Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa referat yang berjudul
Konjungtivitis Vernalis dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Ria Mekarwangi SpM, dr. Sri S Lukman, SpM,
dr. Irsad, SpM, dan dr. Supiyanti, SpM selaku pembimbing penulisan yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian referat ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
selama masa kepaniteraan klinik penulis di RSUD Kota Bekasi, juga untuk mendiskusikan
tentang konjungtivitis vernalis sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Akhir kata, semoga
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bekasi, Januari 2013

Penulis

|1

BAB II
PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih


mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya
kontak lensa.6
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi
alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi
terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri,
dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan
riwayat atopi.1
Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai catarrh musim semi dan
konjungtivitis musiman atau konjungtivits musim kemarau, adalah penyakit
bilateral yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun-tahun
prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan. Penyakit ini perlu mendapatkan penekanan
khusus. Hal ini karena penyakit ini sering kambuh dan menyerang anak-anak,
dengan demikian, memerlukan pengobatan jangka panjang dengan obat yang aman.
Konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua mata. Tandanya selain mata
berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan
dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair.6
Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast sel)
yang melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap berbagai
rangsangan (seperti serbuk sari atau debu tungau). Mediator ini menyebabkan
radang pada mata, yang mungkin sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari
orang

memiliki

tingkat

konjungtivitis

alergi.5

Konjungtivitis alergi yang musiman dan yang berkelanjutan adalah jenis yang
paling sering dari reaksi alergi pada mata. Konjungtivitis alergi yang musiman sering
disebabkan oleh serbuk sari pohon atau rumput, oleh karenanya jenis ini timbul
khususnya pada musim semi atau awala musim panas. Serbuk sari gulma
bertanggung jawab pada gejala alergi mata merah pada musim panas dan awal
|2

musim gugur. Alergi mata merah yang berkelanjutan terjadi sepanjang tahun; paling
sering disebabkan oleh tungau debu, bulu hewan, dan bulu unggas.5
Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius
dimana penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak
laki-laki, khususnya yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema,
asma, atau alergi musiman. Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim
semi dan hilang pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak
mengalaminya lagi pada umur dewasa muda.5
Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1%
hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan)
daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman). 1
Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan).
Kami menemukan bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal
memiliki satu atau lebih sanak keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan
(misalnya asma, demam rumput, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir
hidung permanen). Penyakit-penyakit turunan ini umumnya ditemukan pada pasien
itu sendiri.6 Jenis alergen sulit dilacak, namun pasien konjuntivitis vernalis kadangkadang menampakan manifestasi alergi lainnya yang berhubungan dengan
sensitivitas tepung sari rumput. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang
daripada daerah dingin.
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi
akan memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah
mengapa dinamakan konjungtivitis vernal (atau musim semi). Di belahan bumi
selatan penyakit ini lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan
tetapi, banyak pasien mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan
berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.6

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
|3

III.1 Anatomi & Fisiologi Konjungtiva


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea
limbus.2
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan
dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva11


Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :
Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di
|4

atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat
mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :
Lapisan adenoid (superficial)
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum.
Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus
bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
Lapisan fibrosa (profundus)
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada
radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah.
Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.2
III.2 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Gejala-gejala konjungtivitis yang sering
dijumpai berupa injeksi konjungtiva, folikel, papil raksasa (Cobble-stone), flikten,
membran dan sikatriks.
Konjungtivitis alergi adalah sebuah infeksi pada permukaan bola mata dan di
dalam kelompok mata yang diakibatkan oleh reaksi alergi dan reaksi yang dimediasi
imun. Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi dapat
berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi lambat sesudah beberapa hari
kontak seperti reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik.3
|5

Klasifikasi
Konjungtivitis alergi merupakan reaksi antibody humoral yang dimediasi oleh
IgE terhadap alergen, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat atopi. Semua
gejala pada konjungtiva akibat dari konjungtiva bersifat rentan terhadap benda asing.
Terdapat beberapa jenis konjungtivitis yakni konjungtivitis demam jerami,
keratokonjungivitis atopik, konjungtivitis musiman, vernal konjungtivitis, Giant
papilary

konjungtivitis

dan

konjungtivitis

flikten.

