Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asfiksia pada neonatus terjadi pada 20,9% kematian neonatus. Walaupun
sebagian besar bayi baru lahir (90%) tidak memerlukan intervensi untuk dapat
bernafas pada saat transisi dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin, sedangkan
10% dari bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk memulai bernafas saat
lahir, dan sekitar 1% membutuhkan resusitasi yang ekstensif.1
Tujuan utama resusitasi pada neonatus adalah untuk mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan hipoksia-iskemik kerusakan
jaringan (otak, jantung, ginjal) dan juga mengupayakan respirasi dan cardiac
output yang spontan dan adekuat.1
Guideline untuk resusitasi pada neonatus telah di paparkan oleh American
Heart Association dan American Academy of Paediatrics. Guideline tersebut
sangat bermanfaat untuk mengingat urutan resusitasi. Kegagalan untuk mengikuti
guideline tersebut akan menghasilkan hasil yang buruk.1

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui langkah-langkah dan cara melakukan resusitasi neonatus
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui langkah awal resusitasi dalam melakukan resusitasi
neonatus

b. Mengetahui penilaian dan penatalaksanaan awal jalan nafas dalam


melakukan resusitasi neonatus
C. Manfaat Penulisan
1. Memberikan ilmu pengetahuan tentang resusitasi neonatus
2. Menambah wawasan dalam penatalaksanaan awal jalan nafas dalam
melakukan resusitasi neonatus

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Assesment yang cepat pada bayi baru lahir yang tidak memerlukan resusitasi
dapat secara umum di identifikasikan dengan dua karakter berikut:
1. Apakah bayi benafas atau menangis?
2. Apakah bayi tersebut memiliki tonus otot yang baik?
Jika seluruh jawaban dari pertanyaan tersebut adalah iya, maka bayi tersebut
tidak memerlukan resusitasi dan seharusnya tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi
tersebut dapat dikeringkan dan diletakkan langsung pada dada ibunya dan di
selimuti dengan kain kering, untuk menjaga suhu tubuhnya. Observasi pernafasan,
aktifitas dan warna kulit harus dilakukan.1,2

Jika terdapat jawaban yang tidak, terdapat persetujuan secara umum, bahwa
seharusnya bayi tersebut mendapat satu atau lebih diantara empat kategori
tindakan yang berurutan:
1. Step awal pada stabilisasi (menyediakan lingkungan yang hangat,
memposisikan, membebaskan airway, mengeringkan, stimulasi, re-posisi)
2. Ventilasi
3. Kompresi dada
4. Pemberian epinefrin dan atau volume ekspansi
Keputusan untuk menuju ke kategori tindakan berikutnya dinyatakan dengan
assesment yang simultan dari ketiga tanda-tanda vital: respirasi, denyut jantung,
dan warna. Sekitar 30 detik yang di izinkan untuk menyelesaikan setiap step, reevaluasi, dan memutuskan untuk beranjak ke step berikutnya (gambar 1).

Neonatus aterm yang cairan ketubannya jernih dan bersih dari mekonium,
langsung bernafas, menangis, dan tonus ototnya baik memerlukan perawatan
rutin, seperti mengeringkan, menghangatkan, dan membersihkan jalan nafas
dengan balon penghisap atau kateter penghisap. Sebaliknya, neonatus yang tidak
memenuhi kriteria di atas memerlukan langkah-langkah resusitasi. Nilai Apgar
dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi.
Langkah-langkah resusitasi neonatus antara lain:
1.
2.
3.
4.

Stabilisasi
Ventilasi
Kompresi dada
Penggunaan medikasi

Setiap langkah memerlukan waktu 30 detik untuk menuju ke langkah berikutnya.


Untuk menuju ke langkah berikutnya diperlukan penilaian terhadap respirasi,
detak jantung, dan kulit bayi. Contohnya, apnea dan gasping merupakan indikasi
bantuan ventilasi. Peningkatan atau penurunan detak jantung dapat menunjukkan
kondisi perbaikan atau perburukan. Sianosis sentral, penurunan cardiac output,
hipotermia, asidosis, atau hipovolemia merupakan indikasi dari resusitasi lebih
lanjut.1,2
A. LANGKAH AWAL RESUSITASI1,2
Langkah awal untuk memulai resusitasi meliputi mengurangi pengeluaran
panas, memposisikan kepala pada sniffing position untuk membuka jalan nafas,
membersihkan jalan nafas, dan memberikan rangsangan.
1. Menghangatkan
Termoregulasi merupakan aspek penting dari langkah awal resusitasi. Hal ini
dapat dilakukan dengan meletakkan neonatus di bawah radiant warmer.
Sebaiknya bayi yang diletakkan di bawah radiant warmer dibiarkan tidak
berpakaian agar dapat diobservasi dengan baik

