Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menguji efektivitas
sterilisasi pada susu BEAR BRAND pada suhu 90C dan 121C melalui
perhitungan total koloni Bacillus cereus yang tumbuh.
TINJAUAN PUSTAKA
Susu adalah cairan dari kelenjar susu (Mammary gland) yang diperoleh
dengan cara pemerahan selama laktasi tanpa adanya penambahan atau
pengurangan komponen apapun pada cairan tersebut. Secara kimiawi susu
tersusun atas dua komponen utama, yaitu air yang berjumlah sekitar 87% dan
bahan padat yang berjumlah sekitar 13%. Didalam bahan padat susu terdapat
berbagai senyawa kimia, baik yang termasuk zat gizi makro, seperti lemak,
protein dan karbohidrat, maupun yang termasuk zat gizi mikro, seperti vitamin
dan mineral serta beberapa senyawa lainnya ( Legowo, 2002).
Susu secara alami merupakan bahan makanan yang baik bagi tubuh, baik
dalam bentuk aslinya maupun produk hasil olahannya. Susu dapat dihasilkan dari
hewan mamalia seperti sapi, kambing, domba, unta dan sebagainya. Kandungan
susu yang tinggi, menjadikan susu sebagai media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme, terutama bakteri. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang
tepat dalam proses pengolahan susu (Muchtadi, 2009). Salah satu penanganan
dalam pengolahan susu adalah sterilisasi. Sterilisasi adalah proses penghilangan
semua jenis organisme hidup, dalam hal ini mikroorganisme (protozoa, fungi,
bakteri, mycoplasma dan virus) yang terdapat pada bahan baku maupun benda
(Vioren, 2011).
Sterilisasi pada kombinasi suhu tinggi dan waktu yang singkat akan
mampu memberikan tingkat inaktivasi mikroba sesuai dengan target yang
diinginkan, tetapi sekaligus melindungi zat gizi pangan (susu). Sehingga hanya
menyebabkan kerusakan mutu dan gizi yang minimum. Prinsip inilah yang
kemudian melahirkan teknik-teknik Ultra High Temperature (UHT) atau High
Temperature Short Time (HTST). UHT adalah proses pemanasan pada suhu tinggi
(135C-150C) pada waktu hanya sekitar 2-15 detik. Pemanasan demikian,
mampu membunuh spora bakteri tahan panas sehingga tercapai kondisi sterilitas
produk yang diinginkan dan sekaligus meminimasi tingkat kerusakan mutu
(tekstur, warna, aroma, citarasa dan flavor) dan zat gizi. Produk pangan yang
populer diproduksi dengan teknik UHT antara lain adalah susu, sari buah, teh, sup
dan produk pangan lainnya (Hariyadi, 2010).
Proses panas secara komersial umumnya didesain untuk menginaktifkan
bakteri yang ada pada makanan, yang dapat mengancam kesehatan manusia dan
mengurangi jumlah bakteri pembusuk ke tingkat yang lebih rendah, sehingga
peluang terjadinya kebusukan sangat rendah. Salah satu hal yang harus
diperhatikan dalam desain proses termal adalah ketahanan panas bakteri. Salah
satu yang mempengaruhi ketahanan panas bakteri adalah suhu pertumbuhan
bakteri itu sendiri. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhannya, bakteri dapat
dikelompokkan menjadi bakteri psikrofil, mesofil dan termofil. Psikrofil adalah
kelompok bakteri yang dapat tumbuh pada kisaran suhu 0-30C, dengan suhu
optimum sekitar 15C. Mesofil merupakan kelompok bakteri yang mempunyai
suhu minimum 15C, suhu optimum 25-37C dan suhu maksimum 45-55C.
Bakteri yang tahan hidup pada suhu tinggi, dikelompokkan dalam bakteri
termofil. Kelompok ini mempunyai suhu minimum 40C, dengan suhu optimum
55-60C dan suhu maksimum untuk pertumbuhannya adalah 75C (Sary, 2014).
Salah satu contoh bakteri mesofilik adalah Bacillus cereus. Bacillus cereus
merupakan golongan bakteri gram positif, aerob fakultatif dan dapat membentuk
spora (endospora). Spora Bacillus cereus lebih tahan panas kering daripada panas
lembab dan dapat bertahan lama pada produk kering. Selnya berbentuk batang
besar (Bacillus) dan sporanya tidak membengkakkan sporangiumnya (Ismail,
2010). Bacillus cereus dapat menghasilkan enterotoksin (toksin yang tahan
panas). Ada dua jenis enterotoksin yaitu enterotoksin yang tahan panas
(Heatstable) yang menyebabkan muntah-muntah dan enterotoksin yang tidak
tahan panas yang menyebabkan diare (Achmad, 2012).
Untuk menumbuhkan bakteri diperlukan media pertumbuhan yang sesuai
dengan kebutuhan nutrisi bakteri, salah satu contoh media pertumbuhan yang
sering digunakan adalah Trypticase Soy Agar (TSA). Trypticase Soy Agar (TSA)
merupakan media agar untuk kegiatan pengisolasian dan pembudidayaan berbagai
macam mikroorganisme yang bersifat aerobik. Media ini digunakan untuk
berbagai macam tujuan yang mencakup pemeliharaan stok budidaya, isolasi
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Mei 2015 di Laboratorium
Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas
Mataram
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan
petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet mikro, Blue tip, lampu bunsen,
korek, vorteks, waterbath, mikrotube, minus centrifuge, sheaking inkubator
dan autoklaf.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah buffer fosfat,
kultur Bacillus cereus, alkohol, susu BEAR BRAND dan media Trypticase
Soy Agar (TSA).
Prosedur Kerja
a. Persiapan Spora
Diambil 1 ml kultur Bacillus cereus
Dibuang supernatan
Dilarutkan pellet pada 9 ml buffer fosfat dan divorteks
Hasil Perhitungan
a. Hasil Perhitungan Total Spora Bacillus cereus Sebelum Sterilisasi
1. Kelompok 13
U 1+U 2
Spora
=
2
= TBUD
= >1,0 x 104 cfu/ml
2. Kelompok 14
Spora
U 1+U 2
2
U 1+U 2
2
cfu/ml
Spora
cfu/ml +
14 +65
2
27 +54
2
U 1+U 2
2
12+17
2
U 1+U 2
2
79+109
2
31+18
2
U 1+U 2
2
63+ 20
2
Spora
U 1+U 2
2
25+ 15
2
= 20 x 103 cfu/ml +
24 x 103 cfu/ml
3. Kelompok 15
Spora
U 1+U 2
2
2+3
2
U 1+U 2
2
139+160
2
PEMBAHASAN
Susu merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, dimana
kandungan dan komposisi gizinya, hampir sempurna.
merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling baik dibandingkan
dengan bahan makanan lain. Namun, susu juga mempunyai kelemahan karena
merupakan bahan makanan yang mudah rusak (perishable food). Kandungan
bahan-bahan
didalamnya
sangat
disukai
mikroorganisme,
terutama
ketahanan panas yang tinggi terjadi pada fase adaptasi dan akan menurun pada
fase logaritmik, spora yang sudah tua lebih tahan panas dibanding dengan spora
yang masih muda. Kedua, suhu pertumbuhan. Makin tinggi suhu inkubasi, maka
ketahanan panas suatu mikroba juga semakin tinggi. Pada suhu inkubasi yang
tinggi akan terjadi seleksi genetik yang merangsang pertumbuhan galur tahan
panas. Ketiga, air. Makin rendah kandungan air, maka ketahanan panas mikroba
akan semakin tinggi (Anonim, 2001 dalam Adji, Zulianti dan Larashanty, 2007).
Faktor-faktor diatas merupakan faktor intrinsik (faktor yang berasal dari
mikroorganisme itu sendiri), sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah faktor yang
berasal dari penggunaan autoklaf, yaitu adanya kontak antara uap dengan semua
permukaan bahan yang akan disterilkan. Oleh karena itu, kegagalan kontak dapat
menyebabkan kegagalan sterilisasi. Seluruh udara pada autoklaf harus tergantikan
dengan uap jenuh. Apabila masih ada udara, maka suhu pada autoklaf akan turun,
dengan demikian proses sterilisasi menjadi tidak sempurna. Faktor lainnya adalah
perlunya memvalidasi putaran autoklaf untuk suatu muatan tertentu (Adji, Zulianti dan Larashanty, 2007).
Data kelompok 16 tidak valid, karena menurut literatur proses pemanasan
lembab (sterilisasi autoklaf) sangat efektiv meskipun pada suhu yang tidak begitu
tinggi. Karena uap air berkondensasi pada bahan-bahan yang disterilkan,
dilepaskan panas sebanyak 636 kalori per gram uap air pada suhu 121C. Panas
ini mendenaturasikan atau mengkoagulasikan protein pada mikroorganisme hidup
dan mematikannya (Cahyani, 2009).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan yaitu:
1. Sterilisasi merupakan proses pemanasan pada suhu diatas titik didih (100C)
yang bertujuan menghilangkan spora atau sel vegetatif bakteri tahan panas
pada bahan pangan atau peralatan.
2. Total spora sebelum disterilisasi pada kelompok 13 adalah > 1,0 x 10 4 cfu/ml
turun menjadi 2,5 x 103 cfu/ml setelah sterilisasi pada suhu 90C.
3. Total spora kelompok 15 adalah 1,5 x 10 4 cfu/ml sebelum disterilisasi, setelah
sterilisasi pada 121C turun menjadi 0,03 x 103 cfu/ml.
4. Total spora kelompok 16 meningkat setelah sterilisasi pada suhu 121C dari
0,9 x 104 cfu/ml menjadi 150 x 103 cfu/ml, dikarenakan bakteri pada susu
UHT (BEAR BRAND) berkembang menjadi lebih pesat pada suhu diatas
50C.
5. Faktor yang mempengaruhi efektivitas sterilisasi terdiri dari dua macam, yaitu
faktor intrinsik (umur sel, suhu pertumbuhan dan kandungan air organisme)
dan faktor ekstrinsik (udara dan putaran pada autoklaf).
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, F., 2012. Bacillus cereus. Universitas Brawijaya. Malang.
Adji, D., Zuliyanti dan Larashanty, 2007. Perbandingan Efektivitas Sterilisasi Alkohol 70%, Inframerah, Otoklafdan Ozon terhadap Pertumbuhan Bakteri
Bacillus subtilis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Becton, Dickinson dan Company, 2007. Trypticase Soy Agar (TSA).
http://www.
bd.com (Diakses pada tanggal 10 Mei 2015).
Cahyani, V. R., 2009. Pengaruh Beberapa Metode Sterilisasi Tanah terhadap Sta
tus
Hara,
Populasi
Mikrobiota,
Potensi
Infeksi
Mikorisa
dan