Anda di halaman 1dari 30

PENGELOLAAN JALAN NAPAS

(Airway Management)

Pembimbing :
dr. Jumbo Utomo Sp. An
Siti Ratu Anisa Kurnia Kosasih
1510221019
Departemen Ilmu Anastesi
RS Tk II Dr. AK Gani
Palembang

PENDAHULUAN
Tindakan pembedahan atau operasi selalu diiringi
bersama dengan tindakan anestesi. Peran anestesi
dalam operasi meliputi pengelolaan rasa nyeri,
observasi tanda vital seperti tekanan darah,
saturasi pernafasan dan pulsasi nadi.
Pengelolaan pernapasan sangat penting dalam
jalannya operasi. Pengelolaan jalan napas yang
efektif adalah hal penting dalam keamanan
anestesi.
Tujuan dari pengelolaan jalan nafas adalah untuk
memberikan jalan napas adekuat agar oksigen
dapat dialirkan dengan baik ke alveoli.

ANATOMI
Dalam sistem pernapasan
pada manusia melibatkan
beberapa organ. Sistem
pernapasan manusia
diawali dari hidung atau
terkadang dalam situasi
tertentu dapat
menggunakan mulut.
Hidung faring laring
trakea bronkus
bronkiolus alveolus

FISIOLOGI
Respirasi mencakup dua proses yaitu
respirasi internal
respirasi eksteranal.

Respirasi internal atau respirasi sel ialah proses


metabolik intrasel dalm mitokondria yang menggunakan
O2 dan menghasilkan CO2 saat mengambil energi dari
molekul nutrien.
Respirasi eksternal ialah seluruh rangkaian kejadian
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan
sel tubuh.
Udara cenderung akan mengalir dari daerah tekanan
tinggi ke tekanan rendah, disebut juga gradien tekanan.

VOLUME DAN KAPASITAS


PARU
Volume alun napas
Volume alun napas atau volume tidal ialah volume udara
yang masuk-keluar dalam 1 kali bernapas. Rerata volume
tidal ialah 500 ml.

Volume cadangan inspirasi


Volume udara tambahan yang secara maksimal dihirup
diatas volume tidal. Rerata volume cadangan inspirasi ialah
3000 ml.

Kapasitas inspirasi
Kapasitas inspirasi ialah volume udara maksimal yang dapat
dihirup pada akhir ekspirasi. Nilai rerata kapasitas inspirasi
ialah 3500 ml.

KI = Volume Cadangan Insprasi + Volume Tidal

VOLUME DAN KAPASITAS


PARU

Volume cadangan ekspirasi

Volume udara yang dpat dikeluarkan secara maksimal


dalam 1 kali ekspirasi dengan mengkontraksikan otot
ekspirasi secara maksimal. Nilai rerata volume cadangan
eksporasi ialah 1000 ml.

Volume residual
Volume udara minimal yang tertinggal di dalam paru
bahkan setelah ekspirasi maksimal. Nilai reratanya ialah
1200 ml.

Kapasitas residual fungsional


Volume udara di paru pada akhir eskpirasi pasif normal.
Nilai rerata 2200 ml.

KRF = Volume Cadangan Ekspirasi + Volume


Residual

VOLUME DAN KAPASITAS


PARU
Volume pernafasan semenit
jumlah total udara baru yang masuk ke dalam saluran
pernapasan tiap menit. Nilai rerata sekitar 6 liter/menit.

Kapasitas vital
Volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dalam
satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal. Nilai rerta
yaitu 4500 ml.

Kapasitas Vital = Vol. Cadangan Inspirasi +


Vol. Tidal + Vol. Cadangan Ekspirasi
Kapasitas paru total
Kapasitas paru total ialah volume udara yang dapat
ditampung paru secara maksimal. Nilai rerata ialah 5700
ml

OKSIGENASI
Oksigenasi adalah pemenuhan akan
kebutuhan oksigen (O2) dengan memberikan
aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21% pada
tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi
oksigen meningkat dalam tubuh.
Apabila lebih dari 8 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat
pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan apabila lebih dari 10 menit
pasien akan meninggal

N
o
1

Cara Pemberian

Aliran

Konsentrasi

Nasal

Oksigen
1-2

24-28

3-4

30-35

5-6

38-44

5-6

40

6-7

50

7-8

60

60

70

80

9-10

90-99

kateter/

kanul
2

Masker Sederhana

Masker

dengan

kantong simpan

Masker Venturi

Aliran tetap

24-35

Head box

8-10

40

Ventilator Mekanik

Bervariasi

21-100

Mesin anestesi

Bervariasi

21-100

Inkubator

3-8

Sampai 40

PERSIAPAN DAN PENILAIAN


PENGELOLAAN JALAN NAPAS
Penilaian yang dilakukan ialah
riwayat penyakit pasien,
tes kesehatan fisik dan
beberapa tes tambahan lainnya.

Berdasarkan informasi dari penilaianpenilaian tersebut, tindakan anestesi


termasuk airway management dapat
ditentukan.

