dari pembelajaran private, kursus, ataupun pelajaran
lainnya, dan orangtua tak memberi kesempatan untuk anaknya mengembangkan apa
yang anak inginkan.
E. Cara menghindari Hyper Parenting
Menghindari hyper parenting yang terpenting adalah sadari bagaimana cara kita
mendidik anak. Berikut cara yang dapat menghindarinya:
1. Kurangi Waktu Kerja
Orangtua harus berpikir terlebih dahulu jika mendapat pekerjaan atau proyek yang
baru. Kurangi pemikiran bekerja sebanyak mungkin demi membayar biaya
pendidikan anak. Pekerjaan yang padat akan membuang waktu luang dengan
keluarga terutama dengan anak. Lebih baik meluangkan waktu untuk bermain,
bencengkrama dengan anak tanpa melibatkan urusan pendidikan.
2. Character Count

Ini bagaimana orangtua menjalani hidup di depan anaknya daripada bagaimana


anak harus hidup melebihi dirinya. Karena anak-anak akan mengikuti bagaimana
cara orangtuanya bertahan hidup.
3. Masa kanak-kanak adalah tahap persiapan, bukan tahap kerja
Anak-anak bukanlah orang dewasa. Tindakan yang mereka lakukan tidak dapat
dinilai dari aspek kinerja, anak-anak belum bisa matang dan berfikir dengan baik
apa yang harus mereka lakukan. Dengan paksaan untuk menjadi dewasa akan
menambah beban pada usia anak-anak mereka.
4. Orangtua adalah tempat ternyaman bagi anak
Yang dimiliki anak-anak adalah orangtua. Orangtua yang mempunyai kehangatan
dengan anaknya tanpa ada paksaan diantara mereka. Anak akan merasa lebih
nyaman dan aman tanpa memliki beban ataupun paksaan.
5. Percaya pada diri sendiri
Tidak perlu mengikuti saran orang lain dengan mendidik anak yang macammacam. Percayalah orangtua dapat mendidik anaknya menjadi yang lebih baik
dan percaya bahwa anaknya akan menjadi sukses dikemudian hari.
F. Cara Perawat mengatasi hyper Parenting
1. Health Education
Sebagai seorang perawat yang menangani kasus hyper parenting, kaji
bagaimana tingkat hyper parenting yang terjadi pada anak. Yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana cara mengubah pola pikir orangtua tentang
mendidik anak dengan tanpa paksaan. Orangtua diberikan masukan bagaimana
mendidik anak tanpa paksaan dan memarahi anaknya tanpa membuat anaknya
menjadi trauma.
Bagaimana pola pikir orangtua untuk anaknya juga diluruskan, bahwa tidak
semua anak dapat melakukan apa yang orangtua inginkan. Cara seperti
menghindari hyper parenting dan akibat yang akan ditimbulkannya harus
disampaikan. Meluangkan waktu untuk anak dan percaya pada kemamuan anak
dapat mengatasi hyper parenting. Beri pengertian bagaimana tahap perkembangan
anak pada usia-usia yang rawan, yang dapat mempengaruhi mental anak dimasa
mendatang.
Anjurkan untuk bercengkrama dengan anak tanpa topik pendidikan dan buat
anak nyaman berada di dekat orangtuanya. Pola pikir yang mengikuti orang lain
diluruskan lagi dengan bagaimana kondisi anak yang sesuai dan bagaimana
mendidik anak dengan kondisi anak tersebut.
Untuk anak beri dia kenyamanan berada di dekat orangtuanya. Memberikan
pengertian bahwa orangtuanya sayang dengan mereka dan bangga dengan mereka.
Pahami sedikit demi sedikit apa yang diinginkan anak, dan ikuti anak selama itu
benar. Memacu anak untuk mengutarakan apa yang dia rasakan tentang
orangtuanya tanpa paksaan.
2. Collaborating dan Counseling
Untuk anak dengan tingkat stress yang cukup tinggi akibat dari hyper
parenting, seorang perawat menganjurkan untuk melakukan konseling dengan
psikiater anak. Psikiater akan lebih memahami anak, apa yang seharusnya dia

butuhkan, dan bagaimana cara orangtua harus mendidik anaknya. Treatment yang
lebih akurat dilakukan oleh psikiater anak yang juga akan mencegah anak menjadi
depresi lebih berat.

KESIMPULAN
Hyper-parenting atau dikenal juga dengan intensive parenting atau hyper-vigilance
mengacu pada pola asuh anak dimana orang tua memiliki derajat kontrol tinggi terhadap
anak. Intinya, orangtua berusaha keras untuk mencermati apapun yang dilakukan oleh anak
dan segala hal yang diberikan kepada anak, dalam usaha untuk mengantisipasi berbagai
permasalahan yang mungkin bisa terjadi sekarang atau yang akan datang
Dampaknya akan berpengaruh pada kesehatan mental anak. Anak akan menjadi
pemberontak, pendendam, dan kurang ekspresif. Ini menjadikan penghambat dalam
perkembangan anak jika terus-menerus mendapat paksaan dari orangtua dan pengawasan
ketat dari orangtua. Anak tidak akan bebas melakukan sesuatu yang dia inginkan

Cara menghindari berasal dari orangtua dengan cara meluangkan waktu untuk
anaknya, bermain untuk anaknya, dan memeberikan kasih sayang pada anaknya. Jika masalah
terus berlanjut anjurkan orangtua dan anak datang ke psikiater anak untuk mendapatkan
terapi lebih lanjut, agar tidak terulang kembali.

Daftar Pustaka
Ariani, Anna Surti. 2011. Hyper Parenting . (online
http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/hyper-parenting- pada 19 Maret
2016 )
Faqih F, 2014. Bahaya Hyper Parenting. (online http://www.kesekolah.com/artikeldan-berita/pendidikan/bahaya-memaksakan-anak-untukbelajar.html#sthash.kZw6UE4K.dpbs pada 19 Maret 2016)
Icha, 2011. Dampak Hyper Parenting . ( online
http://www.rumahbunda.com/parenting/efek-negatif-dari-hyper-parentingorangtua-yang-memaksakan-kehendak-pada-anak/ pada 20 Maret 2016 )
Rosenfeld Alvin, MD and Nicole Wise . 2014. Hyper Parenting ( online
http://www.hyper-parenting.com/paper.htm pada 19 Maret 2016)

Anda mungkin juga menyukai