Konjungtivitis

dapat

diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya yakni konjungtivitis yang bersifat akut


yakni konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis parennial sedangkan
konjungtivitis kronis yakni keratokonjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis
atopik.
a. Konjungtivitis demam jerami
Konjungtivitis demam jerami merupakan radang konjungtiva nonspesifik yang
menyertai demam jerami (rhinitis alergika). Biasanya terdapat riwayat alergi
terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien biasanya mengeluh
gatal, berair, mata merah, mungkin terdapat sedkit kotoran mata khususnya bila
pasien telah megucek matanya. Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan
konjungtiva.
b. Konjungtivitis vernal
Konjungtivis vernal merupakan peradangan pada konjungtiva akibat reaksi
hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren.
Konjuntivitis tipe ini dikenal juga sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis
musiman. Konjungtivitis bentuk ini biasanya mengenai pasien usia prapubertas
dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini lebih

banyak menyerang laki-laki.

Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (rhinitis alergi, eksema, asma). Pasien
biasanya mengeluh gatal pada mata dan kotoran mata yang berserat-serat.
Konjungtiva palperbra superior sering memiliki papila raksasa seperti batu kali.
Setiap papil raksasa berbentuk polygonal dengan atap rata dan mengandung
berkas kapiler.
c. Konjungtivitis atopi
Konjungtivitis atopi sering diderita oleh pasien dermatitis atopi. Tanda dan
gejalanya berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah dan fotofobia.
|6

Terdapat papil halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan seperti pada
konjungtivitis vernal. Kerokan konjungtiva menampakan eosinofil meski tidak
sebanyak terlihat pada keratokonjungtivitis vernal.
d. Giant papilary konjungtivitis
Giant papilary konjungtivitis dengan tanda dan gejala mirip dengan konjungtivitis
vernal dapat timbul pada pasien yang menggunakan mata buatan dari plastik atau
lensa kontak. Konjungtivitis ini mungkin merupakan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat kaya basofil dan mungkin dimediasi oleh IgE.
e. Konjungtivitis flikten
Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV)
terhadap bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein pada penyakit
tuberkolosis, infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok, dan Koch
Weeks), virus (herpes simplek), toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat
pada margo palpebra, jamur (kandida albikan), cacing (askaris, tripanosomiasis),
limfogranuloma venereal, leismaniasis, infeksi parasit dan infeksi di tempat lain
dalam tubuh. Konjungtivitis flikten biassanya dimulai dengan munculnya lesi
kecil berdiameter 1-3 mm yang keras, merah, menimbul dan dikelilingi zona
hiperemis. Di limbus sering berbentuk segitiga dengan apeks mengarah kornea.
Konjungtivitis vernal bagian dari konjungtivitis alergi. Konjungtivitis vernal
adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang (recurrence) yang khas, dan
merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal sebagai catarrh musim
semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau. Sering
terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun
di negeri tropis (panas).2

III.3 Etiologi dan Predisposisi


Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang
mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat
alergi.7
|7

Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama.
Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis
vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumputrumputan.1
Reaksi hipersensitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal
ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya
histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.
Tipe II : reaksi sitotoksik
Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM
dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat
mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat
menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis
ini.
Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk
kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang
dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya
terjadi pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa
keratitis herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan
jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks.
Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi
(imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau
dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi
dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai
pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis
Herpes simpleks dan keratitis diskiformis.3
III.4 Manifestasi Klinis
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal hebat, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dengan kotoran mata
yang berserat-serat sehingga menimbulkan perasaan seolah ada benda asing yang
masuk, terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior sedangkan pada
|8

konjungtiva palpebra superior memiliki papilla raksasa (Cobble-stone) yang setiap


papilla raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata dan mengandung berkas
kapiler. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani
aktivitas penderita sehingga menyebabkan penderita tidak dapat beraktivitas
normal.6
Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :

Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat


pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi

sekret yang

mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan


kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini
tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan
dengan kapiler ditengahnya.