MALLAMPATI
Mallampati ialah sistem skoring
dalam ilmu anastesi untuk
memperediksi dan menentukan
tingkat kesulitan dan risiko untuk
tindakan intubasi

Beberapa penilaian jalan nafas


bertujuan untuk melihat apakah
terdapat keadaan patologis atau
abnormal anatomi yang
dimaksudkan untuk penilai kesulitan
jalan napas dan penentuan cara
pengelolaan jalan napas.

Kriteria pasien yang


sulit untuk dilakukan
laringoskopi ialah :
Keterbatasan dalam
membuka mulut
Kelainan pada mandibula
Lengkung gigi yang
sempit
Jarak thyromental yang
sempit
Mallampati derajat 3 atau
4
Penurunan jarak
strenomental
Kepala terbatas atau
ekstensi kepala yang
terbatas
Peningkatan lingkar leher

Kriteria pasien yang sulit


untuk dilakukan ventilasi
dengan face mask ialah :

Nilai BMI yang tinggi


Usia tua
Jenis kelamin laki-laki
Kelaianan pada mandibula
Jarak thyromental yang
sempit
Mallampati derajat 3 atau
4
Berjenggot
Terdapat gigi yang tanggal
Riwayat radiasi pada leher
Riwayat snoring atau
obstructive sleep apnea

PENGELOLAAN JALAN
NAPAS
Dalam setiap tindakan anestesi, pengelolaan
jalan napas adalah hal yang penting. Setelah
pasien dilakukan general anetesi, tonus otot
saluran pernapasan atas akan menghilang
serta menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh
kebelakang kearah dinding posterior faring
Preoksigenasi dilakukan selama 3-5 menit
dengan 80-100% inspirasi oksigen dengan
face mask dengan atau tanpa orofaringeal
airway

FACE MASK
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi
pengaliran oksigen atau gas anestesi dari sistem
pernafasan ke pasien dengan pemasangan face
mask yang rapat
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas
yang baik dan face mask yang rapat/tidak bocor

Laryngeal Mask Airway


(LMA)
Alat jalan napas supraglotic yang
dikembangkan oleh British Anesthesiologist Dr.
Archi Brain
Dirancang untuk menduduki hipofaring pasien
dan menutupi struktursupraglotic, sehingga
memungkinkan isolasi trakea
Tahun 2005, America Heart Association
guidlines mengindikasikan LMA sebagai
alternatif tindakan yang bisa diterima untuk
manajemen jalan napas pada pasien henti
jantung.

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


LMA
Indikasi penggunaan LMA
ialah :
jalan napas susah
Tindakan intubasi tidak
berhasil
pasien tidak bisa di
intubasi tapi bisa di
ventilasi
pada kasuspasien
tidakbisa di intubasiatau
pundi ventlasi
Pasien yang mengalami
cardiac Arrest
Pasien anak

Kontra Indikasi absolut :


pasien yang tidak bisa
membuka mulut
obstruksi total jalan napas
bagian atas

kontra indikasi relatif :


meningkatnya resiko aspirasi
prolonged bag-valve-mask
ventilation
Obesitas
kehamilan semester dua dan
tiga
perdarahan gastrointestinal
bagian atas
adanya abnormalitas anatomi
dari supraglotic.

INTUBASI TRACHEAL
TUBE
TT digunakan untuk mengalirkan gas
anestesi langsung ke dalam trakea dan
untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi.
Bentuk dan kekakuan dari TT dapat
dirubah dengan pemasangan mandrin.
Ujung pipa diruncingkan untuk membantu
penglihatan dan pemasangan melalui pita
suara.
Secara umum, intubasi adalah indikasi
untuk pasien yang memiliki resiko untuk
aspirasi dan untuk prosedur operasi

LARINGOSKOP
Laringoskop adalah instrumen untuk
pemeriksaan laring dan untuk
fasilitas intubasi trakea

Blade Macintosh dan Miller ada yang melengkung


dan bentuk lurus. Pemilihan dari blade tergantung
dari kebiasaan seseorang dan anatomi pasien.
Disebabkan karena tidak ada blade yang cocok
untuk semua situasi, klinisi harus familier dan ahli
dengan bentuk blade yang beragam

EKSTUBASI TT
Menentukan saat yang tepat untuk mencabut TT
merupakan bagian yang sangat penting karena
komplikasi sering terjadi selama dan segera setelah
ekstubasi dibandingkan dengan intubasi.
Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan ketika
pasien sedang teranestesi dalam atau bangun.
Mengekstubasi pasien yang sudah bangun biasanya
berhubungan dengan batuk pada TT. Reaksi ini
meningkatkan denyut nadi, tekanan vena sentral,
tekanan darah arteri, tekanan intrakranial, dan
tekanan intraokular. Hal ini juga dapat
menyebabkan dehisensi luka dan perdarahan.

Ekstubasi menjadi kontraindikasi pada pasien yang


memiliki risiko aspirasi atau yang jalan napasnya
sulit untuk dikontrol setelah pencabutan TT.
TT dicabut, yakni ketika pasien teranestesi dalam
atau sudah sadar, faring pasien juga sebaiknya
disuction terlebih dahulu sebelum ekstubasi untuk
mengurangi risiko aspirasi atau laringospasme.
Pasien juga harus diventilasi dengan 100% oksigen
sebagai cadangan apabila sewaktu-waktu terjadi
kesulitan untuk mengontrol jalan napas setelah TT
dicabut.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai