KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa referat yang berjudul
Konjungtivitis Vernalis dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Ria Mekarwangi SpM, dr. Sri S Lukman, SpM,
dr. Irsad, SpM, dan dr. Supiyanti, SpM selaku pembimbing penulisan yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian referat ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
selama masa kepaniteraan klinik penulis di RSUD Kota Bekasi, juga untuk mendiskusikan
tentang konjungtivitis vernalis sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Akhir kata, semoga
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis
|1
BAB II
PENDAHULUAN
memiliki
tingkat
konjungtivitis
alergi.5
Konjungtivitis alergi yang musiman dan yang berkelanjutan adalah jenis yang
paling sering dari reaksi alergi pada mata. Konjungtivitis alergi yang musiman sering
disebabkan oleh serbuk sari pohon atau rumput, oleh karenanya jenis ini timbul
khususnya pada musim semi atau awala musim panas. Serbuk sari gulma
bertanggung jawab pada gejala alergi mata merah pada musim panas dan awal
|2
musim gugur. Alergi mata merah yang berkelanjutan terjadi sepanjang tahun; paling
sering disebabkan oleh tungau debu, bulu hewan, dan bulu unggas.5
Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius
dimana penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak
laki-laki, khususnya yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema,
asma, atau alergi musiman. Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim
semi dan hilang pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak
mengalaminya lagi pada umur dewasa muda.5
Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1%
hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan)
daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman). 1
Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan).
Kami menemukan bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal
memiliki satu atau lebih sanak keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan
(misalnya asma, demam rumput, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir
hidung permanen). Penyakit-penyakit turunan ini umumnya ditemukan pada pasien
itu sendiri.6 Jenis alergen sulit dilacak, namun pasien konjuntivitis vernalis kadangkadang menampakan manifestasi alergi lainnya yang berhubungan dengan
sensitivitas tepung sari rumput. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang
daripada daerah dingin.
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi
akan memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah
mengapa dinamakan konjungtivitis vernal (atau musim semi). Di belahan bumi
selatan penyakit ini lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan
tetapi, banyak pasien mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan
berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
|3
atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat
mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :
Lapisan adenoid (superficial)
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum.
Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus
bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
Lapisan fibrosa (profundus)
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada
radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah.
Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.2
III.2 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Gejala-gejala konjungtivitis yang sering
dijumpai berupa injeksi konjungtiva, folikel, papil raksasa (Cobble-stone), flikten,
membran dan sikatriks.
Konjungtivitis alergi adalah sebuah infeksi pada permukaan bola mata dan di
dalam kelompok mata yang diakibatkan oleh reaksi alergi dan reaksi yang dimediasi
imun. Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi dapat
berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi lambat sesudah beberapa hari
kontak seperti reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik.3
|5
Klasifikasi
Konjungtivitis alergi merupakan reaksi antibody humoral yang dimediasi oleh
IgE terhadap alergen, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat atopi. Semua
gejala pada konjungtiva akibat dari konjungtiva bersifat rentan terhadap benda asing.
Terdapat beberapa jenis konjungtivitis yakni konjungtivitis demam jerami,
keratokonjungivitis atopik, konjungtivitis musiman, vernal konjungtivitis, Giant
papilary
konjungtivitis
dan
konjungtivitis
flikten.
Konjungtivitis
dapat
Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (rhinitis alergi, eksema, asma). Pasien
biasanya mengeluh gatal pada mata dan kotoran mata yang berserat-serat.
Konjungtiva palperbra superior sering memiliki papila raksasa seperti batu kali.
Setiap papil raksasa berbentuk polygonal dengan atap rata dan mengandung
berkas kapiler.
c. Konjungtivitis atopi
Konjungtivitis atopi sering diderita oleh pasien dermatitis atopi. Tanda dan
gejalanya berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah dan fotofobia.
|6
Terdapat papil halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan seperti pada
konjungtivitis vernal. Kerokan konjungtiva menampakan eosinofil meski tidak
sebanyak terlihat pada keratokonjungtivitis vernal.
d. Giant papilary konjungtivitis
Giant papilary konjungtivitis dengan tanda dan gejala mirip dengan konjungtivitis
vernal dapat timbul pada pasien yang menggunakan mata buatan dari plastik atau
lensa kontak. Konjungtivitis ini mungkin merupakan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat kaya basofil dan mungkin dimediasi oleh IgE.