serta mencegah terjadinya

hipertermi. Bayi yang dengan berat kurang dari 1500 gram, mempunyai risiko
tinggi terjadinya hipotermi. Untuk itu, sebaiknya bayi tersebut dibungkus dengan
4

plastik, selain diletakkan di bawah radiant warmer. Tujuan dari resusitasi


neonatus yaitu untuk mencapai normotermi

dengan cara memantau suhu,

sehingga tidak terjadi hipertermi iatrogenik.


2. Memposisikan Kepala dan Membersihkan Jalan Nafas
Setelah diletakkan di bawah radiant warmer, bayi sebaiknya diposisikan
terlentang dengan sedikit ekstensi pada leher pada posisi sniffing position.
Kemudian jalan nafas harus dibersihkan. Jika tidak ada mekonium, jalan nafas
dapat dibersihkan dengan hanya menyeka hidung dan mulut dengan handuk, atau
dapat dilakukan suction dengan menggunakan bulb syringe atau suction catheter
jika diperlukan. Sebaiknya dilakukan suction terhadap mulut lebih dahulu
sebelum suction pada hidung, untuk memastikan tidak terdapat sesuatu di dalam
rongga mulut yang dapat menyebabkan aspirasi. Selain itu, perlu dihindari
tindakan suction yang terlalu kuat dan dalam karena dapat menyebabkan
terjadinya refleks vagal yang menyebabkan bradikardi dan apneu.

sniffing position
Jika terdapat mekonium tetapi bayibugar, yang ditandai dengan laju nadi lebih
dari 100 kali per menit, usaha nafas dan tonus otot yang baik, lakukan suction
pada mulut dan hidung dengan bulb syringe ( balon penghisap ) atau kateter
penghisap besar jika diperlukan.
Pneumonia aspirasi yang berat merupakan hasil dari aspirasi mekonium saat
proses persalinan atau saat dilakukan resusitasi. Oleh karena itu, jika bayi
menunjukan usaha nafas yang buruk, tonus otot yang melemah, dan laju nadi
kurang dari 100 kali per menit, perlu dilakukan suction langsung pada trachea dan
harus dilakukan secepatnya setelah lahir. Hal ini dapat dilakukan dengan

laringoskopi langsung dan memasukan kateter penghisap ukuran 12 French (F)


atau 14 F untuk membersihkan mulut dan faring posterior, dilanjutkan dengan
memasukkan endotracheal tube, kemudian dilakukan suction. Langkah ini
diulangi hingga keberadaan mekonium sangat minimal.1,2

3. Mengeringkan dan Memberi Rangsangan


Ketika jalan nafas sudah dibersihkan, bayi dikeringkan untuk mencegah terjadinya
kehilangan panas, kemudian diposisikan kembali. Jika usaha nafas bayi masih
belum baik, dapat diberikan rangsang taktil dengan memberikan tepukan secara
lembut atau menyentil telapak kaki, atau dapat juga dilakukan dengan
menggosok-gosok tubuh dan ekstremitas bayi.1,2
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital
pertama yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode
awal pernapasan yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer.
Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan
pernapasan.
Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan
melakukan beberapa usaha bernapas dan kemudian masuk ke dalam periode apnu
sekunder. Selama masa apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan
kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan dengan ventilasi
tekanan positif harus diberikan untuk mengatasi masalah akibat kekurangan
oksigen. Frekuensi jantung akan mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu
primer , tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.2

4. Evaluasi Pernafasan, Laju Nadi, dan Warna Kulit


Langkah terakhir dari langkah awal resusitasi yaitu evaluasi pernafasan, laju nadi
dan warna kulit. Pergerakan dada harus baik dan tidak ada megap megap

(gasping). Gasping menunjukkan adanya usaha nafas yang tidak efektif dan
memerlukan ventilasi tekanan positif. Selain itu, laju nadi harus lebih dari 100
kali per menit, yang diukur dengan cara melakukan palpasi tekanan nadi di daerah
dasar umbilikus, atau dengan auskultasi dinding dada sebelah kiri. Jika laju nadi
kurang dari 100 kali per menit, segera lakukan ventilasitekanan positif.

