Rangga Kudamba
05061381419027
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton
per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi
Ekslusif) dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,12 juta ton
pertahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari. Di samping itu juga terdapat
potensi perikanan lain yang berpeluang untuk dikembangkan, yaitu perikanan
tangkap di perairan umum seluas 54 juta ha memiliki potensi produksi 0,9 juta ton
per tahun. budidaya laut yang meliputi budidaya ikan, budidaya moluska dan
budidaya rumput laut. budidaya air payau dengan potensi lahan pengembangan
sekitar 913.000 ha. budidaya air tawar meliputi budidaya di perairan umum,
budidaya di kolam air tawar dan budidaya mina padi di sawah. serta bioteknologi
kelautan untuk pengembangan industri farmasi, kosmetik, pangan, pakan dan
produk-produk non-konsumsi (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005).
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability,
kesegaran dan keawetan bahan makanan tersebut. Sebagian besar dari perubahanperubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang
berasal dari bahan makanan itu sendiri. Adanya air mempengaruhi kemerosotan
mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi. Pengeringan ataupun pembekuan
air penting pada beberapa pengawetan makanan (Agoes, 2010).
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100
persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100
persen. Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan
dayasimpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air
darisuatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan
maupunpendistribusian mendapat penanganan yang tepat (Agoes, 2010).
Salah satu metode yang akan dibahas adalah teknik pengawetan dengan
penggaraman. Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari
Universitas Sriwijaya
BAB 2
Universitas Sriwijaya
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistematika Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Ikan Tongkol Menurut Saanin (1968), klasifikasi Ikan Tongkol adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub Phylum
: Vertebrata
Class
: Pisces
Sub Class
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Family
: Scombridae
Genus
: Euthynnus
Species
: Euthynnus affinis
Ikan tongkol terklasifikasi dalam ordo Goboioida, family Scombridae,
genus Euthynnus, spesies Euthynnus affinis. Ikan tongkol masih tergolong pada
ikan Scombridae, bentuk tubuh seperti betuto, dengan kulit yang licin .Sirip dada
melengkung, ujngnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol merupakan
perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip
punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada
tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut,
sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut
berenang cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip
tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet.(Saanin.1968)
2.2. Ikan Asin
Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang
diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini
daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di
suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup
rapat. Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan
mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu
nilai biologisnya mencapai 90 persen, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga
mudah dicerna.(Ermila,2005)
Pengolahan ikan asin adalah cara pengawetan ikan yang telah kuno, tetapi
saat kini masih banyak dilakukan orang di berbagai negara. Di Indonesia, bahkan
Universitas Sriwijaya
ikan asin masih menempati posisi penting sebagai salah satu bahan pokok
kebutuhan hidup rakyat banyak. Meskipun ikan asin sangat memasyarakat,
ternyata pengetahuan masyarakat mengenai ikan asin yang aman dan baik untuk
dikonsumsi masih kurang. Buktinya ikan asin yang mengandung formalin masih
banyak beredar dan dikonsumsi, padahal dampaknya sangat merugikan kesehatan.
Formalin digunakan karena dapat memperpanjang keawetan ikan asin. Cara
pengawetan ini merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan hasil
tangkapan nelayan. Dengan penggaraman proses pembusukan dapat dihambat
sehingga ikan dapat disimpan lebih lama. Penggunaan garam sebagai bahan
pengawet terutama diandalkan pada kemampuannya menghambat pertumbuhan
bakteri dan kegiatan enzim penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh
ikan. (Ermila,2005)
2.3. Garam
Garam adalah salah satu bumbu dapur yang penting fungsinya sebagai
penambah rasa. Garam adalah mineral yang terdiri atas Natrium dan Khlor, yang
membentuk kristal dan bersenyawa menjadi Natrium Klorida (NaCl), Kebanyakan
Cara Membuat garam dapur atau proses pembuatan garam dapur di Indonesia
masih dilakukan dengan tradisional. Para petani garam kebanyakan mendapatkan
bahan garam yaitu dari air laut.Untuk cara membuat garam dapur, mereka
melakukan proses pembuatan garam dapur secara individu dan kemudian
mengumpulkannya dalam bentuk garam krosok atau garam yang masih berbentuk
kristal besar tanpa yodium, ke beberapa pabrik besar untuk dilakukan proses
pemberian yodium dan pengemasan (Santoso, 1997).
Garam adalah senyawa yang terbentuk dari reaksi asam dan basa. Terdapat
beberapa contoh garam, antara lain: NaCl, CaCl2, ZnSO4, NaNO2, dan lain-lain.