e. Konjungtivitis flikten
Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV)
terhadap bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein pada penyakit
tuberkolosis, infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok, dan Koch
Weeks), virus (herpes simplek), toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat
pada margo palpebra, jamur (kandida albikan), cacing (askaris, tripanosomiasis),
limfogranuloma venereal, leismaniasis, infeksi parasit dan infeksi di tempat lain
dalam tubuh. Konjungtivitis flikten biassanya dimulai dengan munculnya lesi
kecil berdiameter 1-3 mm yang keras, merah, menimbul dan dikelilingi zona
hiperemis. Di limbus sering berbentuk segitiga dengan apeks mengarah kornea.
Konjungtivitis vernal bagian dari konjungtivitis alergi. Konjungtivitis vernal
adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang (recurrence) yang khas, dan
merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal sebagai catarrh musim
semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau. Sering
terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun
di negeri tropis (panas).2
Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama.
Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis
vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumputrumputan.1
Reaksi hipersensitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal
ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya
histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.
Tipe II : reaksi sitotoksik
Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM
dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat
mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat
menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis
ini.
Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk
kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang
dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya
terjadi pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa
keratitis herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan
jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks.
Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi
(imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau
dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi
dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai
pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis
Herpes simpleks dan keratitis diskiformis.3
III.4 Manifestasi Klinis
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal hebat, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dengan kotoran mata
yang berserat-serat sehingga menimbulkan perasaan seolah ada benda asing yang
masuk, terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior sedangkan pada
|8
sekret yang
Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi
epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya
pannus, dengan sedikit eosinofil yang terlihat pada fase aktif dari penyakit ini.2
|9
menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan
diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga
terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan
memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan
tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe
disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak
jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai
keratitis serta erosi epitel kornea. Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut
adalah adanya pembentukan pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak.
Peningkatan jumlah kolagen berlangsung cepat dan menyolok.6
Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu: perkembang-biakan
jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel plasma, limfosit,
eosinofil dan basofil ke dalam stroma. Penggunaan jaringan yang dilapisi plastik
yang ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan elektron dapat memungkinkan
beberapa observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari penyakit ini, tampak
dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada substansi propria. Walaupun sebagian
besar sel merupakan komponen normal dari substansi propia, namun tidak terdapat
jaringan epitel konjungtiva normal.6
Perubahan
akibat
vasodilatasi
dan
hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada
limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam
kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin
berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di
kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga
terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi.3
Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal telah
digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali.6
III.6 Gambaran Histopatologik
Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam
kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang
ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara
papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan
infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.
| 11
parut-parut pada tarsal, sedangkan konjungtivitis vernal tidak, kecuali bila terlambat
ditangani.
Tanda konjungtivitis folikularis adalah edema, sedangkan tanda konjungtivitis
vernal adalah infiltrasi selular. Konjungtivitis folikularis memiliki karakteristik
sedikit eosinofil, tidak ada sel mastosit pada jaringan epitel, tidak ada peningkatan
sel mastosit pada substantia propria, dan tidak terdapat basofil, sedangkan
konjungtivitis vernal memiliki karakteristik adanya tiga serangkai, yaitu: sel mastosit
pada jaringan epitel, adanya basofil, dan adanya eosinofil pada jaringan.6
Tabel 2. Diagnosis banding Trakoma, Konjungtivitis folikularis,
Konjungtivitis vernal.1
| 14
Trakoma
Konjungtivitis
Konjungitvitis
Gambaran
folikularis
(kasus dini) papula kecil atau Penonjolan
vernalis
Nodul lebar datar
lesi
bercak
dalam
merah
bertaburan merah-muda
susunan
trakoma).
konjungtiva
Pada teratur
tarsal
seperti pada
stone
konjungtiva
atas
bawah,
butir
lapisan susu
sagu)
terutama
dan
parut,
diselimuti
konjungtivatarsal
Ukuran
atas
Penonjolan
lesi
Lokasi lesi
teristimewa
retrotarsal
dan
besar
lesi Penonjolan
Penonjolan
lipatan konjungtiva
kornea-panus, tarsal
besar
tarsus
atau
palpebra;
bawah
forniks
tidak terlibat.