Penilaian warna kulit dapat dilakukan dengan memperhatikan bibir dan batang
tubuh

bayi untuk menilai ada tidaknya sianosis sentral. Sianosis sentral

menandakan terjadinya hipoksemia, sehingga perlu diberikan oksigen tambahan.


Jika masih terjadi sianosis setelah diberikan oksigen tambahan, ventilasi tekanan
positif perlu dilakukan, bahkan dengan laju nadi lebih dari 100 kali per menit. Jika
sianosis sentral masih terjadi dengan ventilasi tekanan positif yang adekuat, perlu
dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan atau adanya hipertensi pulmoner yang
persisten.1,2
B. PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN AWAL JALAN NAFAS1,2
Penilaian Jalan Nafas
Seperti yang sudah disebutkan, penilaian dan penatalaksanaan dari jalan
nafas dapat dilakukan dengan cara pembersihan jalan nafas, memposisikan bayi
pada sniffing position

untuk membuka jalan nafas. Selain itu, dapat pula

dilakukan evaluasi terhadap laju nadi dan warna kulit bayi. Evaluasi ini harus
dilakukan dengan baik karena bila ada salah satu tanda vital yang abnormal, akan
segera membaik jika diberikan ventilasi. Jadi, di dalam resusitasi neonatus,
pemberian ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang paling penting dan
paling efektif.

Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen diperlukan apabila neonatus dapat bernafas, laju nadi
lebih dari 100 kali per menit, tetapi masih terjadi sianosis sentral. Oksigen aliran
bebas oksigen diberikan dengan cara dialirkan ke hidung bayi secara pasif, dapat
diberikan menggunakan sungkup, T-piece resuscitator, atau selang oksigen
(oxygen tubing) sesuai dengan cara yang diperlukan. Untuk memastikan neonatus
mendapatkan oksigen dengan konsentrasi tinggi, sungkup harus diletakkan
menempel pada wajah, agar menciptakan tekanan yang setara dengan Continuous
Positive Airway Pressure (CPAP) atau Positive End Expiratory Pressure (PEEP).
Jika menggunakan selang oksigen, posisi tangan harus dibentuk seperti mangkok
di ujung selang dan diletakkan di depan wajah bayi. Oksigen tidak boleh
diberikan lebih dari 10 liter per menit (LPM) untuk waktu yang lama. Oksigen
cukup diberikan dengan aliran 5 LPM dalam resusitasi.
Standar oksigen yang digunakan dalam resusitasi neonatus yaitu oksigen
100%. Terdapat penelitian yang meneliti penggunaan udara ruangan (oksigen
21%)

dan oksigen 100% untuk resusitasi neonatus. Disebutkan bahwa

penggunaan oksigen 100% dapat merugikan selama masa post asfiksia, hal ini
berdasarkan teori :
1.

Pada observasi in vitro , produksi oksigen radikal saat reoksigenasi hipoksia


bergantung pada konsentrasi oksigen

2.

peningkatan konsentrasi hipoxantine di plasma selama hipoksia mencapai


level lebih tinggi pada saat resusitasi. Karena hipoxantine terakumulasi pada
neonatus yang asfiksia , maka dapat kita artikan bahwa limitasi oksigen pada
masa post asfiksi secara potensial dapat mengurangi luka akibat akumulasi
dari oksigen radikal.

3.

Selain itu hiperoksia memperlambat aliran darah pada bayi aterm maupun
preterm dan pemberian oksigen 100% saat persalinan dapat menyebabkan
penurunan aliran darah jangka panjang pada bayi preterm.

Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa mortalitas neonatus lebih


rendah pada penggunaan oksigen 21% daripada oksigen 100% ( 5,8 % dan 9,5% )
dan pada neonatus preterm juga berlaku hal yang sama yaitu mortalitas pada
penggunaan oksigen 21% lebih rendah daripada oksigen 100% ( 21 % dan 35 % ).
Hal ini menunjukkan resusitasi menggunakan oksigen 21% (udara ruangan)
tampaknya potensial sebagai strategi untuk menurunkan mortalitas neonatus
bahkan pada neonatus preterm. Ini dapat berimplikasi terhadap aturan di negara
berkembang yang masih mencari cara lebih murah namun dapat menurunkan
angka kematian pada neonatus maupun bayi.

Penggunaan oksigen memiliki efek samping seperti dapat merusak paru-paru dan
jaringan,

terutama

pada

bayi

prematur.