Gambar 2. Konjungtivitis vernalis bentuk palpebral

Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi
epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya
pannus, dengan sedikit eosinofil yang terlihat pada fase aktif dari penyakit ini.2

|9

Gambar 3. Konjungtivitis vernal bentuk limbal

Gambar 4. Konjungtivitis vernalis tipe limbal


III.5 Patofisiologi
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang
insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV.
Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area dan menular ke
area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak kuat di antara sel-sel
jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada substansi propria
(jaringan urat). Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan limfosit, sel plasma,
eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan perkembangan penyakit, semakin banyak sel
yang berakumulasi dan kolagen baru terbentuk, sehingga menghasilkan bongkolbongkol besar pada jaringan yang timbul dari lempeng tarsal.
Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang
dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang
| 10

menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan
diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga
terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan
memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan
tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe
disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak
jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai
keratitis serta erosi epitel kornea. Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut
adalah adanya pembentukan pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak.
Peningkatan jumlah kolagen berlangsung cepat dan menyolok.6
Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu: perkembang-biakan
jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel plasma, limfosit,
eosinofil dan basofil ke dalam stroma. Penggunaan jaringan yang dilapisi plastik
yang ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan elektron dapat memungkinkan
beberapa observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari penyakit ini, tampak
dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada substansi propria. Walaupun sebagian
besar sel merupakan komponen normal dari substansi propia, namun tidak terdapat
jaringan epitel konjungtiva normal.6

Perubahan

akibat

vasodilatasi

dan

hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada
limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam
kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin
berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di
kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga
terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi.3
Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal telah
digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali.6
III.6 Gambaran Histopatologik
Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam
kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang
ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara
papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan
infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.
| 11

Pemeriksaan histopatologik konjungtivitis vernalis mata menunjukkan


infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan
membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik
dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam
kekambuhan konjungtivitis. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi
hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix,
serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar .
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel
radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler
mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada
pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil
bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun pembuluh darah
akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 510 lapis sel
epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya
papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis
sel yang kemudian akan mengalami keratinisasi.
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa
pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel
(acanthosis). Horner-Trantas dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri
atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan
limfosit. 3
III.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak
eosinofil dan granula eosinofilik bebas.4 Pada pemeriksaan darah ditemukan
eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.3
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untk
mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil
dan granula- granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula
basofilik bebas.
Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin
tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah menggunakan
glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada media sehingga dapat
| 12

memungkinkan untuk menghitung jumlah sel ukuran 1 berdasarkan jenis dan


lokasinya. Jumlah rata-rata sel per kubik milimeter tidak melampaui jumlah normal.
Diperkirakan bahwa peradangan sel secara maksimum seringkali berada dalam
kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel dalam
proses peradangan konjungtivitis vernal, maka jaringan akan membesar dengan cara
peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah.
Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien konjungtivitis
vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat pasien
mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya
membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan pada konjungtiva normal
dari dua pasien lainnya.
III.8 Diferensial Diagnosis
Bila dibandingkan dengan jenis konjungtivitis alergi lainnya dapat dibedakan
melalui gejala dan tanda klinis yang muncul seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Tipe-tipe Konjungtivitis Alergi

Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernal sangat berbeda dengan


trakhoma, namun seringkali gejalanya membingungkan dengan dua penyakit
tersebut. Trakhoma ditandai dengan banyaknya serabut-serabut sejati yang terpusat,
sedangkan pada konjungtivitis vernal jarang tampak serabut sejati. Pada trakhoma,
eosinofil tidak tampak pada kikisan konjungtiva maupun pada jaringan, sedangkan
pada konjungtivitis vernal, eosinofil memenuhi jaringan. Trakhoma meninggalkan
| 13

parut-parut pada tarsal, sedangkan konjungtivitis vernal tidak, kecuali bila terlambat
ditangani.
Tanda konjungtivitis folikularis adalah edema, sedangkan tanda konjungtivitis
vernal adalah infiltrasi selular. Konjungtivitis folikularis memiliki karakteristik
sedikit eosinofil, tidak ada sel mastosit pada jaringan epitel, tidak ada peningkatan
sel mastosit pada substantia propria, dan tidak terdapat basofil, sedangkan
konjungtivitis vernal memiliki karakteristik adanya tiga serangkai, yaitu: sel mastosit
pada jaringan epitel, adanya basofil, dan adanya eosinofil pada jaringan.6
Tabel 2. Diagnosis banding Trakoma, Konjungtivitis folikularis,
Konjungtivitis vernal.1

| 14

Trakoma

Konjungtivitis

Konjungitvitis

Gambaran

folikularis
(kasus dini) papula kecil atau Penonjolan

vernalis
Nodul lebar datar

lesi

bercak

dalam

merah

bertaburan merah-muda

susunan

dengan bintik putih-kuning pucat tersusun cobble


(folikel

trakoma).