forniks
bebas, konjungtiva
tarsus bebas (tipe
campuran
lazim)
sekresi
Pulasan
Kerokan
konjungtiva
epitel
purulen
kornea tidak
Eosinofil
karakteristik
ekfoliasi, karakteristik
bertali,
seperti susu
dari Kerokokan
dan
memperlihatkan
atau Bergetah,
konstan
dan
pada
sekresi
Penyulit
atau
kornea
sekuela
Konjungtiva: simblefaron
Palpebra:
Palpebra:
Palpebra:
ektropion
entropion trikiasis
atau blefaritis,
ektropion
ulkus Kornea:
infiltrasi
pseudoptosis (tipe
tarsal)
| 15
III.9 Kompl
III. 9. Komplikasi
Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau
parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan.
Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang
didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan
penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan kekambuhan
terutama di musim panas.5
III.10Penatalaksanaan
Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri. Tetapi medikasi yang dipakai
terhadap gejala hanya memberikan hasil jangka pendek, karena dapat berbahaya jika
dipakai untuk jangka panjang. Penggunaan steroid berkepanjangan ini harus
dihindari karena bisa terjadi infeksi virus, katarak, hingga ulkus kornea oportunistik.
Pilihan perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya simptom yang muncul
dan durasinya. Pilihan perawatan konjungtivitis vernalis yaitu :
1. Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa
tindakan tersebut antara lain:
| 16
Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga
berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen;
2. Terapi topikal
Antihistamin
Agen ini menyebabkan penyempitan pembuluh darah, menurunkan
permeabilitas pembuluh darah, dan mengurangi mata gatal-gatal
dengan memblokir histamin H1 receptors. Anithistamines kompetitif
terikat dengan reseptor histamin dan dapat mengurangi gatal dan
vasodilatasi. Levocabastine hidroklorida 0,05%, sebuah H1 selektif
topikal antagonis reseptor histamin, efektif dalam mengurangi tandatanda dan gejala alergi lain conjunctivitis. H1 selektif antagonis,
azelastine hidroklorida 0,05%, efektif dalam mengurangi gejala yang
terkait dengan alergi, difumarate 0,05%, suatu antagonis H1 selektif,
mungkin lebih efektif dibandingkan levocabastine dalam mengurangi
chemosis, kelopak mata bengkak,dan tanda-tanda dan gejala yang
berhubungan dengan konjungtivitis alergi musiman pada pasien
dewasa dan anak.
| 17
kombinasi
antibiotik
steroid
terbukti
sangat
efektif.
3. Terapi Sistemik
Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik
seperti prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau deksamethason
fosfat 23 tablet 4 kali sehari selama 12 minggu. Satu hal yang perlu
diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah
gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
yang
dialami
pasien.
Apabila
dikombinasi
dengan
III.11Prognosis
Kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin memburuk
selama musim-musim tertentu.8
BAB IV
KESIMPULAN
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang
(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal
sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis
musim kemarau.
Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang
mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat
alergi.
Terdapat dua bentuk penyakit ini, yaitu: palpebral dan limbal, yang perbedaan
utamanya terletak pada lokasi. Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva
tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi
sekret yang mukoid. Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat
membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan
degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya
pannus, dengan sedikit eosinofil.
| 19
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ilyas, Sidarta Prof. Dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FK UI;2008,
2.
hal 3, 133-134
Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi
Aesculapius,2000, hal 54
Wijana S.D, Nana Dr. Ilmu Penyakit Mata. Ed. rev. Cet.6. Jakarta: Abadi Tegal,
hal 54
5 . Anonim. Vernal Conjunctivitis. Diakses 30 Desember 2012. Dari:
http://www.umm.edu/ency/article/001390.htm
6 .Medicastore.
Konjungtivitis
Vernalis.
Available
http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.html
on:
.
| 20
7 .PubMed
Central
Journal
list.
Vernal
conjunctivitis.
Awailable
on:
Vernal
conjunctivitis.
Available
on :
http://www.optometry.co.uk/articles/docs/0cd52f986c6c4d460c454802aa7cc5b3_sch
mid20010223.pdf. (Diakses 30 Desember 2012)
9 . Scott,
IU.
Alergy
Conjunctivitis.
2011.
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall.
Available:
(Diakses
30
Desember 2012).
| 21