Hal

ini

menyebabkan

direkomendasikannya penggunaan oksigen dengan konsentrasi kurang dari 100%,


yang dapat diperoleh dengan menggunakan oxygen blender yang dapat
mencampur oksigen dan udara untuk menghasilkan konsentrasi udara yang
diinginkan. Pada bayi yang menderita penyakit jantung bawaan, penggunaan
oksigen 100% dapat mengganggu perfusi jaringan. Secara umum, saturasi oksigen
harus dijaga antara 85-95%, dimana 70-80% didapatkan pada menit awal
kehidupan. 1

10

Pemberian oksigen tambahan juga diberikan pada bayi yang memerlukan


ventilasi tekanan positif. Indikasi dari ventilasi tekanan positif dengan oksigen
tambahan antara lain:
1.
2.
3.

Bayi yang apnea


Laju nadi kurang dari 100 kali per menit setelah 30 detik
Terjadi sianosis sentral setelah diberikan oksigen tambahan

Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Aterm


Beberapa penelitian menunjukkan pada bayi yang mengalami apnea atau
gasping (megap megap), pemberian ventilasi tekanan positif dengan kecepatan
40-60 kali per menit dengan oksigen 100% merupakan cara yang efektif untuk
memcapai laju nadi lebih dari 100 kali per menit. Tekanan yang diperlukan untuk
dapat melakukan ventilasi tekanan positif pada bayi aterm dan preterm dengan
efektif yaitu antara 30-40 cm H2O, walaupun dengan tekanan 20 cm H2O sudah
cukup efektif. Tanda dari ventilasi yang adekuat yaitu adanya peningkatan dari
laju nadi. Apabila tidak terjadi peningkatan laju nadi, reposisi ulang kepala dan
sungkup, serta bersihkan kembali jalan nafas atau lakukan suction lagi. Bila masih
gagal dengan ventilasi yang non-invasif, perlu dilakukan intubasi.

Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Preterm


Paru-paru pada bayi preterm lebih mudah terluka oleh volume inflasi yang
besar, sehingga lebih sulit untuk dilakukan ventilasi. Tekanan sebesar 20-25 cm
11

H2O sudah cukup adekuat dalam ventilasi pada bayi preterm. Pada bayi yang
menunjukkan tanda-tanda pernapasan yang buruk dan/atau sianosis dapat
digunakan ContinuousPositive Airway Pressure (CPAP) sekitar 4-6 cm H2O.
Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal, perlu dilakukan intubasi.

Alat-alat Ventilasi
Ventilasi pada neonatus dapat menggunakan beberapa macam alat seperti:
1.
2.
3.
4.
5.

Self-inflating bags
Flow-inflating bag
T-piece resuscitator
Laryngeal mask airways
Endotracheal tube

Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam


ventilasi

manual. Alat ini memiliki katup pengaman yang menjaga

tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O. Namun katup pengaman ini kurang


efektif bila digunakan terlalu kuat. Positive End-Expiratory Pressure
(PEEP) dapat diberikan apabila katup PEEP disambungkan. Tetapi selfinflating bags tidak dapat menggunakan CPAP. Selain itu, self-inflating
bags tidak dapat digunakan untuk mengalirkan oksigen aliran bebas (freeflowoxygen).

Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang


apabila ada sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman, namun dengan

12

alat ini dapat dilakukan PEEP atau CPAP karena adanya katup yang dapat
mengatur aliran udara. Selain itu, dengan alat ini dapat dialirkan oksigen aliran
bebas dan lebih baik dalam resusitasi neonatus.
T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga
dapat membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan
waktu inspirasi lebih stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating
bags dan flow-inflating bags. Selain itu, dengan alat ini dapat dilakukan PEEP
dan dapat mengalirkan oksigen aliran bebas.
Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan apabila
penggunaan sungkup sudah tidak efektif. Ukuran yang biasa digunakan yaitu 1.1,2

Indikasi penggunaan endotracheal tube antara lain:


1.
2.
3.
4.
5.

Penghisapan mekonium dari trakea


Saat ventilasi menggunakan sungkup sudah tidak efektif
Koordinasi dengan kompresi dada
Penggunaan Epinefrin
Keadaan resusitasi khusus (seperti hernia diafragma kongenital)

Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya


dilakukan pre-oksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama
20 detik. Biasanya digunakan blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1
digunakan untuk bayi aterm, no.0 untuk bayi preterm, dan no.00 untuk bayi yang
sangat preterm. Ukuran dari endotracheal tube dipilih berdasarkan berat dari
neonatus.
Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju
nadi, adanya pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding
dada, adanya embun pada selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi.

13

Apabila tidak ada peningkatan dari laju nadi dan tidak ada pengeluaran CO2,
posisi dari endotracheal tube harus diperiksa dengan laringoskop.

