Anda di halaman 1dari 13

Anjak Piutang

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang


Perusahaan Pembiayaan pasal 1 (e) bahwa Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut
pengurusan atas piutang tersebut. Berdasarkan Pasal 4 Kegiatan Anjak Piutang dilakukan
dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan
atas piutang tersebut. Kegiatan Anjak Piutang dapat dilakukan dalam bentuk Anjak Piutang
tanpa jaminan dari Penjual Piutang (Without Recourse) dan Anjak Piutang dengan jaminan
dari Penjual Piutang (With Recourse). Anjak Piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang
(Without Recourse) adalah kegiatan Anjak Piutang dimana Perusahaan Pembiayaan
menanggung seluruh risiko tidak tertagihnya piutang sedangkan anjak piutang dengan
jaminan dari Penjual Piutang (With Recourse) adalah kegiatan Anjak Piutang di mana Penjual
Piutang menanggung risiko tidak tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual
kepada Perusahaan Pembiayaan.

Keterangan :
a. Penjual (klien) menjual barang kepada pembeli (customer) secara kredit dengan jangka
waktu pendek.
b. Untuk kepentingan dana segar (cash flow), Penjual (klien) meminta persetujuan kepada
pembeli (customer) untuk menjual piutang tersebut kepada perusahaan lembaga
pembiayaan (yang dalam hal ini perusahan factoring) kepada factor.
c. Pembeli (customer) menyetujui perpindahan hak menagih dari penjual (klien) kepada
factor

d. Data mengenai piutang yang berasal dari jual beli tersebut oleh penjual (klien)
diteruskan/dipindahkan kepada factor.
e. Atas dasar itu, maka dibuatlah perjanjian factoring antara penjual (klien) dan factor.
f. Factor membayar kepada klien penjualan piutangnya dengan harga diskonto tertentu.
g. Pembeli (customer) setelah jangka waktu jatuh temponya perjanjian jaul beli kredit
membayar utangnya kepada factor.
Anjak Piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang (Without Recourse)
Jika piutang dijual tanpa jaminan dari penjual piutang (without recourse), maka
pembeli menanggung risiko ketertagihan piutang dan setiap kerugian kredit. Dalam transaksi
seperti dalam penjualan aktiva, penjual mendebet Kas untuk hasil yang diterima dan
mengkredit Piutang Usaha sebesar nilai nominal piutang. Selisihnya, yang dikurangi dengan
setiap provisi untuk penyesuaian piutang yang mungkin (diskon, retur, pengurangan harga,
dan sebagainya), diakui sebagai Kerugian atas Penjualan Piutang. Penjual menggunakan akun
Terhutang dari Factor (dilaporkan sebagai piutang) untuk mencatat hasil yang ditahan oleh
faktor untuk menutupi diskon penjualan, retur penjualan, dan pengurangan harga.
Ilustrasi:
Crest Tekstil melakukan anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang sebesar $500.000
kepada Commercial Factors, Inc. Commercial Factor, Inc mengenakan beban pembiayaan
sebesar 3% dari jumlah piutang usaha dan menahan sebesar 5% dari jumlah piutang usaha.
Ayat jurnal untuk mencatat transfer piutang usaha tersebut adalah sebagai berikut:
Crest Tekstil, Inc
Kas
460.000
Terutang dari Factor
25.000*
Kerugian atas
Penjualan Piutang
Piutang Usaha
*5% x $500.000

15.000**
500.000

Commercial Factors, Inc


Piutang Usaha
500.000
Terutang kepada Crest
25.000
Tekstil
Pendapatan

15.000

Pembiayaan
Kas

460.000

**3% x $500.000
Dalam mengakui penjualan piutang, Crest Tekstil mencatat kerugian sebesar $15.000. Laba
bersih factor adalah selisih antara pendapatan pembiayaan, $15.000, dengan jumlah setiap
piutang yang tidak dapat ditagih.
Anjak Piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang (With Recourse)