konjungtiva

Pada teratur

tarsal

seperti pada

stone
konjungtiva

(kasus deretan beads tarsal

atas

lanjut) granula (menyerupai

bawah,

butir

lapisan susu

sagu)

terutama

dan

parut,

diselimuti

konjungtivatarsal

Ukuran

atas
Penonjolan

lesi

konjungtiva tarsal atas dan kecil terutama tipe

Lokasi lesi

teristimewa
retrotarsal

dan

besar

lesi Penonjolan

Penonjolan

lipatan konjungtiva
kornea-panus, tarsal

bawah infiltrasi abu-abu dan dan


pembuluh tarsus terlibat.

besar

tarsus

atau

palpebra;

bawah konjungtiva tarsus


forniks terlibat,

bawah

forniks

tarsus bebas. Tipe limbus

tidak terlibat.

atau bulbus; limbus


terlibat

forniks

bebas, konjungtiva
tarsus bebas (tipe
campuran

lazim)

tarsus tidak terlibat


Tipe

Kotoran air berbusa atau Mukoid

sekresi

frothy pada stadium lanjut.

Pulasan

Kerokan
konjungtiva

epitel

purulen

kornea tidak

Eosinofil
karakteristik

ekfoliasi, karakteristik

proliferasi, inklusi seluler.

bertali,

seperti susu

dari Kerokokan

dan

memperlihatkan

atau Bergetah,

konstan

dan
pada

sekresi

Penyulit

Kornea: panus, kekeruhan Kornea:

atau

kornea, xerosis, kornea

kornea

kornea (tipe limbal)

sekuela

Konjungtiva: simblefaron

Palpebra:

Palpebra:

Palpebra:

ektropion

entropion trikiasis

atau blefaritis,
ektropion

ulkus Kornea:

infiltrasi

pseudoptosis (tipe
tarsal)
| 15

III.9 Kompl

III. 9. Komplikasi
Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau
parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan.
Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang
didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan
penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan kekambuhan
terutama di musim panas.5
III.10Penatalaksanaan
Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri. Tetapi medikasi yang dipakai
terhadap gejala hanya memberikan hasil jangka pendek, karena dapat berbahaya jika
dipakai untuk jangka panjang. Penggunaan steroid berkepanjangan ini harus
dihindari karena bisa terjadi infeksi virus, katarak, hingga ulkus kornea oportunistik.
Pilihan perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya simptom yang muncul
dan durasinya. Pilihan perawatan konjungtivitis vernalis yaitu :
1. Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa
tindakan tersebut antara lain:

Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari


tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis
dari mediator-mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah
superinfeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya
glaukoma sekunder dan katarak.

Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;

| 16

Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa


serbuksari;

Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak


dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus
dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen;

Kompres dingin di daerah mata;

Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga
berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen;

Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga


disebut sebagai climato-therapy.

2. Terapi topikal

Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline


steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10%20% tetes mata.
Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat serta beratnya gejala.
Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan
20%. Larutan alkalin seperti 1-2% sodium karbonat monohidrat dapat
membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak
efektif sepenuhnya.

Antihistamin
Agen ini menyebabkan penyempitan pembuluh darah, menurunkan
permeabilitas pembuluh darah, dan mengurangi mata gatal-gatal
dengan memblokir histamin H1 receptors. Anithistamines kompetitif
terikat dengan reseptor histamin dan dapat mengurangi gatal dan
vasodilatasi. Levocabastine hidroklorida 0,05%, sebuah H1 selektif
topikal antagonis reseptor histamin, efektif dalam mengurangi tandatanda dan gejala alergi lain conjunctivitis. H1 selektif antagonis,
azelastine hidroklorida 0,05%, efektif dalam mengurangi gejala yang
terkait dengan alergi, difumarate 0,05%, suatu antagonis H1 selektif,
mungkin lebih efektif dibandingkan levocabastine dalam mengurangi
chemosis, kelopak mata bengkak,dan tanda-tanda dan gejala yang
berhubungan dengan konjungtivitis alergi musiman pada pasien
dewasa dan anak.
| 17

NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs) topikal


Obat ini menghambat aktivitas siklooksigenase, salah satu yang
bertanggung jawab untuk konversi asam arakidonat ke enzim
prostaglandins. Ketorolac trometamin 0,5% sebagai contohnya.

Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid topikal


prednisolone fosfat 1%, 6-8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian
dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke dosis terendah yang
dibutuhkan oleh pasien tersebut. Bila sudah terdapat ulkus kornea
maka

kombinasi

antibiotik

steroid

terbukti

sangat

efektif.

Kortikosteroid menghambat proses inflamasi (misalnya, edema,


dilatasi kapiler, dan proliferasi fibroblast). Obat tersebut juga
membatasi migrasi makrofag dan neutrofil untuk daerah meradang
serta memblokir aktivitas fosfolipase A2 dan selanjutnya induksi asam
arakidonat cascade. Obat ini digunakan dalam pengobatan penyakit
mata akut alergi, steroid efektif dalam mengurangi gejala alergi akut,
namun, penggunaannya harus dibatasi karena potensi efek samping
dengan biala lama digunakan. Penggunaan kortikosteroid topikal
jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi: katarak subkapsular
posterior dan peningkatan tekanan intraokular (TIO).

Stabilisator sel mast seperti Sodium kromolin 4% dan Lodoksamid 0,l


%. Agen ini menghambat degranulasi sel mast, sehingga membatasi
pelepasan inflamasi mediator, termasuk histamin, neutrofil dan
eosinofil faktor chemotactic, dan platelet-activating factor

3. Terapi Sistemik

Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik
seperti prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau deksamethason
fosfat 23 tablet 4 kali sehari selama 12 minggu. Satu hal yang perlu
diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah
gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.

Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan


sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa
gatal

yang

dialami

pasien.

Apabila

dikombinasi

dengan

vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada kasus


| 18

yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Agen ini berguna


dalam kasus-kasus tertentu respon alergi dengan edema, dermatitis,
rinitis, atau sinusitis. Mereka harus digunakan dengan hati-hati karena
penenang yang dan efek antikolinergik dari beberapa antihistamin
generasi pertama obat-obatan.
4. Tindakan Bedah

Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil


raksasa konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat
banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam
waktu dekat akan tumbuh lagi. 3,6

III.11Prognosis
Kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin memburuk
selama musim-musim tertentu.8
BAB IV
KESIMPULAN
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang
(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal
sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis
musim kemarau.
Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang
mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat
alergi.
Terdapat dua bentuk penyakit ini, yaitu: palpebral dan limbal, yang perbedaan
utamanya terletak pada lokasi. Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva
tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi
sekret yang mukoid. Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat
membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan
degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya
pannus, dengan sedikit eosinofil.
| 19

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak


eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Dapat menimbulkan keratitis epitel atau
ulkus kornea superfisial sentral atau parasentral, yang dapat diikuti dengan
pembentukan jaringan sikatriks yang ringan. Juga kadang-kadang didapatkan panus,
yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan penyakitnya sangat
menahun, bertahun-tahun. Penyakit ini sering menimbulkan kekambuhan terutama
di musim panas.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi obat kompres
dingin, natrium karbonat dan obat vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva
dapat diobati dengan natrium cromolyn topikal. Bila terdapat tukak maka diberi
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan sikloplegik. Lebih baik
penderita pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ilyas, Sidarta Prof. Dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FK UI;2008,

2.

hal 3, 133-134
Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi

14. Jakarta: Widya Medika,2000,hal 5-6, 115


3 . Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Mansjoer Arif. Jilid I. Ed.3. Jakarta: Media
4.

Aesculapius,2000, hal 54
Wijana S.D, Nana Dr. Ilmu Penyakit Mata. Ed. rev. Cet.6. Jakarta: Abadi Tegal,

hal 54
5 . Anonim. Vernal Conjunctivitis. Diakses 30 Desember 2012. Dari:
http://www.umm.edu/ency/article/001390.htm
6 .Medicastore.

Konjungtivitis

Vernalis.

Available

http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.html

on:
.

(Diakses 30 Desember 2012)

| 20

7 .PubMed

Central

Journal

list.

Vernal

conjunctivitis.

Awailable

on:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705659/. (Diakses 30 Desember


2012)
8 .Optometry.

Vernal

conjunctivitis.

Available

on :

http://www.optometry.co.uk/articles/docs/0cd52f986c6c4d460c454802aa7cc5b3_sch
mid20010223.pdf. (Diakses 30 Desember 2012)
9 . Scott,

IU.

Alergy

Conjunctivitis.

2011.

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall.

Available:
(Diakses

30

Desember 2012).

| 21

Anda mungkin juga menyukai