Ukuran ET

Berat (gram)

Usia gestasi (minggu)

2,5

<1000

<28

3,0

1000-2000

28-34

3,5

2000-3000

34-38

3,5-4,0

>3000

> 38

Kompresi Dada
Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per
menit walaupun sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian
oksigen tambahan selama 30 detik. Kompresi dada harus dilukan dengan
kecepatan 90 kali per menit dengan perbandingan kompresi dengan ventilasi 3:1
(90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga ketiga dengan kedalaman sepertiga
dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang dapat digunakan, yaitu
dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb method).
Metode ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat
mengatur kedalaman tekanan dengan baik.

Selain itu, menurut beberapa

penelitian, metode tangan melingkari dada menghasilkan tekanan sistolik,


diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi jaringan yang lebih baik daripada
metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan akses ke umbilikus
untuk memasang umbilical catheter.
Setelah dilakukan kompresi dada selama 30 detik, lakukan penilaian
kembali terhadap laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit. Kompresi dada harus

14

dilakukan sampai laju nadi lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit secara
spontan.

Penghentian Resusitasi1,2
Di dalam persalinan, ada kondisi dimana tidak dilakukan resusitasi, antara
lain bayi dengan masa gestasi kurang dari 23 minggu, bayi dengan berat lahir
kurang dari 400 gram, anencephaly, dan bayi yang dipastikan menderita trisomi
13 dan 18. Sedangkan penghentian resusitasi dapat dilakukan apabila tidak terjadi
sirkulasi spontan dalam waktu 15 menit.

15

C. MEDIKASI1,2
1. Epinefrin
Epinefrin sangat penting penggunaannya dalam resusitasi, terutama saat
oksigenasi dengan ventilasi dan kompresi dada tidak mendapatkan hasil yang
memuaskan. Epinefrin dapat menyebabkan vasokontriksi perifer, meningkatkan
kontraktilitas jantung, dan meningkatkan frekuensi jantung. Dosis yang digunakan
0.01-0.03 mg/kg

yang dapat diberikan IV atau dosis yang lebih tinggi 0.03

sampai 0.1 mg/kg melalui pipa endotrakeal. Pemberian ini dapat diulang setiap 35 menit sekali.
2. Volume expanders
pada neonatus yang membutuhkan resusitasi, harus dipikirkan kemungkinan
terjadinya hipovolemia terutama pada neonatus dengan respons yang tidak
adekuat terhadap resusitasi yang diberikan. Volume expanders yang dapat
digunakan whole blood O-rh negative 10ml/kg, atau Ringer Lactate 10ml/kg, dan
normal saline 10 ml/kg. Semuanya ini dapat diberikan secara intra vena selama 510 menit.
3. Naloxone hydrochloride
Merupakan antagonis opioid yang sebaiknya diberikan pada neonatus dengan
depresi nafas yang tidak responsif terhadap resusitasi ventilasi yang sebelumnya
lahir dari ibu dengan mendapatkan narkotik 4 jam sebelum kelahiran. Dosis yang
diberikan 0.1 mg/kg secara IV ataupun melalui pipa endotrakeal. Dosis ini dapat
diulangi setiap 5 menit apabila dibutuhkan.
4. Dextrose
Glukosa darah sewaktu harus diperiksa setidaknya 30 menit setelah lahir pada
neonatus yang mengalami asfiksia, neonatus yang lahir dari ibu dengan diabetes,
atau prematur. Bolus dextrosa 10% diberikan dengan dosis 1-2 ml/kg IV dan
selanjutnya dapat diberikan dextrosa 10% dengan laju 4-6ml/kg/menit (80-100
ml/kg/hari)

16

III. PENUTUP
Neonatus aterm yang cairan ketubannya jernih dan bersih dari mekonium,
langsung bernafas, menangis, dan tonus ototnya baik memerlukan perawatan
rutin, seperti mengeringkan, menghangatkan, dan membersihkan jalan nafas
dengan balon penghisap atau kateter penghisap. Sebaliknya, neonatus yang tidak
memenuhi kriteria di atas memerlukan langkah-langkah resusitasi. Langkahlangkah resusitasi neonatus antara lain stabilisasi, ventilasi, kompresi dada, dan
penggunakan medikasi.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI. Resusitasi Neonatus. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2015.
2. Divisi Neonatologi Departemen IKA RSCM-FKUI. The First Golden
Minutes To Save Baby. Jakarta: 2013.

18

Anda mungkin juga menyukai