Dalam kehidupan seharihari tentu kamu tidak asing dengan garam. Contoh
garam adalah garam dapur (NaCl) yang biasa digunakan untuk keperluan
memasak. Tahukah kamu dari mana garam dapur tersebut diperoleh? Garam dapur
dapat diperoleh dari air laut. Petani garam membuatnya dengan cara penguapan
dan kristalisasi. Garam yang diperoleh kemudian diproses iodisasi (garam kalium,
Universitas Sriwijaya
KI) sehingga diperoleh garam beriodium. Garam dapur juga dapat diperoleh
dengan cara mencampur zat asam dan basa (Santoso, 1997).
2.4. Kadar Air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan
berdasarkan obot basah (Taib, 1988).
Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka
aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan
ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses
mikrobiologis,
kimiawi,
enzimatik
atau
kombinasi
antara
ketiganya.
Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana air bebas yang
dapat membantu berlangsungnya proses tersebut (Wulaniriky, 2011).
Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam
dua
alternatif
yaitu
yang
pertama
menghambat
enzim-enzim
dan
abu kurang dari 2%. Produk olahan hasil diversifikasi dari jelly fish product
(kamaboko) yang tidak diolah menjadi surimi dahulu memiliki standar kadar abu
antara 0,44 0,69% menurut SNI 01-2693-1992. Contoh jelly fish product, yakni
otak-otak, bakso dan kaki naga (Astuti, 2012).
Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu cawan
porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan
selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram.
Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan
dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu
pemanasan pada suhu 300oC agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi
hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis.
Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600oC agar perubahan suhu
secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah..(Astuti,.2012).
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil yang didapatkan pada praktikum kimia pangan ini mengenai
penentuan kadar abu dan kadar air dari ikan asin adalah sebagai berikut:
Table 4.1. Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu
No
Nama ikan
Kadar air
1
Lele (Clarias batracus)
43,5 %
2
Lele (Clarias batracus)
8,5 %
Kadar abu
85 %
Universitas Sriwijaya
3
4
5
6
7
8
96 %
28,5 %
49,5 %
39,5 %
62 %
49,5 %
81,5 %
88 %
83,5 %
85 %
87 %
84,5 %
4.2.Pembahasan
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah air bebas
yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai
mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik,
misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-0,70.
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari
suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam
bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode
pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, dan metode
khusus (kromatografi, nuclear magnetic resonance).
Pada praktikum kali ini menggunakan metode oven. Metode oven memiliki
beberapa kekurangan, yaitu bahan lain ikut menguap, terjadi penguraian
karbohidrat menghasilkan air yang ikut terhitung, ada air yang terikat kuat pada
bahan yang tidak terhitung. berat sampel yang dihitung setelah dikeluarkan dari
oven harus didapatkan berat konstan, yaitu berat bahan yang tidak akan
berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. berat sampel setelah
konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan
yang tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel,
setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam
bahan.
Pada praktikum ini menggunakan 2 macam bahan yaitu ikan sepat dan
cumi, untuk kelompok saya menggunakan bahan ikan sepat. Ikan sepat akan
dijadikan ikan asin. Sebelumnya ikan sepat dibersihkan terlebih dahulu dan
Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang
2.
3.
resonance).
4. Garam adalah salah satu bumbu dapur yang penting fungsinya sebagai
penambah rasa.
5. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara
langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
Universitas Sriwijaya
5.2. Saran
Sebaiknya alat praktikum dilengkapi agar selama praktikum dapat berjalan
lancar, cepat, dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA.
Adiansyah, 2004. Karateristik Berbagai Metode Dalam Pengeringan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Agoes, Guswin. 2010. Aktivitas Air. Wordpress. Jakarta.
Astuti. 2012. Kadar abu. wordpress. Makassar.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Revitalisasi perikanan. Departemen
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta
Budiman. 2004. Jenis-jenis ikan. Gramedia: Bandung
Direktorat. 1998. Biota Laut. Pustaka: Bandung.
Rasyid. 2010. Pengantar Ilmu Perikanan. Ganeca Exact. Bandung.
Santoso. 1997. Metode Penggaraman. Cendana, Yogyakarta.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta.
Bandung.
Taib, Gunarif. 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian.
PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Tariga. 2012. Klasifikasi dan Morfologi ikan. Ciptakarya, Bandung.
Wulaniriky, 2011. Penetapan kadar air metode oven pengeringan. Wordpress.
Jakarta.
Universitas Sriwijaya