Jika piutang dijual dengan jaminan dari penjual piutang (with resource), maka penjual
menjamin pembayaran kepada pembeli seandainya debitor tidak mampu membayar. Untuk
mencatat transaksi jenis ini, digunakan pendekatan komponen keuangan (financial
components approach), karena penjual akan terus terlibat dengan piutang. Dalam pendekatan
ini, setiap pihak yang terlibat mengakui aktiva dan kewajibann yang mereka kendalikan
setelah penjualan.
Ilustrasi
Crest Tekstil melakukan anjak piutang dengan jaminan dari penjual piutang sebesar $500.000
kepada Commercial Factors, Inc. Commercial Factor, Inc mengenakan beban pembiayaan
sebesar 3% dari jumlah piutang usaha dan menahan sebesar 5% dari jumlah piutang usaha.
Telah ditentukan bahwa jaminan dari penjual piutang memiliki nilai wajar sebesar $6.000.
Untuk menghitung kerugian atas penjualan piutang oleh Crest Tekstil, hasil bersih dari
penjualan itu dihitung sebagai berikut:
Perhitungan Hasil Bersih
Kas yang diterima
Terutang dari Factor
Dikurangi: Jaminan dari Penjual Piutang
Hasil Bersih

460.000
25.000
(6.000)
$479.000

Hasil bersih (net proceeds) adalah kas atau aktiva yang diterima dalam penjualan dikurangi
setiap kewajiban yang terjadi. Kerugiannya dihitung sebagai berikut:
Perhitungan Kerugian Atas Penjualan
Nilai buku (tercatat)
Hasil Bersih
Kerugian atas penjualan piutang

500.000
479.000
$21.000

Ayat jurnal untuk mencatat penjualan piutang dengan jaminan dari penjual piutang adalah
sebagai berikut:
Crest Tekstil, Inc
Kas
460.000
Terutang dari Factor
25.000
Kerugian

atas 21.000

Penjualan Piutang
Piutang Usaha
Jaminan
dari
Penjual Piutang

500.000
6.000

Commercial Factors, Inc


Piutang Usaha
500.000
Terutang kepada Crest
25.000
Tekstil
Pendapatan

15.000

Pembiayaan
Kas

460.000

Dalam kasus ini, Crest Tekstil mengakui kerugian sebesar $21.000. Selain itu, suatu
kewajiban sebesar $6.000 juga dicatat untuk menunjukkan pembayaran yang mungkin terjadi
kepada Commercial Factor atas piutang tak tertagih. Jika seluruh piutang tertagih maka Crest
Tekstil akan mengeliminasi jaminan dari penjual piutang dan menaikkan laba. Laba bersih
Commercial Factors adalah pendapatan pembiayaan sebesar $15.000 karena tidak akan
memiliki piutang ragu-ragu yang berhubungan dengan piutang tersebut.

Aspek Perpajakan
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keungan No. 251/ KMK.03/2002 disebutkan
bahwa untuk Jasa Anjak Piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima
berupa service charge, provisi, dan diskon (Pasal 2 ayat 2 huruf j).
Adapun sifat dari pajak pertambahan nilai yang diperlakukan pada transaksi anjak piutang
adalah pajak pertambahan nilai yang tidak dapat dikreditkan sebagai pajak masukan.
Sehingga jumlah pajak terutang wajib langsung disetorkan ke kas negara.
Penghitungan Pajak
DPP

= 5 Jumla h seluru h imbala n


=

5 460.000

= 23.000

PPN

= 10 Barang Kena Pajak


=

10 23.000

= 2.300
Dari Commercial Factor, Inc.
2 januari 2015

PPN Masukan

2.300

Kas

2.300

Dari Crest Textiles Inc.


2 januari 2015

Kas

2.300
PPN Keluaran

2.300

FINANCE LEASE
Dari Sisi Lessee
Pada tanggal 1 Januari 2015, PT LMNTRIX (Lesses) menandatangani kontrak sebuah
mesn selama 4 tahun dengan PT DMOB (Lessor). Nilai wajar mesin saat awal sewa sebesar
Rp 150.000.000, tanpa nilai residu. PT LMNTRIX mulai menggunakan mesin tersebut pada
tanggal 2 Januari 2015. Pada akhir masa sewa, mesin dikembalikan ke PT DMOB yaitu pada
tanggal 31 Desember 2018. PT DMOB menetapkan pembayaran sewa dilakukan secara
tahunan tiap awal periode mulai 2 Januari 2015 sebesar Rp 41.933.445. PT LMNTRIX
membayar biaya langsung awal sebesar Rp 10.000.000 di luar pembayaran sewa. Tingkat
bunga implisit yang ditetapkan PT DMOB sebesar 8% (diketahui oleh PT LMNTRIX)
sedangkan tingkat bunga inkremental bagi PT LMNTRIX adalh sebesar 10%. Umur
ekonomik mesin diestimasikan sebesar 5 tahun. Metode penyusutan yang digunakan kedua
perusahaan adalah garis lurus.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan analisis atas jenis sewa, yaitu
sebagai berikut:
1. Perjanjian sewa menyatakan adanya pengalihan kepemilikan aset kepada lesse pada akhir
masa sewa. Kriteria ini tidak terpenuhi karena aset dikembalikan ke PT DMOB pada
akhir masa sewa
2. Lesse memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai
wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat
dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan. Kriteria ini juga tidak terpenuhi karena tidak
ada opsi untuk membeli aset yang ditawarkan kepada PT LMNTRIX dalam perjanjian
sewa.
3. Masa sewa mencakup sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak
dialihkan. Kriteria ini terpenuhi karena masa sewa (4 tahun) meliputi sebagian besar umur
ekonomis aset sewaan (5 tahun)
4. Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa, minimum secara subtansial
mendekati nilai wajar aset sewaan. Kriteria ini terpenuhi dengan perhitungan sebgai
berikut:
Pembayaran sewa minimum
Faktor nilai kini anuitas due of 1 (n=4,i = 8%)
Nilai kini pembayaran sewa minimum
Nilai wajar aset

Rp 41.933.445
3,5770969
Rp150.000.000
Rp150.000.000

5. Aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu
modifikasi secara material. Karena ini tidak terpenuhi karena tidak terdapat informasi
terkait.
Maka jurnalnya yaitu:
2 januari 2015

Aset Sewa Pembiayaan

160.000.000

Liabilitas Sewa Pembiayaan

150.000.000

Kas

10.000.000

Jika tidak terdapat biaya langsung awal, maka nilai aset yang diakui sama dengan
nilai liabilitasnya. Perlu diperhatikan bahwa pengakuan aset dilakukan pada awal masa
sewa yaitu tanggal 2 januari 2015, sedangkan tanggal 1 januari 2015 adalah awal sewa.
Untuk memudahkan pencatatan selanjutnya, sebaliknya menggunakan tabel amortisasi,
yaitu:
Tabel Amortisasi bagi Lessee-Tanpa Nilai Residu
Tanggal
2/1/15
2/1/15
2/1/16
2/1/17
2/1/18

Penerimaan

Pendapatan

Pengurangan

Sewa

Bunga (8%)

Pokok Piutang

41.933.445
41.933.445
41.933.445
41.933.445

8.645.324
5.982.275
3.106.181

41.933.445
33.288.121
35.951.170
38.827.264

Piutang
Sewa
150.000.000
108.066.555
74.778.434
38.827.264
0

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa tanggal 2 januari 2015 ada 2 baris karena
pembayaran sewa pertama dilakukan langsung di awal masa sewa, sehingga seluruh
pembayaran merupakan pelunasan pokok. Beban bunga dihitung dari 8% dikali labilitas
sewa pada tangggal pembayaran sebelumnya., sehingga tidak ada beban bunga yang
diakui pada tanggal 2 januari 2015. Beban bunga belum terjadi jika waktu belum berjalan
dar awal masa sewa. Pengurangan pengurangan pokok liabilitas diperoleh dari selisih
antara pembayaran sewa dengan beban bunga. Atas pembayaran tersebut PT LMNTRIX
mencatat jurnalnya sebagai berikut:
2 januari 2015

Liabilitas Sewa Pembiayaan


Kas

41.933.445
41.933.445

Pada akhir tahun 2015, PT LMNTRIX mencatat penyusutan atas aset sewaan sebesar
Rp40.000.000 (Rp160.000.000/4). Aset disusutkan selama 4 tahun bukan 5 tahun karena

PT LMNTRIX mengembalikan aset ke PT DMOB pada akhir masa sewa. Maka jurnal
penyusutannya yaitu:
31 Desember 2015

Beban Penyusutan

40.000.000

Akumulasi Penyusutan

40.000.000

Pembayaran sewa berikutnya adalah tanggal 2 januari 2016. Namun, sesuai prinsip
akrual, pada akhir tahun 2010 PT LMNTRIX harus mengakui beban bunga terkait jumlah
yang akan dibayar pada awal tahun 2011 dengan jurnal:
31 Desember 2015

Beban Penyusutan

8.645.324

Utang Bunga

8.645.324

Pada saat pembayaran tanggal 2 januari 2016. PT LMNTRIX tinggal menghapus


utang bunga yang sudah diakui pada akhir tahun lalu (asumsi tidak ada jurnal pembalik),
yaitu:
2 januari 2016

Aset Sewa Pembiayaan


Utang Bunga

33.288.121
8.645.324

Kas

41.933.445

Untuk selanjutnya, jurnal yang dicatat sama dan nilainya mengacu pada tanggal
selanjutnya dalam tabel. Sedangkan pada akhir masa sewa, PT LMNTRIX mengembalikan
aset sewaa kepada PT DMOB dan menghentikan pengakuan, yaitu:
31 Desember 2018

Akumulasi Penyusutan

160.000.000

Aset Sewa Pembiayaan

160.000.000

Dari Sisi Lessor


Mengacu pada soal sebelumnya, nilai pembayaran sewa yang ditentukan oleh lessor
berasal dari perhitungan berikut:
Nilai wajar aset sewaan
Jumlah kini atas nilai residu
Jumlah yang akan diperoleh kembali melalui pembayaran sewa
Faktor nilai kini anuitas due of 1 (n=4,i = 8%)
Nilai pembayaran sewa tahunan (150.000.000/3,5770969

Rp 150.000.000
0
Rp 150.000.000
3,5770969
Rp 41.933.445

Karena perhitungan pembayaran sewa berdasarkan nilai wajar sewa aset sewaan maka
nilai piutang atau nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum yang akan diterima
lessor berdasarkan sewa pembiayaan ditambah nilai residu (jika ada) akan sama dengan

nilai wajar aset sewaan. Berdasarkan analisis perjanjian sewa dikategorikan sebagai sewa
pembiayaan. Pada awal masa sewa lessor akan mencatat sebagai berikut:
2 januari 2015

Piutang Sewa Pembiayaan

150.000.000

Aset

150.000.000

Untuk memudahkan pencatatan selanjutnya, sebaiknya menggunakan tabel amortisasi


seperti pada tabel di bawah. Pada dasarnya nilai tabel yang berada di bawah sama dengan
tabel yang telah dijelaskan di atas, karena tingkat bunga yang digunakan keduanya sama
yaitu 8%. Perbedaannya hanya pada istilah pembayaran, beban, dan liabilitas yang diganti
dengan penerimaan, pendapatan, dan piutang.
Tabel Amortisasi bagi Lessor-Tanpa Nilai Residu
Tanggal

Penerimaan

Pendapatan

Pengurangan

Sewa

Bunga (8%)

Pokok Piutang

2/1/15
2/1/15
2/1/16
2/1/17
2/1/18

41.933.445
41.933.445
41.933.445
41.933.445

8.645.324
5.982.275
3.106.181

41.933.445
33.288.121
35.951.170
38.827.264

Piutang
Sewa
150.000.000
108.066.555
74.778.434
38.827.264
0

Berdasarkan perjanjian sewa, pembayaran swa pertama dilakukan langsung di awal


masa sewa. Atas penerimaan sewa tersebut PT DMOB mencatat jurnal sebagai berikut:
2 januari 2015

Kas

41.933.445
Piutang Sewa Pembiayaan

41.933.445

Penerimaan sewa berikutnya adalah tanggal 2 januari 2016. Namun, sesuai prinsip
akrual pada akhir tahun 2010 PT DMOB harus mengakui pendapatan sewa pembiayaan
(pendapatan bunga) terkait jumlah yang akan diterima pada awal tahun 2016 dengan jurnal
sebagai berikut:
31 Desember 2015

Piutang Bunga
Pendapatan Sewa Pembiayaan

8.645.324
8.645.324

Piutang bunga pada jurnal di atas juga dapat menggunakan akun piutang sewa
pembiayaan. Penggunaan akun piutang bunga bertujuan agar dapat dibedakan dengan
poko piutang sewanya. Pada saat pembayaran tanggal 2 januari 2016, PT DMOB tinggal
menghapus piutang bunga yang sudah diakui pada akhir tahun lalu (asumsi tidak ada
jurnal pembalik), sebagai berikut:

31 Desember 2016

Kas

41.933.445
Piutang Sewa Pembiayaan

33.288.121

Putang Bunga

8.645.324

OPERATING LEASE
Berdasarkan soal diatas, apabila dikategorikan sebagai sewa operasi maka, jurnalnya:
Dari sisi lessee
2 januari 2015

Beban Sewa

41.933.445

Kas

41.933.445

Dari sisi lessor


2 januari 2015

Kas

41.933.445
Pendapatan Sewa

41.933.445

ASPEK PAJAK FINANCE LEASE


Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991, kegiatan sewa guna
usaha digolongkan sebagai Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi apabila memenuhi
kriteria berikut:
1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama di tambah
dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan
keuntungan lessor
2. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf b KMK No. 1169/KMK.01/1991 masa sewa guna
usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal Golongan I, 3 tahun
untuk barang modal golongan II dan III, serta 7 tahun untuk Golongan Bangunan.

Pajak Penghasilan (PPh)


1. Finance lease dengan masa yang lebih singkat karena default
Lesse
Lessor
Membetulkan SPT Tahunan yang telah Membetulkan SPT Tahunan yang telah

dimasukkan dengan melakukan pembetulan dimasukkan dengan melakukan pembetulan


atas penghasilan atau biaya sebagai akibat atas penghasilan atau biaya sebagai akibat
perubahan perlakuan dari SGU finance lease perubahan perlakuan dari SGU finance lease
menjadi operating lease
menjadi operating lease
Tidak boleh melakukan penyusutan atas harta Melakukan penyusutan atas harta leasing
leasing
Atas masa SGU yang telah lewat, lesse harus
memotong PPh Pasal 23 sebesar pembayaran
bruto berupa sewa (lease payment)
2. Finance lease dengan masa lebih singkat karena sebab ekonomis
Lesse
Lessor
Membetulkan SPT Tahunan yang telah Membetulkan SPT Tahunan yang telah
dimasukkan dengan melakukan pembetulan dimasukkan dengan melakukan pembetulan
atas penghasilan atau biaya sebagai akibat atas penghasilan atau biaya sebagai akibat
perubahan perlakuan dari SGU finance lease perubahan perlakuan dari SGU finance lease
menjadi operating lease, sampai dengan saat menjadi operating lease, sampai dengan saat
opsi

dilaksanakan.

pelaksanaan

opsi

Perlakuan
adalah

PPh

sama

atas opsi dilaksanakan. Perlakuan PPh atas

dengan pelaksanaan

opsi

adalah

sama

dengan

perlakuan atas jual-beli aktivitas bisnis.


perlakuan atas jual-beli aktivitas bisnis.
Melakukan penyusutan atas harta tersebut Melakukan penyusutan atas harta leasing
sejak opsi dilakukan dan dasar penyusutan sampai dengan opsi dilakukan oleh lessee
adalah nilai perolehan yang terdiri dari
akumulasi atas angsuran penalty dan harga
residu yang harus dibayar
Atas masa SGU yang telah lewat, lesse harus
memotong PPh Pasal 23 sebesar pembayaran
bruto berupa sewa (lease payment)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut pasal 15 KMK No. 1169/KMK.01/1991, atas penyerahan jasa dalam transaksi SGU
dengan hak opsi dari lessor kepada lessee merupakan jasa finance lease yang dikecualikan
dari pengenaan PPN, dengan demikian lessor bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak
(PKP).
Perhitungan Pajak

PPN

= 10 Barang Kena Pajak


=

10 150.000 .000

= 15.000.000
Dari sisi lesse
2 januari 2015

PPN Masukan
Kas

15.000.000
15.000.000

Dari sisi lessor


(No entry)
ASPEK PAJAK OPERATING LEASE
Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 23 huruf (b) poin 1 menyatakan
bahwa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dikenai pajak
sebesar 2% dari jumlah bruto.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Dalam pasal 1 ayat 4 dan 5 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-05/PJ/1994, penyerahan
jasa dalam transaksi SGU tanpa hak opsi dari lessor kepada lessee adalah penyerahan jasa
yang terutang PPN, karena lessor sebagai perusahaan jasa persewaan barang dengan
demikian Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Pengalihan barang dalam transaksi SGU tanpa hak opsi bukan merupakan penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) karena pengalihan barang tersebut adalah dalam rangka
persewaan biasa.
3. Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1A ayat 1 huruf (b) UU PPN yang menyatakan bahwa yang termasuk dalam
pengertian penyerahan barang kena pajak salah satunya adalah pengalihan barang kena
pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan atau perjanjian sewa guna usaha (leasing).
4. PPN yang dimaksud merupakan pajak keluaran bagi lessor dan merupakan pajak
masukan bagi lessee dalm hal lessee adalah PKP. PPN yang dibayar saat perolehan BKP
yang disewa gunakan merupakan PPN Masukan yang dapat dikreditkan dengan PPN
Keluaran lessor.

Perhitungan Pajak
PPh Pasal 23 = 2 Nilai Bruto
= 2 150.000.000
= 3.000.000

PPN

= 10 Barang Kena Pajak


=

10 150.000 .000

= 15.000.000
Dari sisi lesse
2 januari 2015

PPN Masukan

15.000.000

Kas

15.000.000

Dari sisi lessor


2 januari 2015

Beban Pajak PPh Pasal 23

3.000.000

Kas

2 januari 2015

Kas

3.000.000

15.000.000
PPN Keluaran

15.000.000

Anda mungkin juga menyukai